Kisah ini menceritakan tentang Raden Arjuna yang hendak dijadikan
tumbal oleh Prabu Suryaasmara, raja Parangkencana. Juga diceritakan kelahiran
dua putra Raden Arjuna, yaitu Raden Sumitra dan Raden Bratalaras, serta awal
mula Raden Arjuna bertemu Endang Pamegatsih, yang kelak melahirkan Bambang
Pamegattresna.
Kisah ini saya olah dari sumber Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) yang
disusun oleh Ki Tristuti Suryasaputra, dengan perubahan dan pengembangan seperlunya.
Kediri, 1 Juni 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul
lakon wayang lainnya, klik di sini
------------------------------ ooo ------------------------------
Raden Arjuna. |
PRABU KRESNA DAN PRABU BALADEWA HENDAK MENGUNJUNGI KESATRIAN MADUKARA
Di Kerajaan Dwarawati, Prabu
Kresna Wasudewa dihadap Raden Samba Wisnubrata (putra mahkota), Arya Setyaki
(adik ipar), dan juga Patih Udawa. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura,
yaitu Prabu Baladewa. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang undangan dari
Kesatrian Madukara di Kerajaan Amarta, bahwa Raden Arjuna hendak mengadakan
upacara siraman untuk kedua istrinya yang sama-sama mengandung usia tujuh
bulan, yaitu Dewi Sulastri dan Niken Larasati.
Prabu Baladewa yang juga
mendapat undangan berniat mengajak Prabu Kresna berangkat bersama. Prabu Kresna
bersedia dan mengajak Arya Setyaki ikut mengawal kepergian mereka, serta
memerintahkan Patih Udawa dan Raden Samba agar tetap tinggal menjaga istana.
Patih Udawa memohon agar diizinkan ikut serta, karena Niken Larasati adalah
adiknya. Bagaimanapun juga ia ingin menghadiri upacara siraman bagi adiknya
tersebut di Kesatrian Madukara.
Prabu Kresna memaklumi dan mengabulkan
permintaan Patih Udawa. Setelah dirasa cukup, ia pun membubarkan pertemuan untuk
kemudian berangkat bersama-sama dengan Prabu Baladewa menuju Kesatrian Madukara
di Kerajaan Amarta.
Prabu Kresna Wasudewa. |
PRABU SURYAASMARA HENDAK MENUMBALKAN RADEN ARJUNA
Tersebutlah seorang raja muda
dan tampan bernama Prabu Suryaasmara dari Kerajaan Parangkencana. Saat itu ia sedang
memikirkan negaranya yang dilanda wabah penyakit dan menewaskan sejumlah penduduk.
Prabu Suryaasmara pun meminta petunjuk kepada gurunya yang bernama Resi
Indrajala untuk mengatasi musibah ini. Setelah mengheningkan cipta, Resi
Indrajala mendapatkan petunjuk dari dewa, bahwa Kerajaan Parangkencana dapat terbebas
dari wabah penyakit apabila ditumbali darah kesatria Panengah Pandawa yang
bernama Raden Arjuna.
Prabu Suryaasmara merasa
bimbang mendengar ramalan tersebut. Namun, karena tidak tega melihat rakyatnya
yang pagi jatuh sakit, sore meninggal dunia, atau sore jatuh sakit, pagi
meninggal dunia, ia pun terpaksa menerima saran ini. Prabu Suryaasmara lalu
memanggil patihnya yang berwujud raksasa, bernama Patih Kalagambira untuk
menghadirkan Raden Arjuna ke Kerajaan Parangkencana.
Setelah menerima penjelasan
dengan seksama, Patih Kalagambira segera mohon pamit kepada Prabu Suryaasmara
dan Resi Indrajala. Ia kemudian berangkat dengan membawa pasukan secukupnya menuju
Kerajaan Amarta.
Prabu Suryaasmara. |
PASUKAN PARANGKENCANA BENTROK DENGAN PASUKAN DWARAWATI
Patih Kalagambira dan pasukannya
telah berangkat meninggalkan Kerajaan Parangkencana. Di tengah jalan mereka
bertemu rombongan dari Kerajaan Dwarawati yang dipimpin Arya Setyaki dan Patih
Udawa di garis depan. Setelah mengetahui Patih Kalagambira memiliki niat buruk
terhadap Raden Arjuna, segera Arya Setyaki dan Patih Udawa berusaha
menghalangi. Akibatnya, terjadilah pertempuran antara pasukan Dwarawati melawan
pasukan Parangkencana tersebut.
Patih Kalagambira terdesak
menghadapi kesaktian orang-orang Dwarawati. Pasukannya pun berantakan. Terpaksa
ia memerintahkan para prajurit yang masih hidup untuk mundur. Karena sudah
menyanggupi perintah dari rajanya, mau tidak mau Patih Kalagambira pun
berangkat seorang diri menuju Kerajaan Amarta untuk menculik Raden Arjuna.
Patih Udawa. |
UPACARA SIRAMAN DEWI SULASTRI DAN NIKEN LARASATI
Di Kesatrian Madukara, Raden
Arjuna menerima kunjungan para saudara, yaitu Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara,
Raden Nakula, dan Raden Sadewa. Rombongan dari Kerajaan Dwarawati, yaitu Prabu
Kresna, Prabu Baladewa, Arya Setyaki, dan Patih Udawa juga telah tiba di sana
dan mengucapkan selamat.
Sesuai agenda yang telah
disusun, Raden Arjuna pun memulai upacara siraman untuk kedua istri, yaitu Dewi
Sumitra dan Niken Larasati yang sama-sama mengandung. Setelah upacara selesai,
Prabu Kresna berpesan agar Raden Arjuna jangan sampai lengah, karena ia
mendapat firasat akan terjadi sesuatu yang buruk di Kesatrian Madukara. Hal ini
berkaitan dengan apa yang baru saja dialami rombongan dari Dwarawati, yang
bentrok melawan pasukan Parangkencana.
Prabu Baladewa. |
PATIH KALAGAMBIRA MENCULIK RADEN ARJUNA
Malam harinya, Patih
Kalagambira menyusup masuk ke dalam Kesatrian Madukara dengan mengerahkan Aji
Panglimunan, sehingga tidak ada seorang pun yang mampu melihat kedatangannya. Ia
juga mengerahkan Aji Sirep, sehingga seluruh penghuni Kesatrian Madukara
tertidur lelap. Patih Kalagambira berhasil menemukan kamar tidur Raden Arjuna
dan segera menyambar pangeran tersebut untuk dibawa pergi.
Patih Kalagambira sudah
berlari sangat jauh sambil menggendong Raden Arjuna. Tiba-tiba Raden Arjuna
terbangun dari tidur dan langsung menendang kepala penculiknya itu. Patih
Kalagambira terkejut dan melepaskan pangeran tersebut. Keduanya lalu
berhadap-hadapan hendak bertarung. Raden Arjuna lebih dulu bertanya mengapa
dirinya diculik dan hendak dibawa ke mana. Patih Kalagambira menjawab ia
mengemban tugas dari rajanya yang bernama Prabu Suryaasmara, yang ingin
membebaskan Kerajaan Parangkencana dari wabah penyakit dengan cara menyembelih Raden
Arjuna dan mengalirkan darahnya di sana.
Tentu saja Raden Arjuna
menolak dirinya hendak dijadikan tumbal. Patih Kalagambira pun berusaha
meringkusnya dengan jalan kekerasan. Mereka lalu bertarung satu lawan satu di
tempat sepi tersebut. Patih Kalagambira sebenarnya tidak mampu mengalahkan kesaktian
Raden Arjuna, tetapi ia sudah bertekad bulat hendak membawa pangeran ini ke
hadapan rajanya.
Setelah bertarung cukup lama,
Raden Arjuna akhirnya dapat merobohkan Patih Kalagambira. Namun, menjelang ajal
tiba, Patih Kalagambira sempat bangkit kembali dan menggigit pundak Raden
Arjuna. Keduanya lalu sama-sama roboh. Patih Kalagambira tewas kehilangan
nyawa, sedangkan Raden Arjuna pingsan karena terkena racun pada gigi taring lawan.
Patih Kalagambira. |
RADEN ARJUNA DIRAWAT RESI PAMINTAJATI DAN ENDANG PAMEGATSIH
Tidak lama kemudian di tempat
itu tiba-tiba muncul seorang pendeta bernama Resi Pamintajati. Pendeta ini
sebenarnya hendak pergi ke Kesatrian Madukara untuk memenuhi permohonan
putrinya. Melihat Raden Arjuna tergeletak di tanah dan memiliki ciri-ciri sesuai
dengan penjelasan putrinya, ia pun segera membalut luka pangeran itu. Setelah
darah tidak lagi keluar, Resi Pamintajati pun menggendong tubuh Raden Arjuna
dan membawanya pulang ke Padepokan Argabinatur yang terletak di wilayah
Kadipaten Tunggarana.
Sesampainya di sana, Resi Pamintajati
disambut putrinya yang bernama Endang Pamegatsih. Sang putri terkejut melihat
pangeran impiannya sedang pingsan karena terluka. Rupa-rupanya tadi malam
Endang Pamegatsih mimpi menjadi istri Raden Arjuna dan ketika bangun ia
merengek kepada ayahnya supaya dipertemukan dengan pangeran tampan tersebut.
Resi Pamintajati menjelaskan bahwa menurut kabar yang beredar, Raden Arjuna
sudah memiliki banyak istri. Namun, Endang Pamegatsih tidak peduli karena ia
bersedia meskipun dijadikan istri paminggir. Resi Pamintajati yang sangat
menyayangi putrinya tidak kuasa menolak dan memutuskan untuk berangkat mencari
Raden Arjuna. Namun, belum sampai di Kesatrian Madukara ia sudah menemukan
pangeran tersebut tergeletak pingsan setelah bertarung melawan Patih
Kalagambira.
Endang Pamegatsih meminta sang
ayah agar mengobati Raden Arjuna. Resi Pamintajati bersedia dan segera
melaksanakan keinginan putrinya. Rupa-rupanya gigi taring Patih Kalagambira
mengandung racun ganas dan Resi Pamintajati harus membuat ramuan obat untuk
menawarkan pengaruh racun tersebut. Setelah dirawat tiga hari, barulah Raden
Arjuna sadar dari pingsan tetapi kekuatannya belum pulih.
Endang Pamegatsih setiap hari
merawat dan melayani keperluan Raden Arjuna hingga sang pangeran benar-benar sehat.
Raden Arjuna pun berterima kasih dan mohon pamit hendak kembali ke Kesatrian
Madukara. Resi Pamintajati mencegah dan berterus terang bahwa ia ingin melamar
Raden Arjuna untuk menjadi suami Endang Pamegatsih. Raden Arjuna menjawab
dirinya sudah memiliki banyak istri dan hanya bisa menjadikan Endang Pamegatsih
sebagai istri paminggir yang tidak dibawa ke Kesatrian Madukara, melainkan
tetap tinggal di Padepokan Argabinatur. Resi Pamintajati menjawab putrinya
bersedia dan sejak awal sudah memutuskan demikian.
Raden Arjuna sendiri terkesan
melihat Endang Pamegatsih yang sudah beberapa hari ini merawat dirinya dengan penuh
kesabaran. Maka, ia pun bersedia mejadikan gadis itu sebagai istri paminggir.
Resi Pamintajati gembira dan segera menikahkan mereka berdua secara sederhana.
Setelah dua bulan lamanya
tinggal di Padepokan Argabinatur, tiba-tiba Raden Arjuna teringat pada Dewi
Sulastri dan Niken Larasati yang saat ini usia kandungan mereka pasti sudah
mencapai sembilan bulan dan tiba waktunya untuk melahirkan. Ia pun mohon pamit
kepada Resi Pamintajati dan Endang Pamegatsih. Saat itu Endang Pamegatsih
sedang hamil muda. Raden Arjuna berpesan kepada istri barunya tersebut, bahwa
kelak jika melahirkan anak laki-laki, hendaknya diberi nama Bambang
Pamegattresna.
Usai berpesan demikian, Raden
Arjuna segera berangkat meninggalkan Padepokan Argabinatur menuju Kesatrian
Madukara.
Resi Pamintajati. |
PRABU SURYAASMARA MENYERANG KESATRIAN MADUKARA
Sudah dua bulan lamanya Prabu
Suryaasmara menunggu kedatangan Patih Kalagambira membawa pulang Raden Arjuna,
tetapi yang ditunggu tak juga kunjung tiba. Karena prihatin melihat rakyatnya semakin
banyak yang jatuh sakit dan meninggal, ia pun berangkat sendiri memimpin
pasukan Parangkencana untuk menyerang Kesatrian Madukara dan membawa paksa
Raden Arjuna.
Begitu sampai di tujuan, Prabu
Suryaasmara dan pasukannya segera berhadapan dengan bala tentara Kerajaan
Amarta yang dipimpin Arya Wrekodara, Raden Gatutkaca, dan Patih Tambakganggeng.
Pertempuran sengit pun terjadi. Sungguh kebetulan, Raden Arjuna yang
dicari-cari juga telah tiba dan langsung terjun menghadapi Prabu Suryaasmara.
Prabu Suryaasmara lama-lama
terdesak menghadapi kesaktian pihak lawan dan ia pun dapat diringkus oleh Raden
Arjuna. Namun kemudian, gurunya yang bernama Resi Indrajala datang menyusul untuk
memintakan pengampunan baginya.
Arya Wrekodara. |
KELAHIRAN RADEN SUMITRA
Prabu Puntadewa bertanya
mengapa Prabu Suryaasmara mengirim orang untuk menculik adiknya. Resi Indrajala
pun menjelaskan bahwa Kerajaan Parangkencana saat ini sedang dilanda wabah
penyakit dan menurut petunjuk dewa, hanya bisa diobati dengan pengorbanan darah
Raden Arjuna. Itulah sebabnya, Prabu Suryaasmara mengirim Patih Kalagambira
untuk membawa Raden Arjuna.
Raden Arjuna bercerita bahwa
dirinya menolak jika harus disembelih dan darahnya ditumpahkan untuk membasahi
bumi Parangkencana. Itulah sebabnya ia terpaksa membunuh Patih Kalagambira di
tengah jalan. Namun, ia sendiri terluka parah dan baru bisa sembuh setelah
dirawat Resi Pamintajati dan putrinya di Padepokan Argabinatur selama dua bulan.
Mendengar itu, Prabu Puntadewa
menyatakan bersedia menggantikan Raden Arjuna untuk mengorbankan diri apabila
hal ini dapat membebaskan Kerajaan Parangkencana dari wabah penyakit dan menyelamatkan
nyawa rakyat di sana. Ia tidak peduli dirinya memiliki hubungan dengan Kerajaan
Parangkencana atau tidak, karena baginya menolong orang tidak perlu
membeda-bedakan ini dan itu. Mendengar kakak sulungnya berkata demikian, Raden
Arjuna terharu dan ia pun menyatakan bersedia disembelih demi kebaikan Kerajaan
Parangkencana.
Resi Indrajala berkata bahwa
telah terjadi kesalahpahaman di sini. Petunjuk dewa yang ia terima bukanlah
mengorbankan nyawa Raden Arjuna, tetapi hanya pengorbanan darah saja. Rupanya
Patih Kalagambira telah salah memahami perintah sehingga berakibat pada
kematiannya sendiri. Para Pandawa lega mendengar penjelasan Resi Indrajala dan
segera membebaskan Prabu Suryaasmara.
Prabu Suryaasmara menyatakan
berterima kasih atas kesediaan Raden Arjuna membantu kesulitan Kerajaan
Parangkencana. Ia pun menyatakan diri mulai sekarang bersedia menjadi bawahan
Kerajaan Amarta. Prabu Puntadewa menjawab tidak perlu demikian. Prabu
Suryaasmara hendaknya menjadi kawan sederajat saja, tidak perlu menjadi bawahan
segala.
Tiba-tiba Dewi Srikandi datang
melapor bahwa Dewi Sulastri baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki. Para
Pandawa gembira mendengarnya. Raden Arjuna pun memberi nama putranya itu, Raden
Sumitra, yang bermakna “teman yang baik”. Maksudnya ialah sebagai pengingat, bahwa
kelahiran bayi tersebut bersamaan dengan Prabu Suryaasmara berubah dari seorang
musuh menjadi teman.
Prabu Puntadewa. |
RADEN ARJUNA MENGORBANKAN DARAHNYA UNTUK KESEMBUHAN KERAJAAN
PARANGKENCANA
Singkat cerita, Prabu
Suryaasmara dan Resi Indrajala telah kembali ke Kerajaan Parangkencana bersama
para Pandawa. Resi Indrajala lalu mengadakan upacara pengorbanan darah Raden
Arjuna di alun alun. Setelah doa dan mantra dibacakan, Raden Arjuna pun
mengiris lengannya sendiri. Darah mengucur membasahi bumi Kerajaan
Parangkencana. Setelah dirasa cukup, Resi Indrajala lalu membalut luka kesatria
Pandawa nomor tiga tersebut dan mengucapkan banyak terima kasih kepadanya.
Prabu Suryaasmara juga
berterima kasih kepada Raden Arjuna dan para Pandawa lainnya. Ia berdoa semoga
kelak memiliki anak perempuan agar bisa berjodoh dengan Raden Sumitra, yaitu putra
Raden Arjuna yang baru lahir. Prabu Puntadewa dan adik-adiknya pun berharap
semoga hal itu bisa terjadi.
Raden Arjuna. |
NIKEN LARASATI MENJADI IBU UNTUK RADEN SUMITRA DAN RADEN BRATALARAS
Setelah menginap tiga hari di istana
Parangkencana, para Pandawa mohon pamit kembali ke Kerajaan Amarta. Sesampainya
di sana, mereka disambut Dewi Srikandi yang mengabarkan bahwa Niken Larasati
juga baru saja melahirkan seorang bayi laki-laki. Raden Arjuna sangat gembira
dan memberi nama putranya itu, Raden Bratalaras. Nama “brata” artinya “tindakan
luhur”, sedangkan “laras” maksudnya adalah “selaras”. Hal ini sebagai
pengingat, bahwa kelahiran Raden Bratalaras bersamaan dengan Raden Arjuna
melakukan tindakan luhur di Kerajaan Parangkencana yang selaras dengan kehendak
dewa.
Dewi Srikandi juga menceritakan
bahwa air susu Dewi Sulastri tidak keluar, sehingga Raden Sumitra selama tiga
hari ini terserang penyakit kuning karena lapar. Untungnya, Niken Larasati
telah melahirkan Raden Bratalaras dan air susunya juga lancar. Niken Larasati menyatakan
bersedia menjadi ibu susu bagi Raden Sumitra. Dewi Sulastri sangat bahagia dan
memohon Niken Larasati agar sudi menganggap Raden Sumitra sebagai putra kandung
sendiri. Niken Larasati sama sekali tidak keberatan dan mengajak Dewi Sulastri untuk
membesarkan putra mereka bersama-sama.
Karena menyusui dua bayi
sekaligus, maka tersiarlah kabar bahwa Niken Larasati melahirkan dua orang
anak, yaitu Raden Sumitra dan Raden Bratalaras.
Niken Larasati. |
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
CATATAN : Menurut Serat Pustakaraja Purwa versi Ngasinan, diceritakan
bahwa Prabu Suryaasmara berniat menumbalkan Raden Arjuna untuk menumbuhkan
cinta di hati istrinya. Saya sengaja mengubah cerita penumbalan tersebut
menjadi urusan wabah penyakit, bukan urusan rumah tangga. Selain itu,
diceritakan pula dalam naskah tersebut bahwa pendeta yang menolong Raden Arjuna
bernama Resi Nirmawacana dan putrinya bernama Endang Nirmalawati. Saya pun
mengubahnya menjadi Resi Pamintajati dan Endang Pamegatsih, yang kelak
melahirkan Bambang Pamegattresna. Mengapa demikian? Karena Endang Nirmalawati
hanyalah tokoh figuran yang sekali tampil, sedangkan Bambang Pamegattresna
kelak muncul di lakon Kikis Tunggarana. Saya berniat menciptakan benang merah agar
lakon tersebut dapat terhubung dengan lakon di atas.
Kemudian untuk Raden Sumitra, menurut beberapa sumber adalah putra
Niken Larasati, sedangkan saya mengikuti tulisan Sunardi DM, bahwa Raden
Sumitra adalah putra Dewi Sulastri. Untuk menjembatani kedua versi tersebut,
maka saya kisahkan bahwa Niken Larasati menjadi ibu susu bagi Raden Sumitra.
Dengan demikian, Raden Sumitra memiliki dua orang ibu, yaitu Niken Larasati dan
Dewi Sulastri. Supaya masuk akal, maka saya harus menceritakan pula bahwa di
saat yang sama Niken Larasati juga melahirkan Raden Bratalaras.
Adapun dalam kitab Mahabharata, tokoh Sumitra bukanlah putra Arjuna,
melainkan kusir kereta Abhimanyu yang gugur bersama sang majikan dalam Perang
Bharatayudha. Rupa-rupanya para pujangga Jawa “menaikkan derajat” Sumitra bukan
hanya sebagai pelayan, tetapi menjadi saudara Abimanyu pula.
Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dengan Niken Larasati dapat dibaca di sini
Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dengan Dewi Sulastri dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar