Kisah ini menceritakan bagaimana Batara Guru menaklukkan Lembu Andini menjadi kendaraannya, serta perkawinan Batara Guru dengan Dewi Umayi yang kemudian bergelar Batari Uma. Juga dikisahkan bagaimana Batara Guru menyebarkan agama Dewa ke segenap penjuru Daratan Asia.
Kisah ini disusun dengan sumber Serat Paramayoga karya Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (balungan) karya Ki Tristuti Suryosaputro, dengan sedikit pengembangan.
Kediri, 14 Mei 2014
Heri Purwanto
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
SINAR TEJA DARI TENGGARA
Batara Guru di Kahyangan Tengguru menerima kedatangan para putra Batara Ismaya, yaitu Batara Wungkuam, Batara Siwah, Batara Wrehaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kuwera, Batara Temburu, dan Batara Kamajaya. Rupanya sebelum berangkat menuju alam Sunyaruri untuk bertapa, Batara Ismaya telah berpesan kepada mereka supaya mengabdi kepada Batara Guru di Kahyangan Tengguru.
Batara Guru menerima pengabdian para keponakannya itu dengan senang hati. Batara Guru lalu membicarakan adanya sinar teja, atau semacam pelangi tegak lurus yang berasal dari wilayah Pegunungan Himalaya di sebelah tenggara Kahyangan Tengguru. Batara Guru mengetahui bahwa sinar teja itu berasal dari seekor sapi betina bernama Lembu Andini yang dipertuhankan oleh masyarakat di sekitar sana.
Batara Guru lalu memerintahkan Batara Wungkuam dan adik-adiknya untuk menaklukkan sapi tersebut. Para keponakan pun mohon izin kemudian berangkat segera.
LEMBU ANDINI MENGALAHKAN PARA DEWA
Lembu Andini adalah sapi betina yang dapat berbicara. Ia dihadap pengikutnya dari Kerajaan Himaka yang bernama Prabu Japaran dan Patih Parasdya. Seluruh rakyat Kerajaan Himaka telah memuja dan menyembah Lembu Andini bagaikan Tuhan. Dalam pertemuan itu Lembu Andini meramalkan akan datang pasukan dewa yang dikirim Batara Guru untuk menaklukkannya. Prabu Japaran pun diperintahkan menghadapi kedatangan mereka itu.
Tidak lama kemudian, para putra Batara Ismaya telah tiba dan langsung dihadang pasukan Prabu Japaran. Batara Wungkuam meminta Prabu Japaran supaya meninggalkan penyembahan terhadap Lembu Andini dan menganut agama Dewa. Prabu Japaran menolak dan ganti meminta para dewa supaya menyembah Lembu Andini. Perdebatan itu berlanjut dengan pertempuran. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, para dewa berhasil memukul mundur Prabu Japaran beserta pasukannya.
Lembu Andini datang ke pertempuran. Batara Wungkuam dan para adik berusaha menangkapnya namun mereka tidak mampu menandingi kekuatan dan kesaktian sapi betina itu. Bahkan, daya perbawa yang dipancarkan Lembu Andini justru membuat para putra Batara Ismaya itu terlempar kembali ke Kahyangan Tengguru.
BATARA GURU MENGALAHKAN LEMBU ANDINI
Melihat para keponakan tak kuasa menghadapi kesaktian Lembu Andini, Batara Guru pun berangkat sendiri. Setelah berhadapan dengan Lembu Andini, mereka langsung terlibat adu kepandaian. Ternyata Batara Guru dapat menebak asal-usul Lembu Andini yang merupakan anak seorang jin bernama Jin Rohpatanam.
Lembu Andini marah sekaligus malu karena kalah dalam adu kepandaian. Ia pun menyerang Batara Guru dan terjadilah pertarungan. Setelah bertempur cukup lama, akhirnya Lembu Andini menyerah tak berdaya terkena daya kesaktian Batara Guru yang mengerahkan Aji Pengabaran. Batara Guru kemudian menaiki punggung Lembu Andini dan menjadikannya kendaraan.
Prabu Japaran dan pasukannya datang ke tempat itu. Mereka terkejut melihat ada seorang laki-laki menaiki punggung sapi betina yang mereka sembah selama ini. Lembu Andini menjelaskan bahwa sejak hari ini ia memeluk agama Dewa, dan Batara Guru yang berdiri di atas punggungnya adalah raja para dewa. Prabu Japaran dan yang lain masih bimbang dan ragu. Namun setelah Batara Guru memancarkan kesaktiannya, mereka pun meringkuk tak berdaya dan menjadi pengikutnya pula.
Batara Guru lalu membawa Lembu Andini naik ke Kahyangan Tengguru dan sejak saat itu sang sapi betina menjadi kendaraannya. Batara Guru pun mendapatkan julukan baru sebagai Sanghyang Pasupati, yang berarti “penguasa hewan ternak”.
AGAMA DEWA BERKEMBANG DI DARATAN ASIA
Sejak zaman Sanghyang Nurcahya sampai Sanghyang Tunggal, agama Dewa hanya dianut oleh makhluk berbadan rohani, yaitu para dewa, jin, dan siluman. Begitu Batara Guru berkuasa, pemeluk agama Dewa menjadi berkembang pesat, yaitu merambah para makhluk berbadan jasmani, antara lain bangsa manusia dan raksasa. Hal ini karena Batara Guru bisa berbadan jasmani sekaligus rohani sehingga bisa menjadi penguasa di alam kasar dan alam halus.
Setelah Lembu Andini menyerah kalah dan menjadi kendaraan Batara Guru, para pengikutnya pun ikut takluk pula. Prabu Japaran adalah raja manusia yang mengawali memeluk agama Dewa. Batara Guru kemudian menyebarkan agama Dewa ke Tanah Tiongkok.
Setelah rakyat di segenap Tanah Hindustan dan Tanah Tiongkok menganut agama Dewa, Batara Guru pun mendapat julukan baru sebagai Sanghyang Jagadnata, yang berarti “pemimpin dunia”.
Batara Guru di Kahyangan Tengguru menerima kedatangan para putra Batara Ismaya, yaitu Batara Wungkuam, Batara Siwah, Batara Wrehaspati, Batara Yamadipati, Batara Surya, Batara Candra, Batara Kuwera, Batara Temburu, dan Batara Kamajaya. Rupanya sebelum berangkat menuju alam Sunyaruri untuk bertapa, Batara Ismaya telah berpesan kepada mereka supaya mengabdi kepada Batara Guru di Kahyangan Tengguru.
Batara Guru menerima pengabdian para keponakannya itu dengan senang hati. Batara Guru lalu membicarakan adanya sinar teja, atau semacam pelangi tegak lurus yang berasal dari wilayah Pegunungan Himalaya di sebelah tenggara Kahyangan Tengguru. Batara Guru mengetahui bahwa sinar teja itu berasal dari seekor sapi betina bernama Lembu Andini yang dipertuhankan oleh masyarakat di sekitar sana.
Batara Guru lalu memerintahkan Batara Wungkuam dan adik-adiknya untuk menaklukkan sapi tersebut. Para keponakan pun mohon izin kemudian berangkat segera.
LEMBU ANDINI MENGALAHKAN PARA DEWA
Lembu Andini adalah sapi betina yang dapat berbicara. Ia dihadap pengikutnya dari Kerajaan Himaka yang bernama Prabu Japaran dan Patih Parasdya. Seluruh rakyat Kerajaan Himaka telah memuja dan menyembah Lembu Andini bagaikan Tuhan. Dalam pertemuan itu Lembu Andini meramalkan akan datang pasukan dewa yang dikirim Batara Guru untuk menaklukkannya. Prabu Japaran pun diperintahkan menghadapi kedatangan mereka itu.
Tidak lama kemudian, para putra Batara Ismaya telah tiba dan langsung dihadang pasukan Prabu Japaran. Batara Wungkuam meminta Prabu Japaran supaya meninggalkan penyembahan terhadap Lembu Andini dan menganut agama Dewa. Prabu Japaran menolak dan ganti meminta para dewa supaya menyembah Lembu Andini. Perdebatan itu berlanjut dengan pertempuran. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, para dewa berhasil memukul mundur Prabu Japaran beserta pasukannya.
Lembu Andini datang ke pertempuran. Batara Wungkuam dan para adik berusaha menangkapnya namun mereka tidak mampu menandingi kekuatan dan kesaktian sapi betina itu. Bahkan, daya perbawa yang dipancarkan Lembu Andini justru membuat para putra Batara Ismaya itu terlempar kembali ke Kahyangan Tengguru.
BATARA GURU MENGALAHKAN LEMBU ANDINI
Melihat para keponakan tak kuasa menghadapi kesaktian Lembu Andini, Batara Guru pun berangkat sendiri. Setelah berhadapan dengan Lembu Andini, mereka langsung terlibat adu kepandaian. Ternyata Batara Guru dapat menebak asal-usul Lembu Andini yang merupakan anak seorang jin bernama Jin Rohpatanam.
Lembu Andini marah sekaligus malu karena kalah dalam adu kepandaian. Ia pun menyerang Batara Guru dan terjadilah pertarungan. Setelah bertempur cukup lama, akhirnya Lembu Andini menyerah tak berdaya terkena daya kesaktian Batara Guru yang mengerahkan Aji Pengabaran. Batara Guru kemudian menaiki punggung Lembu Andini dan menjadikannya kendaraan.
Prabu Japaran dan pasukannya datang ke tempat itu. Mereka terkejut melihat ada seorang laki-laki menaiki punggung sapi betina yang mereka sembah selama ini. Lembu Andini menjelaskan bahwa sejak hari ini ia memeluk agama Dewa, dan Batara Guru yang berdiri di atas punggungnya adalah raja para dewa. Prabu Japaran dan yang lain masih bimbang dan ragu. Namun setelah Batara Guru memancarkan kesaktiannya, mereka pun meringkuk tak berdaya dan menjadi pengikutnya pula.
Batara Guru lalu membawa Lembu Andini naik ke Kahyangan Tengguru dan sejak saat itu sang sapi betina menjadi kendaraannya. Batara Guru pun mendapatkan julukan baru sebagai Sanghyang Pasupati, yang berarti “penguasa hewan ternak”.
AGAMA DEWA BERKEMBANG DI DARATAN ASIA
Sejak zaman Sanghyang Nurcahya sampai Sanghyang Tunggal, agama Dewa hanya dianut oleh makhluk berbadan rohani, yaitu para dewa, jin, dan siluman. Begitu Batara Guru berkuasa, pemeluk agama Dewa menjadi berkembang pesat, yaitu merambah para makhluk berbadan jasmani, antara lain bangsa manusia dan raksasa. Hal ini karena Batara Guru bisa berbadan jasmani sekaligus rohani sehingga bisa menjadi penguasa di alam kasar dan alam halus.
Setelah Lembu Andini menyerah kalah dan menjadi kendaraan Batara Guru, para pengikutnya pun ikut takluk pula. Prabu Japaran adalah raja manusia yang mengawali memeluk agama Dewa. Batara Guru kemudian menyebarkan agama Dewa ke Tanah Tiongkok.
Setelah rakyat di segenap Tanah Hindustan dan Tanah Tiongkok menganut agama Dewa, Batara Guru pun mendapat julukan baru sebagai Sanghyang Jagadnata, yang berarti “pemimpin dunia”.
Batara Guru Manikmaya. |
ULAM TIRBAH DARI RAWA SIBLISTAN
Batara Guru kemudian bermaksud menyebarkan agama Dewa ke arah barat, yaitu Tanah Persi. Namun ia mendengar kabar bahwa orang-orang Persi saat ini menyembah seekor ikan bernama Ulam Tirbah bagaikan Tuhan. Maka, ia pun berangkat menuju Rawa Siblistan, tempat ikan ajaib itu berada.
Batara Guru telah sampai di Rawa Siblistan dan bertemu dengan Ulam Tirbah. Ternyata Ulam Tirbah seekor ikan betina berukuran raksasa. Batara Guru memerintahkan supaya Ulam Tirbah bertobat menghentikan penyembahan atas dirinya dan menjadi penganut agama Dewa. Ulam Tirbah marah dan mengadu kesaktian dengan Batara Guru. Sampai akhirnya, Batara Guru mengerahkan kesaktiannya membuat air rawa-rawa berubah menjadi panas sehingga Ulam Tirbah menyerah kalah.
Batara Guru kemudian menebak asal-usul Ulam Tirbah pada mulanya seorang wanita cantik bernama Dewi Umayi, putri Saudagar Umaran yang masih keturunan Nabi Saleh. Ia memiliki keinginan menjadi istri penguasa dunia namun melakukan sesat jalan saat bertapa, sehingga berubah wujud menjadi ikan betina.
Batara Guru berpesan supaya Ulam Tirbah bersabar karena tidak lama lagi akan tiba waktunya ia berubah kembali menjadi Dewi Umayi. Setelah dirasa cukup, Batara Guru pun meninggalkan Rawa Siblistan kembali ke Kahyangan Tengguru.
KERAJAAN PERSI TERKENA WABAH PENYAKIT
Setelah Ulam Tirbah mengalami kekalahan, Kerajaan Persi tiba-tiba diserang wabah penyakit. Banyak penduduknya yang tewas menjadi korban. Bahkan, raja negeri ini yang bernama Prabu Dirjasta juga terserang penyakit dan meninggal dunia.
Putra mahkota bernama Pangeran Dastandar menggantikan sang ayah menjadi raja. Ia mendapatkan petunjuk dari para ahli nujum, bahwa Ulam Tirbah yang disembah bangsa Persi sekarang telah tunduk kepada raja dewa bernama Batara Guru. Para ahli nujum pun menyarankan supaya Prabu Dastandar pergi memohon kepada Batara Guru untuk membantu melenyapkan wabah penyakit tersebut dari Kerajaan Persi.
SAUDAGAR UMARAN MENCARI PUTRINYA
Prabu Dastandar pun berangkat dengan menyamar sebagai rakyat biasa. Namun ia tidak tahu harus pergi ke mana supaya bisa bertemu Batara Guru. Maka ia pun memutuskan untuk bertanya kepada Ulam Tirbah di Rawa Siblistan.
Di tengah jalan Prabu Dastandar bertemu seorang saudagar bernama Umaran yang ditemani keponakannya bernama Patih Turkan. Saudagar Umaran adalah raja Kerajaan Merut, yaitu negeri para pedagang. Ia mengaku telah kehilangan putrinya yang bernama Dewi Umayi. Menurut petunjuk di alam mimpi, putrinya itu akan muncul di Rawa Siblistan berkat pertolongan Batara Guru.
Prabu Dastandar merasa kebetulan karena ia sendiri juga ingin bertemu Batara Guru. Maka, ia pun menawarkan diri kepada Saudagar Umaran dan Patih Turkan untuk menjadi penunjuk jalan menuju Rawa Siblistan. Ketiga orang itu lantas pergi bersama-sama.
ULAM TIRBAH MENJADI DEWI UMAYI
Prabu Dastandar, Sudagar Umaran, dan Patih Turkan telah sampai di Rawa Siblistan. Prabu Dastandar mengadakan puja samadi dan kemudian Ulam Tirbah pun muncul ke permukaan. Ulam Tirbah mengatakan bahwa dirinya tidak lagi pantas disembah karena sudah tunduk kepada Batara Guru dan menjadi penganut agama Dewa.
Tiba-tiba Batara Guru datang di Rawa Siblistan. Daya perbawanya yang memancar membuat Prabu Dastandar, Sudagar Umaran, dan Patih Turkan jatuh pingsan. Setelah mereka bertiga sadar segera buru-buru menyembah kepada Batara Guru. Batara Guru menjelaskan kepada Saudagar Umaran bahwa putrinya yang selama ini hilang dan dicari-cari tidak lain adalah Ulam Tirbah tersebut.
Batara Guru kemudian berkata kepada Ulam Tirbah bahwa sudah saatnya ia sembuh dari kutukan. Dengan kesaktiannya, Batara Guru mengembalikan Ulam Tirbah ke wujud semula, yaitu menjadi Dewi Umayi yang cantik jelita. Saudagar Umaran sangat gembira bisa bertemu kembali dengan putrinya yang telah lama hilang itu.
Batara Guru menceritakan kepada Saudagar Umaran awal mula Dewi Umayi berubah wujud menjadi ikan besar adalah karena sesat jalan sewaktu bertapa untuk bisa menjadi istri penguasa dunia. Karena saat ini Batara Guru telah mendapat julukan sebagai Sanghyang Jagadnata, maka Dewi Umayi pun disarankan untuk menjadi istrinya saja jika masih ingin mewujudkan cita-cita tersebut. Saudagar Umaran sangat gembira mendengarnya, dan Dewi Umayi juga menurut dan tunduk terhadap lamaran Batara Guru.
BATARA GURU MENIKAHI DEWI UMAYI
Batara Guru juga dapat menebak asal-usul Saudagar Umaran, yang merupakan keturunan Nabi Saleh. Di Kerajaan Merut, Saudagar Umaran memiliki istri bernama Dewi Nurweni, yang telah melahirkan tiga orang putri bernama Dewi Umari, Dewi Umayi, dan Dewi Umani. Adapun Dewi Umari yang sulung telah menjadi istri Patih Turkan. Karena Batara Guru menjadikan Dewi Umayi sebagai ratu kahyangan, maka Dewi Umani hendaknya menjadi ratu kerajaan, yaitu dengan menjadi istri Prabu Dastandar, raja Kerajaan Persi. Batara Guru juga dapat menebak bahwa pemuda berpakaian rakyat jelata yang tadi bersamadi memanggil Ulam Tirbah muncul ke permukaan tidak lain adalah Prabu Dastandar sendiri yang sedang menyamar.
Saudagar Umaran sangat gembira menerima saran tersebut. Prabu Dastandar pun menurut dan membuka penyamaran. Namun ia memohon kepada Batara Guru supaya membantu melenyapkan wabah penyakit yang melanda Kerajaan Persi. Batara Guru mengabulkan permohonan itu. Dengan ilmu kesaktiannya, ia mengirimkan angin segar yang meniup dan memusnahkan semua bibit penyakit yang selama ini meresahkan rakyat Kerajaan Persi.
Prabu Dastandar sangat berterima kasih. Ia kemudian mengikuti Saudagar Umaran menuju Kerajaan Merut untuk menikah dengan Dewi Umani, sedangkan Batara Guru membawa Dewi Umayi ke Kahyangan Tengguru untuk dijadikan ratu di sana. Sejak saat itu, Dewi Umayi resmi menjadi istri Batara Guru, dengan bergelar Batari Uma. Dengan demikian, inilah pertama kalinya keturunan Sayidina Anwar bertemu dengan keturunan Sayidina Anwas menjadi satu keluarga.
Dewi Umayi. |
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
Terima kasih atas ceritanya Pak, semoga Tuhan membalas niatan dan laku baik Anda sekeluarga..
BalasHapusKalau boleh usul, setelah cerita perwayangan ini habis.. Kiranya ada materi mengenai pembelajaran bahasa Kami, soalnya ada rasa yg kurang bagi Saya kalau hanya menikmati cerita dr tulisan ini dan bukan dr sumber aslinya atau pagelaran wayang..
Matur nuwon lan ngapunten lak wonten kata engkang lepat.. Hehe
Sembah nuwon mugi sedoyo meniko saget hanjalari gesang engkang sak mestinipon ,lan mugio bapak asal amal kesaenan lewat carios meniko manungso mboten lali asal usulipon mugi allah tansah njangkung kawilujengan
BalasHapusNgaturaken agunge panuwun, senang sekali bisa membaca kisah pewayangan ini.
BalasHapusMaturnuwun pak. Nambah pengetahuan ni
BalasHapusSebelumnya saya mohon maaf disini saya mendapat kebingungan dan mohon pencerahannya pak 🙏😁
BalasHapusriwayat tentang ulam tirbah dari rawa siblistan tertulis sebagai dewi umayi putrinya saudagar umaran yang masih keturunan nabi shaleh as (apakah berarti masa batara guru tidak jauh dengan masa nabi shaleh as ?)
Di riwayat sebelumnya tertulis juga sahyang wenang dan leburnya pulau dewa lebur oleh nabi sulaiman as (yang berarti leburnya pulau dewa terjadi pada masa nabi sulaiman)
kebingungan saya :
disini urutan masa pada cerita pulau dewa lebur oleh nabi sulaiman as lebih dulu drpda masa batara guru menemui ulam tirbah (kturunan nabi shaleh),
Sedangkan saya cek urutan kenabian tertulis masa kenabian :
Nabi shaleh (nabi ke 5)
Nabi sulaiman (nabi ke 18)
Yang saya tanyakan urutan masa pada cerita ini dengan urutan masa pada cerita kenabian berbeda jauh,
Mohon pencerahannya dan terimakasih atas ilmunya yang sangat membantu 🙏😊
Saya pikir wajar saja, karena tidak disebutkan keturuna yang keberapa,dan umur dizaman itu tidak rata2 100 tahun.
Hapus