Kisah ini menceritakan tentang perkawinan antara Raden Abimanyu dengan
Dewi Sitisundari. Perkawinan ini kelak menjadi perkawinan sehidup semati di
antara mereka berdua. Juga dikisahkan awal mula Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati dewasa bertemu dengan ayah mereka, yaitu Raden Arjuna.
Kisah ini saya olah dari sumber pentas Wayang Orang Sekar Budaya
Nusantara, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 22 Agustus 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul
lakon wayang lainnya, klik di sini
Raden Abimanyu. |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU BALADEWA MELAMAR DEWI SITISUNDARI UNTUK RADEN LESMANA
MANDRAKUMARA
Di Kerajaan Dwarawati, Prabu
Kresna Wasudewa dihadap Raden Samba Wisnubrata (putra mahkota) dari
Paranggaruda, Arya Setyaki (ipar) dari Swalabumi, dan Patih Udawa dari
Widarakandang. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura, yaitu Prabu
Baladewa yang didampingi Patih Sangkuni dari Kerajaan Hastina.
Prabu Kresna menyambut kedua
tamu agung tersebut. Setelah saling bertanya kabar, ia lalu menanyakan apa yang
menjadi keperluan mereka, mungkin ada masalah yang penting, ataukah hanya
kunjungan persaudaraan belaka. Juga bagaimana ceritanya Prabu Baladewa bisa
datang bersama Patih Sangkuni.
Prabu Baladewa bercerita bahwa
Patih Sangkuni lebih dulu datang ke Kerajaan Mandura bersama para Kurawa. Dalam
kunjungan itu, Patih Sangkuni menyampaikan niat Prabu Duryudana yang ingin
berbesan dengan Prabu Kresna. Menurut kabar yang beredar, Prabu Kresna baru
saja menerima dua orang anak dari Kahyangan Ekapratala, laki-laki dan perempuan.
Yang laki-laki bernama Raden Sitija, kini telah menjadi raja Trajutresna
bergelar Prabu Boma Narakasura; dan yang perempuan bernama Dewi Sitisundari,
kini tinggal di kaputren Kerajaan Dwarawati. Kabar kecantikan Dewi Sitisundari telah
tersebar hingga sampai di Kerajaan Hastina. Prabu Duryudana sangat tertarik dan
ingin menjadikan Dewi Sitisundari sebagai menantu. Sudah lama Prabu Duryudana
ingin menjalin hubungan persaudaraan dengan Prabu Kresna, dan mungkin pernikahan
antara Raden Lesmana Mandrakumara dan Dewi Sitisundari adalah cara yang paling
tepat untuk mewujudkan itu.
Akan tetapi, Prabu Duryudana agak
segan karena Prabu Kresna lebih akrab dengan para Pandawa daripada dengan para
Kurawa. Oleh sebab itu, Patih Sangkuni pun diutus pergi ke Kerajaan Mandura untuk
meminta bantuan Prabu Baladewa dalam menyampaikan lamaran ini ke Kerajaan
Dwarawati. Sudah tentu Prabu Baladewa sangat mendukung rencana Prabu Duryudana
yang ingin berbesan dengan Prabu Kresna tersebut. Maka, kedatangannya kali ini
adalah untuk mendampingi Patih Sangkuni meminang Dewi Sitisundari sebagai calon
istri Raden Lesmana Mandrakumara.
Setelah Prabu Baladewa
menyampaikan maksud kedatangannya, ganti Patih Sangkuni yang menyambung bicara.
Ia memuji-muji Raden Lesmana adalah putra mahkota Kerajaan Hastina yang
merupakan kerajaan paling kaya di dunia saat ini. Ia menyebut Raden Lesmana
adalah sosok pemuda ideal yang tampan, gagah perkasa, pandai, dan tegas dalam
bertindak, sudah pasti serasi dengan Dewi Sitisundari yang cantik jelita. Prabu
Kresna lalu bertanya kepada Prabu Baladewa apakah benar demikian. Prabu
Baladewa menjawab dirinya belum pernah bertemu dengan putra Prabu Duryudana itu,
sehingga tidak tahu seperti apa paras dan kepribadiannya. Namun, jika Patih
Sangkuni memuji demikian, tentunya Raden Lesmana Mandrakumara memang serasi
dengan Dewi Sitisundari.
Prabu Kresna mengaku agak
sulit memutuskan, karena sudah terlanjur menerima lamaran dari Kesatrian
Madukara. Sekitar satu bulan yang lalu, Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra telah
datang ke Dwarawati untuk meminang Dewi Sitisundari sebagai calon istri Raden
Abimanyu yang kini telah beranjak dewasa. Prabu Kresna menerima lamaran
tersebut tetapi belum menentukan kapan tanggal yang tepat untuk melangsungkan
pernikahan di antara putra-putri mereka. Kini datang pula lamaran dari Prabu
Duryudana. Dalam hati Prabu Kresna paham bahwa Prabu Duryudana hanya basa-basi
saja, karena tujuan Raden Lesmana dinikahkan dengan Dewi Sitisundari hanya
supaya Kerajaan Dwarawati bisa menjadi sekutu Kerajaan Hastina. Akan tetapi,
Prabu Kresna tidak mungkin menolak lamaran ini begitu saja.
Prabu Baladewa terlihat kurang
senang mendengar Dewi Sitisundari telah dipertunangkan dengan Raden Abimanyu.
Ia pun berkata bahwa pertunangan tersebut sebaiknya dibatalkan saja. Dalam
segala hal, Raden Lesmana Mandrakumara jauh lebih sempurna daripada Raden
Abimanyu. Bagaimanapun juga Raden Lesmana adalah calon raja Hastina, dan itu
berarti Dewi Sitisundari akan ikut terangkat derajatnya sebagai calon permaisuri
pula.
Prabu Kresna. |
PRABU BALADEWA MENGADAKAN SAYEMBARA UNTUK DEWI SITISUNDARI
Ketika Prabu Kresna belum
dapat menentukan keputusan, tiba-tiba di Kerajaan Dwarawati datang lagi dua
orang tamu, yaitu Patih Surata dan Patih Sucitra. Keduanya adalah patih di
Kesatrian Madukara yang diutus Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra untuk
menindaklanjuti tentang pertunangan antara putra-putri kedua pihak. Setelah
menyampaikan sembah hormat, Patih Surata dan Patih Sucitra menyampaikan pesan
dari atasan mereka, mengenai kapan kiranya upacara pernikahan antara Raden
Abimanyu dan Dewi Sitisundari dapat dilaksanakan. Saat ini pihak mempelai pria
sudah siap, tinggal menunggu hari baik dari pihak mempelai perempuan saja.
Mendengar itu, Prabu Baladewa
menukas ikut bicara. Ia berkata bahwa pertunangan antara Raden Abimanyu dengan
Dewi Sitisundari dibatalkan secara sepihak, karena mempelai perempuan akan
dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara, putra mahkota Kerajaan Hastina.
Patih Surata mohon maaf dan berkata tidak bisa seperti itu. Yang berhak
mengambil keputusan adalah Prabu Kresna, bukannya Prabu Baladewa. Lagipula
Prabu Kresna sudah menerima lamaran dari Kesatrian Madukara, maka tidak bisa
semudah itu dibatalkan dan dialihkan ke pihak lain. Prabu Baladewa berkata dirinya
adalah kakak Prabu Kresna. Masalah siapa yang menjadi jodoh Dewi Sitisundari, ia
berhak ikut memutuskan. Oleh sebab itu, kedua patih Madukara tersebut sebaiknya
pulang saja dan melapor kepada majikan mereka. Patih Surata berkata dirinya
tidak akan pulang, kecuali Prabu Kresna sendiri yang menyuruh mereka pulang.
Patih Sucitra melarang Patih
Surata untuk bicara lebih banyak karena akan semakin memancing kemarahan Prabu
Baladewa. Ia lalu berkata bahwa sudah nasib Raden Abimanyu lamarannya ditolak
dan dialihkan kepada pemuda lain yang lebih kaya raya. Patih Sucitra berusaha
menyindir Prabu Baladewa dengan mengatakan, bahwa dulu Raden Arjuna banyak
membantu orang mendapatkan jodohnya, antara lain pernah membantu Prabu
Puntadewa mendapatkan Dewi Drupadi, membantu Prabu Duryudana mencarikan syarat
gajah putih untuk Dewi Banuwati, bahkan pernah pula membantu Prabu Baladewa
mendapatkan Dewi Erawati.
Ucapan Patih Sucitra dengan
telak mengenai lubuk hati Prabu Baladewa. Seketika ia pun teringat peristiwa
masa lalu saat dirinya dibantu Raden Arjuna mengejar penjahat bernama Raden
Kartapiyoga yang menculik Dewi Erawati. Juga ketika Prabu Salya mengajukan
syarat sulit untuk menggagalkan pertunangan Prabu Baladewa (yang kala itu masih
bernama Wasi Jaladara) dengan Dewi Erawati, namun Raden Arjuna dengan tulus
memberikan bantuan. Saat itu Raden Arjuna bahkan menyamar sebagai wanita
bernama Endang Wardiningsih untuk membantu Prabu Baladewa memenuhi persyaratan
yang diajukan Prabu Salya.
Prabu Baladewa kini merasa serbasalah.
Jika ia menghalangi pernikahan antara Raden Abimanyu dengan Dewi Sitisundari,
maka itu membuatnya seolah melupakan jasa Raden Arjuna di masa lalu. Namun,
jika tidak menggagalkannya, maka itu berarti ia mengingkari permohonan Prabu
Duryudana. Setelah merenung sejenak, Prabu Baladewa akhirnya mendapat akal. Ia
berkata bahwa Dewi Sitisundari akan menikah dengan orang yang dapat
menghadirkan patah sakembaran, yaitu dua orang gadis desa berwajah kembar,
tetapi mereka bukan saudara kembar. Raden Abimanyu harus dapat mewujudkan
syarat tersebut tanpa bantuan Raden Arjuna, sedangkan Raden Lesmana
Mandrakumara juga harus dapat mewujudkannya tanpa bantuan Prabu Duryudana.
Prabu Kresna merasa keputusan
Prabu Baladewa ini cukup adil, maka ia pun setuju. Apabila Raden Abimanyu dapat
mendatangkan apa yang disyaratkan Prabu Baladewa, maka ia akan dinikahkan
dengan Dewi Sitisundari saat itu juga. Hal ini pun berlaku untuk Raden Lesmana
Mandrakumara. Karena Prabu Kresna selaku ayah mempelai perempuan sudah
menetapkan demikian, Patih Surata dan Patih Sucitra segera mohon pamit untuk
kembali ke Kesatrian Madukara.
Patih Sangkuni merasa kecewa
karena Prabu Baladewa berubah pikiran di tengah jalan. Namun, karena sudah
diputuskan demikian, terpaksa ia pun ikut mematuhi. Ia lalu keluar menemui para
Kurawa yang menunggu di halaman istana.
Prabu Kresna lalu mengajak
Prabu Baladewa masuk ke dalam puri untuk makan bersama dengan ketiga
permaisuri. Sementara itu, Arya Setyaki dan Patih Udawa ditugasi untuk menjaga
keamanan dan mengambil tindakan yang dianggap perlu jika sampai terjadi sesuatu
hal yang kurang baik.
Prabu Baladewa. |
PARA KURAWA HENDAK MENCELAKAI PATIH SURATA DAN PATIH SUCITRA
Patih Sangkuni telah kembali
ke tempat para Kurawa menunggu. Mereka antara lain Arya Dursasana, Raden Kartawarma,
Raden Durmagati, Raden Surtayu, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Durmuka,
Raden Durjaya, serta Adipati Jayadrata dan Bambang Aswatama. Patih Sangkuni pun
menyampaikan kekecewaannya, karena Prabu Baladewa yang dikira bisa membantu
menjadi mak-comblang pertunangan Raden Lesmana Mandrakumara dengan Dewi
Sitisundari ternyata berubah pikiran di tengah jalan. Tiba-tiba saja Prabu
Baladewa mengajukan syarat yang harus dipenuhi oleh kedua pelamar, yaitu harus
menyediakan patah sakembaran dua gadis cantik dari desa yang sama persis tetapi
bukan saudara kembar.
Arya Dursasana heran mendengar
syarat semacam ini, tetapi menurutnya ini bukanlah syarat yang sulit. Tinggal
datangi saja sebuah desa, lalu kumpulkan para gadisnya, ambil dua orang yang
wajahnya mirip, beres sudah. Patih Sangkuni berkata hal itu bisa saja
dilakukan, tetapi yang paling penting saat ini adalah menangkap Patih Surata
dan Patih Sucitra agar mereka tidak sampai pulang ke Madukara dan melapor
kepada Raden Arjuna. Jika mereka berdua tidak sampai melapor, maka Raden Arjuna
tidak akan mengetahui persyaratan yang diajukan Prabu Baladewa. Dengan
demikian, Raden Lesmana Mandrakumara akan kehilangan pesaing.
Raden Durmagati yang lugu
tetapi bijak berkata hal itu tidak perlu dilakukan. Jika ingin berhasil, maka Raden
Lesmana Mandrakumara hendaknya fokus pada tujuan, bukannya malah mengurusi
pesaing. Namun, Raden Durmagati hanya seorang diri yang berpendapat demikian,
sedangkan para Kurawa lainnya mendukung rencana Patih Sangkuni. Karena sudah
diputuskan demikian, rombongan dari Kerajaan Hastina itu pun berangkat mengejar
Patih Surata dan Patih Sucitra.
Patih Sengkuni. |
ARYA SETYAKI DAN PATIH UDAWA MENGHALANGI PARA KURAWA
Patih Surata dan Patih Sucitra
yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Kesatrian Madukara berhasil dikejar
oleh rombongan Patih Sangkuni. Tanpa banyak bicara, para Kurawa pun menyergap
mereka. Kedua patih Madukara itu berusaha melawan, namun jumlah musuh terlalu
banyak. Lama-lama mereka terdesak juga dan hampir tertangkap oleh para Kurawa.
Pada saat itulah muncul Arya
Setyaki dan Patih Udawa yang segera membantu Patih Surata dan Patih Sucitra.
Sejak awal mereka sudah curiga melihat gelagat Patih Sangkuni dan para Kurawa.
Keduanya lalu mengikuti dan ternyata rombongan dari Hastina itu benar-benar
hendak mencelakai kedua utusan Raden Arjuna.
Patih Sangkuni yang merupakan
mertua Patih Udawa melarang menantunya itu ikut campur. Patih Udawa menjawab
dirinya saat ini bertindak bukan sebagai menantu lawan mertua, tetapi sebagai
patih Dwarawati yang sedang menjalankan tugas menjaga keamanan negeri. Karena
para Kurawa memulai kerusuhan di wilayah Kerajaan Dwarawati, maka dirinya tidak
segan-segan menindak tegas, meskipun harus melawan mertua sendiri.
Arya Dursasana tidak sabaran.
Ia pun menyerang Patih Udawa, tetapi Arya Setyaki maju menghadapinya. Para
Kurawa lainnya ikut maju pula. Patih Udawa, Patih Surata, dan Patih Sucitra
segera menghadang mereka. Demikianlah, terjadilah pertempuran di dekat ibu kota
Kerajaan Dwarawati tersebut. Hingga akhirnya muncul Prabu Baladewa marah-marah
melerai mereka.
Patih Udawa dengan tenang
menceritakan duduk perkaranya, bahwa rombongan dari Hastina berniat mencelakai
kedua utusan Madukara. Patih Sangkuni tidak dapat membantah hal itu. Prabu
Baladewa meminta kedua pihak untuk berlomba secara adil. Patih Surata dan Patih
Sucitra pun dipersilakan untuk melanjutkan perjalanan mereka. Kedua patih itu
berterima kasih lalu bergegas menuju Kesatrian Madukara.
Prabu Baladewa lalu berkata
kepada Patih Sangkuni, apabila para Kurawa kembali mengganggu kedua patih tersebut,
maka Raden Lesmana Mandrakumara dinyatakan kalah dalam perlombaan ini. Patih
Sangkuni mengiakan, lalu ia dan para Kurawa mohon pamit memulai pencarian
terhadap dua gadis patah sakembaran.
Patih Udawa. |
RESI SIDIWACANA MELEPAS KEPERGIAN KEDUA CUCUNYA
Sementara itu di Padepokan
Andongsumawi, Resi Sidiwacana dihadap kedua cucunya yang telah tumbuh dewasa,
yaitu Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati. Kedua gadis itu baru saja ditinggal
mati oleh ibu mereka, yaitu Endang Manuhara.
Seratus hari yang lalu Endang
Manuhara meninggal dunia karena sakit. Sebelum meninggal, ia sempat bercerita
kepada Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati, bahwa ayah mereka adalah Raden
Arjuna, pangeran nomor tiga di antara Pandawa Lima. Tempat tinggal ayah mereka
itu berada di Kesatrian Madukara, yang termasuk wilayah Kerajaan Amarta.
Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati yang telah kehilangan sosok ibu, kini sepakat hendak mencari ayah
mereka. Resi Sidiwacana berusaha mencegah, tetapi kedua gadis itu bersikeras
ingin pergi ke Kesatrian Madukara. Terpaksa ia pun mengizinkan mereka
berangkat. Akan tetapi, ia tidak tega jika melepas kedua cucunya itu pergi
berdua saja. Karena usianya sendiri sudah tua dan juga sakit-sakitan, Resi
Sidiwacana tidak dapat menemani mereka berangkat. Ia terpaksa memanggil
pembantunya yang bernama Cantrik Janaloka untuk mengawal kepergian dua cucunya
itu.
Cantrik Janaloka berbadan
kurus dan buruk rupa, tetapi penuh semangat. Ia mengaku siap menjadi pengawal
kedua gadis tersebut. Ia bahkan bersumpah akan mengantarkan Endang Pregiwa dan
Endang Pregiwati hingga berhasil bertemu dengan ayah mereka. Jika sampai
Cantrik Janaloka berubah pikiran di tengah jalan, biarlah ia tertimpa
kemalangan dan mati dikeroyok orang.
Resi Sidiwacana percaya kepada
Cantrik Janaloka dan tidak meminta pembantunya itu sampai bersumpah demikian.
Namun, karena si cantrik sudah terlanjur bersumpah, maka hal ini tidak dapat
ditarik kembali. Ia hanya berharap semoga tidak terjadi apa-apa dalam
perjalanan mereka.
Setelah mendapat bekal
perjalanan dari sang kakek, Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati pun mohon pamit
dan mohon restu semoga mereka dapat bertemu dengan sang ayah di Kesatrian
Madukara.
Endang Pregiwa & Endang Pregiwati. |
RADEN ABIMANYU MEMINTA BANTUAN RADEN GATUTKACA
Di Kerajaan Pringgadani,
Prabustri Arimbi bersama putranya, yaitu Raden Gatutkaca, menerima kedatangan
Raden Abimanyu yang disertai para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk,
dan Bagong. Prabustri Arimbi menyambut keponakannya itu dan menanyakan apa yang
menjadi keperluannya. Raden Abimanyu bercerita dengan wajah sedih, bahwa Patih
Surata dan Patih Sucitra baru saja tiba dari Kerajaan Dwarawati dan
menyampaikan keputusan Prabu Kresna dan Prabu Baladewa, tentang persyaratan
untuk menikahi Dewi Sitisundari. Padahal, dulu waktu ayah-ibunya (Raden Arjuna
dan Dewi Sumbadra) mengajukan pinangan, jelas-jelas Prabu Kresna sudah
menerima, hanya belum menentukan tanggalnya saja. Namun kini, Prabu Baladewa
datang pula untuk menyampaikan lamaran untuk Raden Lesmana Mandrakumara, membuat
Prabu Kresna bimbang dan terpaksa mengajukan syarat.
Prabustri Arimbi bertanya,
syarat apa yang diminta Prabu Kresna. Raden Abimanyu berkata bahwa syarat ini
sebenarnya diusulkan oleh Prabu Baladewa, yaitu calon mempelai pria harus dapat
menghadirkan patah sakembaran berupa sepasang gadis desa berwajah mirip, tetapi
bukan saudara kembar. Dalam pencarian tersebut, Raden Abimanyu tidak boleh
dibantu Raden Arjuna, sedangkan Raden Lesmana Mandrakumara tidak boleh dibantu
Prabu Duryudana. Itulah sebabnya Raden Abimanyu datang ke Kerajaan Pringgadani,
yaitu untuk meminta bantuan Raden Gatutkaca.
Sejak kecil Raden Abimanyu
sudah dipersaudarakan dengan Raden Gatutkaca bagaikan adik dan kakak kandung.
Mendengar keluhan adiknya itu, Raden Gatutkaca langsung menyatakan sanggup
membantu. Ia pun mohon izin kepada sang ibu agar boleh menyertai perjalanan
Raden Abimanyu. Tentu saja Prabustri Arimbi mengizinkan. Ia juga mendoakan
semoga mereka berdua dapat mewujudkan persyaratan yang diajukan Prabu Baladewa
dan Prabu Kresna tersebut.
Raden Gatutkaca. |
CANTRIK JANALOKA MELANGGAR JANJI
Sementara itu, Endang Pregiwa
dan Endang Pregiwati telah jauh meninggalkan Padepokan Andongsumawi. Mereka
menyusuri jalan menuju Kerajaan Amarta. Tiba-tiba di tempat sepi, Cantrik
janaloka meminta kedua gadis itu untuk beristirahat sejenak.
Cantrik Janaloka kemudian
menggoda Endang Pregiwa dengan kata-kata manis. Ia merayu gadis itu dengan
mengatakan bahwa sudah beberapa hari ini ia memendam perasaan kepada Endang
Pregiwa. Dulu awal mula Cantrik Janaloka diterima di Padepokan Andongsumawi,
saat itu Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati masih kecil. Ia belum memiliki
perasaan apa-apa. Kini, kedua gadis itu sudah tumbuh dewasa, diam-diam ada
perasaan suka di hati Cantrik Janaloka, terutama kepada Endang Pregiwa yang
lebih dewasa.
Endang Pregiwa menjawab
dirinya tidak dapat menerima cinta Cantrik Janaloka, karena sejak kecil ia
sudah menganggap pria tersebut sebagai paman. Sejak kecil dirinya dan juga
Endang Pregiwati sudah biasa bermanja-manja kepada Cantrik Janaloka karena
menganggapnya sebagai paman sendiri, tidak lebih dari itu. Maka, jika sekarang
Cantrik Janaloka mengutarakan isi hatinya, sudah tentu Endang Pregiwa sulit
menerima.
Cantrik Janaloka merasa malu
bercampur marah. Karena perasaan sukanya sudah memuncak, ia pun berniat
menggunakan kekerasan. Ia merasa saat ini sudah jauh dari Padepokan
Andongsumawi dan tidak perlu takut lagi kepada Resi Sidiwacana. Endang Pregiwa
mengingatkan bahwa tadi Cantrik Janaloka sudah bersumpah akan mengantar dirinya
dan sang adik hingga sampai di Kesatrian Madukara. Jika melanggar sumpah, maka
ia akan tertimpa musibah.
Cantrik Janaloka tidak peduli.
Ia tetap bersikeras ingin memerkosa Endang Pregiwa, sekaligus dengan Endang
Pregiwati juga. Tiba-tiba ada dahan pohon patah menimpa kepalanya. Cantrik
Janaloka pun jatuh tersungkur di tanah. Kesempatan ini segera digunakan Endang
Pregiwa dan Endang Pregiwati untuk melarikan diri.
Cantrik Janaloka bangun dan
merasa ngeri apakah sumpahnya menjadi kenyataan? Ia lalu meminum air di dalam
kendi yang dibawa dari padepokan, tetapi tiba-tiba saja kendi itu pecah sendiri
dan isinya tumpah semua. Cantrik Janaloka semakin ngeri. Namun, sudah kepalang
tanggung. Ia sudah terlanjur melanggar sumpah, maka biar sekalian saja ia
berdosa. Ibarat peribahasa sudah terlanjur basah, lebih baik mencebur sekalian.
Maka, Cantrik Janaloka pun nekat mengejar Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati.
Cantrik Janaloka. |
ENDANG PREGIWA DAN ENDANG PREGIWATI BERJUMPA PARA KURAWA
Cantrik Janaloka berlari
kencang mengejar kedua gadis tersebut. Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
memakai kain jarik, sehingga langkah kaki mereka tidak dapat lebar. Dalam
sekejap saja, mereka sudah tersusul oleh Cantrik Janaloka. Kedua gadis itu pun
ditangkap dan diseret hendak diperkosa di dalam semak-semak.
Sungguh kebetulan, Patih
Sangkuni dan para Kurawa lewat di tempat itu. Mereka baru saja mengobrak-abrik
sepuluh desa, tetapi tidak berhasil menemukan dua gadis berwajah mirip yang
bukan saudara kembar. Namun, mereka tidak mau pulang dengan tangan hampa. Arya
Dursasana dan adik-adiknya pun menculik beberapa gadis cantik untuk dijadikan sebagai
selir pemuas nafsu mereka.
Patih Sangkuni melihat dua
gadis yang diseret Cantrik Janaloka berwajah mirip. Ia pun memerintahkan Arya
Dursasana dan yang lain untuk merebut mereka. Arya Dursasana dan adik-adiknya
segera bertindak. Mereka pun beramai-ramai menyerang Cantrik Janaloka.
Cantrik Janaloka terkejut dan
berusaha membela diri. Namun, ia hanya sendirian melawan para Kurawa sebanyak
itu. Arya Dursasana, Raden Kartawarma, Raden Surtayu, dan para Kurawa lainnya
ramai-ramai memukuli pria kurus itu hingga tewas mengenaskan.
Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati menangisi kematian Cantrik Janaloka. Meskipun laki-laki itu hendak
berbuat jahat kepada mereka, namun sejak kecil mereka sudah menganggapnya
sebagai paman sendiri. Patih Sangkuni lalu bertanya kepada dua gadis itu,
apakah mereka saudara kembar. Endang Pregiwa menjawab tidak. Ia dan Endang
Pregiwati adalah kakak beradik beda usia satu tahun, namun sejak kecil diberi
pakaian yang sama oleh mendiang ibu mereka, sehingga terlihat seperti anak
kembar.
Patih Sangkuni gembira
mendengarnya dan ini berarti mereka berdua adalah syarat yang tepat sesuai
keinginan Prabu Baladewa. Kedua gadis itu pun hendak dibawa ke Kerajaan
Hastina. Endang Pregiwa menolak, karena tujuannya adalah pergi ke Kerajaan
Amarta, menemui ayah mereka, yaitu Raden Arjuna. Patih Sangkuni tidak peduli.
Soal mencari ayah dapat ditunda nanti kalau Raden Lesmana Mandrakumara sudah
menikah dengan Dewi Sitisundari.
Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati bersikeras ingin berontak, tetapi tangan mereka kemudian ditangkap
dan diseret oleh Arya Dursasana.
Arya Dursasana. |
ENDANG PREGIWA DAN ENDANG PREGIWATI DITOLONG RADEN GATUTKACA
Pada saat itulah muncul Raden
Abimanyu dan Raden Gatutkaca bersama para panakawan. Melihat dua perempuan
diseret-seret oleh para Kurawa, Raden Gatutkaca segera maju membantu. Raden
Gatutkaca pun mengamuk sambil terbang menendang dan menerjang dari udara. Para
Kurawa kelabakan menghadapinya. Raden Gatutkaca sendiri tidak ingin melukai
para sepupu ayahnya itu, karena yang ia inginkan hanya membebaskan dua gadis
yang ditangkap mereka. Begitu berhasil merebut Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati, Raden Gatutkaca segera membawa keduanya terbang menjauh. Raden
Abimanyu dan para panakawan pun bergegas mengikuti.
Setelah jauh meninggalkan para
Kurawa, Raden Gatutkaca dan Raden Abimanyu segera menanyai asal usul Endang
Pregiwa dan Endang Pregiwati, mengapa bisa sampai tertangkap oleh para Kurawa. Endang
Pregiwa pun bercerita bahwa ia dan adiknya berasal dari Padepokan Andongsumawi,
sedang menuju Kerajaan Amarta untuk mencari ayah mereka. Namun, di tengah jalan
mereka ditangkap para Kurawa dan hendak dibawa paksa menuju Kerajaan Hastina.
Raden Abimanyu berkata bahwa dirinya juga berasal dari Kerajaan Amarta, mungkin
ia bisa membantu mencarikan ayah kedua gadis tersebut. Endang Pregiwa pun bercerita
bahwa ayahnya adalah Raden Arjuna, sedangkan ibunya baru saja meninggal,
bernama Endang Manuhara.
Raden Abimanyu terkejut
mendengarnya, karena ayah kedua gadis itu ternyata sama dengan ayahnya. Ia lalu
bertanya kepada Raden Gatutkaca yang lebih tua darinya, apakah benar ayahnya
pernah menikah dengan wanita bernama Endang Manuhara. Namun, Raden Gatutkaca tidak
menjawab karena sedang melamun memandangi Endang Pregiwa. Raden Abimanyu lalu
bertanya kepada Kyai Semar dan panakawan lainnya soal ini. Kyai Semar
membenarkan bahwa, sebelum Raden Arjuna menikah dengan Dewi Sumbadra (ibu Raden
Abimanyu), ia lebih dulu pernah menikah dengan seorang perempuan desa bernama
Endang Manuhara. Dengan demikian, Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati adalah
kakak tiri Raden Abimanyu, yaitu sama ayah, beda ibu.
Raden Abimanyu sangat gembira
dan mengajak Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati untuk pergi bersama menuju
Kesatrian Madukara. Ia juga mengajak Raden Gatutkaca untuk segera pulang,
sebelum para Kurawa datang mengejar. Raden Gatutkaca sendiri masih melamun
memandang Endang Pregiwa dengan tatapan terkesima. Endang Pregiwa sendiri
tampak tersipu malu. Raden Abimanyu tertawa menyadari bahwa kedua kakaknya itu
ternyata saling menyimpan rasa.
Endang Pregiwa pun berterima
kasih kepada Raden Gatutkaca karena tadi telah dibebaskan dari para Kurawa.
Raden Gatutkaca menjawab dengan gugup sambil tangannya meremas-remas hidung
Nala Gareng karena gemas. Endang Pregiwa sendiri juga diam-diam menaruh hati
kepada sepupunya yang gagah itu, tetapi tidak mungkin mengungkapkannya lebih dahulu.
Para panakawan. |
ENDANG PREGIWA DAN ENDANG PREGIWATI MENJADI PATAH SAKEMBARAN
Raden Abimanyu dan Raden
Gatutkaca telah menghadapkan Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati kepada Raden
Arjuna dan Dewi Sumbadra di Kesatrian Madukara. Raden Arjuna sangat terharu
melihat kedua putrinya itu telah dewasa. Ia juga berduka mendengar berita meninggalnya
Endang Manuhara. Dalam hati ia berterima kasih atas usaha istri paminggirnya
itu yang telah merawat kedua putrinya hingga menjadi sebesar ini.
Dewi Sumbadra menasihati agar
Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati jangan terlalu bersedih karena ia bersedia
menjadi ibu untuk mereka. Ia berjanji akan memperlakukan kedua gadis tersebut
sebagai anak sendiri, tidak ubahnya seperti Raden Abimanyu. Endang Pregiwa dan
Endang Pregiwati sangat bahagia karena mereka diterima dengan baik di Kesatrian
Madukara.
Melihat kedua putrinya
berwajah mirip namun bukan saudara kembar, Raden Arjuna merasa gembira, karena mereka
berdua sesuai untuk memenuhi persyaratan Prabu Baladewa. Maka, Endang Pregiwa
dan Endang Pregiwati pun dijadikan sebagai patah sakembaran untuk mengiringi
Raden Abimanyu menjadi pengantin.
Raden Arjuna. |
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA BERANGKAT MENUJU KERAJAAN DWARAWATI
Sementara itu di Kerajaan
Hastina, Raden Lesmana Mandrakumara merengek meminta ayah dan ibunya untuk
segera mengantarkan dirinya menjadi pengantin ke Kerajaan Dwarawati. Prabu
Duryudana dan Dewi Banuwati menasihati putra mereka itu agar bersabar menunggu
kabar dari Patih Sangkuni. Namun, Raden Lesmana Mandrakumara tidak sabaran. Ia
yakin Eyang Patih Sangkuni pasti berhasil mendapatkan dua gadis desa patah
sakembaran yang disyaratkan Prabu Baladewa.
Karena terlalu memanjakan
putranya, Prabu Duryudana akhirnya menuruti permintaan tersebut. Ia pun
mendandani Raden Lesmana Mandrakumara dengan busana pengantin, lalu berangkat
bersama Dewi Banuwati menuju Kerajaan Dwarawati.
Sungguh kebetulan, mereka
bertiga bertemu rombongan Patih Sangkuni di tengah jalan. Karena takut dianggap
gagal, Patih Sangkuni pun bercerita bahwa mereka sebenarnya sudah mendapatkan
dua gadis desa sebagai patah sakembaran, tetapi diculik Raden Gatutkaca dan
Raden Abimanyu. Prabu Duryudana marah dan segera mempercepat perjalanan untuk
melaporkan hal ini kepada Prabu Baladewa dan Prabu Kresna.
Raden Lesmana Mandrakumara. |
RADEN ABIMANYU DINIKAHKAN DENGAN DEWI SITISUNDARI
Rombongan pengantin dari
Kesatrian Madukara telah sampai di Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna menyambut
mereka dengan sukacita, sedangkan Prabu Baladewa merasa agak malu karena Raden
Lesmana Mandrakumara yang ia jagokan justru kalah dalam persaingan ini. Namun,
sebagai raja besar, mau tidak mau ia harus menepati ucapannya sendiri. Melihat
Raden Abimanyu membawa dua orang patah sakembaran yang berwajah mirip tetapi
bukan saudara kembar, maka Prabu Baladewa pun merestui keponakannya itu menikah
dengan Dewi Sitisundari.
Demikianlah, Raden Abimanyu dan
Dewi Sitisundari pun resmi menikah. Para tamu dan undangan berdatangan untuk
menyampaikan doa restu kepada mempelai berdua. Namun, tiba-tiba Prabu Duryudana
dan para Kurawa datang mengacau. Prabu Duryudana mengatakan bahwa kedua gadis
patah sakembaran, yaitu Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati sebenarnya sudah
didapatkan Patih Sangkuni, tetapi direbut oleh Raden Gatutkaca.
Prabu Baladewa merasa bimbang,
namun Prabu Kresna dengan tegas mengatakan bahwa Raden Abimanyu yang datang membawa
kedua gadis itu, dan keduanya juga tampak bersenang hati tanpa ada keterpaksaan
sama sekali. Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati pun membenarkan hal itu, bahwa
Patih Sangkuni dan para Kurawa justru yang menyeret mereka secara paksa untuk
dibawa ke Kerajaan Hastina. Untungnya, muncul Raden Gatutkaca yang
menyelamatkan mereka dan membawanya pergi bersama Raden Abimanyu.
Prabu Duryudana merasa malu.
Ia lalu pulang bersama Dewi Banuwati sambil memberi isyarat kepada Arya
Dursasana dan yang lain agar mengacaukan pesta pernikahan Raden Abimanyu dan
Dewi Sitisundari. Arya Dursasana, Raden Kartawarma, Raden Surtayu, Raden
Citraksa, Raden Citraksi, Bambang Aswatama, Adipati Jayadrata segera bertindak.
Mereka merusak apa yang ada di hadapan mereka. Arya Wrekodara, Arya Setyaki,
Patih Udawa, dan Raden Gatutkaca segera maju menghadapi mereka.
Dewi Sitisundari. |
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA MENCULIK ENDANG PREGIWA DAN ENDANG PREGIWATI
Dalam kekacauan itu, Raden
Lesmana Mandrakumara menyelinap dan menyeret patah sakembaran Endang Pregiwa
dan Endang Pregiwati. Kedua gadis itu dibawanya kabur sebagai ganti kekecewaan
karena gagal menikahi Dewi Sitisundari. Dewi Banuwati yang melihat ulah
putranya itu segera mengejar untuk menghentikannya.
Raden Lesmana Mandrakumara
marah-marah karena sang ibu mengganggu kesenangannya. Dewi Banuwati lalu
bertanya dari mana asal usul kedua gadis tersebut. Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati pun memperkenalkan diri mereka sebagai putra Raden Arjuna dan Endang
Manuhara dari Padepokan Andongsumawi. Dewi Banuwati seketika gemetar melihat sosok
Endang Pregiwati. Ia teringat bahwa dirinya dulu melahirkan bayi perempuan. Saat
itu Prabu Duryudana sedang cemburu dan menuduh Dewi Banuwati berbuat serong
jika yang lahir bayi perempuan. Maka, bayi tersebut pun dibawa pergi Raden
Arjuna dan dititipkan kepada Endang Manuhara agar dibesarkan bersama Endang
Pregiwa. Kemudian Raden Arjuna mengambil bayi laki-laki anak Nini Mirahdinebak
untuk diserahkan kepada Dewi Banuwati. Bayi laki-laki itu lalu ditunjukkan
kepada Prabu Duryudana dan diberi nama Raden Lesmana Mandrakumara.
Dewi Banuwati mengamati Endang
Pregiwati dan yakin bahwa gadis itu adalah putri kandungnya yang selama ini
diasuh Endang Manuhara. Tanpa basa basi ia pun memeluk Endang Pregiwati dan
melarang keras Raden Lesmana Mandrakumara untuk mengganggunya. Jika Raden
Lesmana Mandrakumara ingin menikahi Endang Pregiwa dipersilakan, tetapi jika
Endang Pregiwati sama sekali tidak boleh.
Raden Lesmana Mandrakumara
heran melihat sikap ibunya. Namun, ia tidak ambil pusing dan segera menyeret pergi
Endang Pregiwa. Pada saat itulah Raden Gatutkaca datang mengejar dan segera menerjang
Raden Lesmana Mandrakumara. Ia lalu menghajar pangeran manja itu hingga babak
belur dan kemudian membawa pergi Endang Pregiwa. Dari jauh Prabu Baladewa
menyaksikan hal itu dan kini ia baru tahu kalau yang bernama Raden Lesmana
Mandrakumara ternyata tidak gagah dan tampan seperti yang diceritakan Patih
Sangkuni kemarin.
Sementara itu, Prabu Duryudana
muncul dan bertanya mengapa Dewi Banuwati menggandeng tangan Endang Pregiwati.
Dewi Banuwati bingung hendak menjawab apa. Untungnya Raden Arjuna dan Dewi
Sumbadra datang menjemput Endang Pregiwati. Dewi Banuwati pun dengan berat hati
melepaskan putri kandungnya itu untuk pergi bersama mereka, daripada Prabu
Duryudana semakin curiga kepadanya.
Prabu Duryudana marah melihat
Raden Lesmana Mandrakumara babak belur dan para Kurawa juga kalang kabut
diterjang Arya Wrekodara dan Arya Setyaki. Merasa gagal, ia pun memerintahkan
mereka semua untuk pulang kembali ke Kerajaan Hastina.
Keadaan kini telah aman
kembali. Prabu Kresna pun melanjutkan pesta pernikahan putrinya. Prabu Baladewa
meminta maaf karena pada awalnya berniat menggagalkan pernikahan tersebut,
namun kini ia sadar bahwa Raden Abimanyu adalah jodoh terbaik untuk Dewi Sitisundari.
Semuanya pun berbahagia, terutama Raden Gatutkaca dan Endang Pregiwa yang
keduanya telah saling jatuh cinta sejak pandangan pertama.
Prabu Duryudana. |
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Dalam Serat Pustakaraja Purwa dikisahkan, Raden Arjuna
berjumpa Endang Manuhara bersamaan dengan peristiwa Raden Gatutkaca lahir.
Kisah tersebut terjadi sesudah Raden Arjuna menikah dengan Dewi Sumbadra.
Namun, blog saya mengikuti alur pedalangan pada umumnya, di mana Raden
Gatutkaca lahir terjadi sebelum Raden Arjuna menikah dengan Dewi Sumbadra.
Dengan demikian, maka saya mengisahkan bahwa Endang Pregiwa dan Endang
Pregiwati usianya lebih tua daripada Raden Abimanyu.
Untuk kisah pertemuan Raden Arjuna dengan Endang Manuhara dapat dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran Raden Lesmana Mandrakumara dan Endang Pregiwati
dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar