Kisah ini menceritakan perkawinan Bambang Irawan putra Raden Arjuna, dengan
Dewi Titisari putri Prabu Kresna, yang hampir saja digagalkan oleh Prabu
Baladewa yang dimintai tolong Prabu Duryudana.
Kisah ini saya olah dari sumber buku tuntunan pedhalangan lakon Irawan
Rabi yang disusun Ki Redisuta, yang dipadukan dengan catatan balungan lakon
Irawan Rabi versi Jombor, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 13 November 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
Bambang Irawan |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU BALADEWA HENDAK MEMBATALKAN PERKAWINAN DEWI TITISARI DAN BAMBANG
IRAWAN
Prabu Kresna Wasudewa di
Kerajaan Dwarawati memimpin pertemuan yang dihadiri sang putra mahkota Raden
Samba Wisnubrata dari Paranggaruda, Arya Setyaki dari Swalabumi, dan Patih
Udawa dari Widarakandang. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang persiapan
pernikahan putri Prabu Kresna yang lahir dari Dewi Rukmini, yaitu Dewi Titisari,
yang telah dijodohkan dengan Bambang Irawan, putra Raden Arjuna dan Dewi Ulupi.
Tidak lama kemudian, datanglah
Prabu Baladewa dari Kerajaan Mandura. Prabu Kresna menyambut kedatangan
kakaknya itu dengan penuh penghormatan. Setelah saling bertanya kabar, Prabu
Baladewa pun menyampaikan maksudnya, yaitu ingin melamar Dewi Titisari untuk
dinikahkan dengan keponakannya di Kerajaan Hastina, yaitu Raden Lesmana
Mandrakumara putra Prabu Duryudana.
Prabu Kresna berkata bahwa
Dewi Titisari sudah dijodohkan dengan Bambang Irawan dan tiga minggu lagi mereka
akan dinikahkan. Bahkan, Prabu Baladewa sendiri menjadi saksi saat mereka
berdua dijodohkan, yaitu ketika Bambang Irawan melepaskan penyamarannya sebagai
Prabu Gambiranom tempo hari.
Prabu Baladewa menjawab benar
dirinya memang menyaksikan perjodohan tersebut. Namun, kemudian ia menerima
permohonan dari Prabu Duryudana yang ingin menjalin persaudaraan dengan
Kerajaan Dwarawati. Beberapa waktu yang lalu niat baik Prabu Duryudana gagal
karena Raden Lesmana Mandrakumara batal menikah dengan Dewi Sitisundari. Mengingat
Prabu Kresna masih memiliki putri yang tidak kalah cantiknya bernama Dewi
Titisari, maka Prabu Duryudana pun berniat melanjutkan rencana persaudaraan antara
Kerajaan Hastina dan Dwarawati. Semoga kali ini Raden Lesmana Mandrakumara dan
Dewi Titisari bisa terlaksana menikah, sehingga kedua negara bisa menjadi
saudara.
Prabu Baladewa berusaha
meyakinkan Prabu Kresna bahwa menikahkan Dewi Titisari dengan Raden Lesmana
Mandrakumara jauh lebih menguntungkan daripada dengan Bambang Irawan. Mengapa
demikian? Karena, Raden Lesmana Mandrakumara adalah putra mahkota yang kelak
menggantikan ayahnya sebagai raja di Kerajaan Hastina, yaitu negara paling kaya
di dunia saat ini. Sebaliknya, Bambang Irawan hanyalah pemuda desa biasa.
Meskipun ayahnya adalah pangeran dari Keluarga Pandawa, namun Bambang Irawan
bukan siapa-siapa. Pemuda ini lebih suka tinggal di Padepokan Yasarata daripada
menjadi sentana Kerajaan Amarta. Apakah Prabu Kresna tidak sayang apabila Dewi
Titisari hidup menderita di pegunungan?
Prabu Kresna berkata, dirinya
sudah terikat perjanjian dengan Raden Arjuna sehingga tidak mungkin membatalkan
perjodohan begitu saja. Prabu Baladewa tersinggung karena dirinya sebagai
saudara tua merasa tidak dianggap. Soal perjodohan Dewi Titisari dan Bambang
Irawan bisa dibatalkan secara sepihak. Apabila Raden Arjuna dan para Pandawa
lainnya tidak terima, maka Prabu Baladewa sendiri yang akan menghadapi mereka.
Prabu Kresna tidak perlu khawatir memikirkan itu.
Prabu Kresna termenung. Ia
paham bagaimana watak kakaknya yang mudah marah, tetapi juga mudah luluh. Jika
ia terus membantah, maka Prabu Baladewa akan semakin keras. Pada dasarnya,
Prabu Kresna percaya bahwa jodoh manusia adalah takdir yang sudah ditentukan
Yang Mahakuasa. Jika memang Dewi Titisari dan Bambang Irawan ditakdirkan
berjodoh, maka tidak ada seorang pun yang bisa memisahkan mereka. Berpikir
demikian, Prabu Kresna pun menyetujui permintaan Prabu Baladewa. Ia bersedia
membatalkan perkawinan antara kedua muda-mudi tersebut. Dalam hati ia ingin
menguji apakah benar mereka berdua berjodoh atau tidak.
Prabu Baladewa senang
mendengar keputusan sang adik. Maka, ia pun mohon pamit berangkat menuju
Kerajaan Hastina untuk menyampaikan hal ini kepada Prabu Duryudana di sana.
Mengenai persiapan pernikahan Dewi Titisari tidak perlu diubah. Yang diubah
hanyalah pengantin laki-lakinya saja.
Setelah Prabu Baladewa pergi,
Prabu Kresna memerintahkan Raden Samba untuk memberi tahu Raden Arjuna tentang
pembatalan sepihak rencana perkawinan Bambang Irawan dan Dewi Titisari. Raden
Samba merasa sayang jika adiknya harus menikah dengan Raden Lesmana
Mandrakumara yang bodoh dan manja itu. Bambang Irawan jauh lebih tampan, lebih
sakti, dan lebih berwibawa daripada saingannya. Prabu Kresna melarang putranya
itu membantah. Soal perjodohan Dewi Titisari, dirinya lebih paham daripada
siapa pun.
Raden Samba akhirnya bersedia
melaksanakan perintah. Setelah dirasa cukup, Prabu Kresna pun membubarkan
pertemuan. Arya Setyaki dan Patih Udawa diperintahkan untuk menjaga keamanan
negara dari kemungkinan adanya pihak-pihak yang ingin mengacau ketentraman.
Prabu Kresna. |
PRABU BARANJANA JATUH CINTA KEPADA DEWI TITISARI
Tersebutlah seorang raja
raksasa dari Kerajaan Jongbiraji yang bernama Prabu Baranjana. Pada suatu malam
ia mimpi bertemu seorang putri yang sangat cantik dan baru tumbuh dewasa, bernama
Dewi Titisari. Ia pun jatuh cinta kepada putri tersebut dan ingin menjadikannya
sebagai istri. Begitu terbangun, Prabu Baranjana segera meminta keterangan
kepada panakawan Kyai Togog dan Bilung Sarahita.
Kyai Togog yang berwawasan
luas bercerita bahwa gadis yang bernama Dewi Titisari itu adalah putri Prabu
Kresna raja Dwarawati. Konon kabarnya, gadis tersebut hendak dinikahkan dengan
Bambang Irawan putra Raden Arjuna. Oleh sebab itu, Kyai Togog menyarankan agar Prabu
Baranjana mencari calon istri yang lain saja.
Bilung menambahkan, sebaiknya
Prabu Baranjana jangan mencari masalah dengan keluarga Pandawa. Bambang Irawan
adalah putra Raden Arjuna, sedangkan Raden Arjuna adalah murid terbaik Danghyang
Druna dari Padepokan Sokalima. Kakak Raden Arjuna yang bernama Arya Wrekodara
juga kesatria perkasa yang tiada tandingan di dunia ini, dan konon memiliki
kekuatan setara tujuh puluh gajah. Mencari masalah dengan keluarga Pandawa sama
artinya dengan mencari mati.
Prabu Baranjana kecewa
mendengarnya. Ia lalu meminta pendapat Nyai Layarmega, yaitu raksasi yang
mengasuh dirinya sejak kecil. Nyai Layarmega menjawab selama janur kuning belum
melengkung, Dewi Titisari bebas menjadi istri siapa saja. Prabu Baranjana tidak
perlu khawatir, dirinya siap membantu sekuat tenaga. Patih Kalamingkalpa ikut
mendukung pendapat Nyai Layarmega. Ia siap menggempur Kerajaan Dwarawati
apabila Prabu Kresna tidak bersedia menyerahkan Dewi Titisari.
Prabu Baranjana gembira mendapat
dukungan dari Nyai Layarmega dan Patih Minangkalpa. Karena tekadnya sudah
bulat, Prabu Baranjana pun memerintahkan Patih Kalamingkalpa membawa pasukan
raksasa Jongbiraji untuk menyerang Kerajaan Dwarawati dan merebut Dewi
Titisari.
Prabu Baranjana. |
PERTEMPURAN PASUKAN JONGBIRAJI MELAWAN PASUKAN DWARAWATI
Patih Kalamingkalpa dan
pasukannya telah berangkat menuju Kerajaan Dwarawati. Sesampainya di sana
mereka bertemu Arya Setyaki dan Patih Udawa yang sedang meronda di perbatasan.
Patih Kalamingkalpa bersikap kasar meminta Dewi Titisari untuk diboyong sebagai
calon istri Prabu Baranjana. Jika permintaan ini ditolak, maka Kerajaan
Dwarawati akan dihancurkan.
Arya Setyaki yang mudah marah
segera menjawab tantangan tersebut. Silakan jika Patih Kalamingkalpa ingin
menghancurkan Kerajaan Dwarawati, namun terlebih dulu harus mengalahkan
dirinya. Maka, meletuslah pertempuran antara kedua pihak.
Setelah bertempur agak lama,
Patih Kalamingkalpa dan pasukannya merasa terdesak menghadapi kekuatan pihak
Dwarawati. Mereka pun memutuskan untuk mundur kembali ke Jongbiraji.
Arya Setyaki. |
BAMBANG IRAWAN MEMINTA RESTU KAKEKNYA
Sementara itu, sang calon
pengantin Bambang Irawan bersama para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng,
Petruk, dan Bagong sedang berkunjung ke Padepokan Yasarata. Dalam kunjungannya
itu, Bambang Irawan bermaksud menjemput sang kakek, yaitu Resi Jayawilapa untuk
menghadiri pernikahannya dengan Dewi Titisari di Kerajaan Dwarawati. Adapun
ibunya, yaitu Dewi Ulupi sudah lama tinggal di Kesatrian Madukara.
Resi Jayawilapa menjawab ia tidak
dapat ikut pergi ke Madukara karena usianya sudah tua dan juga kesehatannya
kurang baik. Maka, yang bisa ia berikan kepada Bambang Irawan hanyalah doa
restu, semoga pernikahan cucunya itu bisa terlaksana dengan baik, juga kelak
rumah tangganya dengan Dewi Titisari bisa berjalan tenteram, lancar, dan juga mendapat
keturunan yang sempurna. Resi Jayawilapa lalu memberikan nasihat-nasihat dalam
menjalani rumah tangga, bagaimana yang seharusnya dilakukan Bambang Irawan
sebagai kepala keluarga, apa saja tanggung jawabnya sebagai suami dan juga
sebagai ayah.
Bambang Irawan menerima
nasihat dari sang kakek dengan khidmat. Resi Jayawilapa lalu bertanya di mana
Raden Antareja saat ini berada, bukankah dulu selalu bersama Bambang Irawan?
Bambang Irawan pun menjawab bahwa kakak angkatnya tersebut telah diterima
menjadi punggawa Kerajaan Amarta. Resi Jayawilapa bertanya apakah Bambang
Irawan juga ingin menjadi punggawa seperti Raden Antareja. Bambang Irawan
menjawab, setelah menikah nanti ia ingin tinggal di desa saja, membangun daerah
kelahiran. Jika semua orang berkumpul di kota, lantas siapa yang akan membangun
desa? Untuk itu, Bambang Irawan tidak ingin tinggal di ibu kota Indraprasta.
Namun demikian, apabila negara membutuhkan tenaganya, maka ia siap berangkat
kapan saja.
Resi Jayawilapa bangga
mendengar rencana cucunya itu. Ia pun menitipkan Bambang Irawan kepada Kyai
Semar agar diasuh dengan sebaik-baiknya. Kyai Semar menyanggupi dengan senang
hati. Setelah dirasa cukup, Bambang Irawan pun mohon pamit kembali ke Kesatrian
Madukara.
Dalam perjalanan pulang,
Bambang Irawan berjumpa punggawa Kerajaan Jongbiraji yang bernama Ditya
Pradaksa. Punggawa ini terpisah dari induk pasukan Patih Kalamingkalpa. Begitu
tahu kalau pemuda yang ia temui bernama Bambang Irawan, Ditya Pradaksa merasa
ada kesempatan untuk berbuat jasa kepada rajanya. Maka, ia pun berniat membunuh
Bambang Irawan dan menyerahkan kepalanya kepada Prabu Baranjana. Akan tetapi,
Bambang Irawan bukan pemuda sembarangan. Dalam pertarungan itu justru ia yang
berhasil menewaskan Ditya Pradaksa.
Resi Jayawilapa. |
RADEN ARJUNA MENERIMA KABAR DARI RADEN SAMBA
Di Kesatrian Madukara, Raden
Arjuna sedang duduk bersama para istri, yaitu Dewi Sumbadra, Dewi Srikandi,
Dewi Ulupi, membahas rencana persiapan perkawinan Bambang Irawan dengan Dewi
Titisari. Tiba-tiba datanglah Raden Samba dari Kerajaan Dwarawati. Setelah
menyampaikan sembah hormat, Raden Samba menyampaikan pesan dari ayahnya, bahwa
perjodohan antara Bambang Irawan dengan Dewi Titisari dibatalkan secara
sepihak, karena pengantin wanita akan dinikahkan dengan Raden Lesmana
Mandrakumara putra Kerajaan Hastina.
Raden Arjuna dan para istri
terkejut, terutama Dewi Ulupi yang langsung jatuh pingsan dan digotong Dewi
Sumbadra masuk ke dalam. Dewi Srikandi ikut bingung dan menggerutu tidak jelas.
Namun, Raden Arjuna hanya tersenyum dan mempersilakan Raden Samba pulang. Raden
Samba ketakutan melihat wajah Raden Arjuna yang tetap berwibawa meskipun
menerima kabar tidak baik. Ia pun buru-buru menyembah dan bergegas pergi
meninggalkan Kesatrian Madukara.
Raden Arjuna lalu meminta Dewi
Srikandi memanggil Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari yang sudah beberapa hari
ini berada di Madukara. Dewi Srikandi mematuhi dan segera pergi. Tidak lama
kemudian, ia kembali lagi bersama pasangan tersebut. Raden Arjuna bertanya apa
yang sedang mereka lakukan. Raden Abimanyu menjawab dirinya dan Dewi
Sitisundari sedang tidur siang, tiba-tiba dipanggil Dewi Srikandi agar
menghadap. Raden Arjuna menyindir memang enak jadi anak muda; orang tua yang
bekerja keras, anak yang menikmati hasilnya. Usai berkata demikian, ia lalu
menyatakan bahwa mulai saat ini Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari harus
bercerai. Dewi Sitisundari harus pulang ke Kerajaan Dwarawati hari ini juga.
Raden Abimanyu dan Dewi
Sitisundari terkejut luar biasa, lebih-lebih Dewi Srikandi yang ikut
berteriak-teriak karena heran atas keputusan suaminya tersebut. Namun, Raden
Arjuna tidak peduli. Jika Prabu Kresna bisa memutuskan secara sepihak, maka
dirinya pun bisa memutuskan secara sepihak. Mendengar itu, Dewi Sitisundari
segera pamit pergi sambil berlinang air mata. Raden Abimanyu ingin mencegah
istrinya, tetapi ia juga takut kepada sang ayah. Karena tidak tahu harus
berbuat apa, Raden Abimanyu menjadi hilang kesadaran dan jatuh pingsan, kemudian
dipapah Dewi Srikandi masuk ke dalam.
Raden Samba. |
RADEN ARJUNA MEMERINTAHKAN BAMBANG IRAWAN KE DWARAWATI
Tidak lama kemudian, Raden
Arjuna menerima kedatangan Bambang Irawan bersama para panakawan. Bambang
Irawan menyampaikan berita bahwa Resi Jayawilapa tidak dapat hadir dalam
pernikahannya, hanya dapat memberikan doa restu dari jauh saja. Raden Arjuna
menjawab, pernikahan telah dibatalkan secara sepihak oleh Prabu Kresna. Maka,
ia pun membalas dengan cara menceraikan Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari
secara sepihak pula.
Bambang Irawan terkejut dan
sedih karena batal menikah. Raden Arjuna lalu berkata agar Bambang Irawan
menyusul Dewi Sitisundari untuk mengantarkannya pulang ke Kerajaan Dwarawati.
Ia juga mengucapkan pesan agar disampaikan kepada Dewi Sitisundari, bahwa
dirinya memiliki keris baru dari besi istimewa yang belum memiliki warangka.
Keris ini hanya cocok apabila disarungkan ke dalam warangka yang terbuat dari kayu cendanasari encok kembang kendit putih,
yang hanya dimiliki oleh Prabu Kresna. Yang kedua, Bambang Irawan harus
mematuhi semua perintah Dewi Sitisundari sesampainya di Dwarawati nanti.
Bambang Irawan menerima perintah tersebut, lalu ia mohon pamit berangkat
bersama para panakawan.
Setelah melangkah agak cepat,
Bambang Irawan berhasil menyusul Dewi Sitisundari yang berjalan sendiri sambil
menangis. Bambang Irawan menyampaikan semua pesan Raden Arjuna kepada kakak
iparnya tersebut dari awal hingga akhir. Mendengar itu, seketika Dewi
Sitisundari berhenti menangis dan berubah menjadi tersenyum. Kini ia paham bahwa
dirinya sengaja diusir pulang ke Dwarawati adalah untuk menjadi dalang pernikahan
Bambang Irawan dan Dewi Titisari.
Dewi Sitisundari kembali
bersemangat. Ia pun mengatur siasat, bahwa nanti Bambang Irawan dan para
panakawan hendaknya langsung menyusup masuk ke dalam Taman Banoncinawi, tidak
perlu lewat istana depan. Bambang Irawan mematuhi perintah sang kakak ipar, sesuai
dengan apa yang dipesankan ayahnya tadi.
Raden Arjuna. |
DEWI SITISUNDARI MENGHADAP PRABU KRESNA
Dewi Sitisundari dan Bambang
Irawan telah sampai di istana Dwarawati, kemudian mereka berpencar. Dewi
Sitisundari masuk melalui pintu depan istana, sedangkan Bambang Irawan dan para
panakawan menyusup melalui pintu belakang. Dewi Sitisundari menghadap Prabu
Kresna dan berkata bahwa dirinya telah dipaksa bercerai dengan Raden Abimanyu
dan diusir pulang ke Dwarawati oleh Raden Arjuna. Dewi Sitisundari juga bercerita
bahwa Raden Arjuna mempunyai besi bagus yang kini sudah ditempa menjadi keris,
dan untuk warangkanya ia meminta kepada Prabu Kresna agar memberikan kayu cendanasari encok kembang kendit putih.
Prabu Kresna tersenyum mendengar pesan tersebut dan mempersilakan Dewi
Sitisundari masuk untuk beristirahat.
Tidak lama kemudian Prabu
Baladewa datang bersama rombongan dari Kerajaan Hastina, antara lain Prabu
Duryudana, Patih Sangkuni, serta Raden Lesmana Mandrakumara yang sudah
mengenakan busana pengantin lengkap. Prabu Kresna menyambut kedatangan mereka
dan mempersilakan untuk beristirahat terlebih dulu di wisma tamu. Mengenai
pernikahan antara Raden Lesmana dengan Dewi Titisari akan dibahas nanti. Para
tamu itu pun senang dan bergegas menuju wisma tamu, kecuali Raden Lesmana yang
penasaran ingin melihat seperti apa wajah calon istrinya.
Dewi Sitisundari. |
DEWI SITISUNDARI MENGATUR PERTEMUAN BAMBANG IRAWAN DAN DEWI TITISARI
Sementara itu, Dewi
Sitisundari telah berada di Taman Banoncinawi menemui Dewi Titisari. Keduanya
lalu berbincang-bincang mengenai rencana pernikahan besok. Dewi Titisari
mengaku kecewa karena perjodohannya dengan Bambang Irawan dibatalkan, dan
diganti dengan Raden Lesmana Mandrakumara. Dewi Sitisundari bertanya apakah
adiknya itu pernah bertemu Bambang Irawan dan Raden Lesmana sehingga bisa
membandingkan mereka segala?
Dewi Titisari menjawab dirinya
belum pernah bertemu mereka berdua, tetapi hati nuraninya yakin, bahwa Bambang
Irawan adalah jodoh terbaiknya, bukan Raden Lemana Mandrakumara. Dewi Titisari
telah jatuh cinta kepada sepupunya itu padahal belum pernah bertemu sama
sekali. Dewi Sitisundari berkata apabila Bambang Irawan ternyata ada di sini lantas
bagaimana. Dewi Titisari menjawab tidak mungkin. Dewi Sitisundari pun memanggil
Bambang Irawan agar keluar dari persembunyian.
Melihat sang kekasih muncul,
Dewi Titisari terkejut bercampur malu. Sebaliknya, Bambang Irawan juga merasa
gugup, padahal biasanya ia sangat pandai merayu perempuan, mewarisi sifat
ayahnya. Karena semakin malu, Dewi Titisari pun lari meninggalkan tempat itu.
Dewi Sitisundari lalu menyuruh Bambang Irawan agar mengejar.
Setelah keduanya pergi, Dewi
Sitisundari memanggil panakawan Petruk agar menyamar sebagai hantu dan
menakut-nakuti Dewi Titisari. Petruk pun mengambil lumpur dan mendandani
wajahnya agar terlihat seram. Ia kemudian pergi menghadang Dewi Titisari.
Melihat wujud Petruk, Dewi Titisari menjerit ketakutan. Tanpa sadar, ia pun
berbalik dan memeluk Bambang Irawan. Keduanya lalu sama-sama tersenyum dan
saling terpesona. Bambang Irawan lalu menggendong Dewi Titisari dan membawanya
duduk berdua di dalam bangsal.
Petruk. |
RADEN ANTAREJA DAN RADEN GATUTKACA MELARIKAN KEDUA MEMPELAI
Tidak lama kemudian, tiba-tiba
muncul Raden Antareja dari dalam tanah yang kemudian disusul Raden Gatutkaca.
Dewi Sitisundari terkejut melihat mereka berdua dan bertanya mengapa datang
kemari. Raden Gatutkaca menjawab, mereka berdua diutus Prabu Puntadewa untuk
menjemput Bambang Irawan. Rupanya berita perceraian Dewi Sitisundari dan Raden
Abimanyu telah terdengar oleh Prabu Puntadewa, dan ia mengkhawatirkan
keselamatan Bambang Irawan yang memasuki Kerajaan Dwarawati.
Dewi Sitisundari berkata
Bambang Irawan dalam keadaan baik-baik saja, silakan jika hendak dijemput
pulang. Bambang Irawan dan Dewi Titisari datang karena mendengar percakapan
tersebut. Bambang Irawan lalu menjawab, dirinya bersedia dibawa pulang ke
Kerajaan Amarta apabila bersama-sama dengan Dewi Titisari. Dewi Titisari juga
menjawab demikian, bahwa ia tidak ingin berpisah dengan Bambang Irawan. Karena
keduanya sudah seiya-sekata, Dewi Sitisundari pun mempersilakan apabila Dewi
Titisari ikut bersama Bambang Irawan.
Tiba-tiba Raden Gatutkaca
mencium bau raksasa datang mendekat. Ia pun mempersilakan Raden Antareja agar pergi
dulu bersama Bambang Irawan, Dewi Titisari, dan para panakawan. Mereka lalu
pergi memasuki terowongan bawah tanah yang sudah ditembus Raden Antareja, sedangkan
Dewi Sitisundari kembali ke istana depan.
Raden Gatutkaca. |
RADEN GATUTKACA MENGHADAPI PATIH KALAMINGKALPA
Raksasa yang datang ke Taman
Banoncinawi adalah Patih Kalamingkalpa bersama Emban Layarmega. Ketika
pasukannya dihancurkan Arya Setyaki dan Patih Udawa, Patih Kalamingkalpa
berniat pulang ke Kerajaan Jongbiraji. Di tengah jalan ia bertemu Emban
Layarmega yang ditugasi Prabu Baranjana untuk menculik Dewi Titisari. Keduanya
lalu bersama-sama menyusup masuk ke dalam istana Dwarawati.
Sesampainya di Taman Banoncinawi,
keduanya pun dihadang Raden Gatutkaca. Mereka bertanya di mana Dewi Titisari
berada. Raden Gatutkaca menjawab, Dewi Titisari akan menikah dengan adiknya di
Kerajaan Amarta. Patih Kalamingkalpa marah dan hendak menyerang Raden
Gatutkaca. Namun, Raden Gatutkaca lebih cepat. Kedua tangannya menarik kepala
Patih Kalamingkalpa hingga lepas dari badan. Emban Layarmega ngeri ketakutan
dan segera melarikan diri.
Tidak lama kemudian, Raden
Lesmana Mandrakumara datang dengan tujuan menggoda Dewi Titisari. Raden
Gatutkaca segera melemparkan kepala Patih Kalamingkalpa ke arahnya, lalu ia
terbang meninggalkan tempat itu. Raden Lesmana yang tiba-tiba kejatuhan kepala
raksasa menjerit ketakutan dan berlari mengadu kepada ayahnya. Prabu Duryudana
dan Patih Sangkuni segera pergi ke Taman Banoncinawi, namun sudah tidak ada
apa-apa di sana. Mereka lalu bertanya kepada Prabu Kresna dan Prabu Baladewa.
Prabu Kresna dan Prabu
Baladewa muncul memeriksa keadaan. Mereka lalu memanggil Dewi Sitisundari dan
bertanya di mana Dewi Titisari berada. Dewi Sitisundari pun berkata bahwa adiknya
hilang diculik dua raksasa, namun yang satu sudah mati dibunuh juru taman.
Patih Sangkuni memeriksa mayat
raksasa yang terpenggal itu. Ia meragukan juru taman Kerajaan Dwarawati mana
mungkin bisa membunuh raksasa hingga seperti ini. Dilihat dari kondisi mayat
yang terpenggal secara tidak rata, sepertinya kepala si raksasa ditarik secara
paksa hingga putus lehernya. Juru taman menarik leher angsa hingga putus juga
belum tentu bisa, apalagi leher raksasa. Yang mempunyai kebiasaan membunuh
lawan seperti ini jelas hanya Raden Gatutkaca seorang. Dengan kata lain, orang
yang menculik Dewi Titisari adalah Raden Gatutkaca.
Prabu Duryudana marah merasa
dipermainkan. Ia menyebut penjagaan di Kerajaan Dwarawati sangat longgar
sehingga penculik bisa keluar masuk seenaknya. Prabu Baladewa tidak terima
adiknya disindir seperti itu. Ia pun mohon pamit berangkat mengejar ke Kerajaan
Amarta untuk merebut kembali Dewi Titisari. Prabu Duryudana, Patih Sangkuni, Raden
Lesmana, dan para Kurawa ikut mengejar.
Prabu Kresna lalu bertanya
pada Dewi Sitisundari apa yang telah terjadi di Taman Banoncinawi. Dewi
Sitisundari berkata bahwa sang ayah pasti sudah tahu apa yang sebenarnya
terjadi. Prabu Kresna tersenyum lalu mengajak Dewi Sitisundari pergi menyusul
Prabu Baladewa dan orang-orang Hastina.
Raden Lesmana Mandrakumara. |
PRABU BALADEWA MENGAMUK DI KERAJAAN AMARTA
Raden Antareja dan Raden
Gatutkaca telah sampai di Kerajaan Amarta bersama Dewi Titisari dan Bambang
Irawan. Arya Wrekodara menyambut mereka dan menyuruh kedua pengantin
bersembunyi di dalam istana. Raden Antareja dan Raden Gatutkaca kemudian
disuruh berbohong apabila pihak Dwarawati datang mengejar. Mereka tidak boleh
mengaku telah menculik Dewi Titisari.
Tidak lama kemudian, Prabu Baladewa
datang sambil marah-marah menyebut Raden Gatutkaca telah menculik Dewi
Titisari. Arya Wrekodara bertanya apa benar demikian. Raden Gatutkaca
menggeleng. Ia lalu bertanya kepada Raden Antareja apa benar putra sulungnya
itu yang menculik Dewi Titisari. Raden Antareja juga menggeleng. Arya Wrekodara
lalu menyuruh kedua anaknya itu masuk dan ia berkata kepada Prabu Baladewa
bahwa mereka tidak menculik.
Prabu Baladewa semakin marah
karena merasa dipermainkan. Mana ada maling yang mengaku hanya dengan pertanyaan
sederhana seperti itu? Ia lalu mengangkat senjata Alugora untuk memaksa kedua
pemuda tadi agar mengakui perbuatan mereka. Arya Wrekodara mengangkat Gada
Rujakpolo untuk menandingi. Mereka lalu bertarung. Gada Rujakpolo dan Senjata
Alugora sama-sama terlempar saat berbenturan. Arya Wrekodara lalu menangkap
tubuh Prabu Baladewa dan melemparkannya ke udara, lalu ditangkap, kemudian dilemparkan
lagi, dan ditangkap, begitu seterusnya.
Prabu Baladewa. |
PRABU KRESNA MERESTUI BAMBANG IRAWAN DAN DEWI TITISARI
Prabu Kresna datang membawa
Senjata Cakra untuk mengancam Arya Wrekodara agar melepaskan Prabu Baladewa.
Sungguh tidak sopan mempermainkan saudara tua seperti itu. Arya Wrekodara
menurunkan Prabu Baladewa di tanah, lalu mundur meninggalkan Prabu Kresna.
Prabu Kresna berteriak
menantang para Pandawa, namun tidak seorang pun yang maju. Raden Abimanyu tiba-tiba
datang dan berlutut di hadapannya. Ia berkata lebih baik mati daripada melihat
orang tuanya saling bertarung satu sama lain. Pada dasarnya Prabu Kresna sangat
menyayangi Raden Abimanyu sehingga ia pun luluh melihat sikap menantunya itu.
Senjata Cakra pun dimasukkan kembali.
Begitu Senjata Cakra
dimasukkan, Raden Arjuna segera muncul menyapa Prabu Kresna. Ia berkata tidak
sepantasnya mereka saling bertarung sesama saudara. Ada masalah sebaiknya
dibicarakan bersama. Prabu Kresna berkata justru yang membuat masalah adalah
Raden Arjuna karena telah menceraikan Raden Abimanyu dan Dewi Sitisundari
secara sepihak. Raden Arjuna berkata sebaiknya Dewi Sitisundari dipanggil saja
untuk dimintai keterangan.
Prabu Kresna lalu memanggil
Dewi Sitisundari yang menunggu di kereta. Dewi Sitisundari pun datang
menghadap. Prabu Kresna lalu bertanya apa benar ia telah dipaksa untuk bercerai
dan disuruh pulang ke Dwarawati. Dewi Sitisundari menjawab tidak benar. Raden
Arjuna tidak memaksanya bercerai, dan ia pulang ke Dwarawati juga atas
kehendaknya sendiri.
Prabu Kresna tertawa
mendengarnya. Selama ini ia sering mengakali orang, namun hari ini justru
diakali oleh anaknya sendiri. Ia pun memuji Raden Arjuna yang berhasil menyusun
siasat untuk mempersatukan Bambang Irawan dengan Dewi Titisari. Sekarang ia
ingin merestui kedua mempelai tersebut.
Tidak lama kemudian, Bambang
Irawan dan Dewi Titisari muncul dari dalam istana dengan diantarkan Prabu
Puntadewa. Kedua pengantin itu lalu berlutut menyembah Prabu Kresna. Prabu
Kresna terharu dan merestui mereka berdua.
Prabu Baladewa datang sambil marah-marah
dan berkata ia tidak setuju apabila Dewi Titisari menjadi istri pemuda kampung
seperti Bambang Irawan. Justru lebih baik apabila keponakannya itu menjadi
istri Raden Lesmana Mandrakumara yang calon raja Hastina. Dewi Titisari menyembah
dan berkata ia sudah jatuh cinta kepada Bambang Irawan dan rela hidup di mana
saja. Jika Bambang Irawan memutuskan tinggal di desa, maka ia pun dengan senang
hati akan ikut mendampingi. Prabu Baladewa berkata, kampung itu sepi dan lebih
baik tinggal di ibu kota Hastina yang ramai dan semuanya serbaada. Dewi
Titisari menjawab, jika semua orang tinggal di kota, lantas siapa yang akan
membangun desa? Segala bahan makanan yang ada di kota juga berasal dari desa.
Tidak sepantasnya orang kota memandang remeh orang desa. Jika orang desa
berhenti bekerja, lantas orang kota mau makan apa?
Prabu Baladewa termenung mendengar
jawaban keponakannya. Dari marah, ia berubah menjadi gembira. Begitulah watak
raja Mandura tersebut yang mudah marah sekaligus mudah luluh. Maka, ia pun
merestui Bambang Irawan dan Dewi Titisari menjadi suami istri. Ia juga
berharap, semoga mereka berdua bisa menjadi teladan bagi para pemuda agar
membangun desa kelahiran, tidak melulu berbondong-bondong memenuhi kota.
Raden Abimanyu. |
PRABU BARANJANA MENYERANG KERAJAAN AMARTA
Sementara itu, Prabu Baranjana
meninggalkan istana Jongbiraji karena tidak sabar menunggu Emban Layarmega dan
Patih Kalamingkalpa. Di tengah jalan ia bertemu Emban Layarmega yang melaporkan
bahwa Patih Kalamingkalpa telah tewas dibunuh Raden Gatutkaca, utusan Kerajaan
Amarta, sedangkan dirinya berhasil kabur melarikan diri. Menurut kabar, Dewi Titisari
juga telah diculik Raden Gatutkaca dan dibawa menuju Kerajaan Amarta. Prabu
Baranjana sangat marah mendengarnya. Ia pun berangkat menyerang negeri tersebut.
Sesampainya di ibu kota
Indraprasta, Prabu Baranjana segera mengamuk membuat keributan. Raden Antareja
berkata kepada Raden Gatutkaca yang tadi telah membunuh Patih Kalamingkalpa, bahwa
raja raksasa yang ini adalah bagiannya. Usai berkata demikian, Raden Antareja segera
maju menghadapi Prabu Baranjana. Keduanya bertarung sengit. Tidak sampai lama,
Prabu Baranjana akhirnya tewas terkena semburan bisa dari mulut Raden Antareja.
Sementara itu, Emban Layarmega
juga tewas terkena panah Dewi Srikandi. Para Pandawa pun bergembira. Prabu
Puntadewa mengundang para Kurawa agar ikut menghadiri pernikahan Bambang Irawan
dan Dewi Titisari. Prabu Duryudana marah-marah, menolak undangan tersebut. Lagi-lagi
ia mendapat malu dan segera pulang kembali ke Kerajaan Hastina bersama Raden
Lesmana Mandrakumara yang menangis dan merengek-rengek. Patih Sangkuni memerintahkan
Arya Dursasana dan adik-adiknya untuk membuat keributan. Namun, mereka semua
dapat diusir oleh Arya Wrekodara.
Raden Antareja. |
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Untuk kisah kegagalan Raden Lesmana Mandrakumara menikahi Dewi
Sitisundari dapat dibaca di sini
Untuk kisah Bambang Irawan dijodohkan dengan Dewi Titisari dapat dibaca
di sini
Contoh teladan :-)
BalasHapus