Kisah ini menceritakan tentang usaha Raden Lesmana Mandrakumara menggagalkan perkawinan Raden Pancawala dan Dewi Pregiwati, serta memfitnah Raden Gatutkaca sebagai bentuk balas dendam atas kegagalannya menikahi Dewi Pregiwa.
Kisah ini saya olah dari pertunjukan wayang kulit yang dimainkan oleh
dalang Ki Soenarjo, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 27 September 2017
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
PRABU DURYUDANA MEMBAHAS TENTANG UNDANGAN PRABU PUNTADEWA
Di Kerajaan Hastina, Prabu
Duryudana memimpin pertemuan yang dihadiri Danghyang Druna dari Padepokan
Sokalima, Adipati Karna dari Awangga, Patih Sangkuni dari Plasajenar, dan Raden
Kartawarma dari Tirtatinalang. Hari itu Prabu Duryudana membicarakan bahwa
beberapa hari yang lalu ia menerima surat undangan dari Prabu Puntadewa di
Kerajaan Amarta. Dalam surat itu disebutkan tentang Prabu Puntadewa yang hendak
berbesan dengan Raden Arjuna, melalui pernikahan antara Raden Pancawala dengan
Dewi Pregiwati.
Prabu Duryudana sebenarnya
malas menghadiri undangan tersebut, karena sudah tiga kali putranya, yaitu
Raden Lesmana Mandrakumara kalah bersaing dengan putra-putra Pandawa. Yang
pertama, Raden Lesmana kalah dengan Raden Abimanyu saat memperebutkan Dewi
Sitisundari. Yang kedua, Raden Lesmana kalah dengan Raden Gatutkaca saat
memperebutkan Dewi Pregiwa. Dan yang ketiga, putranya itu kalah lagi dengan
Raden Abimanyu saat memperebutkan Wahyu Cakraningrat. Rasa malu karena putranya
selalu kalah bersaing membuat Prabu Duryudana enggan bertemu para Pandawa.
Akan tetapi, Prabu Duryudana
mengatakan bahwa permaisurinya, yaitu Dewi Banuwati ingin sekali menghadiri
pernikahan Raden Pancawala dengan Dewi Pregiwati tersebut. Prabu Duryudana
sudah berusaha menolak tetapi sang istri tetap saja memaksa. Hingga akhirnya,
Prabu Duryudana mengabulkan permintaan Dewi Banuwati, bahwa mereka akan
berangkat menghadiri pernikahan di Kerajaan Amarta tersebut.
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA KABUR DARI KERAJAAN HASTINA
Ketika Prabu Duryudana sedang
membahas persiapan menghadiri acara pernikahan itu, tiba-tiba Raden Lesmana
Mandrakumara datang bersama Dewi Banuwati. Raden Lesmana tampak sedang menangis
merengek-rengek, sedangkan Dewi Banuwati tampak sangat marah. Prabu Duryudana
pun bertanya apakah mereka sedang bertengkar. Raden Lesmana menjawab ibunya
sudah tidak sayang lagi kepadanya. Saat ia meminta dinikahkan dengan Dewi
Pregiwati, bukannya mendukung, Dewi Banuwati justru marah-marah.
Prabu Duryudana menegur Dewi
Banuwati mengapa memarahi Raden Lesmana hingga menangis seperti itu. Dewi
Banuwati menjawab, Dewi Pregiwati sudah hendak dinikahkan dengan Raden
Pancawala, mengapa pula harus diganggu segala. Gadis lain masih banyak, mengapa
juga harus mengganngu calon istri orang lain?
Patih Sangkuni menyela ikut
bicara. Ia mengatakan bahwa mengapa baru sekarang Dewi Banuwati menghalangi
niat Raden Lesmana Mandrakumara merebut calon istri orang lain. Bukankah
beberapa waktu yang lalu Raden Lesmana juga mengganggu pertunangan Raden
Abimanyu dengan Dewi Sitisundari, serta pertunangan Raden Gatutkaca dengan Dewi
Pregiwa? Mengapa waktu itu Dewi Banuwati diam saja? Mengapa sekarang begitu marah
ingin menghalangi niat putranya yang hendak merebut Dew Pregiwati? Memangnya
ada hubungan apa antara Dewi Banuwati dengan Dewi Pregiwati, serta mengapa
Raden Lesmana Mandrakumara tidak boleh menikahi gadis itu?
Dewi Banuwati tidak bisa
menjawab. Ia paham Patih Sangkuni sedang mencurigai Dewi Pregiwati adalah anak
hasil hubungannya dengan Raden Arjuna. Maka, ia pun menjawab bahwa tujuannya
mencegah Raden Lesmana adalah supaya tidak mendapat malu untuk yang kesekian kalinya.
Lebih baik mencari perempuan lain yang belum terikat pertunangan dengan siapa
pun, daripada memalukan orang tua.
Raden Lesmana menjawab, bahwa
sebelum janur kuning melengkung masih ada kesempatan baginya untuk mendapatkan
sang gadis idaman. Patih Sangkuni membenarkan ucapan cucunya itu. Namun, Dewi
Banuwati berkata, keputusan ada di tangan Prabu Duryudana. Jika sang suami
mendukung keinginan putranya, maka ia akan meminta cerai dan pulang ke Kerajaan
Mandraka.
Prabu Duryudana terkejut
mendengar ancaman istrinya. Ia berpikir jika sampai bercerai dengan permaisuri,
tentu dirinya sebagai seorang raja besar akan mendapat malu luar biasa. Maka,
ia pun menjawab tidak akan menuruti keinginan Raden Lesmana Mandrakumara untuk
menikahi Dewi Pregiwati. Raden Lesmana sangat kecewa mendengar keputusan
ayahnya. Ia pun menyatakan pergi meninggalkan Kerajaan Hastina. Usai berkata
demikian, pangeran manja itu lantas kabur meninggalkan pertemuan.
Dewi Banuwati berterima kasih
atas keputusan Prabu Duryudana yang kali ini tidak menuruti keinginan Raden
Lesmana. Ia lalu mengajak sang suami untuk bersiap-siap pergi ke Kerajaan
Amarta menghadiri undangan perkawinan Raden Pancawala dan Dewi Pregiwati. Patih
Sangkuni menyindir Dewi Banuwati yang ingin buru-buru bertemu Raden Arjuna,
hingga tidak peduli dengan putranya sendiri yang kabur meninggalkan istana.
Mendengar sindiran itu, Prabu
Duryudana pun meminta tolong Adipati Karna agar menyusul kepergian Raden
Lesmana dan membawa putranya itu kembali. Adipati Karna menyanggupi dan segera
berangkat melaksanakan tugas. Prabu Duryudana kemudian membubarkan pertemuan
dan mengajak Danghyang Druna, Patih Sangkuni serta para Kurawa untuk bersiap
menuju Kerajaan Amarta.
ADIPATI KARNA MENGEJAR RADEN LESMANA MANDRAKUMARA
Adipati Karna keluar dari
istana dan disambut oleh Patih Adimanggala. Ia bertanya kepada sang patih
apakah melihat ke mana perginya Raden Lesmana Mandrakumara. Patih Adimanggala
menjawab ia tadi melihat Raden Lesmana memacu kuda sekencang-kencangnya ke arah
utara. Adipati Karna pun mengajak Patih Adimanggala untuk menyusul pemuda itu,
karena ini adalah tugas dari Prabu Duryudana.
Raden Lesmana sendiri tidak
memiliki pengalaman keluar istana, kecuali beberapa waktu yang lalu ikut
berlomba menjemput Wahyu Cakraningrat di Hutan Krendayana. Maka, dalam keadaan
putus asa karena tidak didukung ayahnya untuk menikah, yang terpikir dalam
benaknya hanyalah Hutan Krendayana. Ia pun memacu kudanya menuju ke arah hutan
tersebut.
Adipati Karna dan Patih
Adimanggala dalam pengejaran melihat Raden Lesmana memasuki Hutan Krendayana. Mereka
pun bergegas mengikuti. Hingga akhirnya, mereka dapat menghadang Raden Lesmana
dan mengajaknya kembali ke istana. Raden Lesmana menolak dibawa pulang. Ia
lebih baik mati bunuh diri dimakan binatang buas daripada pulang ke istana
bertemu orang tua yang tidak sayang kepadanya. Adipati Karna berusaha membujuk
keponakannya itu tetapi Raden Lesmana tetap menolak pulang. Adipati Karna
terpaksa menggunakan kekerasan. Ia pun meringkus Raden Lesmana dan membawanya
dengan paksa.
RADEN LESAMANA MANDRAKUMARA DICULIK RADEN BURISRAWA
Raden Lesmana Mandrakumara
yang sudah berada di tangan Adipati Karna berteriak-teriak minta tolong. Pada
saat itulah tiba-tiba muncul seorang raja yang mengaku bernama Prabu Wirambadewa.
Bersama pasukannya, ia menyerang Adipati Karna dan Patih Adimanggala.
Adipati Karna dan Patih
Adimanggala pun membela diri menghadapi mereka. Maka terjadilah pertempuran, di
mana Adipati Karna yang hanya berdua menghadapi seorang raja bersama
pasukannya. Meskipun demikian, Adipati Karna dan Patih Adimanggala tetap mampu
mengatasi mereka. Prabu Wirambadewa merasa terdesak dan berteriak meminta
bantuan pasukan makhluk halus.
Tiba-tiba datanglah sepasukan
makhluk halus yang dipimpin raja siluman bernama Ki Jaramaya. Mereka ikut
mengerubut Adipati Karna dan Patih Adimanggala. Kedua orang itu pun kewalahan.
Adipati Karna menggunakan panah sakti yang sudah dimantrai untuk mengusir
kumpulan makhluk halus tersebut. Ki Jaramaya ketakutan dan menarik mundur
pasukannya. Adipati Karna lalu menoleh ke arah Raden Lemana Mandrakumara dan
melihat pemuda itu telah dibawa kabur oleh adik iparnya sendiri, yaitu Raden
Burisrawa yang ternyata berada di dalam pasukan Prabu Wirambadewa.
Musuh telah mundur dan suasana
kembali sepi. Adipati Karna dan Patih Adimanggala mengejar semakin masuk ke
dalam Hutan Krendayana namun tidak membawa hasil. Meskipun demikian, Adipati
Karna merasa sedikit tenang karena Raden Lesmana ada di tangan Raden Burisrawa
yang merupakan pamannya sendiri.
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA DIBAWA KE KAHYANGAN BATARI DURGA
Di Kahyangan Setragandamayit,
Batari Durga menerima kedatangan Prabu Wirambadewa, Ki Jaramaya, dan Raden
Burisrawa yang membawa serta Raden Lesmana Mandrakumara. Sudah lama Raden
Burisrawa berguru kepada Batari Durga dan kali ini ia memperkenalkan Raden
Lesmana sebagai keponakannya, yaitu putra dari Dewi Banuwati, kakaknya yang
nomor tiga. Raden Burisrawa pun bercerita bahwa di jalan tadi ia melihat Raden
Lesmana ditangkap Adipati Karna dan diringkus hendak dibawa pulang. Raden
Burisrawa tidak tahu ada masalah apa di antara mereka, namun ia ingin sekali
menolong keponakannya itu.
Raden Burisrawa hendak maju
menyerang, tetapi ia takut pada kesaktian Adipati Karna yang merupakan kakak
iparnya pula (istri Adipati Karna adalah Dewi Srutikanti, kakak nomor dua Raden
Burisrawa). Untungnya Prabu Wirambadewa kebetulan lewat bersama pasukannya.
Prabu Wirambadewa ini adalah putra Batari Durga yang hendak pergi menghadap ibunya
di Kahyangan Setragandamayit. Raden Burisrawa pun meminta bantuan agar Prabu Wirambadewa
yang turun tangan menolong keponakannya. Prabu Wirambadewa dan pasukannya lalu maju
menyerang Adipati Karna dan Patih Adimanggala. Ternyata kedua orang itu sangat
kuat dan sulit dikalahkan. Untungnya Prabu Wirambadewa mendapat bantuan dari Ki
Jaramaya, yaitu kepala makhluk halus pengikut Batari Durga.
Raden Lesmana Mandrakumara
ketakutan saat diperkenalkan dengan Batari Durga yang berwajah menyeramkan.
Namun, setelah tahu kalau Batari Durga ini adalah guru dari Raden Burisrawa, ia
menjadi agak berani. Ia pun meminta perlindungan dari dewi berparas raksasi
tersebut dari kejaran Adipati Karna. Ia ingin mengabdi di Kahyangan
Setragandamayit seperti pamannya.
Batari Durga dengan senang
hati bersedia menerima Raden Lesmana Mandrakumara sebagai murid dan
mengajarinya ilmu kesaktian, namun dengan syarat kelak setelah meninggal, roh
Raden Lesmana harus menjadi bagian dari pasukan makhluk halus pengikut
Kahyangan Setragandamayit. Raden Lesmana meminta pertimbangan pamannya soal ini.
Raden Burisrawa menjawab tidak masalah, yang penting bisa membalas sakit hati,
itu yang paling penting. Mendengar itu, Raden Lesmana pun setuju dan menyatakan
sanggup menerima syarat Batari Durga.
Batari Durga senang melihat
kesungguhan hati Raden Lesmana. Ia pun bertanya ilmu kesaktian apa yang ingin
dimiliki Raden Lesmana untuk membalas dendam. Raden Lesmana menjawab dirinya
ingin bisa menghilang tidak terlihat orang lain dan mampu membuat orang lain
tertidur lelap. Batari Durga mengabulkannya. Raden Lesmana Mandrakumara pun diberi
Aji Panglimunan dan Aji Sirep, tetapi hanya bisa digunakan selama sehari
semalam saja. Raden Lesmana berterima kasih dan mohon pamit pergi ke Kerajaan
Amarta untuk mengacau perkawinan Raden Pancawala dan Dewi Pregiwati.
Raden Burisrawa tidak tega
keponakannya berangkat sendiri. Ia lalu mohon pamit kepada Batari Durga untuk
mengawasi Raden Lesmana Mandrakumara dari jauh bersama Prabu Wirambadewa.
PERNIKAHAN RADEN PANCAWALA DAN DEWI PREGIWATI
Sementara itu di Kerajaan Amarta,
tepatnya di Kesatrian Madukara sedang diadakan upacara pernikahan antara Raden
Pancawala putra Prabu Puntadewa dengan Dewi Pregiwati putri Raden Arjuna. Para
tamu yang hadir antara lain seluruh Pandawa Lima beserta anak dan istri
masing-masing, Prabu Kresna dari Dwarawati, Prabu Baladewa dari Mandura, Prabu Duryudana
beserta Dewi Banuwati, Patih Sangkuni, dan para Kurawa dari Kerajaan Hastina.
Setelah upacara selesai, kedua
mempelai pun meminta restu kepada para sesepuh. Pada saat meminta restu kepada
Dewi Banuwati, Dewi Pregiwati dipeluk dan didoakan secara panjang lebar. Patih
Sangkuni menyindir mengapa dengan anak orang lain begitu sayang, sedangkan anak
sendiri ditelantarkan. Jangan-jangan sewaktu lahir dulu Dewi Pregiwati dan
Raden Lesmana Mandrakumara adalah anak-anak yang ditukar. Dewi Banuwati marah
mendengar sindiran Patih Sangkuni dan keluar istana daripada timbul
pertengkaran. Prabu Duryudana segera ikut keluar menyusul istrinya itu.
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA MELAKUKAN PEMBUNUHAN
Malam harinya, Raden Lesmana
Mandrakumara tiba di Kesatrian Madukara. Ia mengerahkan Aji Panglimunan
sehingga tidak terlihat oleh semua orang. Kemudian, ia mengerahkan Aji Sirep
yang membuat seluruh penghuni Kesatrian Madukara tertidur nyenyak.
Pengaruh Aji Sirep yang
diajarkan Batari Durga telah bekerja. Raden Gatutkaca yang bertugas menjaga
keamanan tampak tertidur sambil berdiri. Raden Lesmana pun mendatanginya dan
mencabut Keris Kalanadah yang terselip di pinggang sepupunya itu. Maksud hati
Raden Lesmana hendak menikamkan keris pusaka tersebut ke dada Raden Gatutkaca
namun dibatalkannya. Rupanya ia mendapatkan ide lain. Keris Kalanadah akan
digunakan untuk melakukan kejahatan fitnah.
Raden Lesmana lalu membawa
Keris Kalanadah menuju kamar pengantin. Setelah ketemu, ia pun membuka pintunya
dan masuk ke dalam. Tampak Raden Pancawala dan Dewi Pregiwati sedang tidur
bersama. Raden Lesmana Mandrakumara tertawa mengejek karena kedua mempelai itu
belum sempat menikmati malam pertama namun sudah tertidur lelap akibat Aji
Sirep yang ia kerahkan.
Raden Lesmana lalu mendekati
ranjang dan menikam dada Raden Pancawala menggunakan Keris Kalanadah. Dewi
Pregiwati pun terbangun ketika darah sang suami membasahi tubuhnya. Ia menjerit
ketakutan dan berteriak minta tolong. Raden Lesmana terkejut namun ia sadar
dirinya tidak terlihat karena sedang menggunakan Aji Panglimunan. Maka, dengan
mengendap-endap, ia pun keluar meninggalkan kamar pengantin tersebut.
RADEN GATUTKACA TERKENA FITNAH
Para Pandawa dan para tamu
lainnya terbangun dan segera masuk ke kamar pengantin. Mereka terkejut melihat
Dewi Pregiwati menangis sambil memeluk Raden Pancawala yang telah tewas. Raden
Arjuna menanyai putrinya apa yang telah terjadi. Dewi Pregiwati menjawab ketika
masuk ke dalam kamar bersama Raden Pancawala, mereka berdua sangat mengantuk
dan langsung tertidur pulas. Tiba-tiba Dewi Pregiwati merasa tubuhnya basah dan
terbangun dari tidur. Tahu-tahu suaminya sudah tewas tertusuk keris.
Prabu Baladewa mengamati keris
yang menancap di dada Raden Pancawala adalah Keris Kalanadah milik Raden
Arjuna. Ia pun marah-marah dan menuduh Raden Arjuna telah membunuh menantunya
sendiri. Raden Arjuna berkata bahwa Keris Kalanadah sudah bukan lagi menjadi
miliknya, tetapi telah ia serahkan kepada Raden Gatutkaca, karena keris pusaka
tersebut dulunya adalah milik Prabu Tremboko yang tertinggal di kaki Prabu
Pandu saat Perang Pamuksa. Prabu Kresna membenarkan hal itu karena ia sendiri
menjadi saksi saat Raden Arjuna menyerahkan Keris Kalanadah kepada Raden
Gatutkaca beberapa waktu yang lalu.
Prabu Baladewa berkata, itu
artinya pelaku pembunuhan Raden Pancawala adalah Raden Gatutkaca. Arya
Wrekodara sangat marah mendengarnya. Ia pun melompat keluar kamar untuk
melabrak putranya tersebut.
Sementara itu, Prabu Puntadewa
terlihat tetap tenang meskipun putranya tewas. Dalam hati ia yakin ajal Raden
Pancawala belum sekarang saatnya. Maka, ia pun meminta tolong kepada Prabu
Kresna agar menghidupkan kembali putranya menggunakan Kembang Wijayakusuma.
Prabu Kresna mengabulkan
permintaan sang sepupu. Ia pun mengeluarkan bunga pusaka tersebut dan
melewatkannya di atas jasad Raden Pancawala sambil membaca mantra. Seketika
Raden Pancawala pun hidup kembali pertanda ajalnya memang bukan sekarang.
RADEN GATUTKACA DIJATUHI HUKUMAN BUANG
Arya Wrekodara yang dibakar
amarah telah menemukan Raden Gatutkaca yang tidur dalam keadaan berdiri. Ia pun
membangunkan putranya itu dan langsung menghajarnya. Raden Gatutkaca terkejut
tetapi tidak berani melawan ayah sendiri. Ia hanya menurut saat tubuhnya
dipukul dan ditendang oleh Arya Wrekodara.
Prabu Kresna, Prabu Puntadewa,
Prabu Baladewa, Raden Arjuna, dan yang lain datang melerai. Prabu Duryudana dan
Patih Sangkuni ikut datang pula. Prabu Puntadewa berkata Raden Gatutkaca tidak
perlu dianiaya karena Raden Pancawala sudah dihidupkan kembali oleh Prabu Kresna.
Raden Gatutkaca tidak tahu menahu soal pembunuhan tersebut. Ia pun mohon izin
untuk menyelidiki kasus ini dan berjanji akan menangkap pelaku yang sebenarnya.
Prabu Duryudana berkata barang
bukti sudah jelas, yaitu Keris Kalanadah tertancap di dada Raden Pancawala. Itu
artinya Raden Gatutkaca adalah pelaku pembunuhan, tidak ada yang lain. Raden
Gatutkaca menjawab ada orang yang mengerahkan sirep dan membuatnya tertidur,
lalu orang itu mencuri keris pusaka di pinggangnya. Patih Sangkuni berkata itu
hanya alasan pelaku kejahatan yang tertangkap. Ada-ada saja alasan yang
disampaikan, entah itu difitnah, entah itu direkayasa, entah itu dizhalimi, ada
bermacam-macam alasan.
Prabu Puntadewa mengatakan
masalah ini tidak perlu diperpanjang karena putranya sudah hidup kembali. Prabu
Duryudana tidak sependapat. Raden Gatutkaca sudah melakukan dosa pembunuhan
terhadap sepupu sendiri, maka ini harus diusut tuntas. Hukum harus ditegakkan.
Prabu Puntadewa terkenal sebagai raja yang adil, jangan sampai ada yang memaki
di belakang bahwa hukum di Kerajaan Amarta hanya berlaku untuk rakyat jelata
saja. Patih Sangkuni ikut menambahi, ikut mendesak Prabu Puntadewa agar
menjatuhkan hukuman kepada Raden Gatutkaca, jangan pandang bulu meskipun
terhadap keponakan sendiri.
Arya Wrekodara berkata bahwa
dirinyalah yang akan menghukum mati anaknya sendiri. Usai berkata demikian, ia
pun berniat menusuk dada Raden Gatutkaca menggunakan Kuku Pancanaka, namun
tangannya dipegang Prabu Kresna. Biarlah Prabu Puntadewa yang memutuskan, jangan
main hakim sendiri.
Prabu Puntadewa pun
menimbang-nimbang hukuman apa yang pantas untuk Raden Gatutkaca. Mengingat
putranya sudah hidup kembali, maka Raden Gatutkaca tidak dihukum mati,
melainkan dihukum buang di tengah hutan. Patih Sangkuni berkata bahwa hal itu
terlalu berbahaya mengingat Raden Gatutkaca sangat sakti. Ia mengusulkan agar
tubuh Raden Gatutkaca diikat menggunakan rantai baja di bawah pohon besar,
sehingga tangannya tidak bisa lagi digunakan untuk membunuh orang.
Prabu Puntadewa dan para
Pandawa lainnya setuju. Maka, Raden Gatutkaca pun dibawa ke hutan untuk
menjalani hukuman buang, kemudian diikat menggunakan rantai baja di bawah
sebatang pohon besar.
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA HENDAK MENGGANGGU DEWI PREGIWA
Dewi Pregiwa yang mendengar
berita bahwa suaminya dihukum buang segera pergi menyusul dengan membawa bekal
makanan. Raden Gatutkaca terharu menyambut kedatangan istrinya itu dan bertanya
apakah Dewi Pregiwa tidak curiga kepadanya. Dewi Pregiwa menjawab ia yakin sang
suami sedang difitnah orang. Cepat atau lambat, si pelaku yang sebenarnya pasti
akan tertangkap.
Setelah Raden Gatutkaca makan
kenyang disuapi sang istri, barulah Dewi Pregiwa sadar kalau dirinya tidak
membawa air minum. Maka, ia pun mohon pamit kepada suaminya untuk mengambil air
di sungai terdekat. Dewi Pregiwa lalu berjalan sendiri meninggalkan Raden
Gatutkaca. Ia tidak sadar kalau Raden Lesmana Mandrakumara diam-diam mengikuti
dari belakang sambil mengerahkan Aji Panglimunan.
Setelah agak jauh dari Raden
Gatutkaca, barulah Raden Lesmana menampakkan diri di hadapan Dewi Pregiwa. Dewi
Pregiwa terkejut melihat kemunculannya. Raden Lesmana pun merayu dengan
kata-kata manis agar Dewi Pregiwa ikut dengannya daripada menunggui suami yang
menjalani hukuman. Ia menyebut Raden Gatutkaca bukan suami setia karena
diam-diam menyukai Dewi Pregiwati dan membunuh Raden Pancawala. Namun, Dewi
Pregiwa tidak percaya. Ia yakin ada orang lain yang memfitnah suaminya.
Raden Lesmana hilang kesabaran
dan berniat memerkosa Dewi Pregiwa. Ia juga mengatakan bahwa dirinyalah yang
telah memfitnah Raden Gatutkaca. Dewi Pregiwa terkejut dan menjerit minta
tolong. Mendengar suara istrinya dalam bahaya, Raden Gatutkaca sangat marah.
Kekuatannya meningkat dan ia pun mampu memutus rantai baja yang mengikat
tubuhnya menjadi hancur berkeping-keping. Setelah terbebas dari belenggu, Ia lalu
melesat terbang ke arah suara istrinya. Di sana ia melihat Raden Lesmana
Mandrakumara hendak berbuat jahat kepada Dewi Pregiwa.
Raden Gatutkaca segera
menghajar Raden Lesmana. Tubuh Raden Lesmana dipukul dan ditendang hingga babak
belur. Raden Lesmana hendak melawan namun ia sadar dirinya kalah kuat dan kalah
perkasa. Maka, ia kembali mengerahkan Aji Panglimunan sehingga tubuhnya tidak
terlihat oleh lawan.
Raden Gatutkaca dan Dewi
Pregiwa heran melihat wujud Raden Lesmana yang menghilang dari pandangan.
Tiba-tiba Raden Gatutkaca merasa seperti ada yang memukul dari belakang. Ketika
ia hendak membalas, Raden Lesmana sudah pergi menjauh.
RADEN ABIMANYU DAN PARA PANAKAWAN MEMBANTU RADEN GATUTKACA
Raden Lesmana Mandrakumara
berkali-kali memukul Raden Gatutkaca kemudian menghindar atau tiarap, sehingga
Raden Gatutkaca tidak dapat membalas. Raden Gatutkaca memaki sepupunya itu
sebagai pengecut, tetapi Raden Lesmana diam tidak menjawab. Meskipun cengeng,
tetapi Raden Lesmana memiliki bakat licik mewarisi ayahnya.
Tiba-tiba Raden Abimanyu
datang bersama para panakawan. Kyai Semar dapat membaca apa yang sedang
terjadi. Ia pun memerintahkan ketiga anaknya untuk mencari dan menyembelih
binatang yang memiliki darah. Kebetulan ada seekor babi hutan lewat. Nala
Gareng, Petruk, dan Bagong segera menangkap dan menyembelih hewan tersebut,
kemudian atas perintah Kyai Semar, mereka menyiramkan darahnya ke arah orang
yang memukul Raden Gatutkaca.
Begitu tersiram darah babi
hutan, wujud Raden Lesmana menjadi terbentuk samar-samar. Aji Panglimunan sudah
tidak dapat digunakan lagi. Raden Gatutkaca gembira dan segera meringkus
musuhnya itu. Raden Lesmana berteriak minta tolong, memanggil-manggil nama
pamannya.
Raden Burisrawa dan Prabu
Wirambadewa datang membantu. Raden Gatutkaca dan Raden Abimanyu maju menghadapi
mereka, sedangkan Raden Lesmana diikat para panakawan. Menghadapi dua kesatria
muda tersebut, Raden Burisrawa dan Prabu Wirambadewa terdesak kewalahan,
kemudian kabur melarikan diri.
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA DIBAWA PULANG ORANG TUANYA
Raden Gatutkaca, Dewi Pregiwa,
Raden Abimanyu, dan para panakawan membawa Raden Lesmana Mandrakumara yang
terikat dan berlumuran darah kembali ke Kerajaan Amarta. Para Pandawa, Prabu
Kresna, Prabu Baladewa, dan Prabu Duryudana terkejut melihat pemandangan ini.
Prabu Duryudana marah-marah melihat anaknya berlumuran darah. Ia menuduh Raden
Gatutkaca telah meninggalkan tempat hukuman dan kembali berbuat jahat dengan
menyiksa putranya.
Raden Abimanyu menjelaskan
bahwa itu bukan darah Raden Lesmana, melainkan darah babi hutan yang disiramkan
kepadanya. Kyai Semar menambahkan bahwa pelaku pembunuhan Raden Pancawala
adalah Raden Lesmana yang mendapat kesaktian dari Batari Durga. Prabu Duryudana
tidak percaya anaknya bisa berbuat seperti itu, namun Raden Lesmana yang miskin
pengalaman tidak dapat berbohong. Ia mengakui bahwa dirinya memang telah
membunuh Raden Pancawala dan memfitnah Raden Gatutkaca.
Prabu Duryudana sangat malu
dan ia pun memohon kepada Prabu Puntadewa agar mengampuni putranya. Arya
Wrekodara tidak terima dan meminta agar hukum ditegakkan. Prabu Duryudana pun
meminta maaf karena putranya telah memfitnah Raden Gatutkaca, putra Arya
Wrekodara. Akan tetapi, Arya Wrekodara tidak mau memaafkan karena ia hampir
saja membunuh anaknya sendiri gara-gara kejahatan fitnah Raden Lesmana.
Prabu Puntadewa pun menengahi.
Ia berkata bahwa hukuman tidak akan dijatuhkan apabila Raden Gatutkaca dan
Raden Pancawala ikhlas memaafkan Raden Lesmana Mandrakumara. Raden Gatutkaca
terdiam. Namun, melihat keadaan Raden Lesmana yang sudah babak belur terkena
pukulannya sewaktu di hutan tadi, ia menjadi kasihan. Maka, Raden Gatutkaca pun
menyatakan ia telah memaafkan Raden Lesmana.
Raden Pancawala dan Dewi
Pregiwati juga dihadirkan dalam persidangan itu. Sepasang pengantin baru tersebut
juga memaafkan Raden Lesmana, dengan syarat Raden Lesmana seumur hidup tidak
boleh lagi mengganggu Dewi Pregiwa, Dewi Pregiwati, dan Dewi Sitisundari. Raden
Lesmana menyanggupi. Ia berkata bahwa perempuan lain masih banyak dan ia tidak
akan mengganggu ketiga wanita tersebut.
Dewi Banuwati datang dan
meminta maaf atas perbuatan putranya yang memalukan. Ia lalu mengajak Raden
Lesmana dan Prabu Duryudana kembali ke Kerajaan Hastina.
Prabu Puntadewa pun menyatakan
hukuman buang atas Raden Gatutkaca sudah tidak berlaku lagi. Ia lalu mengadakan
pesta syukuran atas terselesaikannya masalah fitnah ini.
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
Untuk kisah Dewi Pregiwati semasa bayi ditukar dengan Raden Lesmana
Mandrakumara dapat dibaca di sini
Untuk kisah Raden Lesmana Mandrakumara kalah bersaing dengan Raden
Abimanyu dapat dibaca di sini dan di sini
Untuk kisah Raden Arjuna menyerahkan Keris Kalanadah kepada Raden
Gatutkaca dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar