Kisah ini menceritakan tentang Raden Burisrawa yang tergila-gila kepada
Dewi Sumbadra dan menyusup masuk ke dalam Kesatrian Madukara. Ulahnya membuat
Dewi Sumbadra tewas dan jasadnya pun dilarung oleh pihak Pandawa. Jasad Dewi
Sumbadra kemudian dihidupkan kembali oleh Raden Antareja yang sedang dalam
perjalanan mencari ayahnya, yaitu Arya Wrekodara.
Kisah ini saya olah dari sumber Ensiklopedia Wayang Purwa karya Rio
Sudibyoprono, yang dipadukan dengan novel Sumbadra Larung karya Sunardi DM,
dengan pengembangan seperlunya.
Kediri, 12 Mei 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul
lakon wayang lainnya, klik di sini
------------------------------
ooo ------------------------------
Dewi Sumbadra - Raden Gatutkaca - Raden Antareja. |
PRABU DURYUDANA MENGERAHKAN PARA KURAWA UNTUK MENCARI RADEN BURISRAWA
Prabu Duryudana di Kerajaan
Hastina dihadap Resi Druna dari Sokalima, Adipati Karna dari Awangga, Patih
Sangkuni dari Plasajenar, serta Raden Kartawarma selaku juru panitisastra. Di
paseban luar, para Kurawa duduk menunggu perintah, dengan Arya Dursasana sebagai
pemimpin.
Hari itu Prabu Duryudana juga
menerima kedatangan adik iparnya, yaitu Raden Rukmarata, putra bungsu Prabu
Salya dari Kerajaan Mandraka. Raden Rukmarata berkata bahwa ia diutus sang ayah
untuk mencari kakak nomor empatnya, yaitu Raden Burisrawa yang sudah setahun ini
tidak pulang ke Kesatrian Madyapura. Raden Burisrawa sendiri memang jarang
menghadap ke istana Mandraka karena malu dengan wajahnya yang mirip raksasa. Ia
juga jarang pulang ke Kesatrian Madyapura dan lebih suka tinggal di hutan untuk
berlatih tanding melawan berbagai macam binatang buas. Akan tetapi, sudah setahun
ini keberadaannya tidak diketahui, yaitu sejak gagal menikah dengan Dewi
Sumbadra. Baik itu di Kesatrian Madyapura ataupun di hutan tempatnya biasa
berlatih, Raden Burisrawa tidak ditemukan di sana.
Prabu Salya yang merasa
khawatir atas keselamatan putra keempatnya itu segera mengutus Raden Rukmarata
untuk pergi mencari. Raden Rukmarata pun berangkat melaksanakan tugas. Namun,
karena ia sendiri biasa hidup nyaman di dalam istana Mandraka, perjalanan
mencari Raden Burisrawa terasa sangat berat baginya. Karena tidak tahu harus
mencari ke mana, Raden Rukmarata pun pergi menghadap Prabu Duryudana untuk
meminta petunjuk, mungkin kakak iparnya itu mengetahui kabar keberadaan Raden Burisrawa.
Prabu Duryudana menjawab
dirinya terakhir melihat Raden Burisrawa adalah saat Patih Udawa mengadakan
sayembara untuk memperebutkan Niken Larasati beberapa bulan yang lalu. Saat itu
Raden Burisrawa sedang patah hati karena gagal menikah dengan Dewi Sumbadra. Ia
pun luntang-lantung di jalanan dan menderita sakit jiwa. Hingga akhirnya para
Kurawa menemukannya pingsan di tepi hutan dan segera dibawa pulang ke Kerajaan
Hastina.
Atas usul Prabu Baladewa kala
itu, Raden Burisrawa harus dinikahkan dengan Niken Larasati, adik Patih Udawa
agar bisa segera melupakan Dewi Sumbadra yang sudah diperistri Raden Arjuna.
Namun, rencana tersebut gagal karena Prabu Baladewa tidak dapat memenangkan
sayembara tanding melawan Patih Udawa. Justru sayembara di Desa Widarakandang
itu akhirnya dimenangkan oleh Dewi Sumbadra sendiri, dan Niken Larasati pun
diserahkan kepada Raden Arjuna. Karena dua kali menderita kegagalan, Raden
Burisrawa semakin parah keadaannya dan ia pun memilih kabur meninggalkan
Kerajaan Hastina. Prabu Duryudana mengira adik iparnya itu pulang ke Kesatrian
Madyapura, sehingga tidak memerintahkan orang untuk menyusul.
Raden Rukmarata menjelaskan
bahwa Raden Burisrawa sudah setahun ini tidak pernah pulang ke Kesatrian
Madyapura, apalagi ke istana Mandraka. Itulah sebabnya ia datang ke Kerajaan
Hastina untuk meminta bantuan Prabu Duryudana mengatasi masalah ini. Prabu
Duryudana menyanggupi permintaan adik iparnya tersebut. Ia sendiri merasa
bersalah karena sudah dua kali gagal membantu Raden Burisrawa menikah.
Karena kesepakatan sudah
diambil, Prabu Duryudana pun meminta Adipati Karna dan Patih Sangkuni beserta
para Kurawa untuk berangkat mencari Raden Burisrawa. Setelah dianggap cukup, ia
lalu membubarkan pertemuan dan masuk ke dalam kedaton.
Prabu Duryudana. |
KISAH RADEN ANTAREJA PUTRA DEWI NAGAGINI
Di lain tempat, yaitu di
Kahyangan Saptapratala, Batara Anantaboga sedang dihadap Dewi Nagagini
(putrinya) dan juga Raden Antareja (cucunya). Hari itu Raden Antareja mendesak
ibunya agar mengatakan siapakah ayah kandungnya. Selama ini Dewi Nagagini
memang tidak pernah bercerita dan kini ia tidak tahan lagi karena terus-menerus
didesak. Maka, Dewi Nagagini pun mengajak Raden Antareja untuk meminta petunjuk
kepada Batara Anantaboga.
Batara Anantaboga bertanya
mengapa Raden Antareja ingin mengetahui ayah kandungnya, dan apa yang akan ia
lakukan setelah tahu. Raden Antareja menjawab sudah sewajarnya seorang anak
ingin mengetahui siapa orang yang telah mengukir jiwa raganya. Jika sudah tahu
siapa orangnya, sudah tentu Raden Antareja akan datang dan menyembah kepadanya.
Batara Anantaboga berkata
untuk apa Raden Antareja ingin mencari ayahnya jika memang orang itu sama
sekali tidak pernah memikirkan dirinya. Bukankah lebih baik Raden Antareja
tinggal nyaman di istana Jangkarbumi yang dulu ia dapatkan setelah mengalahkan
Prabu Nagabaginda? Batara Anantaboga pun mengingatkan bahwa waktu itu Raden
Antareja masih bayi saat Prabu Nagabaginda datang menyerang Kahyangan
Saptapratala untuk merebut Dewi Nagagini. Batara Anantaboga lalu menggendong
bayi Raden Antareja dan melumuri sekujur tubuh cucunya itu dengan air liur.
Sungguh ajaib, Raden Antareja tiba-tiba tumbuh menjadi dewasa dan dengan gagah
berani menumpas Prabu Nagabaginda beserta seluruh pasukannya. Istana milik
Prabu Nagabaginda yang bernama Jangkarbumi pun kosong dan sejak saat itu menjadi
tempat tinggal Raden Antareja.
Raden Antareja tidak pernah
melupakan peristiwa itu. Ia merasa senang telah memiliki istana sendiri di
Jangkarbumi, namun tetap saja siang malam selalu merindukan kasih sayang
seorang ayah. Hari ini ia tidak tahan lagi dan mendesak ibunya supaya
menjelaskan siapa ayah kandungnya dan di mana keberadaannya.
Dewi Nagagini sebenarnya takut
jika Raden Antareja mengetahui tentang ayahnya, sehingga putranya itu akan pergi
dan tidak kembali lagi ke Kahyangan Saptapratala ataupun istana Jangkarbumi.
Raden Antareja berkata dirinya tidak mungkin seperti itu. Meskipun ia sudah
mengetahui siapa ayah kandungnya, ia akan tetap pulang untuk menemui ibu dan
kakeknya di kahyangan.
Batara Anantaboga merasa
memang sudah waktunya Raden Antareja mengetahui soal ini. Ia pun bercerita
bahwa ayah kandung dari cucunya itu adalah Raden Bratasena yang tinggal di
Kesatrian Jodipati. Mungkin karena kesibukannya sebagai sentana Kerajaan Amarta,
membuat Raden Bratasena tidak sempat lagi berkunjung ke Kahyangan Saptapratala.
Dewi Nagagini membenarkan hal itu. Selama ini ia tidak pernah merasa kesepian
meskipun tidak pernah ditengok Raden Bratasena, karena ia menyadari suaminya
itu adalah milik negara, bukan miliknya secara pribadi.
Raden Antareja terkesan
mendengar kisah tentang ayahnya. Ia pun mohon restu kepada kakek dan ibunya
untuk berangkat menemui sang ayah di Kesatrian Jodipati. Setelah bertemu, ia
pasti akan kembali lagi ke Kahyangan Saptapratala dan Kesatrian Jangkarbumi.
Batara Anantaboga merestui namun tidak tega melepaskan sang cucu begitu saja.
Ia lalu memberikan tiga jenis pusaka kepada Raden Antareja. Pusaka yang pertama
adalah selongsong sisik naga milik Batara Anantaboga. Dulu saat berganti kulit,
Batara Anantaboga tidak membuang kulit bekasnya begitu saja, tetapi membentuknya
menjadi semacam baju rompi. Baju rompi itu kini diberikan kepada Raden Antareja
dan seolah menyatu dengan kulit cucunya itu. Dari kejauhan, Raden Antareja akan
terlihat seperti seorang pemuda yang kulitnya bersisik naga. Keistimewaan
pusaka rompi sisik naga ini dapat membuat Raden Antareja kebal terhadap segala
macam jenis senjata.
Pusaka yang kedua adalah berupa
mantra ilmu kesaktian bernama Aji Kawastrawam. Dengan menggunakan ilmu ini,
Raden Antareja dapat mengubah wujudnya menjadi apa saja yang ia kehendaki.
Adapun pusaka yang ketiga adalah cupu berisi air kehidupan Tirta Mustikabumi.
Khasiat dari air ini dapat menyembuhkan luka dan juga menghidupkan orang mati
yang belum tiba ajalnya. Batara Anantaboga yakin ketiga pusaka yang ia berikan
pasti bermanfaat bagi cucunya yang masih miskin pengalaman itu.
Raden Antareja sangat
berterima kasih atas semua pusaka pemberian sang kakek. Ia lalu mohon restu
kepada Batara Anantaboga dan Dewi Nagagini, juga kepada sang nenek, yaitu Dewi
Supreti, kemudian berangkat menuju Kerajaan Amarta.
Batara Anantaboga. |
RADEN ANTAREJA TERLIBAT BENTROK DENGAN PARA KURAWA
Raden Antareja yang sudah naik
ke daratan segera mencari jalan menuju Kerajaan Amarta. Namun, ia masih bingung
tidak tahu arah ke mana yang harus dituju. Tidak lama kemudian ia melihat
rombongan para Kurawa dari Kerajaan Hastina yang sedang dalam perjalanan
mencari Raden Burisrawa. Yang paling depan dari rombongan tersebut adalah Raden
Kartawarma dan Bambang Aswatama. Mereka memandang dengan jijik wujud Raden
Antareja yang gagah dan tampan tetapi kulitnya bersisik seperti ular. Mereka
pun bertanya dengan nada kasar kepada Raden Antareja apakah pernah melihat
orang dengan ciri-ciri Raden Burisrawa.
Raden Antareja menjawab tidak
tahu dan ia balik bertanya apakah Raden Kartawarma dan Bambang Aswatama
mengetahui jalan menuju Kerajaan Amarta, karena ia ingin menghadap ayahnya yang
bernama Raden Bratasena. Mengetahui bahwa Raden Antareja adalah putra Raden
Bratasena, seketika Raden Kartawarma menjadi geram dan menyerangnya. Sudah
sejak kecil para Kurawa sering kalah berkelahi melawan Pandawa nomor dua
tersebut, dan kini Raden Kartawarma berniat melampiaskan dendamnya kepada Raden
Antareja. Karena diserang mendadak, Raden Antareja pun membela diri dan segera
terlibat pertempuran melawan Raden Kartawarma dan Bambang Aswatama.
Meskipun masih muda, Raden
Antareja memiliki kesaktian tinggi, bahkan pernah menumpas Prabu Nagabaginda
raja Jangkarbumi beserta seluruh pasukannya. Dengan cekatan ia mampu memukul
mundur Raden Kartawarma dan Bambang Aswatama. Melihat kedua rekannya dikalahkan
seorang pemuda bersisik, Arya Dursasana, Raden Durjaya, Raden Durmuka, Raden
Srutayu, Raden Durmagati, Raden Citraksa, Raden Citraksi, dan juga Adipati
Jayadrata pun maju membantu. Namun, mereka semua tidak ada yang mampu
mengalahkan Raden Antareja. Tidak ada satu pun senjata mereka yang dapat menembus
rompi sisik naga yang dikenakan pemuda tersebut. Selain itu, Raden Antareja
juga mampu amblas ke dalam tanah dan muncul lagi di tempat lain untuk
mempermainkan para Kurawa.
Melihat para Kurawa dibuat
kocar-kacir oleh seorang pemuda, Adipati Karna segera maju menghadapi. Kali ini
Raden Antareja menemukan lawan yang tangguh. Adipati Karna sendiri merasa dirinya
tidak mungkin menang jika bertarung mengandalkan kekuatan, maka ia pun
melepaskan panah yang sudah diberi mantra. Panah tersebut mengeluarkan angin kencang
yang membuat tubuh Raden Antareja terlempar jauh entah ke mana.
Adipati Karna. |
RADEN BURISRAWA MENYUSUP KE DALAM KESATRIAN MADUKARA
Sementara itu, Raden Burisrawa
yang dicari-cari para Kurawa ternyata telah berada di luar tembok Kesatrian
Madukara. Sejak gagal menikah dengan Niken Larasati, ia memilih kabur dari
Kerajaan Hastina dan kembali menderita sakit asmara terkenang Dewi Sumbadra.
Akhirnya, ia pun tersesat masuk ke dalam Hutan Krendawahana dan menjadi
pengikut Batari Durga.
Kini Raden Burisrawa mendapat
tambahan kesaktian dari Batari Durga dan ia mampu memasuki Kesatrian Madukara
tanpa ketahuan. Saat itu Raden Arjuna masih berada di Kerajaan Tasikmadu,
sedangkan keempat istri padminya berada di dalam Kesatrian Madukara. Raden
Burisrawa melihat Dewi Sumbadra duduk sendiri di Taman Maduganda, Dewi Srikandi
sedang melatih para prajurit wanita, Dewi Sulastri sedang mengasuh Raden
Angkawijaya, sedangkan Niken Larasati memimpin para abdi memasak di dapur
seperti biasa.
Merasa ada kesempatan, Raden
Burisrawa segera masuk ke Taman Maduganda mendekati Dewi Sumbadra. Ia segera
mengungkapkan isi hatinya yang masih memendam cinta meskipun sudah setahun ini
Dewi Sumbadra resmi menikah dengan Raden Arjuna. Dewi Sumbadra terkejut dan
meminta Raden Burisrawa keluar dari kesatrian. Namun, Raden Burisrawa justru
semakin gencar merayu dan ingin mengajak Dewi Sumbadra lari bersamanya. Dewi
Sumbadra menolak dan hendak pergi ke tempat Dewi Srikandi berlatih. Namun,
Raden Burisrawa segera menghadang sambil menakut-nakuti wanita itu menggunakan sebilah
keris di tangan. Ia mengancam hendak menggores wajah Dewi Sumbadra agar Raden
Arjuna tidak suka lagi dan menceraikannya. Dewi Sumbadra merasa terdesak dan
memilih lebih baik mati daripada wajahnya dirusak. Ia pun maju menerjang keris
di tangan Raden Burisrawa tersebut.
Demikianlah, semuanya terjadi begitu
cepat. Dewi Sumbadra meninggal dunia seketika karena menabrak keris yang dipegang
Raden Burisrawa. Raden Burisrawa sendiri tidak menyangka wanita yang
dicintainya itu ternyata sedemikian nekat.
Raden Burisrawa. |
RADEN BURISRAWA MELARIKAN DIRI DARI KESATRIAN MADUKARA
Tidak lama kemudian Dewi
Srikandi datang karena mendengar suara jeritan Dewi Sumbadra. Raden Burisrawa
segera bersembunyi di balik pepohonan taman. Dewi Srikandi menjerit sedih
bercampur marah melihat Dewi Sumbadra telah tergeletak tak bernyawa. Ia pun mencari
si pembunuh ke segala penjuru tetapi tidak menemukan. Sambil memasang panah
pada busur, Dewi Srikandi bersiap membidik jika sampai si pelaku ditemukan.
Raden Burisrawa tanpa sengaja
menginjak ranting kering, membuat Dewi Srikandi curiga dan bertanya itu siapa.
Raden Burisrawa dari persembunyian menjawab bahwa dirinya Raden Arjuna. Dewi
Srikandi berkata mengapa suaranya mirip Patih Sucitra. Raden Burisrawa pun
menjawab bahwa dirinya memang Patih Sucitra. Dewi Srikandi berkata lagi mengapa
suaranya lebih mirip Patih Surata. Raden Burisrawa menjawab dirinya adalah
Patih Surata, bukan Patih Sucitra. Dewi Srikandi semakin curiga dan berkata
mengapa suaranya mirip Raden Gatutkaca. Raden Burisrawa segera meralat bahwa dirinya
memang Raden Gatutkaca. Pada saat itulah Dewi Srikandi maju menerjang dan
melepaskan panah ke arah suara Raden Burisrawa. Namun, Raden Burisrawa lebih
dulu menghindar. Ia sempat mengeluarkan Aji Panglimunan seperti yang diajarkan
Batari Durga, sehingga tubuhnya tidak dapat terlihat oleh Dewi Srikandi.
Dewi Srikandi. |
RADEN ARJUNA PULANG KE KESATRIAN MADUKARA
Sementara itu, Raden Arjuna
sedang dalam perjalanan pulang dari Kerajaan Tasikmadu, setelah ia tinggal di
sana selama tiga bulan bersama istri barunya, yaitu Dewi Gandawati. Setelah
Dewi Gandawati mengandung, barulah Raden Arjuna mohon pamit kembali ke
Kesatrian Madukara.
Sepanjang perjalanan, Raden
Arjuna merasa hatinya waswas seperti ada peristiwa buruk yang sedang terjadi.
Para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong berusaha menghibur,
namun Raden Arjuna tetap saja gelisah. Entah mengapa ia ingin menangis tanpa
sebab. Karena semakin gelisah, Raden Arjuna pun mengajak para panakawan
mempercepat langkah.
Sesampainya di Kesatrian
Madukara, Raden Arjuna sangat terkejut menyaksikan istri padmi pertamanya,
yaitu Dewi Sumbadra telah meninggal dunia dan menjadi layatan banyak orang.
Keempat Pandawa lainnya telah berkumpul dengan pakaian berkabung, begitu pula
kedua kakak iparnya, yaitu Prabu Kresna dari Dwarawati dan Prabu Baladewa dari Mandura.
Prabu Baladewa yang biasanya galak dan pemarah, hari itu menangis meraung-raung,
sedangkan Prabu Kresna tampak lebih tenang.
Dewi Srikandi melapor kepada
sang suami, bahwa Dewi Sumbadra meninggal karena dibunuh orang tak dikenal.
Para Pandawa tidak berani melakukan upacara pemakaman sebelum Raden Arjuna
tiba. Mendengar itu, Raden Arjuna gugup dan segera meminta bantuan Prabu Kresna
untuk menghidupkan kembali Dewi Sumbadra menggunakan Kembang Wijayakusuma.
Prabu Kresna menjawab Kembang
Wijayakusuma tidak mampu menghidupkan orang mati yang benar-benar sudah ajal.
Namun, karena Raden Arjuna mendesak, terpaksa Prabu Kresna mengeluarkan bunga
ajaib tersebut dan melewatkannya di atas jasad Dewi Sumbadra. Namun demikian,
ia sengaja tidak membaca mantra karena memiliki rencana lain.
Raden Arjuna. |
JASAD DEWI SUMBADRA DILARUNG DI SUNGAI JAMUNA
Melihat Kembang Wijayakusuma
tidak mampu menghidupkan kembali Dewi Sumbadra (karena Prabu Kresna memang
tidak membaca mantra), seketika tubuh Raden Arjuna lemas lunglai kehilangan
daya. Si kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa segera memapah kakak mereka
tersebut. Namun, Raden Arjuna berusaha tegar menguasai diri. Bagaimanapun juga,
istrinya yang meninggal harus segera dimakamkan.
Prabu Kresna mencegah dengan
alasan tadi malam ia mimpi bertemu roh Dewi Sumbadra. Ia berkata bahwa Dewi
Sumbadra berpesan agar jasadnya jangan dimakamkan, tetapi meminta dilarung saja
di sungai hingga terbawa arus dan bersatu dengan samudera luas.
Raden Arjuna semakin sedih
mendengarnya. Namun, karena sang istri sudah berwasiat demikian, ia pun harus
mewujudkannya. Raden Arjuna lalu meminta tukang kayu untuk membuatkan perahu
yang indah sebagai wahana bagi jasad istrinya menuju lautan.
Setelah perahu siap, Raden
Arjuna memimpin upacara pelepasan jasad Dewi Sumbadra. Dengan berlinang air
mata, ia mendorong perahu indah tersebut hingga terbawa arus di Sungai Jamuna.
Ketika upacara berlangsung,
Prabu Kresna diam-diam berbisik kepada Raden Gatutkaca untuk mengawasi perahu
yang berisi jasad Dewi Sumbadra itu dari angkasa. Prabu Kresna berkata bahwa
dirinya berbohong telah mimpi bertemu roh Dewi Sumbadra. Ia sengaja melarung
jasad adiknya dengan tujuan untuk menangkap si pelaku pembunuhan. Raden
Gatutkaca paham maksud Prabu Kresna dan segera melesat terbang ke angkasa untuk
mengawal jasad sang bibi.
Dewi Sumbadra. |
RADEN ANTAREJA MENEMUKAN PERAHU DEWI SUMBADRA
Sementara itu, Raden Antareja
yang terlempar oleh panah sakti Adipati Karna jatuh di tepi Sungai Jamuna.
Setelah sadar dari pingsan, ia melihat ada perahu indah mengambang dengan
penumpang seorang wanita cantik sedang tidur. Karena penasaran, Raden Antareja segera
terjun ke sungai dan berenang mendekati perahu tersebut. Setelah dekat, ia baru
sadar ternyata perempuan itu tidak tidur, melainkan sudah meninggal. Tiba-tiba hati
nuraninya tergerak dan ia pun memercikkan air ajaib Tirta Mustikabumi ke jasad
Dewi Sumbadra tersebut.
Tiba-tiba dari angkasa
meluncur turun Raden Gatutkaca menyambar tubuh Raden Antareja dan membawanya
terbang ke udara. Raden Antareja berontak dan jatuh ke tanah. Ia lalu bertanya
mengapa dirinya diserang tiba-tiba. Raden Gatutkaca menjawab ia sedang menjalankan
tugas untuk menangkap pelaku pembunuhan bibinya. Raden Antareja tidak tahu-menahu
dan segera membela diri. Kedua pemuda itu pun bertarung. Mereka sama-sama
gagah, sama-sama kuat, dan sama-sama sakti. Yang satu bisa terbang di angkasa,
yang satu lagi bisa amblas ke dalam bumi. Kadang-kadang Raden Gatutkaca
memainkan tubuh Raden Antareja di udara, kadang-kadang Raden Antareja yang
menarik tubuh Raden Gatutkaca masuk ke dalam tanah.
Pada saat itulah tiba-tiba
Dewi Sumbadra datang melerai mereka. Raden Gatutkaca terkejut bercampur gembira
melihat bibinya hidup kembali. Raden Antareja berkata bahwa Dewi Sumbadra hidup
kembali karena Tirta Mustikabumi pemberian Batara Anantaboga yang telah dipercikkan
ke tubuhnya.
Raden Gatutkaca. |
RADEN ANTAREJA BERTEMU SAUDARANYA
Dewi Sumbadra berterima kasih
atas bantuan Raden Antareja dan bertanya mengapa ia dan Raden Gatutkaca
berkelahi. Raden Gatutkaca menjawab dirinya mendapat tugas dari Prabu Kresna untuk
menangkap pelaku pembunuhan sang bibi. Karena gerak-gerik Raden Antareja
mencurigakan, maka Raden Gatutkaca pun berniat menangkapnya untuk dihadapkan
kepada Prabu Kresna.
Dewi Sumbadra menjawab bahwa
dirinya mati karena didesak Raden Burisrawa, jadi bukan Raden Antareja
pelakunya. Raden Gatutkaca segera meminta maaf dan berterima kasih atas bantuan
Raden Antareja kepada bibinya. Raden Antareja sendiri menjawab bahwa ini semua
sudah takdir karena seakan-akan hati nuraninya berbisik menyuruh agar ia
mencebur ke sungai dan menghidupkan kembali jasad Dewi Sumbadra.
Dewi Sumbadra lalu bertanya
tentang asal usul Raden Antareja, mengapa bisa memiliki air ajaib pemberian Batara
Anantaboga. Raden Antareja menjawab bahwa dirinya adalah cucu Batara
Anantaboga, atau putra Dewi Nagagini. Perjalanannya kali ini adalah ingin
menemui ayah kandungnya yang bernama Raden Bratasena.
Dewi Sumbadra berkata bahwa
Raden Bratasena adalah nama Arya Wrekodara semasa muda, sedangkan Arya
Wrekodara adalah ayah dari Raden Gatutkaca. Dengan kata lain, Raden Antareja
dan Raden Gatutkaca adalah saudara sendiri, yaitu satu ayah lain ibu.
Raden Gatutkaca sangat gembira
mendengarnya dan segera menyembah memberi hormat kepada Raden Antareja yang
dipanggilnya sebagai kakak. Raden Antareja merasa salah tingkah. Dewi Sumbadra
menjelaskan bahwa memang sudah sepantasnya Raden Gatutkaca menjadi adik Raden
Antareja, karena ibunya, yaitu Dewi Arimbi pun memanggil kakak kepada Dewi
Nagagini.
Raden Antareja tidak ragu lagi.
Ia pun memeluk Raden Gatutkaca dan memanggilnya sebagai adik. Dewi Sumbadra
lalu mengajak kedua keponakannya itu pulang ke Kesatrian Madukara. Namun, Raden
Gatutkaca menolak karena ia masih mengemban tugas dari Prabu Kresna untuk
menangkap pelaku pembunuhan sang bibi.
Arya Wrekodara. |
RADEN ANTAREJA MENJEBAK RADEN BURISRAWA
Raden Antareja mendapat akal
untuk menjebak Raden Burisrawa. Ia mengerahkan Aji Kawastrawam dan mengubah
wujudnya menjadi mirip Dewi Sumbadra. Ia lalu naik perahu dan menyanyi
menembangkan lagu-lagu dengan suara merdu. Sementara itu, Dewi Sumbadra yang
asli bersama Raden Gatutkaca mengintai di balik pepohonan.
Raden Burisrawa yang merasa
bersalah atas kematian Dewi Sumbadra saat itu sedang duduk termenung di dalam
hutan. Tiba-tiba ia mendengar suara nyanyian Dewi Sumbadra dari arah Sungai
Jamuna. Ia segera berlari mendekat dan melihat Dewi Sumbadra sedang menyanyi di
atas perahu. Tanpa pikir panjang, ia langsung melompat ke sungai dan naik ke
atas perahu tersebut.
Dewi Sumbadra palsu menyambut
Raden Burisrawa dengan ramah. Raden Burisrawa meminta maaf atas ulahnya tempo
hari dan kini ia senang karena Dewi Sumbadra ternyata masih hidup. Dewi
Sumbadra palsu itu berkata bahwa para Pandawa mengira ia sudah mati dan
melarung jasadnya di sungai. Namun entah mengapa, tiba-tiba ia hidup lagi.
Raden Burisrawa berkata Dewi
Sumbadra tidak perlu kembali ke Kerajaan Amarta karena orang-orang di sana mengiranya
sudah mati. Akan lebih baik jika Dewi Sumbadra ikut dengannya ke Kesatrian
Madyapura. Dewi Sumbadra menjawab bersedia, tetapi ia tidak suka melihat
penampilan Raden Burisrawa yang acak-acakan seperti orang gila. Ia lebih dulu
ingin mendandani Raden Burisrawa sebelum diboyong ke Kesatrian Madyapura.
Raden Burisrawa yang sudah
mabuk kepayang menyatakan patuh tanpa membantah. Ia lalu duduk di hadapan Dewi
Sumbadra. Dewi Sumbadra palsu itu pun merapikan rambutnya. Pada saat Raden
Burisrawa lengah, Dewi Sumbadra palsu tiba-tiba menampar pipinya. Raden
Burisrawa kaget dan bertanya mengapa ia ditampar. Dewi Sumbadra palsu menjawab
ada nyamuk besar hinggap di pipi Raden Burisrawa. Tidak lama kemudian Dewi
Sumbadra pun memukul kepala Raden Burisrawa. Raden Burisrawa terkejut dan
bertanya mengapa dipukul. Dewi Sumbadra palsu pun menjawab di kepala Raden
Burisrawa ada serangga bersarang.
Demikianlah, berkali-kali
Raden Burisrawa dipukul oleh Dewi Sumbadra palsu. Lama-lama ia merasa curiga
mengapa tangan Dewi Sumbadra berat dan mantap. Ketika menoleh ternyata Dewi
Sumbadra palsu sudah kembali ke wujud Raden Antareja. Raden Burisrawa terkejut
dan sebelum ia menyadari, Raden Antareja sudah menghajarnya.
Raden Burisrawa berusaha kabur
meninggalkan perahu, namun ia disambar Raden Gatutkaca dari angkasa dan
dijatuhkan di tanah. Raden Gatutkaca ganti menghajarnya, kemudian melemparkan
tubuh Raden Burisrawa ke arah sang kakak. Raden Antareja menangkap Raden
Burisrawa dan memukulinya. Setelah puas, ia melemparkan tubuh pria itu ke arah
Raden Gatutkaca. Kedua kakak beradik itu pun bergantian menghajar Raden
Burisrawa hingga babak belur.
Raden Antareja muda. |
RADEN ARJUNA GEMBIRA MENGETAHUI ISTRINYA HIDUP KEMBALI
Tidak lama kemudian Prabu
Kresna datang bersama Prabu Baladewa, Raden Arjuna, dan Arya Wrekodara. Mereka
terkejut melihat Raden Burisrawa dihajar kiri-kanan oleh Raden Gatutkaca dan
seorang pemuda berkulit sisik. Yang lebih mengherankan lagi, ternyata Dewi
Sumbadra masih hidup dan menyambut kedatangan mereka.
Prabu Baladewa marah-marah
bercampur gembira. Ia marah karena adik iparnya dihajar dua pemuda, dan gembira
karena Dewi Sumbadra hidup kembali. Raden Arjuna pun memeluk istrinya dan
merasa sangat bahagia. Prabu Kresna sendiri heran mengapa Dewi Sumbadra bisa
hidup kembali padahal dirinya datang dengan niat hendak menghidupkan adiknya
itu menggunakan Kembang Wijayakusuma.
Rupanya Prabu Kresna telah
membuka rahasia bahwa tadi ia hanya pura-pura tidak bisa menghidupkan Dewi
Sumbadra. Ia berkata bahwa dirinya sengaja melarung Dewi Sumbadra untuk
menjebak pelaku pembunuhan muncul menampakkan diri. Merasa sudah tiba waktunya,
ia pun berangkat menyusul bersama Prabu Baladewa dan kedua Pandawa. Ternyata
sudah ada orang lain yang menghidupkan Dewi Sumbadra.
Dewi Sumbadra pun menjelaskan
bahwa Raden Burisrawa adalah orang yang mengganggunya hingga ia terpaksa
kehilangan nyawa. Adapun orang yang telah menghidupkan dirinya adalah si pemuda
bersisik yang bernama Raden Antareja, yaitu putra Arya Wrekodara sendiri yang
lahir dari Dewi Nagagini.
Arya Wrekodara sangat senang
melihat Raden Antareja. Tadinya ia mengira hanya memiliki satu orang putra
saja, yaitu Raden Gatutkaca. Tak disangka, ternyata Dewi Nagagini juga
melahirkan anak laki-laki untuknya. Begitu mendapat penjelasan dari Dewi
Sumbadra, Raden Antareja langsung menyembah Arya Wrekodara. Keduanya pun saling
berpelukan melepas rindu.
Prabu Kresna. |
ADIPATI KARNA MEMINTAKAN MAAF UNTUK RADEN BURISRAWA
Tidak lama kemudian datanglah
para Kurawa mengamuk menuntut Raden Burisrawa dibebaskan. Arya Wrekodara marah
dan menerjang mereka untuk melampiaskan kekesalan. Terjadilah pertempuran di
mana para Kurawa berhamburan terkena pukulan dan tendangan Arya Wrekodara.
Adipati Karna maju dan
mengajak Arya Wrekodara bicara baik-baik. Sebagai saudara tua para Pandawa, ia
meminta agar Raden Burisrawa diserahkan kepadanya. Arya Wrekodara menceritakan semuanya,
yaitu Raden Burisrawa telah membunuh Dewi Sumbadra. Untungnya ajal Dewi
Sumbadra belum tiba, sehingga masih dapat dihidupkan kembali oleh putra
sulungnya yang baru datang.
Adipati Karna segera menemui
Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra untuk memintakan maaf atas kesalahan Raden
Burisrawa. Raden Arjuna saat ini sedang berbahagia karena istrinya hidup
kembali sehingga langsung memaafkan Raden Burisrawa tanpa berpikir panjang.
Dewi Sumbadra juga memberikan maaf tetapi dengan syarat Raden Burisrawa tidak
boleh mengganggunya lagi. Prabu Baladewa yang dulu pernah mendukung Raden
Burisrawa juga meminta hal yang sama. Jika sampai terdengar berita bahwa Dewi
Sumbadra diganggu lagi, maka ia sendiri yang akan menghajar Raden Burisrawa.
Adipati Karna berterima kasih
lalu membawa Raden Burisrawa yang sudah babak belur pulang bersama para Kurawa.
Keadaan kini telah aman kembali. Prabu Kresna pun mengajak Raden Arjuna dan
Dewi Sumbadra pulang ke Kesatrian Madukara untuk mengadakan syukuran. Demikian
pula Arya Wrekodara mengajak Raden Antareja bersama Raden Gatutkaca ikut serta
ke Kesatrian Jodipati.
Prabu Baladewa. |
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Kisah Sumbadra Larung ini dikenal pula dengan judul Antasena
Takon Bapa. Adapun Antasena menurut pakem pewayangan Surakarta adalah nama
Raden Antareja semasa muda. Wujud wayangnya memakai lungsen grudan dengan
rambut urai. Seiring waktu, pakem Surakarta terkena pengaruh pakem Yogyakarta,
di mana tokoh Antasena dan Antareja kemudian dikisahkan sebagai dua orang yang
berbeda.
Dalam hal ini, blog saya mengikuti pakem pewayangan populer, di mana
kelak cerita Antasena Takon Bapa akan saya munculkan dalam lakon tersendiri,
dan tokohnya pun berbeda dengan Raden Antareja. Itulah sebabnya dalam kisah di
atas, Raden Antareja sejak awal sudah memakai nama Antareja, karena tokoh
Antasena kelak ada sendiri. Namun demikian, saya tetap menampilkan ilustrasi
Antareja berambut urai, yang mana Antareja berambut gelung kelak akan saya
tampilkan di lakon selanjutnya.
Untuk kisah perkawinan Arya Wrekodara dengan Dewi Nagagini dapat dibaca
di sini
Untuk kisah Dewi Nagagini menagih janji Arya Wrekodara dapat dibaca di sini
Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dengan Dewi Sumbadra dapat dibaca di sini
Untuk kisah sayembara memperebutkan Niken Larasati dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar