Kisah ini menceritakan perkawinan Raden Suryaputra Radeya dengan Dewi
Srutikanti. Juga dikisahkan bagaimana Raden Suryaputra menumpas pemberontakan
Adipati Kalakarna. Atas jasanya, ia pun diangkat menjadi adipati di Awangga,
bergelar Adipati Karna Basusena.
Kisah ini saya olah dari sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita, kitab Mahabharata karya Resi Wyasa, serta pagelaran
wayang orang di TVRI, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 12 November 2016
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
Raden Suryaputra menjadi Adipati Karna |
KADIPATEN PETAPRALAYA DISERBU PASUKAN AWANGGA
Kadipaten Petapralaya awalnya
hanya sebuah desa di pinggiran Kerajaan Hastina yang penduduknya rata-rata
bekerja sebagai kusir dan pembuat kereta. Kepala desa ini bernama Kyai Adirata,
yang menjadi kusir pribadi Prabu Dretarastra. Kereta-kereta buatan penduduk
Petapralaya banyak digunakan para bangsawan dan pejabat kerajaan, baik itu
kereta untuk perang maupun kereta pelesiran. Tidak hanya itu, kereta-kereta
tersebut juga banyak dijual sampai ke mancanegara.
Putra sulung Kyai Adirata yang
bernama Radeya ternyata tidak menyukai pekerjaan sebagai kusir, tetapi lebih
suka belajar ilmu perang. Ia pergi bertapa dan mendapatkan berbagai ilmu
kesaktian dari Batara Ramaparasu. Ketika kembali ke Kerajaan Hastina, ternyata
saat itu sedang diadakan pertandingan antara para Kurawa dan Pandawa setelah mereka
menempuh pendidikan dari Danghyang Druna di Padepokan Sokalima. Dalam puncak
pertandingan tersebut, Danghyang Druna mengumumkan bahwa Raden Permadi (Arjuna)
adalah murid terbaiknya, bahkan Raden Permadi disebut-sebut sebagai pemanah
terbaik di dunia. Saat itulah Radeya muncul di antara para penonton dan
menantang Raden Permadi bertanding adu panah untuk membuktikan pujian Danghyang
Druna.
Begitu Radeya memperkenalkan
jati dirinya sebagai anak kusir, Danghyang Druna dan Resi Krepa langsung melarangnya
bertanding karena tidak sederajat dengan Raden Permadi. Banyak orang ikut
mengolok-olok Radeya dan menyuruhnya minggir dari gelanggang. Saat itulah Raden
Suyudana tampil sebagai pembela. Raden Suyudana mengusulkan kepada ayahnya
(Prabu Dretarastra) agar mengangkat Kyai Adirata sebagai raja kecil, dan
menjadikan Desa Petapralaya sebagai kadipaten baru. Prabu Dretarastra pun mengabulkan
permintaan putra kesayangannya itu. Kyai Adirata segera dilantik menjadi Adipati
Adirata, sehingga Radeya berhak menyandang gelar Raden, dan membuatnya boleh
bertanding dengan Raden Permadi. Radeya pun mengganti namanya menjadi Raden Suryaputra,
yaitu nama pemberian Kyai Adirata saat ia masih bayi.
Demikianlah kisah Adipati
Adirata diangkat menjadi raja bawahan Hastina, dan juga awal mula persahabatan
antara Raden Suyudana dengan Raden Suryaputra. Beberapa bulan yang lalu Raden
Suryaputra juga pernah membantu Raden Suyudana mengikuti sayembara di Kerajaan
Pancala Selatan untuk memperebutkan Dewi Drupadi. Namun, Dewi Drupadi menolak
Raden Suryaputra saat hampir saja memenangkan sayembara.
Hari ini Adipati Adirata
sedang berduka karena putra sulungnya itu menghilang entah ke mana. Ia pun berunding
dengan sang istri, yaitu Dewi Rada, serta para putra yang lain, bernama Arya
Adimanggala, Arya Druwajaya, dan Arya Jayarata. Mereka membicarakan ke mana
perginya Raden Suryaputra tetapi tidak seorang pun yang bisa memberikan
jawaban. Adipati Adirata menegur istrinya yang mungkin telah bersikap kasar
kepada sang putra. Namun, Dewi Rada menjawab selama ini ia selalu sayang,
bahkan memanjakan Raden Suryaputra melebihi batas.
Tiba-tiba terdengar suara
ribut-ribut di luar. Arya Adimanggala segera memeriksa dan ternyata telah
terjadi pertempuran antara para prajurit Kadipaten Petapralaya melawan pasukan raksasa
dari Kadipaten Awangga. Mendengar itu, Adipati Adirata sangat marah dan
terkejut. Petapralaya dan Awangga adalah sama-sama kadipaten bawahan Hastina,
mengapa kini terlibat pertempuran?
ADIPATI ADIRATA MENJADI TAWANAN ADIPATI KALAKARNA
Adipati Adirata dan
putra-putranya segera terjun ke medan tempur. Pasukan Awangga tampak dipimpin
langsung oleh raja mereka, yaitu Adipati Kalakarna dan juga Patih Kalamandra.
Pertempuran sengit pun terjadi. Adipati Adirata dan Arya Jayarata tertangkap
oleh musuh, sedangkan Arya Adimanggala dan Arya Druwajaya berhasil meloloskan
diri bersama ibu mereka, Dewi Rada.
Adipati Adirata bertanya
mengapa Adipati Kalakarna menyerang Petapralaya, padahal masih sama-sama negeri
bawahan Hastina. Adipati Kalakarna menjawab dirinya sudah muak menjadi raja
bawahan. Ia berkata bahwa Awangga tidak sama dengan Petapralaya. Jika Petapralaya
dulunya adalah desa yang dinaikkan derajatnya menjadi kadipaten, maka sebaliknya,
Awangga dulunya adalah kerajaan yang diturunkan derajatnya menjadi kadipaten.
Adipati Kalakarna menceritakan
bahwa dulu ayahnya bernama Prabu Rudraksa telah tewas di tangan Prabu Pandu
Dewanata. Saat itu Raden Kalakarna masih muda dan pura-pura menyerah, memasang
sikap manis, sehingga mendapat pengampunan dari Prabu Pandu. Kerajaan Awangga
pun menjadi bawahan Hastina dan diturunkan derajatnya menjadi kadipaten,
sedangkan Raden Kalakarna diangkat sebagai adipati.
Kini Adipati Kalakarna berniat
memberontak untuk melepaskan diri dari kekuasaan Hastina. Ia pun menaklukkan
beberapa kadipaten di sekitar Awangga, dan tentunya Petapralaya termasuk di
antaranya. Adipati Adirata menasihati Adipati Kalakarna bahwa memberontak
kepada Kerajaan Hastina sama saja dengan bunuh diri. Adipati Kalakarna menjawab
tidak peduli. Di Kerajaan Hastina sudah tidak ada lagi yang ia takuti. Prabu
Pandu sudah meninggal dan Resiwara Bisma sudah menyepi di pertapaan. Para
Kurawa hanyalah kumpulan pemuda yang tidak bermutu, yang tidak mungkin bisa mengalahkan
kekuatan para raksasa Awangga di bawah pimpinannya.
Adipati Kalakarna pun
mengumumkan bahwa mulai hari ini dirinya memakai gelar Prabu Kalakarna. Ia lalu
memerintahkan Patih Kalamandra untuk menyekap Adipati Adirata dan Arya Jayarata
sebagai tawanan di dalam penjara.
PRABU KALAKARNA INGIN MENIKAHI DEWI SRUTIKANTI PUTRI MANDRAKA
Setelah mengangkat dirinya
sendiri sebagai raja, Prabu Kalakarna pun memanggil pengasuhnya, yang bernama
Emban Kidanganti. Pengasuh raksasi itu menghadap dan menanyakan ada keperluan
apa. Prabu Kalakarna menjawab bahwa dirinya kini telah menjadi raja, tentunya
membutuhkan seorang permaisuri yang sederajat. Tadi malam sebelum berangkat
menyerang Petapralaya, Prabu Kalakarna mimpi bertemu seorang putri cantik yang lembut
perangainya. Putri dalam mimpinya itu mengaku bernama Dewi Srutikanti, putri
kedua Prabu Salya raja Mandraka. Setelah bangun dari tidur, Prabu Kalakarna merasa
jatuh cinta dan ingin menikah dengannya. Untuk itu, Emban Kidanganti
diperintahkan untuk pergi ke Mandraka menculik gadis tersebut.
Emban Kidanganti menjawab
sanggup. Ia pun berangkat melaksanakan tugas dengan ditemani sejumlah prajurit
raksasa.
Sementara itu, Dewi Rada yang
berhasil lolos dari Petapralaya bersama kedua putranya segera membagi tugas. Ia
memerintahkan Arya Adimanggala untuk pergi mencari hilangnya Raden Suryaputra,
sedangkan dirinya bersama Arya Druwajaya akan pergi ke Kerajaan Hastina untuk
melapor kepada Prabu Dretarastra.
RADEN SURYAPUTRA MENDAPAT PETUNJUK DARI BATARA SURYA
Raden Suryaputra yang sedang
dicari-cari saat ini rupanya sedang bertapa di Hutan Jatirokeh. Setelah
berhari-hari mengheningkan cipta, tanpa makan atau minum, tiba-tiba muncul
Batara Surya membangunkannya. Raden Suryaputra pun membuka mata dan segera
menyembah memberi hormat kepada dewa tersebut.
Batara Surya bertanya ada
keperluan apa Raden Suryaputra bertapa di tengah hutan. Pertapaannya telah
membuat kahyangan menjadi panas dan gerah. Raden Suryaputra pun menjawab bahwa
beberapa hari ini pikirannya sedang kalut. Ia pernah bermimpi mendengar suara
yang mengatakan bahwa Adipati Adirata dan Dewi Rada bukanlah orang tua
kandungnya, tetapi mereka hanyalah orang tua asuh. Begitu terbangun dari tidur,
Raden Suryaputra segera bertanya kepada mereka apa benar demikian. Adipati
Adirata dan Dewi Rada langsung menjawab itu tidak benar. Namun, dari raut muka
kedua orang tua itu terlihat bahwa mereka sedang berbohong.
Karena penasaran ingin
membuktikan kebenaran mimpi tersebut, Raden Suryaputra pun pergi bertapa
meninggalkan Kadipaten Petapralaya. Ia berharap ada dewa yang sudi turun untuk
menceritakan tentang asal usulnya apakah benar putra kandung Adipati Adirata
dan Dewi Rada, ataukah hanya anak angkat belaka.
Batara Surya terdiam sejenak
lalu berkata Raden Suryaputra memang bukan putra Adipati Adirata dan Dewi Rada.
Saat itu mereka berdua masih bernama Kyai Adirata dan Nyai Rada, kepala Desa
Petapralaya. Mereka berdua mandul, tidak bisa memiliki keturunan. Pada suatu
hari mereka didatangi seorang pendeta tua bernama Resi Druwasa yang menggendong
bayi laki-laki. Resi Druwasa menyerahkan bayi laki-laki itu dan mengatakan
bahwa dia adalah putra Batara Surya.
Kyai Adirata pun menerima bayi
tersebut dengan senang hati, dan memberinya nama Suryaputra. Namun, Nyai Rada
takut nama ini sangat mencolok sehingga menimbulkan kecurigaan warga. Maka,
Suryaputra pun diberi nama panggilan yang lebih sederhana, yaitu Radeya.
Demikianlah, bayi tersebut kini telah tumbuh dewasa menjadi pemuda tangguh yang
bisa menaikkan derajat orang tua asuhnya. Setelah Kyai Adirata diangkat sebagai
adipati di Petapralaya, Radeya pun memakai nama kecilnya, yaitu Raden
Suryaputra.
Mendengar cerita tersebut,
Raden Suryaputra tertegun karena baru tahu kalau dirinya adalah putra seorang
dewa. Ia pun menyembah Batara Surya dan memanggil ayah kepadanya. Kemudian ia
bertanya siapa ibu kandung yang telah melahirkannya ke dunia. Batara Surya pun menjawab
dengan malu-malu bahwa ini adalah peristiwa aib di masa lalu, namun terpaksa
Raden Suryaputra harus mengetahuinya.
Pada saat itu Resi Druwasa
memiliki murid perempuan bernama Dewi Prita dari Kerajaan Mandura. Resi Druwasa
pun mengajari putri tersebut ilmu pemanggil dewa, bernama Aji Kunta Wekasing
Rasa. Pada suatu pagi, Dewi Prita membaca mantra ilmu tersebut sambil mandi, dengan
membayangkan Batara Surya. Batara Surya pun datang dan bertanya ada keperluan
apa. Dewi Prita merasa malu dan menjawab dia hanya ingin mencoba saja. Batara
Surya marah karena ilmu pemanggil dewa digunakan untuk main-main. Namun, nafsu
marahnya berubah menjadi nafsu birahi saat melihat Dewi Prita sedang telanjang.
Karena tak kuasa menahan hasrat, Batara Surya pun menyetubuhi putri tersebut hingga
hamil.
Beberapa bulan kemudian, Dewi
Prita melahirkan bayi laki-laki dengan dibantu Resi Druwasa. Batara Surya pun
datang lagi untuk mengembalikan keperawanan Dewi Prita. Batara Surya juga
memberikan pusaka kepada si bayi berupa Anting Suryakundala dan baju zirah
Suryakawaca yang melekat pada tubuhnya. Bayi laki-laki itu pun diberi nama
Karna Basusena, karena telinganya memakai anting dan dadanya memakai baju
zirah.
Menurut ramalan dewata, bayi
Karna Basusena akan menjadi manusia istimewa yang dikenang sepanjang masa
apabila diasuh Kyai Adirata dan Nyai Rada di Desa Petapralaya. Maka, Resi
Druwasa pun membawa bayi tersebut dan menyerahkannya kepada mereka sesuai
petunjuk Batara Surya. Kyai Adirata dan Nyai Rada yang mandul dengan senang
hati menerima bayi tersebut, yang kemudian diberi nama Suryaputra (putra Surya)
atau Radeya (anak Rada).
Raden Suryaputra terharu
mendengar cerita tersebut. Selama ini Adipati Adirata dan Dewi Rada telah
membesarkannya dengan penuh kasih sayang bagaikan putra kandung sendiri. Akan
tetapi, yang menjadi pikirannya adalah mengapa mereka bisa memiliki tiga putra
lagi, padahal Batara Surya menyebut mereka berdua mandul.
Batara Surya pun berkata bahwa
Arya Adimanggala, Arya Druwajaya, dan Arya Jayarata juga bukan putra kandung
Adipati Adirata dan Dewi Rada. Dulu ketika Kyai Adirata dan Nyai Rada hendak
menanam ari-ari dan tali pusar Radeya, tiba-tiba datang pendeta bernama Resi
Radi, yang merupakan ayah kandung Nyai Rada sendiri. Resi Radi ini juga seorang
pendeta sakti yang mampu mengubah ari-ari dan tali pusar tersebut menjadi dua
orang bayi, yang diberi nama Druwajaya dan Jayarata.
Sementara itu, Arya
Adimanggala sebenarnya adalah putra kandung Arya Ugrasena yang kini menjadi
raja Lesanpura, bergelar Prabu Setyajit. Saat itu Arya Ugrasena melakukan
hubungan gelap dengan Nyai Sagopi, istri Buyut Antyagopa dari Desa
Widarakandang. Dari hubungan tersebut lahir seorang bayi kali-laki. Atas
petunjuk dewa, Buyut Antyagopa pun menyerahkan bayi itu kepada Kyai Adirata di
Desa Petapralaya, karena bayi tersebut ditakdirkan menjadi pendamping
petualangan Raden Suryaputra. Kyai Adirata pun memberi nama bayi itu mirip
dengannya, yaitu Adimanggala.
Batara Surya menjelaskan pula
bahwa Arya Ugrasena adalah adik kandung Dewi Prita. Itu artinya, Arya
Adimanggala sesungguhnya masih saudara sepupu Raden Suryaputra. Raden
Suryaputra semakin penasaran. Ia pun bertanya di mana ibu kandungnya, yaitu
Dewi Prita saat ini berada. Batara Surya diam tidak menjawab. Raden Suryaputra
pun memohon untuk diberi tahu. Batara Surya akhirnya berkata bahwa Dewi Prita adalah
nama lain Dewi Kunti, yaitu ibu para Pandawa di Kerajaan Amarta.
Raden Suryaputra terkejut
bukan main. Dulu saat acara Pendadaran Siswa Sokalima, dirinya bertanding
melawan Raden Permadi yang ternyata adiknya sendiri. Sungguh ia merasa nasibnya
telah dipermainkan para dewa. Ia merasa kelahirannya di dunia adalah kelahiran
yang tidak diharapkan, buah dari hubungan di luar nikah. Ia merasa menjadi
pendosa sejak lahir. Batara Surya menasihatinya bahwa tidak ada manusia yang
terlahir hina. Jika memang kedua orang tuanya berbuat zina, maka si bayi
tetaplah suci, tidak boleh disangkut-pautkan dengan dosa orang tuanya itu.
Raden Suryaputra meminta maaf
telah berkata kasar kepada Batara Surya. Sebaliknya, Batara Surya juga telah
mempersiapkan sebuah hadiah kepada putranya itu sebagai penebus kesalahannya di
masa lalu. Dengan kekuasaannya, Batara Surya pun menghadirkan seperangkat kereta
pusaka buatan para dewa, bernama Kereta Jatisura sebagai kendaraan pribadi putranya
tersebut. Raden Suryaputra berterima kasih dan menerima kereta pusaka itu dengan
rasa syukur. Batara Surya menceritakan bahwa Kereta Jatisura ini dulu pernah
dipinjamkan kepada Prabu Sri Rama saat berperang melawan Prabu Rahwana dalam peristiwa
Brubuh Akengka di zaman kuno. Mendengar itu, Raden Suryaputra sangat bangga dan
kembali berterima kasih kepada Batara Surya.
Batara Surya kemudian memberi
petunjuk agar Raden Suryaputra menikahi perempuan yang ditakdirkan menjadi
jodohnya. Perempuan itu bernama Dewi Srutikanti, putri kedua Prabu Salya di
Kerajaan Mandraka. Setelah memberikan petunjuk demikian, Batara Surya pun melesat
terbang kembali ke kahyangan.
Raden Suryaputra menyembah
hormat kepada sang ayah yang telah musnah. Ia lalu menaiki Kereta Jatisura dan
mengendarainya menuju Kerajaan Mandraka.
RADEN PERMADI MENGUNJUNGI BAGAWAN ABYASA
Sementara itu, Raden Permadi
dan Raden Setyaki masih berkelana bersama dengan ditemani para panakawan Kyai
Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Mereka singgah di Gunung Saptaarga
mengunjungi Bagawan Abyasa. Kepada sang kakek, Raden Permadi memperkenalkan
Raden Setyaki, yaitu sepupunya yang baru lahir dan langsung tumbuh dewasa dalam
sekejap. Raden Setyaki ini memiliki bakat kesaktian alamiah karena ia adalah
titisan Prabu Yuyudana, Prabu Tambakyuda, dan Patih Singamulangjaya. Prabu
Setyajit raja Lesanpura khawatir putranya itu salah jalan dan tidak bisa
mengendalikan kesaktiannya dengan baik, sehingga ia pun menugasi Raden Permadi
agar menjadi pembimbing bagi Raden Setyaki.
Bagawan Abyasa terkesan
mendengar cerita sang cucu dan ia pun memberikan restu kepada Raden Setyaki
agar kelak selalu berada di jalan kebenaran, menjadi kesatria berbudi luhur
yang melawan kejahatan. Jika memang Raden Setyaki ingin bertambah pengalaman, Bagawan
Abyasa menyarankan agar Raden Permadi mengajaknya pergi ke Kerajaan Mandraka.
Bagawan Abyasa meramalkan akan terjadi peristiwa besar di sana. Bahkan, saat
ini para Pandawa lainnya telah berkumpul di sana untuk menyaksikan upacara
pernikahan antara Dewi Srutikanti dengan Raden Kurupati (Suyudana), calon raja
Hastina.
Raden Permadi terkejut
mendengar berita itu. Ia sudah terlalu lama berkelana sehingga baru mengetahui
kalau kedua sepupunya itu hendak menikah. Maka, ia dan Raden Setyaki pun mohon
pamit kepada Bagawan Abyasa untuk menuju ke negeri Mandraka tersebut.
Dalam perjalanan menuju ke
sana, Raden Permadi dan Raden Setyaki berjumpa para prajurit raksasa yang
mengawal kepergian Emban Kidanganti. Karena salah paham, terjadilah pertempuran
di antara mereka. Semua raksasa itu tewas, sedangkan Emban Kidanganti berhasil
meloloskan diri.
DEWI SRUTIKANTI MEMINTA DICULIK RADEN SURYAPUTRA
Raden Suryaputra yang
mengendarai Kereta Jatisura telah sampai di Kerajaan Mandraka. Ia merasa
penasaran pada gadis bernama Dewi Srutikanti sebagaimana yang diceritakan oleh
Batara Surya. Diam-diam, Raden Suryaputra pun menyusup masuk ke dalam kaputren.
Setelah mengamati dengan seksama, ia akhirnya berhasil menemukan gadis
tersebut. Dewi Srutikanti berparas cantik dan lembut, namun terlihat murung dan
duduk seorang diri. Raden Suryaputra seketika jatuh cinta melihatnya. Ia pun
menampakkan diri dengan menyanyikan beberapa tembang asmara. Mula-mula Dewi
Srutikanti terkejut ada laki-laki berani masuk ke dalam kaputren. Namun, begitu
melihat sosok Raden Suryaputra, seketika hatinya merasa tenteram dan
semangatnya bergelora.
Entah mengapa, Raden
Suryaputra dan Dewi Srutikanti merasa langsung akrab meski baru kali ini mereka
bertemu. Keduanya pun bercakap-cakap saling memperkenalkan diri, hingga
akhirnya sama-sama mengutarakan perasaan cinta masing-masing. Raden Suryaputra
lalu bertanya mengapa Dewi Srutikanti tampak murung. Dewi Srutikanti pun
menjawab bahwa hatinya gelisah karena hendak dinikahkan dengan laki-laki yang
tidak ia cintai.
Raden Suryaputra bertanya
siapakah laki-laki yang hendak menikahi kekasihnya. Ia bertekad akan memberinya
pelajaran agar membatalkan perjodohan dengan Dewi Srutikanti. Dewi Srutikanti
menjawab, laki-laki yang menjadi calon suaminya adalah Raden Kurupati, raja
muda Kerajaan Hastina.
Seketika Raden Suryaputra
gemetar mendengar nama itu disebut. Raden Kurupati (Suyudana) adalah sahabat
terbaik dalam hidupnya. Raden Kurupati tidak hanya memberikan kedudukan kepada
ayahnya, yaitu Kyai Adirata sehingga bisa menjadi adipati Petapralaya, tetapi
juga telah mengangkat saudara dengannya. Raden Suryaputra merasa bimbang. Di
satu sisi ia teranjur jatuh cinta kepada Dewi Srutikanti, namun di sisi lain ia
tidak mungkin mengkhianati persahabatan dengan Raden Kurupati.
Dewi Srutikanti kembali
bersedih karena kekasihnya ternyata memiliki ikatan dengan Raden Kurupati.
Gadis itu merasa putus asa. Ia pun meminta Raden Suryaputra agar membawanya
lari meninggalkan Kerajaan Mandraka. Jika Raden Suryaputra tidak berani, ia
berkata lebih baik bunuh diri saja daripada menikah dengan Raden Kurupati yang
tidak dicintainya. Raden Suryaputra semakin bimbang. Setelah teringat pada
ucapan Batara Surya, ia pun menyanggupi untuk membawa lari Dewi Srutikanti.
Jika memang berjodoh biarlah berjodoh dengan gadis tersebut, namun bila tidak
berjodoh biarlah ia mati di tangan Raden Kurupati yang dikhianatinya.
Demikianlah, Raden Suryaputra pun
menggandeng Dewi Srutikanti untuk dibawa kabur. Tiba-tiba Dewi Banuwati dan
Raden Rukmarata masuk ke dalam kaputren. Mereka datang untuk menjemput sang
kakak agar segera memulai upacara siraman. Melihat ada pemuda tampan hendak
menculik kakak mereka, Raden Rukmarata segera bertindak, sedangkan Dewi
Banuwati menjerit memanggil para prajurit.
Raden Suryaputra dengan
cekatan meringkus Raden Rukmarata. Tangannya lalu bekerja cepat menghujani para
prajurit Mandraka dengan panah. Raden Suryaputra tidak berniat untuk melukai
ataupun membunuh, namun hanya mengurung mereka dengan hujan panah saja. Dewi
Srutikanti merasa kagum dan semakin yakin untuk hidup bersama kekasihnya itu.
RADEN PERMADI DICURIGAI SEBAGAI PENCULIK DEWI SRUTIKANTI
Saat itu Prabu Salya sedang
menerima kedatangan Prabu Baladewa dan Dewi Erawati dari Kerajaan Mandura,
serta Prabu Puntadewa, Dewi Drupadi, Raden Nakula, dan Raden Sadewa dari
Kerajaan Amarta. Adapun Raden Bratasena tidak ikut hadir karena bertugas menjaga
negara, sedangkan Raden Narayana juga masih menjalani hukuman pengasingan di
Hutan Bajarpatoman karena perbuatannya menjadi begal tempo hari.
Tidak lama kemudian, datanglah
rombongan pengantin pria dari Kerajaan Hastina, yaitu Raden Kurupati yang
diiringi Patih Sangkuni dan para Kurawa lainnya. Prabu Salya menyambut mereka
dengan ramah. Kedua pihak sama-sama berharap, melalui perkawinan ini, hubungan
kekeluargaan antara Hastina dan Mandraka akan semakin erat.
Tiba-tiba Raden Rukmarata dan
Dewi Banuwati datang menghadap untuk melaporkan bahwa sang pengantin wanita,
yaitu Dewi Srutikanti telah hilang diculik orang. Raden Rukmarata berkata bahwa
si penculik adalah Raden Permadi, sedangkan Dewi Banuwati berkata bukan. Mereka
berdua lalu bertengkar sendiri. Raden Rukmarata berkata si penculik berwajah
tampan dan pandai memanah. Di dunia ini siapa lagi kesatria tampan yang pandai
memanah selain Raden Permadi? Dewi Banuwati bersikeras menjawab bukan. Ia
mengaku mengenal dengan baik sosok Raden Permadi sehingga yakin kalau si
penculik bukan dia. Hampir saja Dewi Banuwati kelepasan bicara bahwa Raden
Permadi adalah kekasihnya sehingga ia kenal betul bagaimana paras badannya.
Raden Kurupati termakan ucapan
Raden Rukmarata. Ia sangat marah mendengar calon istrinya diculik sepupu
sendiri. Sambil masih mengenakan pakaian pengantin, Raden Kurupati pun berlari
mengejar si penculik. Para Kurawa lainnya segera ikut mengejar sang kakak
sulung.
Sungguh kebetulan Raden
Permadi dan Raden Setyaki beserta para panakawan telah sampai di istana
Mandraka. Tanpa bertanya lebih dulu, Raden Kurupati langsung menyerang mereka.
Para Kurawa yang lain pun ikut menyerang. Maka, terjadilah pertempuran sengit.
Meskipun hanya dua orang, namun Raden Permadi dan Raden Setyaki tetap mampu
bertahan dan tidak bisa ditaklukkan oleh para Kurawa tersebut.
Pada saat itulah muncul Prabu
Salya, Prabu Puntadewa, dan Prabu Baladewa melerai mereka. Raden Permadi segera
menghentikan pertempuran dan menyembah memberi hormat. Raden Kurupati
marah-marah meminta Raden Permadi agar dihukum berat karena berani menculik
calon istrinya. Raden Permadi mengaku tidak tahu-menahu soal ini karena ia
sendiri baru datang. Kyai Semar dan Raden Setyaki pun bersaksi bahwa mereka
selalu bersama-sama sehingga tidak mungkin Raden Permadi menculik Dewi
Srutikanti.
Sebaliknya, Raden Rukmarata
bersaksi bahwa ia melihat penculik kakaknya adalah kesatria tampan yang mahir
memanah. Di dunia ini siapa lagi kesatria tampan yang mahir memanah selain
Raden Permadi? Mendengar itu, Kyai Semar pun menjelaskan bahwa dulu saat acara
pendadaran murid-murid Padepokan Sokalima, ada seorang kesatria tampan yang
mahir memanah berani menantang Raden Permadi di atas gelanggang. Raden Permadi
pun teringat bahwa kesatria tersebut pasti Raden Suryaputra alias Radeya. Ia
pun mohon pamit kepada Prabu Salya untuk menangkap si penculik yang sebenarnya.
Setelah berkata demikian, ia langsung melesat pergi dengan ditemani Raden
Setyaki.
PERTARUNGAN RADEN SURYAPUTRA DENGAN RADEN PERMADI
Raden Suryaputra yang membawa
lari Dewi Srutikanti dapat disusul oleh Raden Permadi dan Raden Setyaki. Raden
Suryaputra pun berbalik melawan mereka. Pada saat yang sama Arya Adimanggala
muncul pula. Maka, terjadilah pertarungan di antara mereka. Raden Suryaputra
bertarung melawan Raden Permadi, sedangkan Arya Adimanggala bertarung melawan
Raden Setyaki.
Setelah bertarung cukup lama,
akhirnya Raden Setyaki berhasil meringkus Arya Adimanggala. Sementara itu,
Raden Suryaputra dan Raden Permadi masih bertarung dengan bersenjata keris.
Pada suatu serangan, keris Raden Permadi berhasil menyerempet pelipis Raden
Suryaputra. Dengan cekatan ia lalu meringkus lawannya tersebut dan menodongkan
kerisnya di leher Raden Suryaputra.
Pada saat itulah tiba-tiba
muncul Batara Narada turun dari kahyangan. Ia melerai Raden Permadi dan Raden
Suryaputra agar menghentikan pertarungan karena mereka sesungguhnya masih
saudara sendiri. Raden Permadi heran mendengarnya. Batara Narada pun
menceritakan peristiwa lahirnya Raden Suryaputra yang berasal dari rahim Dewi
Kunti, ibu para Pandawa. Raden Permadi mendengar dengan seksama cerita tersebut
dari awal sampai akhir. Hatinya tergetar karena orang yang selama ini
dianggapnya sebagai musuh ternyata masih kakak sendiri. Perlahan-lahan ia pun
menyembah Raden Suryaputra dan meminta maaf kepadanya. Raden Suryaputra balas memeluk
adiknya itu dan mereka saling bermaaf-maafan.
Batara Narada juga melerai
Raden Setyaki dan Arya Adimanggala serta menjelaskan bahwa mereka juga masih
saudara. Raden Setyaki adalah putra Prabu Setyajit dengan Dewi Wresini,
sedangkan Arya Adimanggala adalah putra Prabu Setyajit juga saat masih bernama
Arya Ugrasena, dari hasil hubungan gelap dengan Nyai Sagopi. Sejak bayi, Arya
Adimanggala diserahkan oleh Buyut Antyagopa kepada Kyai Adirata karena memang
begitulah petunjuk dari dewata yang harus dijalankan. Mendengar penuturan
tersebut, Raden Setyaki dan Arya Adimanggala pun saling berpelukan dan
bermaaf-maafan pula.
Batara Narada lalu mengatakan
bahwa Dewi Srutikanti ditakdirkan berjodoh dengan Raden Suryaputra. Untuk itu,
Raden Permadi tidak perlu menghalangi hubungan di antara mereka. Batara Narada
lalu memberikan busana raja kepada Raden Suryaputra, berupa praba dan mahkota
berbentuk topong, bernama Mahkota Bukasri, lengkap dengan Jamang Kinantipa
untuk menutupi pelipis yang tergores oleh keris Raden Permadi tadi. Dengan
memakai busana raja tersebut, Raden Suryaputra terlihat lebih tampan dan
berwibawa. Setelah dirasa cukup, Batara Narada pun undur diri kembali ke
kahyangan.
RADEN KURUPATI LEBIH MENGUTAMAKAN PERSAHABATAN
Setelah Batara Narada pergi,
muncullah Raden Kurupati bersama Patih Sangkuni dan Raden Dursasana. Raden
Suryaputra segera meminta maaf atas perbuatannya berani menculik Dewi
Srutikanti, calon istri sahabatnya sendiri. Patih Sangkuni dan Raden Dursasana
segera memanas-manasi Raden Kurupati bahwa perbuatan Raden Suryaputra ini
sungguh keterlaluan. Ini bagaikan peribahasa air susu dibalas air tuba, atau
dikasih hati merebut jantung. Raden Kurupati telah mengangkat derajat Raden
Suryaputra, namun Raden Suryaputra membalas dengan penghinaan semacam ini.
Mendengar ucapan Patih Sangkuni itu, Raden Suryaputra pun siap menyerahkan
lehernya untuk dipenggal Raden Kurupati.
Raden Kurupati terdiam lama. Ia
merasa sangat bimbang. Di satu sisi ia malu jika batal menikah dengan Dewi
Srutikanti. Itu artinya hubungan persekutuan antara dirinya dengan Prabu Salya
pun gagal terwujud. Namun, di sisi lain, jika ia menghukum Raden Suryaputra,
itu berarti dirinya akan kehilangan seorang pelindung perkasa, yang mampu
menandingi kesaktian Raden Permadi di pihak Pandawa.
Dengan berat hati, Raden Kurupati
akhirnya memutuskan untuk mengampuni Raden Suryaputra. Ia berkata sejak dulu dirinya
sudah menganggap Raden Suryaputra sebagai saudara tua. Jika memang Raden
Suryaputra dan Dewi Srutikanti saling mencintai, maka Raden Kurupati akan
merestui perkawinan mereka. Ia berkata bahwa dirinya lebih mengutamakan
persahabatan daripada soal asmara. Ia mengakui pernikahannya dengan Dewi
Srutikanti juga tidak tulus dari hati, tetapi hanya merupakan pernikahan
politik untuk lebih mendekatkan hubungan Kerajaan Hastina dengan Mandraka.
Lagipula Raden Suryaputra adalah bagian dari Kerajaan Hastina, dan ini berarti
keluarga Prabu Dretarastra tetap mendapat menantu.
Patih Sangkuni dan Raden
Permadi memuji keputusan yang diambil Raden Kurupati. Sementara itu, Raden
Suryaputra sangat terharu dan ia pun bersumpah tidak akan pernah lagi
mengkhianati Raden Kurupati untuk selamanya. Ia berjanji akan siap sedia menyumbangkan
jiwa dan raganya demi kemuliaan Raden Kurupati. Keduanya lalu berpelukan dengan
perasaan haru.
DEWI SRUTIKANTI DICULIK EMBAN KIDANGANTI
Arya Adimanggala kemudian
menyela bicara. Ia melaporkan kepada Raden Kurupati dan Raden Suryaputra bahwa
Kadipaten Petapralaya telah diserang musuh, yaitu Adipati Kalakarna dari
Awangga. Tidak hanya itu, sejumlah kadipaten juga banyak yang jatuh ke tangan raja
raksasa tersebut. Bahkan, Adipati Kalakarna telah mengumumkan bahwa dirinya kini
adalah raja yang bergelar Prabu Kalakarna, yang merdeka dan tidak lagi berada
di bawah perintah Kerajaan Hastina.
Raden Kurupati sangat marah
dan berniat menumpas pemberontakan Prabu Kalakarna tersebut. Namun, Patih
Sangkuni buru-buru mencegahnya dengan mengatakan bahwa tadi ada orang yang baru
saja bersumpah setia hendak mengabdikan jiwa raganya kepada Raden Kurupati.
Kini tiba saatnya untuk menagih janji yang telah diucapkan tersebut.
Raden Suryaputra merasa
dirinya telah disindir. Ia pun menyanggupi akan menumpas pemberontakan Prabu
Kalakarna. Namun, tiba-tiba terdengar suara jeritan Dewi Srutikanti meminta
tolong. Semuanya pun menoleh ke arah Kereta Jatisura. Saat itu Dewi Srutikanti
masih menunggu di atas kereta dan tiba-tiba muncul Emban Kidanganti menyambar
tubuhnya. Emban raksasi itu pun menculik dan membawa kabur Dewi Srutikanti.
Raden Suryaputra hendak
mengejar, namun ia sudah terlanjur berjanji akan menggempur Prabu Kalakarna.
Melihat sang kakak sedang bingung, Raden Permadi segera berkata sebaiknya Raden
Suryaputra tetap menggempur Prabu Kalakarna saja. Urusan merebut Dewi
Srutikanti biarlah ia yang menangani. Usai berkata demikian, Raden Permadi langsung
melesat pergi dengan mengerahkan Aji Seipi Angin, mengejar Emban Kidanganti.
Raden Suryaputra merasa lega.
Ia lalu naik Kereta Jatisura di mana Arya Adimangga sebagai kusir. Kereta
tersebut pun melaju kencang menuju Kadipaten Petapralaya.
RADEN SURYAPUTRA MENUMPAS PRABU KALAKARNA
Sesampainya di sana, Raden
Suryaputra melihat Prabu Kalakarna dan pasukannya telah bersiaga hendak
menyerang Kerajaan Hastina. Raden Suryaputra pun turun dari kereta menantang
raja raksasa itu perang tanding satu lawan satu. Prabu Kalakarna panas hatinya
mendengar tantangan Raden Suryaputra yang berlagak angkuh. Mereka pun bertarung
di hadapan para prajurit Awangga.
Sementara itu, Patih Kalamandra
juga bertanding melawan Arya Adimanggala. Selama ini Arya Adimanggala telah
banyak berguru ilmu keprajuritan pada Raden Suryaputra. Maka, dalam
pertandingan itu ia mampu mengimbangi kekuatan Patih Kalamandra. Bahkan, patih
raksasa itu akhirnya tewas di tangan pemuda tersebut.
Melihat patihnya tewas, Prabu
Kalakarna semakin marah dan menyerang Raden Suryaputra dengan gencar. Karena
dibakar amarah, ia menjadi lengah. Raden Suryaputra pun berhasil melepaskan
panah yang memenggal kepala raja raksasa tersebut.
Para prajurit Awangga
ketakutan melihat raja dan patih mereka telah gugur. Mereka pun serentak
menyatakan takluk kepada Raden Suryaputra dan Arya Adimanggala. Raden
Suryaputra mengumumkan bahwa mereka semua boleh pulang ke Kadipaten Awangga dan
harus bersumpah setia kepada Kerajaan Hastina. Para prajurit tersebut
menyatakan bersedia, kemudian mereka pun pulang dengan hati lega.
Raden Suryaputra lalu
membebaskan Adipati Adirata dan Arya Jayarata dari dalam penjara. Keduanya
sangat terharu dan bangga melihat penampilan Raden Suryaputra yang kini
mengenakan busana raja pemberian dewa. Arya Adimanggala juga melaporkan bahwa
sang ibu, yaitu Dewi Rada bersama Arya Druwajaya saat ini telah berlindung di
Kerajaan Hastina. Setelah dirasa cukup, mereka berempat lalu bersama-sama
kembali ke tempat Raden Kurupati.
PERKAWINAN RADEN SURYAPUTRA DAN DEWI SRUTIKANTI
Raden Suryaputra dan rombongan
telah kembali ke hadapan Raden Kurupati dan Patih Sangkuni dengan membawa
kepala Prabu Kalakarna. Pada saat yang sama, Raden Permadi juga telah berhasil
merebut Dewi Srutikanti dan menewaskan Emban Kidanganti. Raden Kurupati
menyambut dengan gembira. Mereka semua lalu kembali ke Kerajaan Mandraka untuk
menghadap Prabu Salya.
Sesampainya di istana, Raden
Kurupati segera menyampaikan semuanya. Dengan tegas ia menyatakan rela jika
Dewi Srutikanti menikah dengan Raden Suryaputra, karena selama ini Raden
Suryaputra telah dianggap sebagai saudara tua bagi para Kurawa. Tidak hanya
itu, Raden Kurupati pun mengangkat Raden Suryaputra sebagai adipati baru di Awangga.
Mengenai surat keputusan akan segera dimintakan kepada Prabu Dretarastra,
ayahnya. Raden Suryaputra semakin terharu melihat kebaikan Raden Kurupati dan
sekali lagi ia pun bersumpah akan selalu setia kepadanya.
Prabu Salya menghormati
keputusan Raden Kurupati. Maka, pada hari yang ditentukan diadakanlah upacara
pernikahan antara Raden Suryaputra dengan Dewi Srutikanti. Prabu Baladewa dan
Prabu Puntadewa turut menjadi saksi atas pernikahan ini dan mereka ikut memuji
keikhlasan hati Raden Kurupati.
Setelah upacara pernikahan
selesai, Raden Kurupati memboyong pasangan pengantin tersebut menuju Kerajaan
Hastina untuk mengikuti upacara ngunduh mantu. Sesampainya di sana, ia
menjelaskan semuanya dan meminta Prabu Dretarastra agar mengukuhkan Raden
Suryaputra sebagai adipati Awangga yang baru. Prabu Dretarastra menyetujui
keinginan putranya itu dan juga berterima kasih atas keberhasilan Raden
Suryaputra menumpas pemberontakan Prabu Kalakarna.
Demikianlah, Raden Suryaputra
pun dilantik sebagai adipati di Awangga menggantikan Prabu Kalakarna, sedangkan
Adipati Adirata kembali memimpin Kadipaten Petapralaya. Sebagai adipati yang
baru, Raden Suryaputra pun memakai nama aslinya sesuai penjelasan Batara Surya,
yaitu Adipati Karna Basusena. Adapun Arya Adimanggala diangkat sebagai patih,
memimpin para punggawa Awangga.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Kisah perkawinan Raden Radeya dengan Dewi Srutikanti menurut
Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa terjadi pada tahun
Suryasengakala 694 yang ditandai dengan sengkalan “Muka angraras wiyat”, atau
tahun Candrasengkala 715 yang ditandai dengan sengkalan “Janma kaswareng
barakan”. Sementara itu, kisah Raden Setyaki berguru kepada Raden Arjuna saya
ambil dari kitab Mahabharata.
Untuk kisah kelahiran Raden Suryaputra bisa dibaca di sini
Untuk kisah Prabu Pandu menaklukkan Raden Kalakarna bisa dibaca disini
Untuk kisah awal persahabatan Raden Suryaputra dengan Raden Suyudana
bisa dibaca di sini
Untuk kisah Raden Suryaputra hampir memenangkan Dewi Drupadi bisa
dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar