Kisah ini menceritakan Bambang Irawan, putra Raden Arjuna, yang menjadi
raja di Kerajaan Ngrancangkencana, dengan ditemani Raden Antareja. Juga
diceritakan Prabu Kresna menjodohkan Bambang Irawan dengan putrinya yang
bernama Dewi Titisari.
Kisah ini saya olah dari sumber Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) yang
disusun Ki Tristuti Suryosaputro yang dipadukan dengan hasil diskusi bersama Ki
Rudy Wiratama, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 27 Oktober 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
Prabu Gambiranom. |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU KRESNA MENDAPAT SURAT LAMARAN DARI PRABU GAMBIRANOM
Prabu Kresna Wasudewa di
Kerajaan Dwarawati memimpin pertemuan yang dihadiri sang putra mahkota Raden
Samba Wisnubrata dari Paranggaruda, Arya Setyaki dari Swalabumi, dan Patih
Udawa dari Widarakandang. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura, yaitu
Prabu Baladewa beserta Patih Pragota dan Arya Prabawa.
Ketika kedua raja
kakak-beradik tersebut saling bertanya kabar, tiba-tiba muncul seorang
laki-laki yang mengaku berasal dari Kerajaan Ngrancangkencana, bernama Patih Jayasentika.
Laki-laki itu datang untuk menyampaikan surat dari rajanya yang bernama Prabu
Gambiranom kepada Prabu Kresna.
Prabu Kresna menerima surat
itu dan membaca isinya. Dalam surat tersebut Prabu Gambiranom memperkenalkan
dirinya sebagai raja Ngrancangkencana yang masih muda belia dan belum memiliki
permaisuri. Untuk itu, ia bermaksud meminang putri Prabu Kresna yang bernama
Dewi Sitisundari sebagai istri.
Prabu Kresna lalu bertanya
kepada Patih Jayasentika bagaimana rupa dan kesaktian Prabu Gambiranom
tersebut. Patih Jayasentika berkata bahwa Prabu Gambiranom memang benar masih
muda belia namun sangat sakti. Dengan kesaktiannya itu, Prabu Gambiranom telah
merebut takhta Kerajaan Ngrancangkencana dari tangan Patih Jayasentika.
Prabu Baladewa ikut bertanya
bagaimana bisa demikian. Patih Jayasentika bercerita bahwa raja
Ngrancangkencana yang sesungguhnya adalah dirinya. Namun, tiba-tiba suatu hari
datang dua pemuda bernama Gambiranom dan Nagasembada yang menantang dirinya
bertarung. Prabu Jayasentika kalah dalam pertarungan tersebut dan merelakan
takhta Kerajaan Ngrancangkencana diduduki oleh Gambiranom, sedangkan dirinya
diturunkan pangkat menjadi patih.
Prabu Kresna berkata bahwa
putrinya yang bernama Dewi Sitisundari telah menjadi istri keponakannya
sendiri, yaitu Raden Abimanyu putra Raden Arjuna. Oleh sebab itu, Prabu Kresna
tidak dapat menerima lamaran dari Prabu Gambiranom tersebut. Patih Jayasentika
berkata dirinya tidak berani pulang ke Ngrancangkencana kalau tidak membawa
serta Dewi Sitisundari. Prabu Baladewa menyela, bahwa Patih Jayasentika tidak
perlu takut kepada Prabu Gambiranom. Justru apabila Patih Jayasentika bersedia
menjadi sekutu Kerajaan Dwarawati dan Mandura, maka Prabu Baladewa bersedia
membantunya merebut kembali takhta Kerajaan Ngrancangkencana dari tangan raja
muda itu.
Patih Jayasentika menjawab
tidak berani. Ia telah berhutang budi kepada Prabu Gambiranom, sehingga tidak
bersedia untuk mengkhianati rajanya tersebut. Meskipun pangkatnya diturunkan,
namun Patih Jayasentika bersyukur karena Prabu Gambiranom ternyata memimpin
Kerajaan Ngrancangkencana dengan adil dan bijaksana, sehingga rakyatnya pun
makmur. Oleh karena itu, maka Patih Jayasentika tidak berani pulang apabila
tidak bersama Dewi Sitisundari. Jika pihak Kerajaan Dwarawati menghalangi, maka
Patih Jayasentika terpaksa menggunakan kekerasan karena sudah diberi wewenang
penuh oleh Prabu Gambiranom.
Prabu Baladewa marah mendengar
jawaban Patih Jayasentika. Ia berkata bahwa Prabu Kresna adalah adiknya, maka
dirinya berhak ikut campur dalam masalah ini. Jika Patih Jayasentika ingin
menggunakan kekerasan, maka dirinya yang akan menghadapi. Bila perlu, silakan
Prabu Gambiranom yang datang sekaligus, maka ia yang akan memberi pelajaran
kepada raja muda yang sombong itu.
Patih Jayasentika menerima
tantangan Prabu Baladewa, kemudian pamit undur diri kembali ke pasukannya. Prabu
Baladewa lalu pamit pula kepada Prabu Kresna untuk memukul mundur pasukan
Ngrancangkencana. Prabu Kresna berterima kasih atas bantuan sang kakak. Ia lalu
memerintahkan Arya Setyaki dan Patih Udawa untuk ikut mendampingi Prabu
Baladewa.
Prabu Kresna Wasudewa. |
PERTEMPURAN PRABU BALADEWA MELAWAN PASUKAN NGRANCANGKENCANA
Prabu Baladewa bersama Arya
Setyaki, Patih Udawa, Patih Pragota, dan Arya Prabawa membawa pasukan gabungan
Dwarawati dan Mandura menyerang pihak lawan yang telah bersiaga siap tempur.
Patih Jayasentika bersama pasukan Ngrancangkencana menyambut serangan tersebut.
Pertempuran pun meletus. Patih Jayasentika dan pasukannya bukan lawan Prabu
Baladewa. Mereka pun terdesak mundur hingga ke perbatasan Kerajaan Dwarawati.
Pada saat itulah Prabu
Gambiranom dan saudaranya yang bernama Arya Nagasembada datang membantu Patih
Jayasentika. Mereka juga datang bersama para prajurit perempuan yang disebut
Pasukan Ladrangmungkung. Para prajurit wanita ini semua hasil didikan Prabu
Gambiranom yang juga bertindak sebagai pengawal pribadinya. Dengan kedatangan
mereka, pertempuran menjadi seimbang. Arya Nagasembada bertempur melawan Prabu
Baladewa. Dalam pertarungan tersebut, Prabu Baladewa terlalu meremehkan lawan
yang masih muda sehingga ia lengah dan dadanya pun terluka oleh semburan bisa
dari mulut Arya Nagasembada.
Melihat kakak sepupunya
pingsan dan terluka, Arya Setyaki segera menggendong Prabu Baladewa dan memerintahkan
pasukan untuk mundur kembali ke ibu kota. Sesampainya di istana, Arya Setyaki
melapor kepada Prabu Kresna tentang kekalahan mereka. Prabu Kresna lalu
mengobati luka Prabu Baladewa menggunakan Kembang Wijayakusuma. Prabu Baladewa
pun sembuh seketika dan marah-marah ingin kembali berperang melawan Arya
Nagasembada. Prabu Kresna melarang kakaknya maju perang karena Prabu Baladewa
tidak ditakdirkan untuk mengalahkan Prabu Gambiranom beserta pasukannya.
Prabu Baladewa pun meminta
Prabu Kresna saja yang maju perang membunuh Prabu Gambiranom dan Arya
Nagasembada, bukankah adiknya itu titisan Batara Wisnu? Bukankah Prabu Kresna
tinggal melepaskan Senjata Cakra untuk memenggal kepala Prabu Gambiranom dan
Arya Nagasembada? Prabu Kresna menjawab dirinya memang titisan Batara Wisnu
tetapi tugasnya adalah menjaga ketertiban dunia, bukan membunuh orang. Senjata
Cakra pun tidak boleh digunakan sembarangan.
Menurut ramalan Prabu Kresna,
yang bisa mengalahkan Prabu Gambiranom dan Arya Nagasembada adalah para
Pandawa. Oleh sebab itu, ia pun memerintahkan Raden Samba untuk meminta bantuan
ke Kerajaan Amarta. Raden Samba menyembah sang ayah, lalu berangkat
melaksanakan tugas.
Prabu Baladewa. |
RADEN SAMBA MEMBERI TAHU RADEN ABIMANYU TENTANG PRABU GAMBIRANOM
Ketika menuju Kerajaan Amarta,
Raden Samba bertemu Raden Abimanyu di tengah jalan yang sedang mengembara
bersama para panakawan, Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Setelah saling
bertukar salam, Raden Samba pun bercerita kepada adik iparnya itu bahwa
Kerajaan Dwarawati telah kedatangan musuh bernama Prabu Gambiranom dari
Kerajaan Ngrancangkencana. Musuh yang satu ini sangat sakti, bahkan Prabu
Baladewa dapat dikalahkan dan terluka oleh mereka. Itulah sebabnya Prabu Kresna
mengutus Raden Samba untuk meminta bantuan kepada para Pandawa di Kerajaan
Amarta.
Raden Abimanyu bertanya apa
yang menjadi penyebab Prabu Gambiranom menyerang Kerajaan Dwarawati. Raden
Samba menjawab bahwa raja Ngrancangkencana tersebut ingin meminang Dewi
Sitisundari sebagai istri. Mendengar itu, Raden Abimanyu tersulut amarahnya. Ia
berkata bahwa perang ini adalah tanggung jawabnya, karena menyangkut Dewi
Sitisundari yang sudah menjadi istrinya. Oleh sebab itu, Raden Samba tidak
perlu merepotkan para Pandawa, cukup dirinya saja yang berangkat menghabisi
Prabu Gambiranom.
Usai berkata demikian, Raden
Abimanyu pun berangkat menuju Kerajaan Dwarawati. Raden Samba dan para
panakawan tidak tega. Mereka lalu bersama-sama menyusul kepergian Raden
Abimanyu.
Raden Samba Wisnubrata. |
PRABU GAMBIRANOM MENANGKAP RADEN ABIMANYU
Dengan berjalan tergesa-gesa, Raden
Abimanyu akhirnya memasuki perbatasan Kerajaan Dwarawati. Tiba-tiba ia disergap
pasukan wanita Ladrangmungkung yang dipimpin Patih Jayasentika. Karena Raden
Abimanyu lengah, ia pun dapat ditangkap menggunakan jala sutra, lalu diikat dan
dihadapkan kepada Prabu Gambiranom.
Raden Samba dan para panakawan
yang menyaksikan dari kejauhan terkejut melihat Raden Abimanyu dapat ditangkap Prabu
Gambiranom. Raden Samba ingin menolong, namun dicegah Kyai Semar karena itu
sama saja dengan mengantarkan nyawa. Kyai Semar menyarankan agar Raden Samba
kembali pada perintah ayahnya, yaitu meminta bantuan para Pandawa.
Raden Samba menerima saran
Kyai Semar. Mereka lalu bersama-sama pergi menuju Kerajaan Amarta.
Raden Abimanyu. |
DEWI ULUPI INGIN MENYUSUL BAMBANG IRAWAN
Di Padepokan Yasarata, Resi
Jayawilapa dihadap Dewi Ulupi. Mereka membicarakan tentang Bambang Irawan yang
sudah lama pergi meninggalkan padepokan bersama Raden Antareja, namun sampai
sekarang belum ada kabarnya. Dewi Ulupi merasa rindu kepada putranya itu. Meskipun
Bambang Irawan sangat nakal, tetapi sebagai seorang ibu, Dewi Ulupi tetap tidak
tega jika putranya mendapat kesulitan di jalan.
Oleh sebab itu, Dewi Ulupi pun
mohon pamit ingin menyusul Bambang Irawan ke Kerajaan Amarta. Resi Jayawilapa
memahami perasaan putrinya. Namun, ia mendapat firasat bahwa cucunya itu tidak
berada di Kerajaan Amarta, melainkan berada di Kerajaan Dwarawati. Untuk itu, Resi
Jayawilapa pun mengajak Dewi Ulupi untuk berangkat menuju negeri tersebut.
Tidak lupa mereka pun membawa serta pusaka Daun Kastuba untuk berjaga-jaga.
Khasiat daun ini adalah dapat menyembuhkan segala macam penyakit, bahkan
menghidupkan kembali orang yang mati sebelum waktunya.
Dewi Ulupi. |
RADEN SAMBA MELAPOR KEPADA PARA PANDAWA
Di Kerajaan Amarta, Prabu
Puntadewa dihadap adik-adiknya, yaitu Arya Wrekodara, Raden Arjuna, Raden
Nakula, dan Raden Sadewa, serta Patih Tambakganggeng dan Raden Gatutkaca. Tidak
lama kemudian Raden Samba datang menghadap bersama para panakawan. Mereka
melaporkan tentang Raden Abimanyu yang ditangkap Prabu Gambiranom di perbatasan
Kerajaan Dwarawati.
Prabu Puntadewa bertanya
siapakah sebenarnya Prabu Gambiranom itu. Raden Samba pun bercerita bahwa raja
tersebut datang ke Kerajaan Dwarawati untuk meminang Dewi Sitisundari. Karena
Prabu Kresna mengatakan bahwa Dewi Sitisundari sudah menikah dengan Raden
Abimanyu, utusan Prabu Gambiranom tidak terima dan mengepung Kerajaan
Dwarawati. Prabu Baladewa yang kebetulan berkunjung ikut berperang melawan
mereka tetapi lengah dan terluka oleh semburan bisa kawan Prabu Gambiranom yang
bernama Arya Nagasembada.
Prabu Kresna lalu memerintahkan
Raden Samba untuk meminta bantuan para Pandawa. Namun, di tengah jalan ia
bertemu Raden Abimanyu. Mendengar apa yang terjadi di Kerajaan Dwarawati dan
juga menyangkut nama istrinya, Raden Abimanyu tidak terima dan berangkat
menyerang Prabu Gambiranom. Namun, Prabu Gambiranom dapat meringkus dan menawan
Raden Abimanyu.
Arya Wrekodara dan Raden
Arjuna marah mendengar berita itu. Arya Wrekodara menyalahkan Prabu Kresna
sebagai titisan Batara Wisnu mengapa tidak becus mengatasi musuh yang menyerang
Kerajaan Dwarawati. Prabu Puntadewa melarang adiknya menghina Prabu Kresna.
Prabu Puntadewa memahami watak Prabu Kresna yang sangat percaya pada karma dan
takdir. Apabila Prabu Kresna tidak ditakdirkan mengalahkan seseorang, maka ia
tidak akan pernah mau berperang melawan orang itu. Jika Prabu Kresna mengutus
Raden Samba untuk meminta bantuan para Pandawa, itu berarti memang para Pandawa
yang diramalkan bisa mengalahkan Prabu Gambiranom dan pasukannya.
Arya Wrekodara menerima
penjelasan tersebut. Ia ganti memarahi Raden Samba yang tidak teguh dalam
menjalankan tugas, sehingga Raden Abimanyu jatuh ke tangan musuh. Raden Samba
memohon ampun karena dia memang bersalah tidak berani mencegah Raden Abimanyu
berangkat ke Kerajaan Dwarawati.
Arya Wrekodara lalu menyatakan
sanggup mengatasi Prabu Gambiranom. Ia pun meminta restu Prabu Puntadewa untuk berperang
melawan musuh dari Ngrancangkencana tersebut. Prabu Puntadewa merestui lalu
memerintahkan Raden Arjuna dan Raden Gatutkaca agar ikut berangkat pula.
Arya Wrekodara. |
RADEN ARJUNA MENGHADAPI PRABU GAMBIRANOM
Raden Arjuna, Arya Wrekodara,
Raden Gatutkaca, dan Raden Samba telah sampai di tempat perkemahan Prabu
Gambiranom. Mereka meminta Prabu Gambiranom untuk membebaskan Raden Abimanyu.
Prabu Gambiranom bersedia membebaskan Raden Abimanyu, asalkan ditukar dengan
Dewi Sitisundari.
Raden Gatutkaca tidak terima mendengar
jawaban itu dan segera maju menyerang lebih dulu. Ia segera disambut Arya
Nagasembada dan dalam sekejap mereka berdua pun terlibat pertarungan. Patih
Jayasentika dan pasukan Ngrancangkencana maju pula dan berhadapan dengan Arya
Wrekodara.
Prabu Gambiranom dan Raden
Arjuna kemudian terlibat pertarungan pula. Keduanya tampak seimbang dan
sama-sama kuat. Namun, Raden Arjuna jauh lebih berpengalaman daripada Prabu
Gambiranom yang masih muda belia. Ia berhasil menemukan celah kelemahan
lawannya itu dan membuat Prabu Gambiranom terdesak kewalahan.
Prabu Gambiranom lalu
memerintahkan pasukan Ladrangmungkung untuk mengepung Raden Arjuna. Para
prajurit wanita itu pun membidikkan panah masing-masing ke arah Raden Arjuna.
Sudah menjadi watak Raden Arjuna yang tidak tega melukai perempuan, apalagi
pasukan Ladrangmungkung ini rata-rata berwajah cantik. Bukannya menyerang
mereka, Raden Arjuna justru merayu para prajurit wanita itu. Para prajurit
perempuan tersebut gemetar sehingga beberapa di antara mereka tak sengaja
melepaskan panah. Raden Arjuna tidak sempat menghindar dan ia pun roboh di
tanah terkena panah-panah itu.
Raden Arjuna. |
DEWI ULUPI MELERAI PERTEMPURAN
Di sisi lain, Arya Wrekodara
berhasil meringkus Patih Jayasentika dan mengalahkan semua pasukannya.
Sementara itu, Raden Gatutkaca dan Arya Nagasembada masih bertarung sengit
tanpa diketahui siapa yang menang, siapa yang kalah. Raden Gatutkaca yang gesit
mampu menghindari semua bisa yang disemburkan oleh Arya Nagasembada. Namun, tiba-tiba
mereka melihat Raden Arjuna roboh di tanah terkena sejumlah anak panah yang
dilepaskan pasukan Ladrangmungkung, membuat pertempuran pun terhenti sejenak.
Pada saat itulah Dewi Ulupi
datang bersama Resi Jayawilapa. Mereka terkejut melihat Raden Arjuna sudah
tidak bernapas lagi dan jantungnya berhenti. Dewi Ulupi segera mengeluarkan
pusaka Daun Kastuba untuk diusapkan ke luka-luka suaminya itu. Seketika Raden
Arjuna hidup kembali dan pulih seperti sediakala.
Dewi Ulupi lalu menantang
Prabu Gambiranom. Jika ingin melukai, maka melukai dirinya saja, jangan melukai
ayah sendiri. Prabu Gambiranom gemetar mendengar tantangan itu. Seketika
penyamarannya pun terbongkar. Ia tidak lain adalah penjelmaan Bambang Irawan,
putra Dewi Ulupi sendiri dengan Raden Arjuna.
Melihat ibunya yang datang,
Bambang Irawan segera berlutut dan menyembah kaki Dewi Ulupi. Ia juga memohon
maaf kepada Raden Arjuna karena telah menyebabkan ayahnya itu terluka dan mati
suri.
Bambang Irawan. |
BAMBANG IRAWAN DAN RADEN ANTAREJA DITERIMA PARA PANDAWA
Melihat Prabu Gambiranom telah
membuka penyamaran dan kembali menjadi Bambang Irawan, Arya Wrekodara segera
mendatangi Arya Nagasembada dan memerintahkannya untuk membuka penyamaran pula.
Arya Nagasembada sangat malu dan ia pun kembali menjadi Raden Antareja. Arya
Wrekodara marah menuduh anak sulungnya itu berniat buruk ingin mengacau
kedamaian. Ketika Arya Wrekodara hendak memukul Raden Antareja, tiba-tiba
datang Prabu Kresna dan Prabu Baladewa melerai.
Raden Antareja mohon ampun
pada Arya Wrekodara atas kesalahannya membantu Bambang Irawan menyamar sebagai
Prabu Gambiranom. Prabu Kresna lalu bertanya mengapa Bambang Irawan menciptakan
masalah ini? Apakah ia memang benar-benar ingin memperistri Dewi Sitisundari?
Apakah ia tidak tahu kalau Dewi Sitisundari sudah menjadi istri Raden Abimanyu?
Bambang Irawan menjawab
dirinya sama sekali tidak berniat menikahi Dewi Sitisundari. Lamaran yang ia
kirimkan melalui Patih Jayasentika hanyalah alasan belaka untuk menciptakan
masalah. Terus terang, Bambang Irawan kecewa karena usahanya ingin menyenangkan
para Pandawa melalui kegiatan mencuri di Kerajaan Hastina beberapa bulan yang
lalu ternyata tidak dianggap. Bahkan, ia justru diusir Raden Arjuna tidak boleh
datang ke Kesatrian Madukara. Saat itu ia merasa iri kepada Raden Abimanyu yang
selalu berada di sisi sang ayah. Maka, ia pun membuat masalah dengan menyamar
sebagai Prabu Gambiranom dan pura-pura melamar Dewi Sitisundari, istri Raden
Abimanyu. Kebetulan pamannya yang bernama Prabu Jayasentika menjadi raja di
Ngrancangkencana, sehingga ia pun bisa meminjam takhta untuk sementara.
Arya Wrekodara lalu bertanya
apakah Raden Antareja juga merasa iri kepada Raden Gatutkaca, sama seperti
Bambang Irawan yang iri kepada Raden Abimanyu? Raden Antareja menjawab jujur bahwa
ia memang iri kepada Raden Gatutkaca yang bisa mengabdi sebagai punggawa di
Kerajaan Amarta, sedangkan dirinya tidak diterima. Itulah sebabnya, ia
mendukung rencana Bambang Irawan untuk pura-pura berperang dengan Kerajaan
Dwarawati hanya demi untuk memamerkan kesaktiannya kepada Prabu Kresna dan para
Pandawa. Tujuannya hanya satu, ia ingin diterima sebagai punggawa Kerajaan
Amarta.
Prabu Baladewa yang pernah
terluka oleh semburan bisa Raden Antareja sama sekali tidak merasa dendam, melainkan
justru bangga melihat kesaktian keponakannya itu. Maka, ia pun ikut membujuk
Arya Wrekodara agar menerima Raden Antareja mengabdi sebagai punggawa sama
seperti Raden Gatutkaca. Raden Gatutkaca juga ikut senang apabila Raden
Antareja menjadi punggawa seperti dirinya, sehingga mereka bisa bekerja sama
saling membantu. Ia tidak ingin sang kakak menyimpan iri kepadanya, karena rasa
iri bisa tumbuh menjadi dengki, dan akhirnya menimbulkan kebencian antarsaudara.
Raden Antareja meminta maaf dan berjanji tidak akan pernah dengki kepada adiknya
itu.
Arya Wrekodara melihat
keinginan Raden Antareja tulus, maka ia pun berjanji akan membantu membujuk
Prabu Puntadewa agar menerima pengabdian putra sulungnya itu. Mendengar janji
ayahnya, Raden Antareja sangat berterima kasih dan berlutut mencium kaki Arya
Wrekodara.
Sementara itu, Raden Arjuna
masih marah atas kenakalan Bambang Irawan yang berani menyerang Kerajaan
Dwarawati dan juga menawan kakaknya sendiri. Bambang Irawan pun memerintahkan
pasukan Ladrangmungkung untuk membebaskan Raden Abimanyu. Setelah Raden
Abimanyu muncul, Bambang Irawan segera meminta maaf karena telah berlaku kurang
ajar terhadap kakak sendiri. Ia sama sekali tidak ingin mengganggu Dewi
Sitisundari, melainkan hanya ingin memamerkan kesaktian saja. Raden Abimanyu
pun memaafkan. Kedua saudara itu lalu saling berpelukan.
Prabu Kresna menasihati Raden
Arjuna agar jangan terlalu menyalahkan Bambang Irawan. Ia hanyalah anak muda
yang merindukan kasih sayang seorang ayah. Alangkah baiknya jika Raden Arjuna
berlaku adil, jangan hanya menyayangi Raden Abimanyu saja, tetapi juga harus
menyayangi Bambang Irawan dan anak-anak yang lain pula. Raden Arjuna sadar atas
kekeliruannya. Ia pun memeluk Bambang Irawan dan memaafkan semua kesalahan
putranya itu. Ia juga meminta maaf karena telah mengusir Bambang Irawan tempo
hari.
Raden Antareja. |
PRABU KRESNA MENJODOHKAN BAMBANG IRAWAN DENGAN PUTRINYA YANG LAIN
Setelah Raden Arjuna dan
Bambang Irawan berdamai, Patih Jayasentika maju dan menyembah kaki Resi
Jayawilapa, serta memberi hormat kepada Dewi Ulupi. Resi Jayawilapa mengenali
putranya itu yang tidak lain adalah Bambang Ratnasentika, yang sudah lama pergi
meninggalkan Padepokan Yasarata. Melihat putranya itu menghaturkan sembah
untuknya, hati Resi Jayawilapa diliputi rasa haru dan ia pun memeluk Patih
Jayasentika dengan erat. Segala persoalan antara mereka di masa lalu telah
luluh di hari itu.
Bambang Irawan berterima kasih
atas bantuan Patih Jayasentika selama ini. Ia pun mengembalikan takhta Kerajaan
Ngrancangkencana yang ia pinjam dari pamannya tersebut. Maka, sejak saat itu
Patih Jayasentika kembali bergelar Prabu Jayasentika.
Prabu Kresna senang masalah
ini telah selesai. Terus terang ia senang melihat kenakalan Bambang Irawan,
karena itu mengingatkan pada kenakalannya di masa muda dulu. Prabu Kresna pun
berkenan untuk mengambil Bambang Irawan sebagai menantu. Biarlah pemuda nakal
menjadi menantu mertua nakal. Ia bercerita bahwa istri yang nomor dua, yaitu
Dewi Rukmini memiliki seorang putri yang tidak kalah cantik dibanding Dewi
Sitisundari. Putri Prabu Kresna yang hendak dijodohkan dengan Bambang Irawan
itu bernama Dewi Titisari.
Bambang Irawan dan juga Raden
Arjuna berterima kasih atas perjodohan tersebut. Prabu Kresna lalu mengajak
mereka semua untuk bersama-sama mengadakan pesta syukuran di Kerajaan
Dwarawati.
Prabu Jayasentika. |
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Untuk kisah perkawinan Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar