Kisah ini menceritakan Raden Kakrasana (kelak bergelar Prabu Baladewa)
menjadi pendeta muda di Gunung Rewataka, memakai nama Wasi Jaladara, yang
kemudian bertemu dengan jodohnya, yaitu Dewi Erawati putri Prabu Salya.
Kisah ini saya olah dan saya kembangkan dari sumber Serat Pustakaraja
Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita, yang dipadukan dengan rekaman
pergelaran wayang kulit dengan dalang Ki Nartosabdho dan ki Manteb Soedharsono,
dengan sedikit pengembangan.
Kediri, 15 Oktober 2016
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
Wasi Jaladara |
PATIH SANGKUNI MELAMAR DEWI ERAWATI UNTUK RADEN KURUPATI
Prabu Salya di Kerajaan
Mandraka yang dahulu menikah dengan Dewi Setyawati (Pujawati) putri Resi
Bagaspati, telah dikaruniai lima orang anak. Anak yang pertama sampai ketiga
semuanya perempuan, masing-masing bernama Dewi Erawati, Dewi Srutikanti, dan
Dewi Banuwati. Anak yang keempat berwujud kesatria gagah tapi berwajah raksasa,
bernama Raden Burisrawa. Ia jarang sekali tinggal di istana karena malu pada
wujudnya dan lebih suka menyepi di pinggiran kota. Adapun putra bungsu Prabu
Salya bernama Raden Rukmarata yang berwajah tampan, mirip dengan Prabu Salya
semasa muda (saat masih bernama Raden Narasoma).
Hari itu Prabu Salya sedang
dirundung duka karena putri sulungnya, yaitu Dewi Erawati menghilang entah ke
mana. Raden Rukmarata dan Patih Tuhayata sudah mengerahkan pasukan untuk
mencari ke segala penjuru, tetapi Dewi Erawati seolah menghilang bagaikan asap.
Tidak diketahui ke mana perginya, tidak diketahui pula siapa yang telah
menculiknya.
Ketika Prabu Salya sedang
memimpin pertemuan untuk meminta laporan Raden Rukmarata dan Patih Tuhayata,
tiba-tiba datang Patih Sangkuni dari Kerajaan Hastina yang membawa surat berisi
ajakan Prabu Dretarastra untuk berbesan. Dalam surat itu tertulis bahwa putra
sulung Prabu Dretarastra yang bernama Raden Kurupati telah tiba saatnya untuk
naik takhta. Namun sebelum itu, Raden Kurupati harus memiliki seorang istri
sebagai permaisuri terlebih dahulu. Prabu Dretarastra merasa hanya putri Prabu
Salya yang pantas menjadi pendamping hidup Raden Kurupati. Untuk itu, Prabu
Dretarastra pun meminang Dewi Erawati sebagai menantu, sekaligus untuk mempererat
persaudaraan antara Kerajaan Hastina dengan Kerajaan Mandraka.
Prabu Salya sangat senang jika
putrinya menjadi istri pangeran Hastina. Akan tetapi, sayang sekali saat ini
Dewi Erawati menghilang dari istana. Tidak ada seorang pun yang tahu ke mana perginya.
Hanya saja, Prabu Salya agak curiga kepada seorang pendeta muda bernama Wasi
Jaladara dari Gunung Rewataka.
Patih Sangkuni pun bertanya
siapa itu Wasi Jaladara. Prabu Salya menjawab beberapa hari yang lalu Wasi
Jaladara datang ke istana Mandraka untuk melamar Dewi Erawati. Melihat wujud
Wasi Jaladara yang kumal dan berpakaian compang-camping, Prabu Salya tidak
berkenan menerima lamarannya. Wasi Jaladara pun kembali ke Gunung Rewataka
dengan tangan hampa. Setelah kejadian itu tiba-tiba Dewi Erawati menghilang
dari istana.
Patih Sangkuni menduga Wasi
Jaladara adalah pelaku penculikan Dewi Erawati. Ia yakin Wasi Jaladara tentu sakit
hati karena lamarannya ditolak dan nekat menculik Dewi Erawati. Prabu Salya
juga menduga demikian. Namun, Patih Tuhayata yang sudah mengintai Gunung
Rewataka dan tidak menemukan tanda-tanda bahwa Dewi Erawati berada di tangan
Wasi Jaladara.
Patih Sangkuni bertanya
mengapa Patih Tuhayata hanya mengintai? Mengapa tidak langsung menggeledah
saja? Prabu Salya tidak berani memberikan perintah, karena Gunung Rewataka
terletak di luar wilayah Kerajaan Mandraka. Mendengar itu, Patih Sangkuni
menyatakan sanggup menyerbu dan menggeledah Gunung Rewataka. Ia dan para Kurawa
siap untuk mengobrak-abrik tempat tinggal Wasi Jaladara tersebut demi menemukan
Dewi Erawati.
