Kisah ini menceritakan Raden Bisma Dewabrata mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika di Kerajaan Giyantipura untuk dinikahkan dengan Prabu Citrawirya di Hastina. Dewi Amba yang menolak pernikahan tersebut memilih bunuh diri dan kelak arwahnya akan menjadi penjemput ajal Resiwara Bisma dalam Perang Bratayuda melalui Dewi Wara Srikandi.
Kisah ini saya olah berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan kitab Mahabharata karya Resi Wyasa.
Kisah ini saya olah berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan kitab Mahabharata karya Resi Wyasa.
Kediri, 14 September 2015
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
RADEN BISMA BERANGKAT KE
GIYANTIPURA
Prabu Citrawirya di Kerajaan
Hastina dihadap Raden Bisma (kakak tiri), Patih Basusara, Resi Jawalagni, dan
para punggawa. Hadir pula sang ibu suri, yaitu Dewi Durgandini. Sudah enam
bulan lamanya Prabu Citrawirya menjadi raja menggantikan kakaknya, yaitu Prabu
Citranggada yang tewas dibunuh gandarwa bernama sama. Saat itu Prabu
Citranggada gugur dalam keadaan belum beristri, apalagi berputra, membuat Dewi
Durgandini khawatir jangan-jangan Prabu Citrawirya juga meninggal sebelum
memiliki keturunan. Alasannya ialah Prabu Citrawirya sejak kecil sudah sakit-sakitan,
dan penyakitnya itu bisa kambuh sewaktu-waktu.
Oleh sebab itu, Dewi
Durgandini meminta Prabu Citrawirya harus memiliki permaisuri secepatnya. Tidak
hanya itu, demi menjamin keturunan Bagawan Santanu jangan sampai terputus, maka
sebaiknya putranya itu menikah dengan perempuan lebih dari satu. Prabu
Citrawirya menyadari keadaan dirinya yang kurang sehat dan ia pun mematuhi apa
yang menjadi keinginan sang ibu. Akan tetapi, ia sama sekali tidak tahu wanita
mana yang harus dinikahi sebagai permaisuri.
Raden Bisma pun melaporkan
bahwa raja Giyantipura yang bernama Prabu Darmamuka memiliki empat orang putri
dan enam orang putra. Putri yang tiga orang sudah dewasa, bernama Dewi Amba,
Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika, sedangkan yang satu lagi masih kecil, bernama
Dewi Ambalini. Sementara itu, keenam putranya terdiri atas tiga orang raksasa
bernama Ditya Wahmuka, Ditya Arimuka, dan Ditya Marusmuka, sedangkan yang tiga
berwujud ular naga, bernama Naga Wasusarpa, Naga Sarpadipa, dan Naga Sarpamuka.
Ketiga putri Prabu Darmamuka
yang telah dewasa kini dilamar banyak raja dan pangeran dari berbagai negeri.
Karena Prabu Darmamuka bingung menentukan pilihan, maka keenam putranya pun mengadakan
sayembara tanding. Barangsiapa dapat mengalahkan ketiga raksasa dan ketiga ular
tersebut, maka ia berhak memboyong ketiga putri sekaligus.
Dewi Durgandini tertarik untuk
menjadikan Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika sebagai istri putranya.
Akan tetapi, mengingat kesehatan Prabu Citrawirya yang kurang baik dan juga tidak
memiliki kesaktian cukup, maka sebaiknya Raden Bisma saja yang mewakili
berangkat untuk mengikuti sayembara. Raden Bisma pun menyanggupi perintah sang
ibu suri. Ia lalu mohon pamit berangkat menjalankan tugas tersebut.
KEENAM PUTRA GIYANTIPURA MENGALAHKAN
PARA PELAMAR
Sementara itu di Kerajaan
Giyantipura, Prabu Darmamuka dan permaisurinya yang bernama Dewi Ambarawati,
beserta keempat putri mereka, yaitu Dewi Amba, Dewi Ambika, Dewi Ambalika, dan
Dewi Ambalini sedang duduk menyaksikan gelanggang tempat Ditya Wahmuka, Ditya
Arimuka, Ditya Marusmuka, Naga Wasusarpa, Naga Sarpadipa, dan Naga Sarpamuka
bertanding menghadapi para raja dan pangeran yang mencoba mengikuti sayembara.
Akan tetapi, dari sekian
banyak pelamar tiada seorang pun yang mampu mengalahkan ketiga raksasa dan ketiga
ular tersebut. Bahkan, tidak sedikit pula dari mereka yang gugur kehilangan
nyawa di atas gelanggang pertandingan. Hal ini karena Ditya Wahmuka, Ditya
Arimuka, dan Ditya Marusmuka seolah-olah tidak dapat dibunuh. Jika Ditya
Wahmuka terluka atau tewas, maka tubuhnya segera dilangkahi Ditya Arimuka dan
tiba-tiba pulih kembali. Sebaliknya, jika Ditya Arimuka yang roboh, ia akan
segera bangun kembali setelah dilangkahi Ditya Marusmuka, begitu seterusnya. Demikian
pula dengan ketiga saudara mereka yang berwujud ular. Jika ada satu yang tewas,
maka dua yang lain akan menghidupkan dengan cara saling membelit.
Melihat itu, Prabu Darmamuka
merasa khawatir jangan-jangan di dunia ini tidak ada seorang pun yang bisa
mengalahkan keenam putranya tersebut. Jika benar demikian, bisa-bisa Dewi Amba,
Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika tidak akan menikah seumur hidup. Namun, Ditya
Wahmuka berusaha meyakinkan sang ayah bahwa jodoh ketiga saudarinya pasti akan
segera datang.
RADEN BISMA SINGGAH KE GUNUNG
SAPTAARGA
Raden Bisma yang telah berangkat
ke Giyantipura untuk mengikuti sayembara terlebih dulu singgah di Gunung
Saptaarga. Meskipun memiliki kesaktian tinggi, namun ia mendapatkan firasat
bahwa keenam putra Prabu Darmamuka sulit untuk dikalahkan. Untuk itu, Raden
Bisma pun berniat meminta saran dan petunjuk dari Resi Abyasa sebagai bekalnya mengikuti
sayembara tersebut.
Resi Abyasa bercerita bahwa
Prabu Darmamuka masih terhitung kakak sepupunya, karena Resi Parasara (ayah
Resi Abyasa) adalah saudara sepersusuan Prabu Sadamuka (ayah Prabu Darmamuka). Konon
kabarnya Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika dulu dilahirkan pada hari
yang sama, dengan satu ari-ari dan tiga tali pusar. Secara ajaib, air ketuban
yang mengawali kelahiran mereka berubah menjadi Ditya Wahmuka, kemudian ari-ari
berubah menjadi Ditya Arimuka, dan darah nifas menjadi Ditya Marusmuka. Adapun
ketiga tali pusar mereka, masing-masing berubah menjadi Naga Wasusarpa, Naga Sarpadipa,
dan Naga Sarpamuka. Untuk dapat mengalahkan mereka berenam dalam sayembara
nanti sebaiknya tidak menggunakan kekerasan, tetapi dengan cara meruwat dan
menyempurnakan mereka kembali ke wujud asal.
Untuk itu, Resi Abyasa pun meminta
Kyai Semar bersama Nala Gareng, Petruk, dan Bagong supaya ikut berangkat menyertai
perjalanan Raden Bisma. Untuk bisa meruwat keenam putra Prabu Darmamuka
tersebut tentu saja dibutuhkan nasihat dari Kyai Semar yang berpengetahuan luas.
Raden Bisma sangat berterima kasih, lalu ia mohon pamit berangkat menuju
Kerajaan Giyantipura bersama keempat panakawan.
RADEN BISMA MEMENANGKAN
SAYEMBARA
Demikianlah, Raden Bisma dan para
panakawan telah sampai di Kerajaan Giyantipura. Terlebih dulu ia menghadap
Prabu Darmamuka untuk meminta izin apabila nanti Dirya Wahmuka dan yang lain
terluka atau mungkin terbunuh. Prabu Darmamuka pun mengizinkan. Sejak awal ia sudah
merasa siap jika terjadi hal yang buruk pada keenam putranya. Lagipula
sayembara ini juga keinginan mereka, dan mereka pun sudah siap mati di atas
gelanggang demi mendapatkan jodoh yang terbaik untuk ketiga saudari mereka.
Raden Bisma lantas memasuki gelanggang
sayembara menghadapi Ditya Wahmuka, Ditya Arimuka, Ditya Marusmuka, Naga
Wasusarpa, Naga Sarpadipa, dan Naga Sarpamuka. Dalam perjalanan tadi, ia sempat
mempelajari tata cara pengruwatan dari Kyai Semar untuk digunakan menghadapi
keenam putra Prabu Darmamuka tersebut.
Maka, begitu memasuki
gelanggang, Raden Bisma pun membaca mantra pengruwatan sambil kemudian
melepaskan enam panah sekaligus, yang masing-masing pada ujungnya terpasang
kunyit welat dan batok bolu. Keenam panah tersebut mengenai sasaran
masing-masing. Seketika wujud Ditya Wahmuka kembali berubah menjadi air ketuban,
Ditya Arimuka menjadi ari-ari, Ditya Marusmuka menjadi darah nifas, sedangkan Naga
Wasusarpa, Naga Sarpadipa, dan Naga Sarpamuka menjadi tiga tali pusar. Keenamnya
lalu melebur dan musnah bersatu dengan alam semesta.
Prabu Darmamuka dan Dewi
Ambarawati prihatin menyaksikan musnahnya keenam putra mereka. Di sisi lain
mereka juga senang karena ketiga putri kini telah mendapatkan jodoh. Prabu
Darmamuka pun menyerahkan Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika kepada Raden
Bisma untuk diboyong ke Kerajaan Hastina.
RADEN BISMA DIHADANG PRABU
SALWARUKMA
Dalam perjalanan menuju Kerajaan
Hastina, rombongan Raden Bisma dihadang sepupunya, yaitu Prabu Salwarukma putra
mendiang Prabu Bahlika. Setelah Prabu Bahlika tewas di tangan Raden Kincaka
saat menyerang Kerajaan Wirata, Raden Salwarukma melarikan diri dan membangun
kerajaan baru bernama Subapura, sebagai kelanjutan Siwandapura.
Beberapa hari yang lalu Prabu
Salwarukma menyusup ke dalam istana Giyantipura dan berkenalan dengan Dewi
Amba. Di antara mereka kemudian tumbuh perasaan saling menyukai. Namun demikian,
Dewi Amba tetap meminta Prabu Salwarukma meminangnya secara kesatria, yaitu
melalui sayembara menghadapi Ditya Wahmuka dan yang lain. Prabu Salwarukma
menyanggupi hal itu. Ia lalu pulang ke Subapura untuk mempersiapkan upacara pernikahan
karena yakin dirinya pasti dapat memenangkan sayembara tersebut.
Akan tetapi, Prabu Salwarukma
datang terlambat di mana Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika telah
diboyong Raden Bisma menuju Hastina. Ia pun mengejar dan berhasil menghentikan
rombongan tersebut. Prabu Salwarukma lalu menantang Raden Bisma bertarung demi memperebutkan
ketiga putri Giyantipura. Ia juga mengejek Raden Bisma sebagai kesatria yang tidak
punya pendirian, karena dulu pernah bersumpah hidup membujang tapi mengapa
sekarang hendak menikahi tiga putri sekaligus. Tersinggung atas ejekan tersebut,
Raden Bisma pun maju melayani tantangan Prabu Salwarukma. Maka, terjadilah
pertarungan di antara mereka yang berakhir dengan kekalahan raja Subapura.
Prabu Salwarukma pun merelakan
Raden Bisma memboyong ketiga putri Giyantipura ke Hastina. Ia juga berpesan
kepada Dewi Amba agar melupakan kisah cinta di antara mereka untuk selamanya.
Usai berkata demikian, ia lalu pulang ke Subapura dengan perasaan sedih.
Raden Bisma mempersilakan Dewi
Amba jika ingin menyusul ke Subapura. Namun, wanita itu menolak karena dirinya
telah menjadi putri boyongan. Bagaimanapun juga ia harus mematuhi apa yang telah
menjadi ketetapan sayembara.
DEWI AMBA INGIN MENIKAH DENGAN
RADEN BISMA
Dewi Durgandini dan Prabu
Citrawirya di Kerajaan Hastina menyambut kedatangan Raden Bisma bersama ketiga
putri boyongan. Hadir pula Bagawan Santanu dari Padepokan Talkanda yang ikut berbahagia
atas kemenangan putranya. Raden Bisma segera menyerahkan ketiga putri Giyantipura
itu kepada ayah dan ibunya untuk dinikahkan dengan Prabu Citrawirya.
Prabu Citrawirya pun menyambut
ketiga calon istrinya. Dewi Ambika dan Dewi Ambalika mematuhi keputusan
tersebut, sedangkan Dewi Amba terang-terangan menolak. Ia mengaku telah
bersumpah hanya mau menikah dengan pemenang sayembara, yaitu Raden Bisma.
Ditambah lagi Raden Bisma juga telah mengalahkan Prabu Salwarukma, kekasihnya.
Mendengar itu, Prabu
Citrawirya pun menolak menikahi Dewi Amba dan menyerahkannya kembali kepada Raden
Bisma. Akan tetapi, Raden Bisma tidak bersedia karena dirinya terikat sumpah tidak
akan menikah seumur hidup. Ia memutuskan untuk mengantarkan Dewi Amba pulang ke
Giyantipura.
Dewi Amba sangat tersinggung
mendengar keputusan tersebut. Ia merasa diperlakukan seperti benda yang bisa dipindah-pindah
ke sana kemari begitu saja. Ia pun menyatakan dengan tegas hanya mau menikah
dengan Raden Bisma atau tidak sama sekali. Setelah berkata demikian, Dewi Amba lalu
pergi meninggalkan Kerajaan Hastina.
BATARA RAMAPARASU MEMBANTU
DEWI AMBA
Pada hari yang dianggap baik,
diadakanlah upacara pernikahan antara Prabu Citrawirya dengan Dewi Ambika dan
Dewi Ambalika sekaligus. Para tamu dan undangan datang dari seluruh penjuru
negeri, termasuk juga dari berbagai negeri sahabat, antara lain Prabu Matsyapati
dari Wirata, Prabu Mandradipa dari Mandraka, Prabu Mandararya dari Gandaradesa,
dan Prabu Gandabayu dari Pancala.
Pada saat pesta berlangsung,
tiba-tiba datang Dewi Amba bersama Batara Ramaparasu yang merupakan guru Raden
Bisma. Kedatangan Batara Ramaparasu adalah untuk membantu Dewi Amba mendapatkan
haknya. Ia menyarankan agar Raden Bisma membatalkan sumpahnya dan bersedia menikahi
Dewi Amba. Sebagai guru yang berderajat dewa, ia bersedia menanggung dosa
muridnya tersebut.
Akan tetapi, Raden Bisma tetap
bersikeras mempertahankan sumpahnya. Ia mengaku keberatan menikahi Dewi Amba,
meskipun yang memerintah adalah gurunya sendiri. Batara Ramaparasu tersinggung merasa
disepelekan oleh muridnya dan ia pun berniat menggunakan kekerasan untuk
memaksa Raden Bisma.
Raden Bisma terpaksa melayani
tantangan Batara Ramaparasu. Keduanya lalu bertanding di alun-alun Kerajaan
Hastina dengan disaksikan segenap para hadirin. Pertarungan antara mereka pun
berlangsung seru. Meskipun sebagai murid, namun Raden Bisma dapat mengimbangi Batara
Ramaparasu. Bahkan, lama-lama Batara Ramaparasu merasa terdesak menghadapi kesaktian
muridnya itu.
Pada saat itulah Batara Narada
turun dari kahyangan memisah mereka berdua. Batara Narada menjelaskan bahwa
Batara Ramaparasu tidak perlu lagi memaksa Raden Bisma menikahi Dewi Amba,
karena muridnya itu ditakdirkan hidup membujang selamanya. Di sisi lain,
perbuatan Raden Bisma yang mengecewakan seorang wanita akan mendapatkan balasan
di kemudian hari. Kelak dirinya ditakdirkan akan meninggal di tangan seorang prajurit
wanita.
Setelah berkata demikian,
Batara Narada kembali ke kahyangan. Batara Ramaparasu merasa kecewa atas sikap
Raden Bisma yang keras kepala, dan ia pun bersumpah tidak mau lagi memiliki
murid dari golongan kesatria. Usai berkata demikian ia lantas pergi
meninggalkan Kerajaan Hastina.
DEWI AMBA MEMBAKAR DIRI
Dewi Amba sangat kecewa namun
merasa tidak dapat berbuat apa-apa kalau memang sudah takdir harus demikian.
Dengan perasaan sedih, ia lalu bersamadi mengheningkan cipta. Dari dahinya
tiba-tiba keluar setitik api yang lama-lama menjadi besar dan berkobar membakar
tubuhnya sendiri. Dewi Amba pun tewas menjadi abu dalam waktu sekejap.
Raden Bisma dan para hadirin
hanya bisa terkejut melihat kejadian yang sangat cepat itu. Dewi Ambika dan
Dewi Ambalika menangis meratapi kematian kakak mereka yang mengenaskan. Raden
Bisma juga ikut menyesali kejadian itu. Ia menyatakan rela jika kelak arwah
Dewi Amba datang untuk menjemput ajalnya. Seketika suasana pesta perkawinan pun
berubah menjadi duka cita.
Resi Jawalagni selaku kepala
pandita Kerajaan Hastina segera memimpin upacara mendoakan arwah Dewi Amba.
Setelah upacara berakhir, para tamu undangan pun mohon pamit kembali ke negeri
masing-masing.
Raden Bisma melawan Batara Ramaparasu. |
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar