Kisah ini menceritakan tentang peperangan antara Prabu Setyajit raja
Lesanpura melawan Prabu Garbanata raja Garbaruci. Peperangan tersebut berakhir
dengan perkawinan antara Arya Setyaki dengan Dewi Garbarini. Juga dikisahkan
bagaimana Raden Burisrawa menyamar menjadi Arya Setyaki palsu untuk merebut
pusaka Nagabanda dari kahyangan.
Kisah ini saya olah dari pentas wayang kulit dengan lakon Setyaki
Kembar yang dibawakan oleh Ki Manteb Soedharsono, yang saya gabungkan dengan
kisah Setyaki Rabi menurut versi Ensiklopedia Wayang Purwa tulisan Rio
Sudibyoprono, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 15 Juli 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul
lakon wayang lainnya, klik di sini
Arya Setyaki. |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU SETYAJIT MENDAPAT TANTANGAN DARI PRABU GARBANATA
Di Kerajaan Lesanpura, Prabu Setyajit
dihadap Patih Setyabasa beserta para menteri dan punggawa lainnya. Dalam pertemuan itu mereka membicarakan putri
dan putra sang raja, yaitu Dewi Setyaboma dan Arya Setyaki. Dewi Setyaboma
sudah menikah dengan Prabu Kresna Wasudewa di Kerajaan Dwarawati. Dari
perkawinan tersebut sudah lahir pula seorang putra yang diberi nama Raden
Setyaka. Sementara itu, Arya Setyaki yang merupakan putra mahkota Kerajaan
Lesanpura lebih memilih tinggal di Kerajaan Dwarawati sebagai panglima angkatan
perang di sana. Sampai saat ini ia belum juga menikah padahal secara usia sudah
cukup dewasa.
Ketika sedang berunding
membicarakan putranya tersebut, tiba-tiba datang seorang laki-laki yang mengaku
bernama Patih Saradenta, utusan Prabu Garbanata dari Kerajaan Garbaruci. Kedatangan
Patih Saradenta ini adalah untuk menyerahkan surat dari rajanya kepada Prabu
Setyajit.
Prabu Setyajit menerima surat
tersebut dan membaca isinya. Dalam surat itu Prabu Garbanata mengaku sebagai adik
dari Prabu Garbaruci raja Paranggubarja yang dahulu tewas di tangan Prabu
Setyajit saat memperebutkan Dewi Wresini. Prabu Setyajit seketika teringat
peristiwa masa lalu, saat dirinya masih muda dan bernama Arya Ugrasena. Bersama
dengan sang kakak, yaitu Aryaprabu Rukma (yang saat ini sudah menjadi raja
Kumbina bergelar Prabu Bismaka), mereka berdua mendapat tugas menjadi jago
kahyangan menghadapi serangan dua orang saudara seperguruan, bernama Prabu
Sasradewa raja Guamiring yang ingin menikahi Batari Arumbini, serta Prabu
Garbaruci raja Paranggubarja yang ingin menikahi Batari Wresini. Pada mulanya
Aryaprabu Rukma dan Arya Ugrasena kalah menghadapi kedua raja tersebut. Namun,
setelah mendapatkan pinjaman pusaka dari sang kakak ipar, yaitu Prabu Pandu
Dewanata (ayah para Pandawa), mereka pun berhasil memenangkan pertempuran dan menewaskan
Prabu Sasradewa beserta Prabu Garbaruci.
Ketika Aryaprabu Rukma dan
Arya Ugrasena memboyong kedua bidadari Batari Arumbini dan Batari Wresini ke
Kerajaan Mandura sebagai istri mereka, saat itu datang serangan dari Kerajaan
Paranggubarja yang dipimpin adik kandung Prabu Garbaruci, bernama Raden
Garbanata. Dalam pertempuran itu, Raden Garbanata berhasil dikalahkan oleh
Prabu Pandu. Karena merasa iba, Prabu Basudewa (raja Mandura saat itu) pun mengampuni
dan mempersilakannya pulang ke Kerajaan Paraggubarja.
Demikianlah, Prabu Setyajit
terkenang peristiwa yang sudah berlalu lebih dari dua puluh tahun tersebut.
Saat ini Prabu Basudewa dan Prabu Pandu sudah sama-sama meninggal. Prabu
Setyajit menganggap urusan dendam lama Prabu Garbanata adalah murni tanggung
jawabnya sendiri. Maka, ia pun menjawab tantangan tersebut dan mempersilakan
Patih Saradenta untuk melapor kepada rajanya.
Setelah Patih Saradenta undur
diri, Prabu Setyajit berunding dengan Patih Setyabasa mengenai rencana
peperangan ini. Patih Setyabasa mengusulkan agar sang raja memanggil pulang
Arya Setyaki di Kerajaan Dwarawati agar membantu mengalahkan Prabu Garbanata.
Prabu Setyajit merasa tidak perlu seperti itu. Ia yakin pada kekuatan sendiri.
Ia dulu pernah mengalahkan Prabu Garbaruci, tentu tidak akan sulit mengalahkan
adiknya.
Patih Setyabasa ingat Prabu
Setyajit dulu bisa membunuh Prabu Garbaruci adalah karena meminjam pusaka milik
Prabu Pandu, tetapi ia tidak berani membantah rajanya. Ia pun mohon izin keluar
untuk mempersiapkan pasukan Lesanpura. Prabu Setyajit mempersilakan, lalu membubarkan
pertemuan untuk mempersiapkan diri pula.
PRABU GARBANATA MENERIMA LAPORAN PATIH SARADENTA
Sementara itu di perkemahan
pasukan Garbaruci, Prabu Garbanata menerima kedatangan Patih Saradenta yang
telah kembali dari tugasnya mengantar surat tantangan kepada Prabu Setyajit. Begitu
mendengar laporan bahwa pihak lawan menerima tantangan darinya, ia pun merasa
senang karena membayangkan bisa segera membalaskan kematian sang kakak, yaitu
Prabu Garbaruci di masa lalu.
Patih Saradenta merasa ikut
senang. Namun, ia kurang paham tentang peristiwa apa yang terjadi di masa lalu
hingga Prabu Garbanata bisa menaruh dendam kepada Prabu Setyajit. Patih
Saradenta sendiri belum lama mengabdi kepada Prabu Garbanata sehingga tidak
mengetahui apa saja yang terjadi di zaman dulu.
Prabu Garbanata pun bercerita
bahwa ia memiliki kakak kandung bernama Prabu Garbaruci, raja Paranggubarja.
Kakaknya itu memiliki saudara seperguruan bernama Prabu Sasradewa dari Kerajaan
Guamiring. Pada suatu hari mereka pergi bersama ke Kahyangan Suralaya untuk
melamar bidadari Batari Arumbini dan Batari Wresini. Namun, keduanya tewas di
tangan dua jago kahyangan kakak beradik dari Kerajaan Mandura. Prabu Sasradewa
tewas di tangan Aryaprabu Rukma, sedangkan Prabu Garbaruci tewas di tangan Arya
Ugrasena.
Raden Garbanata yang saat itu
masih muda belia berangkat menyerang Kerajaan Mandura untuk membalas kematian
kakaknya. Saat itu di sana sedang diadakan pernikahan ganda antara Aryaprabu
Rukma dengan Batari Arumbini, serta Arya Ugrasena dengan Batari Wresini. Raden
Garbanata pun kalah di tangan Prabu Pandu dan mendapat pengampunan Prabu Basudewa.
Raden Garbanata kemudian
pulang ke Kerajaan Paranggubarja untuk menggantikan takhta kakaknya yang telah
meninggal. Namun, ia dikhianati punggawanya sendiri yang bernama Arya
Jayasudarga. Raden Garbanata kalah dan melarikan diri ke padepokan ayahnya,
yang bernama Resi Garbasumanda. Adapun Arya Jayasudarga lalu menjadi raja
Paranggubarja, bergelar Prabu Jayasudarga.
Resi Garbasumanda berwatak
sabar dan welas asih. Ia menasihati Raden Garbanata untuk melupakan dendam dan
hidup tenang di desa. Untuk sementara waktu, Raden Garbanata mematuhi ayahnya.
Ia hidup berumah tangga dengan seorang gadis desa bernama Niken Danasari, dan
dikaruniai seorang putri yang diberi nama Dewi Garbarini.
Belasan tahun kemudian, Resi
Garbasumanda meninggal dunia karena sakit. Setelah kematian sang ayah,
tiba-tiba Raden Garbanata mendengar kabar bahwa Kerajaan Paranggubarja telah
kosong tanpa memiliki raja. Ia pun meninggalkan padepokan dan mendatangi negeri
lamanya tersebut. Ternyata Prabu Jayasudarga telah mendapatkan hukum karma, yaitu
ia dikalahkan oleh seorang pemuda gunung bernama Bambang Jungkung, putra Resi
Dewangkara. Bambang Jungkung kemudian menduduki takhta Kerajaan Paranggubarja,
dengan bergelar Prabu Jungkungmardeya, sedangkan Prabu Jayasudarga diturunkan
pangkatnya menjadi patih.
Selanjutnya, Prabu
Jungkungmardeya dikisahkan tewas di tangan Dewi Srikandi, putri Kerajaan
Cempalareja yang ia inginkan sebagai calon istri. Resi Dewangkara dan Patih
Jayasudarga pun berangkat membalas dendam, tetapi mereka juga tewas di tangan
Raden Arjuna dan Raden Gatutkaca. Namun, sebelum tewas, Resi Dewangkara sempat
membakar hangus Taman Maherakaca. Raden Arjuna berhasil memenangkan sayembara
memperbaiki taman tersebut dan ia pun berhak menikah dengan Dewi Srikandi.
Demikianlah kisah yang
didengar Raden Garbanata. Ia merasa senang dapat kembali mendapatkan haknya
sebagai ahli waris Kerajaan Paranggubarja tanpa perlu bersusah payah mengusir
si pengkhianat Prabu Jayasudarga, ataupun Prabu Jungkungmardeya si pemuda
gunung. Raden Garbanata lalu menjadi raja, bergelar Prabu Garbanata, sedangkan
Kerajaan Paranggubarja diganti nama menjadi Kerajaan Garbaruci, demi mengenang
kakak kandungnya tersayang. Di antara para punggawa yang ia percaya, Arya
Saradenta pun dipilihnya untuk menduduki jabatan sebagai patih.
Demikianlah kisah masa lalu
Prabu Garbanata. Setelah mendapatkan kembali kekuasaan atas takhta, segala
nasihat mendiang Resi Garbasumanda seolah menguap begitu saja. Dendam lamanya
kepada Prabu Setyajit alias Arya Ugrasena bangkit kembali. Kini, ia pun
mengirim surat tantangan kepada raja Lesanpura tersebut untuk menyelesaikan hutang
nyawa atas kakaknya.
Patih Saradenta merasa
bersemangat membantu kemenangan rajanya. Ia pun mohon izin untuk mempersiapkan
pasukan menggempur istana Kerajaan Lesanpura.
PRABU SETYAJIT KALAH DI TANGAN PRABU GARBANATA
Prabu Garbanata dan Patih
Saradenta telah berangkat memimpin pasukan Garbaruci. Mereka disambut Prabu
Setyajit dan Patih Setyabasa yang juga sudah bersiaga dengan pasukan Lesanpura.
Pertempuran pun meletus di antara kedua pihak. Mula-mula pihak Lesanpura
berhasil mendesak mundur barisan Garbaruci. Ketika kemenangan sudah di depan
mata, tiba-tiba Prabu Garbanata mengubah siasat, yaitu menantang Prabu Setyajit
bertanding satu lawan satu.
Prabu Setyajit menerima
tantangan tersebut. Sebagai mantan panglima perang Kerajaan Mandura, ia tidak
pernah takut kepada musuh. Namun, Prabu Garbanata sendiri selama menyepi di
padepokan Resi Garbasumanda selalu melatih diri dan mengasah ilmu kesaktiannya.
Sebaliknya, Prabu Setyajit sudah semakin berumur dan jarang berolah raga.
Lama-lama ia terdesak dan berhasil diringkus oleh Prabu Garbanata.
Prabu Garbanata bahagia karena
pembunuh kakaknya kini telah tertunduk di bawah kakinya. Prabu Setyajit tidak
takut mati. Ia yakin putranya yang bernama Arya Setyaki akan segera datang
untuk membalas kematiannya. Mendengar itu, Prabu Garbanata menjadi penasaran.
Ia menunda kematian Prabu Setyajit karena lebih dulu ingin membunuh Arya
Setyaki tersebut. Apabila Prabu Setyajit menyaksikan sendiri bagaimana putranya
dibunuh, tentunya ini jauh lebih menyakitkan daripada dirinya sendiri yang
mati.
Prabu Setyajit merasa Prabu
Garbanata terlalu sombong karena meremehkan kesaktian putranya. Prabu Garbanata
tidak peduli dan ingin Arya Setyaki segera dihadirkan di hadapannya. Karena
sudah diputuskan demikian, Prabu Setyajit pun meminta tolong kepada Patih
Setyabasa untuk pergi ke Kerajaan Dwarawati, menjemput pulang Arya Setyaki.
Patih Setyabasa merasa gembira karena ini sesuai dengan keinginannya sejak
awal. Maka, ia pun segera mohon pamit berangkat melaksanakan tugas.
PRABU KRESNA DAN PARA PANDAWA MENCARI HILANGNYA ARYA SETYAKI
Di Kerajaan Amarta, Prabu
Puntadewa dihadap adik-adiknya, yaitu Arya Wrekodara, Raden Arjuna, Raden Nakula,
dan Raden Sadewa. Hadir pula sang kakak sepupu dari Kerajaan Dwarawati, yaitu
Prabu Kresna Wasudewa yang membawa kabar bahwa Arya Setyaki telah menghilang
dari Kesatrian Swalabumi dan sudah lama tidak datang menghadap.
Prabu Puntadewa prihatin
mendengar berita tersebut dan berharap Arya Setyaki dalam keadaan baik-baik
saja. Tidak lama kemudian, Patih Setyabasa datang menghadap. Prabu Kresna dan
para Pandawa terkejut mengapa ia bisa sampai di Kerajaan Amarta. Patih
Setyabasa pun menceritakan peristiwa yang terjadi di Kerajaan Lesanpura, bahwa
saat ini Prabu Setyajit telah jatuh ke tangan musuh lama bernama Prabu
Garbanata. Kemudian Prabu Garbanata ingin menantang Arya Setyaki bertarung dan
membunuhnya di hadapan Prabu Setyajit. Untuk itulah, Patih Setyabasa pun
ditugasi pergi ke Kerajaan Dwarawati menjemput Arya Setyaki. Namun, di sana ia
tidak bertemu dengan orang yang dicari. Menurut keterangan Patih Udawa, sudah
beberapa pekan ini Arya Setyaki menghilang dari Kesatrian Swalabumi.
Patih Setyabasa lalu bertanya
di mana Prabu Kresna berada. Patih Udawa berkata bahwa rajanya sedang
berkunjung ke Kerajaan Amarta. Tanpa membuang waktu, Patih Setyabasa pun pergi
menyusul untuk meminta bantuan menyelamatkan nyawa Prabu Setyajit.
Prabu Kresna dan para Pandawa merasa
sedih atas keadaan yang menimpa paman mereka. Namun, Prabu Kresna meramalkan
hanya Arya Setyaki yang bisa mengalahkan Prabu Garbanata. Untuk itu, ia tidak
bersedia membantu membebaskan Prabu Setyajit yang juga mertuanya sendiri
tersebut, tetapi bersedia membantu mencari hilangnya Arya Setyaki sampai
ketemu.
Patih Setyabasa merasa gembira
dan bersiap ikut menemani. Namun, Prabu Kresna melarang dan menyuruhnya untuk
beristirahat dan menunggu di Kerajaan Amarta. Biarlah ia saja yang berangkat
mencari dengan ditemani Arya Wrekodara dan Raden Arjuna beserta para panakawan.
Setelah memutuskan demikian, Prabu Kresna pun berpamitan kepada Prabu
Puntadewa, kemudian berangkat bersama kedua Pandawa tersebut.
BATARI DURGA MENGUBAH RADEN BURISRAWA MENJADI ARYA SETYAKI PALSU
Sementara itu, Raden Burisrawa
kesatria Madyapura sedang menghadap gurunya, yaitu Batari Durga di Kahyangan
Setragandamayit. Hari itu Batari Durga mendapat kabar bahwa dewata hendak
menurunkan pusaka Nagabanda kepada Arya Setyaki yang saat ini sedang bertapa di
Hutan Minangsraya.
Raden Burisrawa kesal mendengarnya.
Dulu saat pesta pernikahan Raden Arjuna dengan Dewi Sumbadra, dirinya mengamuk
karena cemburu. Namun, ia dapat diringkus oleh Arya Setyaki dan diserahkan
kepada Raden Gatutkaca untuk dibuang jauh. Raden Gatutkaca lalu membawa terbang
tubuh Raden Burisrawa dan membuangnya jatuh di tengah hutan. Sejak saat itulah
Raden Burisrawa menyimpan dendam kepada Arya Setyaki dan ingin membalas
perbuatannya.
Raden Burisrawa khawatir jika
Arya Setyaki mendapatkan pusaka Nagabanda, maka kesaktiannya akan bertambah dan
sudah pasti akan lebih kuat darinya. Raden Burisrawa pun meminta petunjuk kepada
Batari Durga bagaimana caranya agar ia dapat menggagalkan rencana dewata
menganugerahkan pusaka tersebut kepada Arya Setyaki.
Batari Durga mendapat bocoran
bahwa Batara Guru akan menugasi Batara Narada untuk menyerahkan pusaka
Nagabanda kepada Arya Setyaki. Ia pun teringat peristiwa saat Raden Gatutkaca
lahir dulu. Saat itu Batara Narada salah memberikan pusaka Kuntadruwasa dan
Wijayadanu kepada Adipati Karna yang berdandan mirip Raden Arjuna. Maka, Batari
Durga pun berniat menggunakan cara yang sama. Ia hendak mengubah wujud Raden
Burisrawa menjadi sama persis dengan Arya Setyaki untuk mengelabui pandangan
Batara Narada.
Raden Burisrawa gembira
mendengarnya. Ia pun menurut saat wujudnya tiba-tiba diubah Batari Durga
menjadi lebih kecil, dan wajahnya kemudian diubah pula menjadi sama persis
dengan Arya Setyaki. Setelah dirasa cukup, Batari Durga pun memerintahkan Raden
Burisrawa atau Arya Setyaki palsu untuk segera berangkat menuju Hutan
Minangsraya.
BATARA NARADA SALAH MEMBERIKAN PUSAKA NAGABANDA KEPADA ARYA SETYAKI
PALSU
Sementara itu, Batara Narada
telah berangkat melaksanakan tugas dari Batara Guru untuk menurunkan pusaka
Nagabanda kepada Arya Setyaki yang sedang bertapa di Hutan Minangsraya. Ia melayang
terbang dan melihat dari kejauhan Arya Setyaki sedang duduk bersamadi di bawah
pohon besar.
Batara Narada segera
membangunkan Arya Setyaki dan mengatakan bahwa Batara Guru telah mengabulkan
permintaannya yang ingin memiliki pusaka dari kahyangan. Pusaka tersebut berupa
cambuk dari baja, bernama Nagabanda. Arya Setyaki dengan senang hati menerima
pusaka tersebut kemudian mohon pamit kembali ke Kesatrian Swalabumi.
Batara Narada termangu-mangu
dan merasa ada yang tidak beres. Ia lalu terbang ke angkasa dan melihat ada
Arya Setyaki lain sedang duduk bersamadi di atas batu datar. Batara Narada
segera turun dan membangunkannya untuk bertanya mengapa ia masih bertapa lagi
padahal sudah memperoleh pusaka Nagabanda. Arya Setyaki bangun dan menyembah.
Ia berkata bahwa dirinya belum pernah menerima pusaka Nagabanda. Sudah beberapa
hari ini ia bertapa ingin seperti Prabu Kresna dan Prabu Baladewa yang memiliki
pusaka dari kahyangan. Sebagai panglima angkatan perang Kerajaan Dwarawati,
Arya Setyaki merasa penting jika memiliki pusaka andalan buatan para dewa, di
samping Gada Wesikuning yang dulu ia peroleh setelah mengalahkan Prabu
Tambakyuda dan Patih Singamulangjaya dari Kerajaan Swalabumi.
Batara Narada merasa heran dan
kini ia yakin peristiwa masa lalu terulang lagi, di mana ia salah memberikan
pusaka kepada Adipati Karna, padahal seharusnya untuk Raden Arjuna. Untuk lebih
meyakinkan lagi, ia pun meminta Arya Setyaki di hadapannya agar membuktikan
diri apakah asli atau palsu. Arya Setyaki bersedia dan segera mengeluarkan Gada
Wesikuning dari telapak tangan. Gada tersebut berukuran kecil seperti jarum
yang secara ajaib tiba-tiba berubah menjadi besar dan panjang, bahkan lebih
tinggi daripada tubuh Arya Setyaki.
Batara Narada kini yakin bahwa
pusaka Nagabanda telah salah diberikan kepada Arya Setyaki palsu. Mendengar ada
orang lain yang menyamar sebagai dirinya, Arya Setyaki segera mohon pamit untuk
mengejar orang itu dan merebut pusaka Nagabanda dari tangannya.
ARYA SETYAKI KEMBAR SALING BERTARUNG
Arya Setyaki asli akhirnya
berhasil mengejar Arya Setyaki palsu. Mereka pun bertarung seru sama-sama
mengaku sebagai yang asli. Arya Setyaki yang satu memegang Gada Wesikuning,
sedangkan yang satu lagi memegang pusaka Nagabanda. Ketika kedua senjata itu
beradu, tiba-tiba Nagabanda melilit erat Gada Wesikuning dan keduanya sama-sama
terlempar ke udara.
Tepat pada saat itu Prabu
Kresna bersama kedua Pandawa dan para panakawan kebetulan lewat. Prabu Kresna
segera melesat terbang ke udara untuk menyambar Gada Wesikuning dan Nagabanda.
Kedua senjata pusaka itu kini menjadi satu tidak terpisahkan. Cambuk Nagabanda
melilit pada Gada Wesikunimg seperti seekor ular melilit pada dahan pohon.
Bentuk Gada Wesikuning menjadi lebih indah sekaligus juga menjadi lebih ampuh.
Prabu Kresna, Arya Wrekodara,
dan Raden Arjuna gembira bertemu Arya Setyaki yang mereka cari-cari, tetapi
sekaligus juga bingung karena sepupu mereka itu kini berubah menjadi dua.
Batara Narada muncul dan menceritakan bahwa ada orang lain yang menyamar
sebagai Arya Setyaki untuk merebut pusaka Nagabanda pemberian dewa. Batara
Narada pun menjelaskan bahwa Arya Setyaki yang asli memegang Gada Wesikuning,
sedangkan yang palsu memegang Nagabanda.
Arya Wrekodara menjawab,
ciri-ciri seperti itu sudah tidak berlaku karena kedua pusaka terlempar ke udara
dan sekarang sudah menjadi satu. Kini kedua Arya Setyaki sama-sama sudah tidak
memegang senjata dan mereka masih bertarung dengan tangan kosong. Batara Narada
menjadi ikut bingung dan tidak dapat membedakan mana di antara mereka yang asli
ataupun palsu. Dalam hal ini ia merasa malu kepada Raden Arjuna karena
peristiwa masa lalu terulang kembali saat menyerahkan Kuntadruwasa dan
Wijayadanu kepada Adipati Karna.
ARYA SETYAKI MENDAPAT NAMA JULUKAN BIMAKUNTING
Prabu Kresna lalu melerai
kedua Arya Setyaki yang bertarung sengit. Keduanya segera berhenti dan
menyembah penuh hormat. Prabu Kresna pun berunding dengan Arya Wrekodara bagaimana
caranya membongkar penyamaran Arya Setyaki yang palsu. Arya Wrekodara mendapat
akal, yaitu dengan cara memukul mereka menggunakan Gada Rujakpolo. Barangsiapa
yang begitu dipukul langsung berubah wujud, maka itu berarti ia adalah Arya
Setyaki palsu.
Arya Setyaki yang berdiri di
belakang langsung menjawab setuju, sedangkan yang di depan agak ragu-ragu. Arya
Wrekodara mulai curiga namun harus mendapatkan bukti nyata. Ia pun mengangkat
Gada Rujakpolo yang berukuran sangat besar kemudian memukulkannya kepada Arya
Setyaki yang berdiri di depan. Arya Setyaki tersebut menjerit kesakitan lalu
berubah wujud menjadi Raden Burisrawa. Dengan tubuh terluka ia pun melarikan
diri kembali ke tempat Batari Durga untuk meminta perlindungan.
Batara Narada senang melihatnya.
Ia pun meminta Prabu Kresna agar menyerahkan Gada Wesikuning dan Nagabanda
kepada Arya Setyaki yang satu lagi. Arya Wrekodara tidak setuju karena
kedua-duanya harus sama-sama dipukul demi membuktikan keasliannya. Batara
Narada keberatan karena yang palsu sudah terbongkar, untuk apa yang asli harus
menderita pula. Arya Wrekodara berkata bahwa Arya Setyaki yang tinggal satu ini
pun harus membuktikan keasliannya, jangan-jangan ia juga samaran orang lain.
Arya Setyaki menjawab dirinya
bersedia. Dengan penuh keyakinan ia meminta Arya Wrekodara untuk segera
memukulkan Gada Rujakpolo kepadanya. Arya Wrekodara menuruti. Ia pun
mengayunkan gada besar tersebut hingga tepat memukul kepala Arya Setyaki. Akan
tetapi, sedikit pun Arya Setyaki tidak goyah dan tidak terluka. Ini berarti ia
telah membuktikan bahwa dirinya memang benar-benar yang asli.
Sesuai kesepakatan, Prabu
Kresna pun menyerahkan Gada Wesikuning yang sudah terlilit oleh Nagabanda
kepada Arya Setyaki. Kini Gada Wesikuning juga boleh disebut dengan nama Gada
Nagabanda. Arya Wrekodara mengucapkan selamat dan memberikan julukan baru
kepada Arya Setyaki yang telah membuktikan dirinya kebal terhadap pukulan Gada
Rujakpolo. Julukan baru tersebut adalah Sang Bimakunting, yang bermakna “Bima
bertubuh kecil”. Maksudnya ialah, Arya Wrekodara merupakan "Bima Besar", sedangkan Arya Setyaki adalah "Bima Kecil".
Raden Arjuna dan para
panakawan juga bergantian mengucapkan selamat. Batara Narada merasa tugasnya
telah selesai. Ia pun terbang kembali ke kahyangan dan tidak perlu malu lagi
karena salah menyerahkan pusaka kepada orang yang tidak berhak.
ARYA SETYAKI MENGALAHKAN PRABU GARBANATA
Sementara itu di Kerajaan
Lesanpura, Prabu Garbanata telah memenjarakan Prabu Setyajit. Tiba-tiba anak
dan istrinya datang menyusul. Anak perempuan tersebut sudah berusia remaja dan
berwajah cantik, bernama Dewi Garbarini. Ia datang bersama ibunya, yaitu Dewi
Danasari untuk memohon kepada sang ayah agar menyudahi perang dan mebebaskan
Prabu Setyajit. Dendam dibalas dengan dendam hanya akan seperti lingkaran yang berputar-putar
tiada habisnya. Demikianlah nasihat Resi Garbasumanda sebelum wafat dulu.
Prabu Garbanata termenung
mendengar ucapan anak dan istrinya. Selama ini ia menyimpan dendam membara
kepada Prabu Setyajit. Namun, begitu berhasil mengalahkan musuhnya itu, ternyata
ia tidak merasa lega seperti yang ia bayangkan dulu. Apa yang diinginkan begitu
dalam, ketika hal itu bisa diraih ternyata rasanya hanya begitu saja. Melihat
Prabu Setyajit meringkuk di penjara, dalam hati Prabu Garbanata tumbuh perasaan
iba. Apalagi kini ia sudah menyadari bahwa kakaknya, yaitu Prabu Garbaruci mati
akibat ulahnya sendiri. Kakaknya itu berani menyerang kahyangan dan mati di
tangan jago para dewa, sesungguhnya ini tidak perlu disesali.
Tiba-tiba di luar istana
terdengar suara teriakan menantang. Prabu Garbanata pun keluar menghadapi.
Ternyata Arya Setyaki telah datang. Ia mendengar cerita dari Prabu Kresna bahwa
ayahnya kini menjadi tawanan Prabu Garbanata. Maka, ia pun bergegas pergi
mendatangi Kerajaan Lesanpura untuk membebaskan Prabu Setyajit.
Prabu Garbanata merasa
tertarik jika ia menyiksa Arya Setyaki di hadapan Prabu Setyajit. Maka, ia pun
memerintahkan Patih Saradenta untuk menghadirkan raja Lesanpura tersebut agar
menjadi saksi pertarungan antara dirinya degan Arya Setyaki. Tampak pula Prabu
Kresna, Arya Wrekodara, dan Raden Arjuna datang untuk menyaksikan pertarungan
ini.
Prabu Setyajit telah hadir
dengan tangan terikat. Prabu Garbanata dan Arya Setyaki pun memulai
pertarungan. Dengan senjata Gada Nagabanda, Arya Setyaki menyerang Prabu
Garbanata. Keduanya pun bertarung sengit. Prabu Garbanata lama-lama menyukai
ketangkasan lawannya dan tidak lagi memiliki rasa benci kepada Arya Setyaki.
Hingga akhirnya, gada yang ada di tangannya pun hancur remuk dihantam Gada
Nagabanda. Disusul kemudian pundak kanannya terkena pukulan gada. Prabu
Garbanata jatuh terduduk di tanah menahan sakit.
ARYA SETYAKI MENIKAH DENGAN DEWI GARBARINI
Melihat ayahnya kalah, Dewi
Garbarini berlari maju dan menghalangi di depan Arya Setyaki. Ia memohon agar Prabu
Garbanata diampuni, dan biarlah ia saja yang dihukum mati menggantikan ayahnya
itu. Melihat sorot mata Dewi Garbarini yang berserah diri membuat tangan Arya
Setyaki gemetar. Entah mengapa Gada Nagabanda pun terlepas dari genggaman dan
jatuh ke tanah.
Prabu Garbanata kembali
teringat kepada nasihat-nasihat mendiang Resi Garbasumanda yang penuh cinta
kasih dan hendaknya melupakan semua dendam. Kini ia mengaku kalah kepada Arya
Setyaki dan melepaskan ikatan Prabu Setyajit. Prabu Garbanata pun menyerahkan
dirinya, di mana ia siap dibunuh karena lancang berani menyerang Kerajaan
Lesanpura.
Prabu Setyajit sendiri juga
telah hilang kemarahannya begitu melihat kemenangan Arya Setyaki. Ia pun
menawarkan bagaimana kalau permusuhan ini diubah menjadi persaudaraan. Ia
menyaksikan putranya gemetar memandang Dewi Garbarini. Bagaimana jika mereka
berdua dinikahkan saja. Dengan demikian, Kerajaan Lesanpura dan Kerajaan
Garbaruci kini bisa menjadi keluarga, tidak perlu lagi melanjutkan permusuhan.
Prabu Garbanata terharu
mendengar ucapan Prabu Setyajit yang memaafkan dirinya. Kedua raja itu kemudian
berpelukan menjadi teman. Mereka lalu menanyai Arya Setyaki dan Dewi Garbarini
apakah bersedia untuk dinikahkan. Arya Setyaki menjawab bersedia, sedangkan
Dewi Garbarini tersipu malu. Kedua raja pun tertawa lepas, sedangkan Prabu
Kresna dan kedua Pandawa segera mengucapkan selamat.
Demikianlah kisah permusuhan
antara Prabu Setyajit dengan Prabu Garbanata telah berakhir dan berubah menjadi
persaudaraan. Pada hari yang dianggap baik, dilaksanakanlah upacara pernikahan
antara Arya Setyaki dan Dewi Garbarini. Kedua negara, yaitu Lesanpura dan
Garbaruci dapat dikatakan sama-sama menang, tidak ada yang kalah. Adapun
kemenangan dapat dilambangkan dengan angka sembilan, yang dalam bahasa Jawa
disebut “sanga”. Oleh sebab itu, Arya Setyaki pun berjanji apabila kelak Dewi
Garbarini melahirkan anak laki-laki, maka akan diberi nama Raden Sangasanga
demi mengenang peristiwa ini.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
CATATAN : Lakon Setyaki Kembar adalah ciptaan Ki Manteb Soedharsono yang mengisahkan Arya Setyaki mendapatkan Gada Wesikuning. Karena soal Gada Wesikuning sudah saya kisahkan di lakon Setyaki Lahir, maka di lakon ini saya ubah menjadi perebutan pusaka Nagabanda. Lakon ini juga saya gabungkan dengan kisah Setyaki Rabi. Adapun hubungan antara Prabu Garbanata dengan Prabu Jungkungmardeya dan Patih Jayasudarga dalam lakon Srikandi Maguru Manah adalah tambahan dari saya, untuk menciptakan jalinan antara lakon yang satu dengan lainnya.
Untuk kisah Prabu Setyajit muda mengalahkan Prabu Garbaruci dapat
dibaca di sini
Untuk kisah Raden Setyaki memperoleh Gada Wesikuning dapat dibaca di sini
Untuk kisah Prabu
Jungkungmardeya dan Patih Jayasudarga dapat dibaca di sini
Untuk kisah Batara
Narada salah memberikan pusaka kepada Adipati Karna dapat dibaca di sini
Saya mencari anak setyaki yang bernama raden mas aryo bambang citro kirono apa kah dalam kisah pewayangan ada atau ada tapi dalam versi lain.... Dan apa kah dalam pewayangan juga ada unsur pengaburan sejarah tentang tokoh" pewayangan itu sendiri.... Matur suwun...
BalasHapus