Prabu Salya mempersilakan apabila
Patih Sangkuni mempunyai rencana seperti itu. Ia hanya berharap putri sulungnya
bisa kembali dengan selamat. Sejak kemarin Prabu Salya sudah memiliki niat akan
menikahkan Dewi Erawati dengan pria yang berhasil menemukannya, atau
mepersaudarakannya apabila yang menemukan seorang wanita. Syukur apabila Raden
Kurupati berhasil menemukan Dewi Erawati, tentu mereka bisa menjadi suami-istri.
Patih Sangkuni berkata bahwa
Raden Kurupati pasti bisa menemukan Dewi Erawati. Setelah berkata demikian, ia lalu
undur diri kembali ke tempat para Kurawa menunggu.
RADEN PERMADI MENGHADAP PRABU SALYA
Setelah Patih Sangkuni
meninggalkan istana Mandraka, tiba-tiba datang Pandawa nomor tiga, yaitu Raden
Permadi (Arjuna) menghadap Prabu Salya. Beberapa waktu yang lalu Prabu Salya
menghadiri pelantikan Raden Puntadewa sebagai raja Amarta, sehingga ia pun
mengenali para Pandawa satu persatu. Maka, begitu melihat Raden Permadi datang,
Prabu Salya pun menyambutnya dengan ramah dan memeluknya seperti anak sendiri.
Raden Permadi menyampaikan
maksud kedatangannya adalah karena diutus Prabu Puntadewa untuk mencari
hilangnya Raden Bratasena yang pergi dari Kerajaan Amarta tanpa pamit. Menurut
petunjuk yang diberikan Bagawan Abyasa, Raden Permadi dapat menemukan kakak
keduanya itu apabila membantu kerepotan Prabu Salya di Kerajaan Mandraka.
Prabu Salya pun berterus
terang bahwa saat ini Kerajaan Mandraka sedang menghadapi masalah yang sama
dengan Kerajaan Amarta. Jika Kerajaan Amarta kehilangan Raden Bratasena, maka
Kerajaan Mandraka kehilangan Dewi Erawati. Mendengar itu, Raden Permadi pun berkata
dirinya sanggup mencari hilangnya Dewi Erawati karena itu akan menjadi sarana
baginya untuk bisa menemukan Raden Bratasena. Prabu Salya berterima kasih dan
memberikan petunjuk agar Raden Permadi pergi ke Gunung Rewataka saja, karena
kemungkinan besar Dewi Erawati disekap Wasi Jaladara di sana. Raden Permadi
mengiakan, kemudian ia mohon pamit berangkat meninggalkan istana Mandraka.
Setelah Raden Permadi pergi,
tiba-tiba Prabu Salya merasa bimbang karena itu berarti akan terjadi persaingan
dengan Raden Kurupati. Setelah ditimbang-timbang, Prabu Salya merasa akan lebih
baik jika Raden Kurupati dan Raden Permadi sama-sama dijadikan menantu. Raden
Kurupati biarlah berjodoh dengan Dewi Erawati, sedangkan Raden Permadi akan
dinikahkan dengan putri Prabu Salya yang lain.
Untuk itu, Prabu Salya pun memanggil
Dewi Srutikanti dan Dewi Banuwati. Mereka berdua ditugasi untuk bergantian
memikat Raden Permadi agar mengurungkan niat mencari Dewi Erawati. Mereka harus
mengusahakan agar Raden Permadi tidak jadi berangkat dan memilih salah satu
dari mereka, sehingga Dewi Erawati bisa menjadi istri Raden Kurupati.
Dewi Srutikanti keberatan
menjalankan perintah sang ayah. Ia menolak jika harus menawarkan diri seperti
wanita yang tidak berharga. Prabu Salya tersinggung mendengar ucapan putri
keduanya itu. Ia marah karena dibantah putrinya dan berkata dirinya bisa
berumur pendek karena memiliki anak yang berani melawan orang tua. Mendengar
itu, Dewi Srutikanti terpaksa menyanggupi perintah tersebut.
Dewi Banuwati juga menyanggupi
karena takut kehilangan ayah. Prabu Salya bangga mendengar perkataan putri
ketiganya. Ia lalu memerintahkan Dewi Srutikanti dan Dewi Banuwati untuk
menyusul Raden Permadi dan mencegahnya sebelum pergi jauh.
RADEN PERMADI MENOLAK DEWI SRUTIKANTI DAN MENERIMA DEWI BANUWATI
Sementara itu, Raden Permadi bersama
para panakawan hampir saja melewati gerbang istana ketika Dewi Srutikanti
memanggilnya agar berhenti. Dewi Srutikanti lalu memperkenalkan dirinya sebagai
kakak sepupu yang ingin menjamu Raden Permadi. Ia meminta Raden Permadi agar
singgah ke tempatnya barang sebentar untuk sekadar makan dan minum, atau berganti
pakaian yang lebih bagus. Raden Permadi menolak karena ia harus segera
berangkat mencari hilangnya Dewi Erawati. Tidak pantas seorang kesatria
menunda-nunda pekerjaan penting demi mendahulukan makan dan minum. Dewi Srutikanti
merasa terhina atas penolakan itu dan memilih pergi.
Ketika Raden Permadi hendak
melanjutkan perjalanan, tiba-tiba ia dihentikan oleh Dewi Banuwati yang juga
mengundangnya untuk singgah. Lain dengan sang kakak yang mengundang dengan
setengah hati, rupanya Dewi Banuwati benar-benar jatuh cinta kepada Raden
Permadi yang tampan rupawan. Maka, undangan dan ajakannya pun dilakukan dengan
sepenuh hati. Raden Permadi sendiri juga terpikat pada Dewi Banuwati yang
meskipun terlihat galak tetapi sikapnya tulus. Lama-lama ia tidak kuasa menolak
dan akhirnya mengikuti ajakan tersebut.
Demikianlah, Raden Permadi
makan dan minum dilayani Dewi Banuwati hingga akhirnya mereka pun
berkasih-kasihan di dalam kaputren. Tiba-tiba Dewi Srutikanti memergoki mereka
berdua dan marah-marah karena sikap Raden Permadi yang tidak terpuji. Dewi
Banuwati memohon kepada sang kakak untuk tidak melaporkan hal ini kepada ayah
mereka. Dewi Srutikanti menyanggupi, tetapi ia meminta Raden Permadi untuk
segera pergi. Ia juga mengutuk Pandawa nomor tiga itu akan mengalami nasib
sial. Jika lapar tidak bertemu makanan, jika haus tidak bertemu air.
Raden Permadi pun pergi
meninggalkan kaputren tempat tinggal Dewi Banuwati dengan perasaan kesal
terhadap Dewi Srutikanti.
ASAL USUL WASI JALADARA
Gunung Rewataka memang bukan
berada di wilayah Kerajaan Mandraka, tetapi terletak di perbatasan Kerajaan
Mandura dan Hastina. Di puncak gunung kecil tersebut berdiri sebuah padepokan
yang dipimpin oleh seorang pendeta muda berkulit bule, bernama Wasi Jaladara.
Ia tidak lain adalah Raden Kakrasana, putra mahkota Kerajaan Mandura.
Beberapa waktu yang lalu Prabu
Basudewa memerintahkan kedua putranya, yaitu Raden Kakrasana dan Raden Narayana
untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Drupadi di Kerajaan Pancala Selatan.
Dalam sayembara itu, Raden Narayana hanya menjadi penonton karena sejak awal
dia tahu kalau Dewi Drupadi bukan jodohnya. Maka, yang masuk gelanggang
menghadapi Arya Gandamana adalah Raden Kakrasana. Tidak peduli Dewi Drupadi
jodohnya atau bukan, yang jelas Raden Kakrasana merasa berkewajiban untuk
melaksanakan perintah orang tua.
Dalam pertandingan itu Raden
Kakrasana kalah. Ia tidak pulang ke Mandura melainkan pergi bertapa ke Gunung
Rewataka untuk memperdalam ilmu, dengan ditemani adiknya, yaitu Dewi Sumbadra.
Raden Kakrasana memakai nama Wasi Jaladara, sedangkan Dewi Sumbadra memakai
nama Endang Bratajaya. Sementara itu, Raden Narayana juga tidak pulang. Dengan
ditemani Arya Udawa, ia pergi ke Gunung Gandamadana untuk berguru kepada Resi
Jembawan.
Setelah sekian lama bertapa,
Wasi Jaladara mendapat petunjuk Batara Brahma agar pergi ke Kerajaan Mandraka untuk
melamar Dewi Erawati. Meskipun usia Dewi Erawati beberapa tahun lebih tua
daripada Wasi Jaladara, namun mereka ditakdirkan berjodoh. Maka, berangkatlah pendeta
muda itu ke istana Mandraka. Akan tetapi, lamaran tersebut ditolak Prabu Salya
karena memandang Wasi Jaldara sebagai pendeta miskin. Wasi Jaladara yang
pemarah merasa sangat kesal, namun segera ingat kalau dirinya pasti sedang
diuji oleh para dewa. Maka, ia pun pulang ke Gunung Rewataka dengan tangan
hampa.
Dalam perjalanan pulang tersebut,
Wasi Jaladara bertemu dengan sepupunya, yaitu Raden Bratasena. Mereka berdua
sudah saling kenal sejak peristiwa Kangsa Adu Jago. Raden Bratasena berkata
bahwa dirinya baru saja menikah dengan Dewi Urangayu, tapi mendapat petunjuk
dari Batara Bayu agar berguru ilmu gada kepada Raden Kakrasana yang kini
bergelar Wasi Jaladara.
Wasi Jaladara merasa aneh jika
Raden Bratasena ingin berguru kepadanya. Dulu Wasi Jaladara pernah dikalahkan
Arya Gandamana, sedangkan Raden Bratasena justru telah mengalahkan Arya
Gandamana. Raden Bratasena menjawab dirinya mengalahkan Arya Gandamana karena
tidak sengaja. Saat itu ia sudah kehabisan napas karena diapit oleh lengan Arya
Gandamana yang perkasa. Merasa ajalnya segera tiba, Raden Bratasena merintih
menyebut nama ayahnya yang telah tiada, yaitu Prabu Pandu. Mendengar nama Prabu
Pandu disebut, Arya Gandamana merasa terharu sehingga cengkeramannya menjadi
kendur. Saat itulah tanpa sengaja Kuku Pancanaka di tangan Raden Bratasena memanjang
dan menusuk dada Arya Gandamana.
Raden Bratasena juga berkata
bahwa petunjuk dewa tidak mungkin salah. Ia mendengar Batara Bayu memuji Wasi
Jaladara adalah pemain gada terbaik saat ini. Jika dulu Wasi Jaladara kalah
melawan Arya Gandamana itu karena mereka bertanding dengan tangan kosong.
Andaikan bertanding menggunakan gada, belum tentu Arya Gandamana bisa
mengalahkan Wasi Jaladara. Lagipula Arya Gandamana pernah berguru kepada Batara
Bayu, sehingga Batara Bayu paham benar sejauh apa kemampuan muridnya tersebut.
Wasi Jaladara merasa bangga
mendengar pujian Batara Bayu namun ia buru-buru sadar diri, bahwa pujian bisa
jadi merupakan ujian dewata. Maka, ia pun menerima Raden Bratasena sebagai
murid dan berharap ini bisa menjadi bagian dari pertapaannya.
PARA KURAWA MENYERANG GUNUNG REWATAKA
Demikianlah, Raden Bratasena
sudah satu bulan lamanya berguru ilmu gada kepada Wasi Jaladara ketika
tiba-tiba Patih Sangkuni dan para Kurawa datang ke Gunung Rewataka. Raden
Kurupati bertanya dengan kasar di mana Wasi Jaladara menyembunyikan Dewi
Erawati. Wasi Jaladara tidak tahu menahu. Ia bahkan baru tahu kalau Dewi
Erawati hilang diculik orang.
Patih Sangkuni berkata bahwa
Wasi Jaladara pasti menculik Dewi Erawati karena kesal lamarannya ditolak Prabu
Salya. Raden Kurupati pun memerintahkan adik-adiknya untuk menggeledah
padepokan tempat tinggal Wasi Jaladara. Raden Bratasena segera maju menghalangi
karena itu berarti melanggar kehormatan gurunya.
Tiba-tiba Endang Bratajaya
muncul karena mendengar suara ribut-ribut. Raden Kurupati segera memerintahkan
Raden Dursasana supaya menangkap gadis itu untuk dijadikan tawanan. Kelak
Endang Bratajaya akan dibebaskan apabila Wasi Jaladara bersedia menyerahkan
Dewi Erawati. Raden Dursasana maju menjalankan perintah. Melihat adiknya hendak
ditangkap, Wasi Jaladara tidak bisa menahan sabar lagi. Ia pun menendang Raden
Dursasana dan mengamankan Endang Bratajaya.
Para Kurawa maju hendak
mengejar Wasi Jaladara. Raden Bratasena segera menghalangi. Terjadilah
pertempuran di antara mereka. Seorang diri Raden Bratasena menghadapi keroyokan
para sepupunya itu. Wasi Jaladara yang telah menyembunyikan Endang Bratajaya segera
ikut terjun ke dalam pertempuran. Dengan cekatan ia merebut gada milik Raden
Kartawarma dan menggunakannya untuk menghajar para Kurawa.
Kini Raden Bratasena melihat
sendiri bagaimana kepandaian gurunya dalam memainkan gada. Ia merasa petunjuk
Batara Bayu telah terbukti kebenarannya. Patih Sangkuni yang melihat para
keponakannya babak belur segera memerintahkan mereka semua untuk mundur
meninggalkan Gunung Rewataka.
RADEN KARTAPIYOGA SANG PENCULIK DEWI ERAWATI
Dewi Erawati, yaitu putri
sulung Prabu Salya sesungguhnya diculik oleh Raden Kartapiyoga, putra Prabu
Kurandageni, raja raksasa dari Kerajaan Tirtakadasar. Adapun Kerajaan
Tirtakadasar terletak di dasar Sungai Jaladenta. Hal ini karena Prabu
Kurandageni memiliki pusaka Mustika Maniyara dan Mustika Manindrah yang
berkhasiat mampu mencipta istana di dalam air tetapi suasananya sama persis
seperti di atas daratan.
Hari itu Raden Kartapiyoga
menghadap ayah dan ibunya. Ia menceritakan bahwa Dewi Erawati yang disekap
dalam taman sari akhirnya bersedia menjadi istrinya, tetapi dengan syarat harus
dimadu dengan Dewi Srutikanti dan Dewi Banuwati. Prabu Kurandageni heran
mengapa Dewi Erawati meminta syarat seperti itu. Jangan-jangan ini hanyalah
jebakan. Raden Kartapiyoga tidak peduli. Ia telah berhasil menculik Dewi
Erawati dari istana Mandraka, tentunya tidak sulit pula untuk menculik kedua
adiknya.
Dewi Tapayati (ibu Raden
Kartapiyoga) menasihati putranya agar mengembalikan Dewi Erawati kepada Prabu
Salya. Seharusnya Raden Kartapiyoga melamar Dewi Erawati secara baik-baik,
bukan dengan cara menculik seperti ini. Prabu Kurandageni membantah istrinya.
Ia mengingatkan bahwa Prabu Salya telah berdosa besar kepada Resi Bagaspati
sehingga pantas mendapat hukuman seperti ini.
Dewi Tapayati adalah putri Prabu
Bagaskara, raja raksasa dari Kerajaan Nusabelah. Setelah Prabu Bagaskara ditinggal
istrinya yang bernama Dewi Satapi, ia memutuskan untuk menikah lagi dengan
melamar Dewi Trilaksmi, istri Prabu Gandabayu raja Pancala. Tentu saja lamaran
itu ditolak dan terjadilah perang di antara dua negara. Prabu Bagaskara
akhirnya tewas di tangan Raden Gandamana putra Prabu Gandabayu, sedangkan
adiknya yang bernama Resi Bagaspati menyerah kalah dan berteman dengan Prabu
Mandrapati, sekutu Prabu Gandabayu.
Setelah ayahnya tewas, Dewi
Tapayati dibawa lari oleh Patih Kurandayaksa, menteri utama Kerajaan Nusabelah.
Mereka lalu menikah dan membangun istana di dasar Sungai Jaladenta, bernama
Kerajaan Tirtakadasar. Patih Kurandayaksa pun menjadi raja, bergelar Prabu
Kurandageni. Nama itu dipakai sebagai pengingat bahwa ia berhasil menaklukkan
air. Dari perkawinan tersebut lahirlah Raden Kartapiyoga.
Sementara itu, Resi Bagaspati
adik Prabu Bagaskara kabarnya telah meninggal dibunuh menantunya sendiri yang
bernama Raden Narasoma, putra Prabu Mandrapati. Kemudian Raden Narasoma menjadi
raja Mandraka, bergelar Prabu Salya. Itulah sebabnya Prabu Kurandageni merestui
Raden Kartapiyoga menculik Dewi Erawati, tentunya agar Prabu Salya menderita
siksa batin, dan ini menjadi sarana balas dendam atas kematian Resi Bagaspati.
Dewi Tapayati tetap saja tidak
tega karena istri Prabu Salya, atau ibu Dewi Erawati adalah sepupunya, yaitu
Dewi Pujawati. Sejak kecil Dewi Tapayati dan Dewi Pujawati adalah kawan
sepermainan. Siang dan malam mereka selalu bersama bagaikan saudara kandung,
hingga akhirnya terpisah sejak peristiwa meninggalnya Prabu Bagaskara. Dewi
Tapayati bisa membayangkan pasti saat ini Dewi Pujawati sedang bersedih karena
putri sulungnya hilang diculik orang. Ia tidak tega apabila sepupunya itu sampai
kehilangan dua orang putri lagi.
Prabu Kurandageni tidak
peduli. Ia mengancam akan memukul Dewi Tapayati apabila istrinya itu masih saja
membela keluarga Prabu Salya. Raden Kartapiyoga juga ikut memaki ibunya yang lebih
peduli pada anak orang lain dan menentang keinginan anak sendiri. Sungguh sedih
perasaan Dewi Tapayati karena dimaki putranya dan ia pun memilih diam tidak
berkata lagi.
Raden Kartapiyoga kemudian
mohon pamit untuk kembali menyusup ke istana Mandraka. Prabu Kurandageni
merestui putranya itu dan memerintahkan Patih Kalaparda untuk membawa sejumlah
prajurit raksasa membantu menjaga Raden Kartapiyoga dari kejauhan.
RADEN PERMADI KELELAHAN SETELAH MENUMPAS PARA RAKSASA
Sementara itu, Raden Permadi
dan para panakawan sedang dalam perjalanan mencari Dewi Erawati menuju Gunung Rewataka
sesuai perkiraan Prabu Salya. Sesampainya di dekat gunung tersebut, mereka bertemu
Patih Kalaparda dan para prajurit raksasa Tirtakadasar yang ketinggalan jauh
saat mengikuti Raden Kartapiyoga. Patih Kalaparda tanpa banyak bertanya
langsung menyerang Raden Permadi karena yakin pemuda tampan ini pasti mata-mata
yang dikirim Prabu Salya.
Maka, terjadilah pertempuran
di antara mereka. Raden Permadi seorang diri mampu menumpas habis para prajurit
raksasa tersebut. Hanya Patih Kalaparda seorang yang bisa melarikan diri. Namun
demikian, Raden Permadi tiba-tiba merasa sangat letih seperti kehabisan tenaga.
Kyai Semar berkata mungkin ini
adalah kutukan Dewi Srutikanti yang menjadi kenyataan. Raden Permadi marah dan
tidak percaya pada hal itu. Dengan sikap agak kasar ia menyuruh Kyai Semar segera
pergi mencari makanan, bukannya malah menakut-nakuti dengan kutukan segala.
PARA PANAKAWAN MENJADI PENGAMEN
Kyai Semar, Nala Gareng,
Petruk, dan Bagong berangkat mencari makanan. Mereka mendaki Gunung Rewataka
dan melihat ada padepokan di puncaknya. Endang Bratajaya saat itu sedang
memasak. Kyai Semar dan anak-anaknya pun mengamen (mbarang jantur) untuk
mendapatkan makanan. Mereka menyanyi dan menari di hadapan Endang Bratajaya.
Merasa terhibur, Endang
Bratajaya pun memberikan nasi lengkap dengan lauk pauk kepada Kyai Semar.
Namun, ia masih ingin dihibur lagi. Kyai Semar pun bermain sulap. Ia menyulap
seutas tali menjadi seekor ular. Endang Bratajaya ketakutan dan lari ke dalam
padepokan. Para panakawan segera pergi meninggalkan tempat itu.
Di tengah jalan, Kyai Semar
mengacak-acak makanan pemberian Endang Bratajaya. Nasi dan lauk pauk itu
dicampur dengan lumpur dan juga diludahi. Ketika sampai di hadapan Raden
Permadi, makanan itu pun diserahkan. Raden Permadi sangat marah begitu melihat
bentuk makanan tersebut sudah mirip dengan muntahan anjing. Ia pun menghunus
keris kemudian naik ke Gunung Rewataka untuk melabrak si pemberi makanan.
RADEN PERMADI BERTEMU WASI JALADARA
Raden Permadi telah berada di
puncak Gunung Rewataka dan melabrak Endang Bratajaya. Merasa dirinya terancam,
Endang Bratajaya pun menjerit minta tolong. Wasi Jaladara dan Raden Bratasena
segera muncul. Wasi Jaladara melindungi adiknya, sedangkan Raden Bratasena
meringkus Raden Permadi. Sungguh gembira Raden Permadi bisa bertemu dengan
kakaknya. Seketika amarahnya pun sirna.
Raden Bratasena berkata kepada
adiknya bahwa ia pergi meninggalkan Kerajaan Amarta adalah untuk menjalankan
petunjuk Batara Bayu, yang memerintahkannya berguru ilmu gada kepada Wasi
Jaladara. Adapun Wasi Jaladara dan Endang Bratajaya ini sesungguhnya masih
sepupu para Pandawa. Mereka tidak lain adalah Raden Kakrasana dan Dewi
Sumbadra, yaitu putra dan putri Prabu Basudewa, kakak Dewi Kunti. Raden Permadi
seketika teringat peristiwa Kangsa Adu Jago beberapa waktu yang lalu, di mana
ia pernah berjumpa dengan mereka. Dengan penuh penyesalan, Raden Permadi pun
meminta maaf telah berbuat kasar kepada Endang Bratajaya.
Wasi Jaladara bertanya mengapa
Raden Permadi tiba-tiba datang melabrak adiknya. Kyai Semar mengaku dirinyalah
yang merancang keributan ini. Ia sengaja mengadu domba Raden Permadi dan Endang
Bratajaya. Pertama, karena Kyai Semar ingin menyadarkan Raden Permadi yang
berbuat khilaf, lebih menuruti hawa nafsu daripada mengakui kesalahan. Sungguh
tidak pantas Raden Permadi sebagai kesatria berdarah Saptaarga tetapi mudah
lapar, mudah mengeluh, dan juga menolak nasihat baik dari Kyai Semar. Yang
kedua, Kyai Semar sengaja ingin mempertemukan Raden Permadi dengan
saudara-saudaranya dengan cara demikian.
Raden Permadi merasa bersalah
tadi telah menolak nasihat Kyai Semar dengan kasar. Kini ia pun mengakui telah bernasib
sial sebagai balasan atas sikapnya yang menyakiti perasaan Dewi Srutikanti.
Namun, bagaimanapun juga ia telah berjanji kepada Prabu Salya untuk membantu
mencari hilangnya Dewi Erawati. Janji tersebut mau tidak mau harus dipenuhi.
Wasi Jaladara berkata bahwa
Dewi Erawati adalah jodohnya, demikian menurut petunjuk Batara Brahma. Namun,
lamarannya telah ditolak Prabu Salya yang melihat dirinya hanya seorang pendeta
muda yang miskin. Kyai Semar menasihati Wasi Jaladara agar jangan mudah putus
asa. Justru inilah saatnya untuk berbuat jasa kepada Prabu Salya sekaligus
membuktikan bahwa dirinya memang jodoh yang tepat untuk Dewi Erawati.
Wasi Jaladara menerima nasihat
Kyai Semar. Ia pun mengajak Raden Permadi dan Raden Bratasena untuk bersama
menemukan Dewi Erawati. Namun syaratnya, mereka berdua tidak boleh membuka jati
diri Wasi Jaladara yang sesungguhnya. Keduanya pun setuju. Mereka bertiga lalu
berangkat bersama Petruk dan Bagong, sedangkan Endang Bratajaya tetap di
padepokan bersama Kyai Semar dan Nala Gareng.
WASI JALADARA MENGHADAP PRABU SALYA
Raden Permadi kembali ke
istana Mandraka bersama Wasi Jaladara dan Raden Bratasena. Prabu Salya marah
melihat Wasi Jaladara berani muncul lagi padahal beberapa waktu yang lalu
lamarannya sudah ditolak. Atau jangan-jangan Wasi Jaladara memang penculik Dewi
Erawati yang sebenarnya dan sekarang datang untuk menyerahkan diri?
Wasi Jaladara menjawab dirinya
berani datang ke Mandraka adalah untuk membersihkan tuduhan. Prabu Salya
berkata jika memang Wasi Jaladara tidak bersalah harusnya bisa menangkap
penculik yang sebenarnya. Wasi Jaladara menjawab sanggup dan ia bersumpah akan
menemukan Dewi Erawati sebelum matahari terbit besok. Prabu Salya semakin marah
dan menuduh Wasi Jaladara lancang. Ia pun menyuruh pendeta muda itu segera
berangkat. Wasi Jaladara menjawab dirinya tidak perlu berangkat karena tadi
malam ia mimpi bertemu Dewi Erawati yang mengatakan bahwa si penculik akan
datang lagi ke istana Mandraka. Prabu Salya tidak peduli bagaimana caranya Wasi
Jaladara mengembalikan putrinya. Jika besok pagi sampai gagal, maka Wasi
Jaladara akan dipenggal kepalanya. Wasi Jaladara menjawab siap.
WASI JALADARA MENGEJAR RADEN KARTAPIYOGA
Malam itu Raden Kartapiyoga
masuk menyusup ke dalam istana Mandraka untuk menculik Dewi Srutikanti dan Dewi
Banuwati. Ia mengerahkan Aji Sirep untuk membuat seisi istana tertidur pulas.
Sungguh tidak disangka ternyata ada tiga orang yang tidak mempan terkena sirep,
karena mereka telah bersiaga sejak awal. Ketiga orang itu adalah Wasi Jaladara,
Raden Bratasena, dan Raden Permadi.
Raden Kartapiyoga ketakutan
dan segera melarikan diri. Tanpa membuang waktu, Wasi Jaladara dan kedua
sepupunya segera mengejar. Kejar-kejaran itu berlangsung sampai mendekati
Sungai Jaladenta. Raden Kartapiyoga pun terjun ke sungai dan menyelam ke dalam
air.
Wasi Jaladara segera
mengerahkan Aji Balarama yang membuat kekuatannya meningkat pesat. Dengan ilmu
tersebut ia mampu menahan napas lebih lama di dalam air. Sambil menarik tangan
Raden Bratasena dan Raden Permadi, ia pun terjun ke dalam sungai mengejar Raden
Kartapiyoga.
Di dasar sungai tersebut, Wasi
Jaladara dan kedua sepupunya melihat istana megah. Sungguh aneh, kini mereka
tidak perlu menahan napas lagi karena suasana di dalam istana sama persis
seperti di atas daratan. Tiba-tiba mereka melihat Raden Kartapiyoga menghadang,
kali ini ditemani oleh Patih Kalaparda dan para prajurit raksasa.
KEMATIAN RADEN KARTAPIYOGA DAN PRABU KURANDAGENI
Pertempuran pun terjadi. Wasi
Jaladara melawan Raden Kartapiyoga, sedangkan kedua sepupunya melawan pasukan
raksasa. Raden Kartapiyoga akhirnya tewas terkena Gada Alugora, sedangkan Patih
Kalaparda tewas di tangan Raden Bratasena.
Wasi Jaladara lalu melemparkan
mayat Raden Kartapiyoga ke dalam istana. Prabu Kurandageni marah melihat
anaknya tewas. Ia pun mengamuk menyerang Wasi Jaladara. Pertarungan terjadi di
antara mereka. Tubuh Wasi Jaladara tertangkap dan hendak ditelan masuk ke dalam
mulut Prabu Kurandageni yang menganga lebar.
Namun, Wasi Jaladara dengan
sigap mengerahkan Senjata Nanggala. Senjata tersebut digunakan untuk memukul
rongga mulut Prabu Kurandageni. Seketika Prabu Kurandageni pun tewas dengan kepala
meledak.
DEWI ERAWATI DAN DEWI TAPAYATI DIBAWA KE MANDRAKA
Wasi Jaladara kemudian melihat
seorang raksasi muncul, yaitu Dewi Tapayati yang mengaku sebagai istri Prabu
Kurandageni. Ketika Dewi Tapayati hendak ditangkap, tiba-tiba muncul pula Dewi
Erawati mencegah Wasi Jaladara. Dewi Erawati berterima kasih telah ditolong,
namun ia meminta agar Dewi Tapayati jangan disakiti. Wasi Jaladara menurut.
Kedua wanita itu lalu dibawa naik ke daratan, kembali ke Kerajaan Mandraka.
Prabu Salya dan Dewi Setyawati
menyambut kepulangan Dewi Erawati dengan perasaan haru. Dewi Setyawati lalu
memeluk Dewi Tapayati yang tidak lain adalah kakak sepupunya sendiri. Mereka
terpisah lama sejak meninggalnya Prabu Bagaskara yang dulu menyerang Kerajaan
Pancala. Hari itu Dewi Tapayati baru tahu kalau sepupunya telah berganti nama,
dari Dewi Pujawati menjadi Dewi Setyawati.
Prabu Salya meminta maaf
karena Prabu Kurandageni dan Raden Kartapiyoga tewas terbunuh dalam upaya
penyelamatan putri sulungnya. Dewi Tapayati menjawab ia sudah ikhlas. Suami dan
putranya telah menerima karma akibat perbuatan mereka sendiri. Ia sudah sering
menasihati mereka, namun mereka justru berbalik mengancam dirinya.
Dewi Erawati ikut bicara.
Selama dalam tawanan Raden Kartapiyoga, ia selalu mendapat perlindungan Dewi
Tapayati. Andai saja tidak ada Dewi Tapayati, mungkin Raden Kartapiyoga sudah
melampiaskan nafsu jahatnya kepada Dewi Erawati. Terharu Prabu Salya dan Dewi
Setyawati mendengarnya. Mereka pun berterima kasih dan meminta Dewi Tapayati
untuk tetap tinggal di istana Mandraka.
DEWI TAPAYATI DIRUWAT MENJADI CANTIK
Dewi Tapayati lalu menyerahkan
kedua pusaka peninggalan suaminya, yaitu Mustika Maniyara dan Mustika Manindrah
kepada Prabu Salya. Dewi Tapayati berkata bahwa kedua permata itu bisa
digunakan untuk pengruwatan juga. Prabu Salya paham. Ia lalu meletakkan kedua
permata tersebut di atas kepala Dewi Tapayati sambil membaca mantra. Beberapa
saat kemudian, wujud Dewi Tapayati pun berubah menjadi cantik, tidak lagi
berparas raksasi.
Dewi Tapayati berterima kasih
atas pengruwatan yang dilakukan Prabu Salya. Ia juga berterima kasih diizinkan
tetap tinggal di Kerajaan Mandraka, karena itu berarti ia bisa berkumpul lagi
dengan Dewi Setyawati yang sangat disayanginya. Namun, sebagai penghormatan
untuk suami dan anaknya yang telah meninggal, Dewi Tapayati meminta agar
dirinya dijadikan pelayan saja, jangan dijadikan sebagai kakak Dewi Setyawati.
Prabu Salya menghormati keinginan
Dewi Tapayati. Ia pun mengizinkan wanita itu menjadi pelayan istrinya, dan
namanya pun diganti menjadi Nyai Sugandini.
Prabu Salya kemudian berkata
kepada Wasi Jaladara bahwa ia berterima kasih atas bantuannya menyelamatkan
Dewi Erawati. Jika dulu lamaran Wasi Jaladara pernah ditolak, maka kini Prabu
Salya mengizinkan pendeta muda itu menjadi menantunya. Namun, mengenai hari
pernikahan akan diberi tahu lebih lanjut.
Wasi Jaladara berterima kasih,
kemudian mohon pamit kembali ke Gunung Rewataka bersama Raden Bratasena, Raden
Permadi, dan para panakawan.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Kisah pertemuan Wasi Jaladara dan Dewi Erawati ini menurut
Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa terjadi pada tahun
Suryasengakala 693 yang ditandai dengan sengkalan “Rudra hangebahaken wiyat”,
atau tahun Candrasengkala 714 yang ditandai dengan sengkalan “Janma kaswareng
barakan”.
dados logikane Baladewa kaliyan Puntadewa menika rabi riyin puntadewa nggih ?
BalasHapusInggih Pak. Amargi Baladewa niku jane rak menang silsilah. Menawi umur tetep sepuh Puntadewa.
BalasHapusMasukkan komentar Anda...Matur nuwun wedaranipun manfaat kangge sinau pedalangan
BalasHapusKula remen sanget ceritane, sajake Puntadewa lan Baladewa niku langkung sepuh dibanding kalian kula niki.
BalasHapusWah..kulo remen sanget critane
BalasHapusLuar biasa... Didalam setiap cerita lakon wayang selalu ada pelajaran yg bisa diambil yg penuh dengan nilai2 kemanusiaan. Saya sudah menyukai wayang sejak umur 6 tahun. Semoga wayang kulit tetap lestari sampai akhir jaman....
BalasHapusMugi kita sedaya pinanggih rahayu lir ing sambikala.... Nuwun🙏
Matur nuwun...sae sanget ceritanipun. 👍👍
BalasHapussae sanget. maturnuwun
BalasHapusCerita wayang yang selalu penuh dengan sarat nilai luhur
BalasHapus