Kisah ini menceritakan kelahiran Raden Setyaki yang kelak menjadi
sekutu penting para Pandawa dalam Perang Bratayuda. Bahkan, Raden Setyaki
adalah pembunuh musuh paling banyak nomor tiga setelah Raden Bimasena dan Raden
Arjuna dalam perang besar tersebut. Dalam kisah ini, saya mencoba menyajikan
asal mula Raden Setyaki memiliki nama Yuyudana, Tambakyuda, Singamulangjaya,
dan Wresniwira.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pergelaran wayang kulit dengan
dalang Ki Anom Suroto, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 28 Oktober 2016
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
DEWI WRESINI INGIN MENGENDARAI HARIMAU PUTIH
Prabu Setyajit (Ugrasena) di
Kerajaan Lesanpura dihadap para menteri dan punggawa yang dipimpin Patih
Setyabasa. Hari itu mereka membicarakan keadaan sang permaisuri, yaitu Dewi
Wresini yang sedang mengandung untuk kedua kalinya. Anak pertama Prabu Setyajit
seorang perempuan yang kini telah tumbuh remaja, bernama Dewi Setyaboma.
Setelah belasan tahun berselang, tiba-tiba Dewi Wresini mengandung lagi dan kini
hampir memasuki usia tujuh bulan.
Untuk itulah, Prabu Setyajit mengundang
keponakan-keponakannya, yaitu Prabu Baladewa dan Raden Narayana dari Kerajaan
Mandura, serta Prabu Puntadewa dan Raden Bratasena dari Kerajaan Amarta. Mereka
berempat diundang untuk menyaksikan upacara siraman yang akan digelar beberapa
hari lagi. Keempat keponakan tersebut telah hadir dan mereka memberikan ucapan
selamat kepada Prabu Setyajit.
Tiba-tiba muncul Dewi Wresini dalam
pertemuan dengan didampingi Dewi Setyaboma. Ia berkata kepada sang suami agar
dicarikan seekor harimau putih yang bisa berbicara seperti manusia. Dewi
Wresini ingin menunggangi harimau putih tersebut sebagai kendaraan saat upacara
siraman nanti. Prabu Setyajit terkejut mendengar sang permaisuri mempunyai
permintaan aneh seperti itu. Menurut berita, harimau putih hanya ada di tanah
seberang, dan itu pun belum tentu bisa berbicara seperti manusia.
Prabu Puntadewa berkata kepada
sang paman agar tidak berkecil hati dan tetap berprasangka baik. Jika Dewi
Wresini memiliki permintaan aneh semacam itu, mungkin si bayi yang dikandung
adalah calon manusia istimewa yang lain daripada yang lain. Raden Narayana
membenarkan ucapan Prabu Puntadewa. Dalam hal ini Prabu Setyajit tidak perlu
khawatir, karena keempat keponakan siap membantu menemukan keberadaan harimau
putih tersebut.
Prabu Setyajit berterima kasih
lalu bertanya bagaimana caranya. Raden Narayana menjawab dirinya mendapatkan
firasat bahwa harimau putih yang bisa berbicara akan muncul di Hutan
Minangsraya. Di sanalah nanti hendaknya dipasang grogol, atau perangkap macan.
Mendengar penuturan
keponakannya yang terkenal waskita itu, Prabu Setyajit segera memerintahkan
Patih Setyabasa untuk memasang grogol di Hutan Minangsraya. Prabu Baladewa,
Prabu Puntadewa, Raden Narayana, dan Raden Bratasena bersedia ikut menyertai.
PRABU TAMBAKYUDA INGIN MEREBUT DEWI WRESINI
Tersebutlah seorang raja gagah
perkasa dari Kerajaan Swalabumi yang bernama Prabu Tambakyuda. Beberapa hari
yang lalu ia mimpi bertemu dengan wanita cantik bernama Dewi Wresini yang
membuatnya tergila-gila. Karena mimpinya itu Prabu Tambakyuda berhasrat ingin
menikahi Dewi Wresini. Ia pun memanggil panakawan Kyai Togog dan Bilung untuk
meminta keterangan dari mereka.
Kyai Togog bercerita bahwa
Dewi Wresini awalnya adalah bidadari kahyangan yang kini menjadi istri Prabu
Setyajit raja Lesanpura. Saat itu Prabu Setyajit masih muda dan bernama Arya
Ugrasena. Adapun sebab-musababnya mengapa ia dapat memperistri bidadari adalah
karena jasanya berhasil menumpas musuh para dewa yang bernama Prabu Garbaruci
dari Kerajaan Paranggubarja.
Prabu Tambakyuda semakin
bersemangat mendengar cerita Kyai Togog. Apalagi saat mengetahui bahwa Dewi
Wresini dulunya seorang bidadari, pasti dia akan selalu cantik dan awet muda selamanya.
Maka, Prabu Tambakyuda pun memutuskan untuk merebut Dewi Wresini dari tangan
Prabu Setyajit.
Kyai Togog dan Bilung menasihati
sang raja bahwa merebut istri orang bukanlah perbuatan baik. Prabu Tambakyuda
tidak peduli. Ukuran hidupnya bukan baik atau buruk, tapi puas atau kecewa.
Setelah berkata demikian, ia lalu memerintahkan Patih Singamulangjaya untuk
berangkat membawa pasukan menyerbu Kerajaan Lesanpura.
PASUKAN SWALABUMI DIPUKUL MUNDUR DI HUTAN MINANGSRAYA
Patih Singamulangjaya telah
berangkat memimpin pasukan Swalabumi melaksanakan perintah sang raja. Mereka
melewati Hutan Minangsraya tempat Patih Setyabasa memasang grogol. Begitu
mendengar bahwa pasukan dari Swalabumi tersebut berniat jahat ingin merebut Dewi
Wresini, Patih Setyabasa segera mengerahkan pasukan Lesanpura untuk
menghalangi.
Pertempuran pun terjadi antara
kedua pihak. Prabu Baladewa, Raden Bratasena, Patih Pragota, Arya Prabawa, dan
Arya Udawa ikut terjun membantu Patih Setyabasa. Pasukan Swalabumi kocar-kacir
dihantam mereka. Para prajurit yang masih hidup berhamburan meninggalkan Hutan
Minangsraya.
Patih Singamulangjaya
memerintahkan sisa-sisa prajuritnya itu agar pulang ke Swalabumi. Ia sendiri
berniat merebut Dewi Wresini dengan memakai cara gelap, yaitu melalui penculikan,
bukan pertempuran.
Setelah pasukannya pulang,
Patih Singamulangjaya pun mengendap-endap menguping pembicaan Prabu Baladewa
dengan Patih Setyabasa, yang sedang memperbaiki grogol rusak akibat pertempuran
tadi. Kini Patih Singamulangjaya mengetahui bahwa Dewi Wresini sedang mengidam
ingin mengendarai seekor harimau putih yang bisa berbicara saat upacara siraman
tujuh bulanan nanti. Mendengar itu, Patih Singamulangjaya pun mundur untuk
menyusun rencana penculikan.
RADEN PERMADI MENANGKAP HARIMAU PUTIH
Raden Permadi (Arjuna)
disertai para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang
dalam perjalanan menuju Kerajaan Lesanpura untuk ikut menyaksikan upacara
siraman Dewi Wresini. Di tengah jalan mereka bertemu para raksasa pengikut
Patih Singamulangjaya. Terjadilah pertarungan yang berakhir dengan kematian
para raksasa tersebut.
Sementara itu, Patih
Singamulangjaya masih mengintai di pinggiran Hutan Minangsraya. Ia kemudian
mengheningkan cipta mengerahkan kesaktiannya. Seketika wujudnya pun berubah
menjadi seekor harimau putih. Dengan wujud inilah ia berniat menculik Dewi
Wresini untuk dipersembahkan kepada Prabu Tambakyuda.
Harimau putih itu lalu
memasuki hutan dan memperlihatkan dirinya di hadapan Patih Setyabasa sambil
berteriak-teriak menggunakan bahasa manusia. Patih Setyabasa sangat gembira
melihat hewan yang diinginkan sang permaisuri telah muncul. Ia pun segera
memerintahkan para prajurit untuk menggiring harimau tersebut agar masuk ke
dalam grogol. Si harimau pura-pura melawan. Banyak prajurit yang terluka oleh
cakaran dan terkamannya.
Pada saat itulah Raden Permadi
dan para panakawan datang. Patih Setyabasa menyambut mereka dan menceritakan
bahwa harimau putih ini harus ditangkap hidup-hidup untuk dipersembahkan kepada
Dewi Wresini. Raden Permadi segera turun tangan membantu. Harimau putih
penjelmaan Patih Singamulangjaya itu merasa bangga jika dirinya dapat ditangkap
oleh kesatria tampan yang baru datang ini, daripada ditangkap oleh prajurit
rendahan dari Lesanpura. Maka, ia pun pura-pura mengalah saat dipegang Raden
Permadi.
Patih Setyabasa berterima
kasih kepada Raden Permadi yang berhasil menjinakkan harimau putih tersebut.
Mereka lalu bersama-sama meninggalkan Hutan Minangsraya, kembali ke Kerajaan
Lesanpura.
HARIMAU PUTIH MENCULIK DEWI WRESINI
Prabu Setyajit di Kerajaan
Lesanpura dihadap Prabu Baladewa, Raden Narayana, Prabu Puntadewa, dan Raden
Bratasena. Mereka sedang membicarakan persiapan upacara siraman Dewi Wresini.
Tidak lama kemudian datanglah Patih Setyabasa bersama Raden Permadi yang
menggiring seekor harimau putih. Patih Setyabasa pun menceritakan semuanya dari
awal, hingga pada akhirnya harimau ini berhasil dijinakkan oleh Raden Permadi.
Prabu Setyajit berterima kasih
atas bantuan keponakannya tersebut. Kini semua keperluan upacara siraman telah
tersedia. Prabu Setyajit pun membawa harimau putih itu masuk ke dalam kedaton
dengan disertai para keponakan.
Dewi Wresini menyambut gembira
kedatangan sang suami yang berhasil mewujudkan keinginannya. Prabu Setyajit
berkata bahwa harimau putih ini telah jinak dan bisa dijadikan kendaraan. Si
harimau pun mendekam manja seperti kucing dan mempersilakan Dewi Wresini untuk
naik ke atas punggungnya.
Perlahan-lahan Dewi Wresini
duduk di atas punggung harimau putih tersebut. Tiba-tiba si harimau bangkit dan
melesat pergi membawa kabur Dewi Wresini. Prabu Setyajit dan yang lain
terperanjat kaget. Mereka tidak menyangka harimau putih tadi hanya pura-pura
jinak, padahal sebenarnya masih liar dan kini menculik Dewi Wresini.
Prabu Setyajit marah-marah
menuduh Raden Permadi berniat jahat dan pura-pura menjinakkan harimau putih
tadi. Raden Bratasena meminta adiknya itu berterus terang saja. Jika memang
Raden Permadi berniat demikian, maka Raden Bratasena sendiri yang akan
menghukumnya. Namun, jika Raden Permadi tidak bersalah, maka Raden Bratasena
akan membelanya sekuat tenaga. Raden Permadi menjawab dirinya tidak tahu-menahu
soal ini. Ia hanya kebetulan lewat di Hutan Minangsraya dan melihat Patih
Setyabasa dan para prajurit Lesanpura sedang sibuk menghadapi seekor harimau
putih, itu saja.
Raden Narayana berusaha
menengahi. Ia menyarankan agar Raden Permadi memulihkan nama baiknya dengan
cara menangkap kembali harimau putih tersebut, serta membawa pulang Dewi
Wresini. Raden Permadi menyatakan sanggup, lalu ia pun melesat mengejar si
harimau putih.
PRABU YUYUDANA MENCARI WADAH PENITISAN
Tersebutlah seorang raja
bangsa kepiting bernama Prabu Yuyudana yang sedang bertapa di tepi samudera.
Setelah sekian lama bertapa, ia pun didatangi Batara Narada yang menanyakan apa
keperluannya. Prabu Yuyudana menjawab bahwa dirinya ingin diterima sebagai pelayan
Batara Wisnu, yaitu dewa yang menjadi pujaannya.
Batara Narada berkata bahwa Batara
Wisnu saat ini tidak berada di Kahyangan Utarasegara, melainkan telah lahir ke
dunia sebagai Raden Narayana. Jika memang Prabu Yuyudana memiliki niat luhur
ingin mengabdi kepada Batara Wisnu, maka hendaknya ia pun terlahir sebagai
manusia pula dan mengabdi kepada Raden Narayana.
Menurut ramalan dewata, Raden
Narayana kelak akan menjadi raja di negara Dwarawati dan memiliki senapati yang
masih sepupunya sendiri, yaitu putra Prabu Setyajit yang kini masih berada
dalam kandungan. Jika memang Prabu Yuyudana ingin mengabdi kepada Batara Wisnu,
maka hendaknya ia menitis ke dalam rahim istri Prabu Setyajit agar kelak
terlahir sebagai senapati Raden Narayana tersebut.
Prabu Yuyudana gembira mendengarnya.
Ia merasa sangat bahagia apabila keinginannya terwujud bisa mengabdi pada
titisan Batara Wisnu. Batara Narada pun siap membantunya agar bisa menitis
kepada kesatria yang masih dalam kandungan tersebut.
Prabu Yuyudana lalu
mengheningkan cipta. Rohnya pun lepas meninggalkan jasad. Batara Narada lalu
membawa roh Prabu Yuyudana itu menuju Hutan Minangsraya, tempat di mana Patih
Singamulangjaya menyembunyikan Dewi Wresini.
PATIH SINGAMULANGJAYA MEMAKSA DEWI WRESINI MELAHIRKAN LEBIH AWAL
Si harimau putih memang
membawa Dewi Wresini bersembunyi di Hutan Minangsraya. Harimau putih itu telah
kembali ke wujud manusia, yaitu Patih Singamulangjaya. Ia melihat Dewi Wresini gemetar
ketakutan dengan memegangi perut. Patih Singamulangjaya yakin Prabu Tambakyuda
pasti hanya menginginkan Dewi Wresini saja, tanpa disertai anak dalam kandungannya.
Maka, ia pun berniat memaksa Dewi Wresini agar menggugurkan kandungannya itu
sekarang juga.
Pada saat itulah Batara Narada
datang bersama roh Prabu Yuyudana tanpa memperlihatkan diri. Batara Narada kemudian
memasukkan roh tersebut ke dalam rahim Dewi Wresini, sehingga bersatu dengan
janin yang sedang dikandungnya.
Sementara itu, Patih
Singamulangjaya mulai memukuli perut Dewi Wresini untuk menggugurkan
kandungannya. Awalnya Dewi Wresini menangis kesakitan. Namun, setelah roh Prabu
Yuyudana masuk ke dalam rahimnya, ia menjadi lebih kuat dan tidak merintih lagi.
Perlahan-lahan bayi yang dikandungnya pun keluar akibat pukulan Patih
Singamulangjaya. Bayi tersebut berkelamin laki-laki, dan Dewi Wresini melahirkannya
tanpa merasa sakit sedikit pun berkat perlindungan dari roh Prabu Yuyudana.
PATIH SINGAMULANGJAYA BERSATU DALAM DIRI RADEN YUYUDANA
Setelah si bayi lahir, Batara
Narada pun menampakkan diri di hadapan Patih Singamulangjaya dan Dewi Wresini.
Ia berkata bahwa Patih Singamulangjaya boleh membawa Dewi Wresini kepada Prabu
Tambakyuda di Kerajaan Swalabumi tetapi tidak boleh meninggalkan si bayi begitu
saja dalam hutan. Maka, Patih Singamulangjaya harus membunuh bayi itu terlebih
dulu. Dewi Wresini menangis ingin melindungi putranya, namun Batara Narada
mencegah dan berkata bahwa si bayi bisa melindungi dirinya sendiri.
Patih Singamulangjaya
menyanggupi. Ia lalu memukul tubuh si bayi. Tak disangka kulit bayi ini
ternyata keras seperti kepiting. Patih Singamulangjaya lalu mengangkat bayi itu
dan membantingnya. Anehnya, bayi yang sudah kemasukan roh Prabu Yuyudana itu
tidak mati tapi justru bisa merangkak dan berjalan.
Patih Singamulangjaya semakin
heran dan penasaran. Ia menghajar, memukul, menendang, membanting, namun si
bayi justru bertambah besar dan semakin kuat. Bayi itu kemudian dilemparkannya
jauh-jauh dan ketika jatuh ke tanah sudah berubah wujud menjadi seorang pemuda
berkumis tebal.
Batara Narada mendatangi
pemuda itu dan memberinya pakaian. Dewi Wresini mendekat pula dengan perasaan
haru. Pemuda itu bertanya siapa jati dirinya. Batara Narada pun menjelaskan
bahwa Dewi Wresini adalah ibu kandungnya, sedangkan ayahnya bernama Prabu
Setyajit raja Lesanpura. Batara Narada lalu memberi nama pemuda itu, Raden
Yuyudana.
Patih Singamulangjaya datang
dengan perasaan heran melihat si bayi kini telah tumbuh dewasa dalam waktu
singkat. Batara Narada pun berkata pada Raden Yuyudana, bahwa laki-laki
tersebut berniat menculik ibunya. Raden Yuyudana pun maju menghadapi Patih
Singamulangjaya. Keduanya lalu bertarung sengit. Lama-lama Patih
Singamulangjaya terdesak dan kepalanya pecah dibenturkan batang pohon.
Roh Patih Singamulangjaya
perlahan keluar meninggalkan jasadnya, kemudian masuk dan bersatu ke dalam diri
Raden Yuyudana. Batara Narada berkata Raden Yuyudana tidak perlu takut. Roh
Patih Singamulangjaya tidak akan memengaruhi pikirannya, hanya bersemayam di tubuh
sebagai penambah kekuatan saja. Setelah berkata demikian, Batara Narada pun
undur diri kembali ke kahyangan.
RADEN YUYUDANA KEMBALI KE LESANPURA
Dewi Wresini sangat bahagia
memeluk putranya tersebut yang tumbuh dewasa dalam waktu singkat. Ia lalu
mengajak Raden Yuyudana kembali ke Kerajaan Lesanpura menemui Prabu Setyajit.
Tiba-tiba muncul Raden Permadi bersama para panakawan. Raden Permadi mengira
Raden Yuyudana adalah orang yang menjelma sebagai harimau putih. Sebaliknya,
Raden Yuyudana mengira Raden Permadi adalah kawan Patih Singamulangjaya yang
hendak membalas dendam.
Dewi Wresini buru-buru melerai
mereka berdua. Ia menjelaskan bahwa mereka adalah saudara sepupu, bukan musuh.
Dewi Wresini menyuruh Raden Yuyudana memanggil kakak kepada Raden Permadi.
Sebaliknya kepada Raden Permadi, ia pun bercerita bahwa Raden Yuyudana merupakan
putranya, yang tumbuh dewasa dalam waktu singkat akibat dihajar Patih
Singamulangjaya.
Raden Permadi terkesan
mendengar cerita sang bibi. Ia pun memeluk Raden Yuyudana dan bersama-sama pulang
ke Kerajaan Lesanpura.
Sesampainya di Lesanpura,
Prabu Setyajit menyambut kedatangan mereka. Dewi Wresini pun menceritakan semua
pengalamannya dari awal sampai akhir, yaitu tentang penculikan dirinya oleh
Patih Singamulangjaya, hingga putranya yang lahir dan langsung tumbuh dewasa berkat
perlindungan dewata. Prabu Setyajit agak ragu mendengar penuturan istrinya. Ia
merasa cerita ini sangat aneh dan tidak masuk akal.
PRABU TAMBAKYUDA DIKALAHKAN RADEN YUYUDANA
Tiba-tiba Patih Setyabasa
datang melaporkan bahwa Prabu Tambakyuda raja Swalabumi datang menyerang
Kerajaan Lesanpura untuk merebut Dewi Wresini. Prabu Setyajit terkejut dan
sangat marah. Ia kemudian berkata bahwa Raden Yuyudana akan diakui sebagai anak
apabila mampu mengalahkan Prabu Tambakyuda. Raden Yuyudana menyatakan sanggup
dan segera berangkat menuju medan pertempuran. Raden Permadi pun mengikuti dari
belakang.
Di medan pertempuran, Prabu
Tambakyuda mengamuk membunuh banyak prajurit Lesanpura dengan bersenjatakan
gada berwarna kuning, bernama Gada Wesikuning. Raden Yuyudana pun tampil
menghadapinya. Pertarungan sengit terjadi. Prabu Tambakyuda heran melihat ada
seorang pemuda berkulit kebal dan keras. Gada Wesi Kuning pun selalu mental
bila membentur kulit Raden Yuyudana.
Terkesan oleh kekuatan
lawannya membuat Prabu Tambakyuda lengah. Raden Yuyudana pun berhasil merebut
Gada Wesikuning dan memukulkannya tepat pada kepala raja tersebut. Prabu
Tambakyuda tewas seketika terkena senjatanya sendiri. Rohnya keluar
meninggalkan jasad dan bersatu ke dalam diri Raden Yuyudana, menjadi penambah
kekuatannya.
Pasukan Swalabumi berhamburan
melihat sang raja tewas. Sebagian dari mereka mati menghadapi amukan Raden
Bratasena, dan sebagian lagi menyerah kalah.
RADEN YUYUDANA MENDAPAT NAMA SETYAKI
Serangan dari Kerajaan
Swalabumi telah dapat dihancurkan. Prabu Setyajit pun menepati janjinya, yaitu
mengakui Raden Yuyudana sebagai putra. Raden Narayana juga mengatakan bahwa wujud
Raden Yuyudana sangat mirip dengan Prabu Setyajit semasa muda, yaitu saat masih
bernama Arya Ugrasena, sehingga tidak perlu lagi ada keraguan untuk tidak
menerimanya.
Demikianlah, mulai hari itu negeri
Swalabumi menjadi daerah bawahan Kerajaan Lesanpura, di mana Raden Yuyudana sebagai
pemimpin di sana, dengan tetap memakai nama Arya Tambakyuda atau Arya
Singamulangjaya. Selain itu, Raden Yuyudana juga mendapat nama baru, yaitu
Raden Setyaki, sebagai tanda pengakuan dari Prabu Setyajit bahwa ia telah
diterima sebagai putra. Dan yang terakhir, ia juga mendapat julukan, Sang
Wresniwira, yang bermakna “putra Dewi Wresini yang perwira”.
Prabu Setyajit juga meminta
maaf kepada Raden Permadi yang telah dituduh berbuat jahat kepada Dewi Wresini.
Untuk itu, Raden Permadi diminta tinggal beberapa bulan di Kerajaan Lesanpura
untuk menjadi pembimbing Raden Setyaki dalam mengendalikan bakat kesaktiannya
yang alamiah.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
CATATAN : Kisah kelahiran Raden Setyaki ini tidak terdapat dalam Serat
Pustakaraja Purwa versi Raden Ngabehi Ranggawarsita, sehingga tidak ada
keterangan tahun tentang kejadiannya. Mengenai kisah bahwa Raden Setyaki pernah
berguru kepada Raden Arjuna, saya dapatkan dari sumber kitab Mahabharata dan
saya olah seperlunya.
Kak mau tanya, untuk akhir hayat Prabu Setyajid itu apakah gugur ketika Lakon Gojali Duta ya?
BalasHapusGojali suta itu gugurnya Raden samba
Hapus