Kisah ini menceritakan perkawinan antara Raden Permadi (Arjuna) dengan
Dewi Bratajaya (Sumbadra). Perkawinan tersebut dapat terlaksana apabila segala
persyaratan yang diajukan Prabu Baladewa dapat terpenuhi. Dari perkawinan ini
kelak akan lahir seorang putra yang terkenal sepanjang masa, yaitu Raden
Abimanyu.
Kisah ini saya olah dari sumber kitab Pustakaraja Purwa karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita, yang dipadukan dengan artikel pedhalangan pada Majalah
Panjebar Semangat, dengan pengembangan seperlunya.
Kediri, 14 Januari 2017
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
Raden Arjuna pengantin |
PRABU BALADEWA INGIN MENIKAHKAN DEWI BRATAJAYA DENGAN RADEN BURISRAWA
Prabu Kresna Wasudewa di
Kerajaan Dwarawati dihadap para menteri dan punggawa yang dipimpin oleh Arya
Setyaki dan Patih Udawa. Dalam pertemuan itu datang pula sang kakak, yaitu
Prabu Baladewa dari Kerajaan Mandura. Prabu Kresna menyambut kedatangan
kakaknya itu dan mereka saling bertanya kabar antara satu sama lain.
Prabu Baladewa juga menanyakan
kabar sang adik bungsu, yaitu Dewi Bratajaya. Sejak peristiwa turunnya Wahyu
Purbasejati, Dewi Bratajaya tidak lagi pulang ke Kerajaan Mandura tetapi
menetap di istana Dwarawati, tepatnya di Taman Banoncinawi. Prabu Baladewa
bertanya kapan kiranya adik bungsunya itu dinikahkan, karena usianya sudah
cukup pantas untuk berumah tangga. Jika memang belum ada calon suami yang
cocok, maka Prabu Baladewa siap untuk mencarikan jodoh.
Prabu Kresna mengingatkan sang
kakak bahwa adik mereka sudah memiliki calon suami, yaitu Raden Permadi,
kesatria Pandawa. Dulu ketika keduanya sama-sama lahir, mendiang Prabu Basudewa
pernah bersumpah agar mereka kelak dinikahkan setelah dewasa. Sumpah tersebut
disaksikan oleh Prabu Pandu Dewanata dan Dewi Kunti. Oleh sebab itu, Prabu
Kresna menyarankan Prabu Baladewa tidak perlu bersusah payah mencari jodoh
untuk adik mereka, tetapi cukup menanyakan kesiapan Raden Permadi di Kerajaan
Amarta saja.
Prabu Baladewa berkata terus
terang bahwa ia sebenarnya keberatan jika Dewi Bratajaya menikah dengan Raden
Permadi. Ia bimbang apakah Raden Permadi benar-benar mencintai adiknya, ataukah
mereka menikah hanya karena perjodohan semata. Apa gunanya menikah jika tidak
dilandasi rasa cinta yang sejati? Prabu Baladewa mengaku pernah mendengar kabar
kurang sedap dari adik iparnya, yaitu Raden Rukmarata, bahwa Raden Permadi
pernah menjalin hubungan asmara dengan Dewi Banuwati. Terus terang Prabu
Baladewa tidak suka jika Dewi Bratajaya menikah dengan laki-laki yang hatinya
mendua, mencintai perempuan lain.
Prabu Kresna menjawab soal itu
tidak perlu dibahas. Wajar kiranya apabila Raden Permadi dan Dewi Banuwati
pernah menjalin hubungan asmara saat mereka masih sama-sama sendiri. Kini Dewi
Banuwati telah menikah dengan Prabu Duryudana, sehingga tidak sepantasnya
apabila hubungan asmaranya dengan Raden Permadi di masa lalu diungkit-ungkit
kembali.
Prabu Baladewa berkata ia
tetap saja tidak suka jika Raden Permadi menikahi adiknya. Perempuan yang
dicintai Raden Permadi adalah Dewi Banuwati, yang kini telah menikah dengan
orang lain. Itu artinya, jika Raden Permadi menikah dengan Dewi Bratajaya, bisa
jadi itu hanya untuk pelampiasan rasa sakit hati belaka. Jauh lebih baik
apabila Dewi Bratajaya dinikahkan dengan laki-laki yang benar-benar tulus
mencintainya. Laki-laki itu tidak lain adalah adik ipar Prabu Baladewa sendiri,
yaitu Raden Burisrawa, kesatria Cindekembang di Kerajaan Mandraka. Sudah lama Raden
Burisrawa memendam cinta kepada Dewi Bratajaya, hingga akhirnya ia pun memohon
kepada Prabu Baladewa agar dibantu meminang gadis pujaannya itu.
Prabu Baladewa menegaskan, Raden
Burisrawa jauh lebih pantas menjadi suami Dewi Bratajaya daripada Raden
permadi. Lagipula Raden Burisrawa adalah putra mahkota Kerajaan Mandraka yang
kelak akan naik takhta menggantikan Prabu Salya. Lain halnya dengan Raden Permadi
yang bukan siapa-siapa, hanya seorang pangeran biasa, adik raja Amarta.
Prabu Kresna tidak berani
memutuskan. Semuanya terserah Dewi Bratajaya yang menjalani. Entah siapa yang
dipilih, apakah Raden Permadi ataukah Raden Burisrawa.
DEWI KUNTI MEMINANG DEWI BRATAJAYA UNTUK RADEN PERMADI
Ketika Prabu Kresna dan Prabu
Baladewa sibuk membahas calon suami sang adik bungsu, tiba-tiba datang bibi
mereka, yaitu Dewi Kunti Talibrata, ibu para Pandawa. Dewi Kunti datang
disertai cucunya yang perkasa, yaitu Raden Gatutkaca putra Arya Wrekodara.
Prabu Kresna dan Prabu Baladewa pun menyambut mereka dengan ramah dan juga
saling menanyakan kabar para Pandawa di Kerajaan Amarta.
Dewi Kunti menyampaikan maksud
tujuan kedatangannya, yaitu ingin menanyakan kepastian tentang pernikahan
antara Raden Permadi dengan Dewi Bratajaya. Sekitar dua puluh tiga tahun yang
lalu, Dewi Kunti dan Dewi Badrahini melahirkan pada waktu yang bersamaan. Dewi
Kunti melahirkan Raden Permadi, sedangkan Dewi Badrahini melahirkan Dewi
Bratajaya. Prabu Basudewa pun menggendong keponakannya yang baru lahir itu di
lengan kanan, dan putrinya di lengan kiri. Disaksikan Prabu Pandu, suami Dewi
Kunti, Prabu Basudewa bersumpah kelak Raden Permadi dan Dewi Bratajaya setelah
dewasa harus menjadi suami-istri.
Kini Prabu Basudewa telah
meninggal, tetapi sumpahnya masih tetap berlaku. Hari ini Dewi Kunti datang ke
Kerajaan Dwarawati untuk mewujudkan sumpah kakaknya tersebut. Jika dulu Prabu
Basudewa menjodohkan Raden Permadi dengan Dewi Bratajaya secara lisan, maka
kini Dewi Kunti bermaksud mengikat hubungan di antara mereka melalui pinangan
resmi. Dewi Kunti pun membawa berbagai hasil bumi Kerajaan Amarta sebagai hadiah
untuk calon menantunya.
Prabu Kresna hendak menerima
pinangan dari bibinya itu, namun buru-buru dicegah oleh Prabu Baladewa. Memang
benar Dewi Bratajaya tinggal di Taman Banoncinawi, dalam wilayah Kerajaan
Dwarawati yang dipimpin Prabu Kresna. Akan tetapi, putra sulung Prabu Basudewa tetaplah
Prabu Baladewa. Karena sang ayah sudah meninggal, maka yang berhak menjadi wali
mempelai perempuan adalah Prabu Baladewa. Oleh sebab itu, hanya Prabu Baladewa
yang berhak menerima atau menolak segala pinangan yang ditujukan kepada Dewi
Bratajaya.
Prabu Baladewa sendiri merasa
bimbang di dalam hati. Di satu sisi ia berniat menikahkan Dewi Bratajaya dengan
Raden Burisrawa, namun di sisi lain ia tidak berani menolak pinangan sang bibi.
Maka, ia pun pura-pura mengajukan syarat-syarat berat. Prabu Baladewa berkata
bahwa, Dewi Bratajaya akan menikah dengan laki-laki yang mampu memenuhi
persyaratan darinya, yaitu:
- Menyediakan Mahisa Danu Pancal Panggung berjumlah 144 ekor sebagai mas kawin, yang mana masing-masing harus dikendarai oleh seorang bidadari sebagai pengiring pengantin. Dengan demikian, jumlah bidadari yang harus didatangkan adalah 144 orang juga.
- Menyediakan kereta kencana yang dapat melayang di angkasa sebagai kendaraan mempelai.
- Menghadirkan seekor kera putih yang pandai menari sebagai cucuk lampah, yaitu seseorang yang berjalan di depan pengantin sebagai pembuka jalan.
- Kedua mempelai nanti harus duduk di pelaminan yang digelar di dalam balai kencana asaka domas, atau balai emas bertiang delapan ratus.
- Kedua mempelai harus dipayungi kembar mayang berupa Kayu Dewandaru dan Kayu Jayandaru yang berasal dari kahyangan.
- Yang terakhir adalah, para tamu dan undangan harus dihibur menggunakan Gamelan Lokananta yang bersuara di awang-awang, dan ditabuh oleh para dewa.
Dewi Kunti paham bahwa Prabu
Baladewa sengaja ingin mempersulit putranya. Namun, sebagai seorang ibu yang
berjiwa tegar, pantang baginya untuk menyerah begitu saja. Ia pun menyanggupi
semua persyaratan yang diajukan keponakannya. Setelah dirasa cukup, ia pamit
undur diri kembali ke Kerajaan Amarta dengan diiringi Raden Gatutkaca.
Setelah bibi mereka pergi,
Prabu Baladewa pun melanjutkan pembicaraannya dengan Prabu Kresna. Ia meminta
agar Dewi Bratajaya segera dinikahkan dengan Raden Burisrawa. Prabu Kresna
menolak karena Prabu Baladewa terlanjur berjanji bahwa Dewi Bratajaya akan
dinikahkan dengan laki-laki yang mampu mewujudkan berbagai persyaratan tadi.
Prabu Baladewa menjelaskan, soal persyaratan tadi hanya berlaku untuk Raden
Permadi saja. Prabu Kresna menjawab tidak demikian, karena tadi Prabu Baladewa sama
sekali tidak menyebut nama Raden Permadi. Itu artinya, persyaratan ini berlaku
untuk siapa saja yang ingin menikah dengan Dewi Bratajaya.
Prabu Baladewa tidak bisa
membantah lagi. Sejak dulu ia memang tidak pernah menang jika berdebat melawan
adiknya itu. Maka, ia pun pamit undur diri untuk memberi tahu Raden Burisrawa
mengenai persyaratan tadi. Prabu Kresna mempersilakan, namun lebih dulu ia
ingin menjamu Prabu Baladewa makan bersama di Sasana Andrawina. Prabu Baladewa
menolak. Urusan perjamuan bisa ditunda nanti sekaligus dengan pesta pernikahan
Dewi Bratajaya saja. Setelah berkata demikian, Prabu Baladewa pun pamit keluar
meninggalkan istana.
PRABU BALADEWA MEMBERI TAHU PATIH SANGKUNI DAN PARA KURAWA
Prabu Baladewa meninggalkan istana
Dwarawati menuju ke sebuah perkemahan. Di sana para Kurawa dan Patih Sangkuni
telah menunggu. Raden Burisrawa juga tampak bersama orang-orang dari Kerajaan
Hastina tersebut. Mereka segera menyambut kedatangan Prabu Baladewa dan
ramai-ramai bertanya apakah lamaran untuk Dewi Bratajaya diterima.
Raden Burisrawa adalah putra
Prabu Salya raja Mandraka. Ia memiliki tiga orang kakak perempuan, yaitu Dewi
Erawati (istri Prabu Baladewa), Dewi Srutikanti (istri Adipati Karna), dan Dewi
Banuwati (istri Prabu Duryudana). Selain itu, ia juga memiliki seorang adik
laki-laki bernama Raden Rukmarata. Pada saat upacara pernikahan Prabu Baladewa
dengan Dewi Erawati, sepasang gadis yang ditugasi menjadi pembawa kembar mayang
adalah Dewi Bratajaya dengan Dewi Jembawati (kemudian menjadi istri Prabu
Kresna). Sejak peristiwa itulah Raden Burisrawa jatuh cinta kepada Dewi
Bratajaya. Perasaan itu dipendam sekian lama, hingga akhirnya diungkapkannya
kepada Dewi Banuwati saat berkunjung ke Kerajaan Hastina.
Dewi Banuwati lalu bercerita
kepada suaminya tentang keinginan Raden Burisrawa menikahi Dewi Bratajaya.
Prabu Duryudana pun berkirim surat kepada Prabu Baladewa agar dibantu mengatasi
hal ini, mengingat raja Mandura tersebut adalah kakak Dewi Bratajaya. Prabu
Baladewa lalu datang ke Hastina, kemudian berangkat bersama-sama Patih Sangkuni
dan para Kurawa menyampaikan lamaran ke Kerajaan Dwarawati.
Kini Patih Sangkuni, Raden
Burisrawa, dan para Kurawa yang menunggu di perkemahan telah menyambut
kedatangan Prabu Baladewa. Mereka bertanya apakah Prabu Kresna mengizinkan Dewi
Bratajaya menjadi istri Raden Burisrawa. Prabu Baladewa menjawab belum bisa,
karena kedatangannya tadi bersamaan dengan Dewi Kunti. Untuk menggagalkan
rencana pernikahan Dewi Bratajaya dengan Raden Permadi, maka Prabu Baladewa pun
menyampaikan syarat sebagaimana yang tadi ia sampaikan kepada Dewi Kunti.
Syarat ini juga berlaku untuk Raden Burisrawa. Para Kurawa terkejut, terutama
Patih Sangkuni yang menganggap Prabu Baladewa telah salah mengambil langkah.
Prabu Baladewa sudah terlanjur
menetapkan demikian dan tidak mungkin menarik kembali ucapannya. Sekarang
keputusan tinggal di tangan Raden Burisrawa apakah mundur atau tetap maju
berjuang mewujudkan syarat-sayarat tersebut. Raden Burisrawa yang sudah cinta berat
kepada Dewi Bratajaya menyatakan maju. Karena keputusan sudah diambil, mau
tidak mau Patih Sangkuni dan para Kurawa pun ikut mendampingi. Mereka lalu
mohon pamit kepada Prabu Baladewa untuk berangkat memenuhi syarat-syarat sulit
tersebut.
PATIH SANGKUNI INGIN MENCULIK DEWI KUNTI
Raden Burisrawa ditemani Patih
Sangkuni dan para Kurawa telah jauh berjalan meninggalkan Kerajaan Dwarawati.
Di tengah jalan mereka melihat kereta yang membawa Dewi Kunti sedang menuju
Kerajaan Amarta. Patih Sangkuni pun mengajak para Kurawa menghadang ibu para
Pandawa tersebut dan menangkapnya sebagai tawanan. Dengan demikian, Dewi Kunti
tidak mungkin bisa memberi tahu para Pandawa tentang syarat-syarat yang
diajukan Prabu Baladewa. Jika para Pandawa tidak tahu apa saja yang
disyaratkan, maka itu berarti Raden Burisrawa akan kehilangan saingan.
Para Kurawa lainnya setuju
pada rencana sang paman, kecuali Raden Durmagati yang berwatak polos dan lugu.
Raden Durmagati berkata jika Raden Burisrawa ingin menikahi Dewi Bratajaya, maka
dia harus mendapatkannya dengan cara jantan. Melenyapkan saingan dengan cara
demikian akan menunjukkan kalau Raden Burisrawa kurang percaya diri. Lagipula
Raden Durmagati paham bahwa Patih Sangkuni sudah lama memendam cinta kepada
Dewi Kunti, yaitu sejak pamannya itu gagal mengikuti sayembara pilih di
Kerajaan Mandura.
Patih Sangkuni berkata apa
salahnya jika ia ingin menikahi Dewi Kunti yang sudah lama ditinggal mati Prabu
Pandu itu? Lagipula jika dirinya bisa menjadi ayah tiri para Pandawa, maka kelima
bersaudara itu tidak akan berani berbuat macam-macam kepada para Kurawa. Itu
artinya, Perang Bratayuda dapat dihindari.
Arya Dursasana yang setuju
pada rencana sang paman segera memerintahkan adik-adiknya untuk menangkap dan
menawan Dewi Kunti tanpa perlu berdebat lebih lama lagi. Para Kurawa itu pun
maju bersama-sama mempercepat langkah. Mereka tidak mengira jika Raden
Gatutkaca sejak tadi mengawasi sang nenek dari angkasa. Begitu melihat Dewi
Kunti dalam bahaya, Raden Gatutkaca segera meluncur menerjang para Kurawa
tersebut.
Arya Dursasana dan
adik-adiknya terkejut ada seorang pemuda gagah menerjang mereka dari angkasa.
Mereka lebih terkejut lagi karena pemuda itu ternyata masih keponakan sendiri,
yaitu putra Arya Wrekodara. Memang sejak dilahirkan dan dibesarkan di Kawah
Candradimuka, baru kali ini Raden Gatutkaca berjumpa para Kurawa.
Arya Dursasana menyuruh Raden
Gatutkaca lebih baik mundur saja, karena sayang jika para Kurawa harus membunuh
keponakan sendiri. Raden Gatutkaca tidak peduli. Dirinya telah ditugasi untuk
mengawal Dewi Kunti dan ia tidak akan membiarkan neneknya diganggu orang. Para
Kurawa lalu beramai-ramai menyerang Raden Gatutkaca. Pertempuran pun terjadi.
Raden Gatutkaca dengan lincah dan tangkas menghajar para sepupu ayahnya itu hingga
mereka jatuh bangun di tanah. Namun, jumlah musuh terlalu banyak. Dewi Kunti
menyarankan agar Raden Gatutkaca menghindar saja, karena ada urusan yang jauh
lebih penting daripada berkelahi dengan para Kurawa. Raden Gatutkaca menurut.
Ia lalu menggendong tubuh sang nenek dan membawanya terbang meninggalkan
pertempuran, untuk kemudian menuju Kerajaan Amarta.
BAGAWAN ABYASA HADIR DI KERAJAAN AMARTA
Prabu Puntadewa di Kerajaan
Amarta dihadap ketiga adiknya, yaitu Arya Wrekodara, Raden Permadi, dan Raden Nakula.
Kemudian datang pula Raden Sadewa bersama para panakawan yang ditugasi
menjemput sang kakek dari Gunung Saptaarga, yaitu Bagawan Abyasa.
Prabu Puntadewa sengaja
mendatangkan Bagawan Abyasa ke istana Indraprasta untuk menjadi pinisepuh dalam
acara perkawinan Raden Permadi dengan Dewi Bratajaya, mengingat ayah para
Pandawa, yaitu Prabu Pandu telah lama meninggal dunia. Bagawan Abyasa senang
mendengar rencana pernikahan tersebut karena ini akan mewujudkan apa yang
menjadi cita-cita mendiang Prabu Basudewa.
Tidak lama kemudian datanglah
Dewi Kunti dan Raden Gatutkaca yang turun dari angkasa. Dewi Kunti menyembah
sang mertua, kemudian menceritakan hasil kunjungannya ke Kerajaan Dwarawati. Ia
menguraikan satu persatu syarat yang diajukan Prabu Baladewa. Mendengar itu,
Arya Wrekodara merasa geram dan menuduh Prabu Baladewa sengaja mempersulit niat
baik para Pandawa. Prabu Puntadewa melarang adiknya berburuk sangka. Ia
menganggap sesulit apa pun tantangan justru bisa menjadi sarana bagi kemuliaan
para Pandawa, khususnya Raden Permadi.
Arya Wrekodara lalu bertanya
pada Raden Permadi apakah adiknya itu sungguh-sungguh mencintai Dewi Bratajaya,
ataukah hanya sekadar untuk memenuhi wasiat Prabu Basudewa saja. Raden Permadi
menjawab dirinya sudah lama mencintai Dewi Bratajaya tulus dari hati, bukan semata
karena dijodohkan. Arya Wrekodara berkata jika memang demikian, maka dirinya
sanggup membantu mewujudkan apa saja yang menjadi syarat Prabu Baladewa.
Bagawan Abyasa lalu membagi
tugas. Raden Permadi hendaknya pergi ke Kahyangan Suralaya menghadap Batara
Indra untuk mewujudkan persyaratan yang berkaitan dengan Balai Kencana Asaka
Domas, Kayu Jayandaru dan Kayu Dewandaru, serta para pengiring bidadari. Adapun
syarat pengadaan gamelan Lokananta hendaknya Raden Permadi meminta bantuan
Batara Kamajaya di Kahyangan Cakrakembang.
Untuk memenuhi syarat cucuk
lampah kera putih dan kereta kencana yang bisa melayang, Bagawan Abyasa
menugasi Arya Wrekodara meminta bantuan kakak angkatnya, yaitu Resi Anoman di
Padepokan Kendalisada. Adapun syarat pengadaan Mahisa Danu Pancal Panggung,
hendaknya pergi ke Hutan Krendawahana menemui Ditya Dadungawuk. Mendengar itu,
Raden Gatutkaca memohon izin agar dirinya saja yang ditugasi ke sana. Ia ingin
sekali membantu Raden Permadi mewujudkan pernikahan, karena sang paman selama
ini juga sangat baik kepadanya.
Bagawan Abyasa juga menugasi Raden
Nakula dan Raden Sadewa untuk mempersiapkan segala keperluan iring-iring
pengantin, sedangkan Prabu Puntadewa hendaknya membantu kelancaran usaha
adiknya dengan puja sesaji dan memanjatkan doa di sanggar pemujaan. Setelah semua
tugas terbagi, Prabu Puntadewa pun mempersilakan Raden Permadi, Arya Wrekodara,
dan Raden Gatutkaca berangkat menuju ke arah tujuan masing-masing.
ARYA WREKODARA MEMINTA RESI ANOMAN MENJADI CUCUK LAMPAH
Arya Wrekodara telah sampai di
Padepokan Kendalisada yang terletak di Gunung Kundalini. Ia menemui sang kakak
angkat, yaitu Resi Anoman dan berterus terang atas apa yang menjadi maksud
kedatangannya. Tanpa banyak membantah, Resi Anoman menjawab sanggup jika
dirinya harus menjadi cucuk lampah perkawinan Raden Permadi. Arya Wrekodara
bertanya apakah Resi Anoman tidak malu, sebagai mantan jagoan Gunung Suwelagiri
zaman perang Brubuh Alengka, kini harus menari di hadapan banyak orang. Resi
Anoman menjawab tidak sama sekali. Memang dulu dirinya seorang jagoan di masa
muda. Namun, kini ia sudah tua dan harus lebih banyak bersifat rendah hati.
Justru dengan cara menjadi cucuk lampah dan ditonton banyak orang inilah
dirinya bisa mengikis nafsu kesombongan dan keangkuhan di masa muda.
Arya Wrekodara berterima
kasih, lalu bertanya bagaimana caranya mendapatkan kereta kencana yang bisa melayang
di angkasa. Resi Anoman bercerita bahwa kereta tersebut saat ini berada di
Kerajaan Singgela, yaitu bernama Kereta Puspaka. Dahulu kala, Kereta Puspaka
adalah milik Prabu Danapati raja Lokapala. Setelah Kerajaan Lokapala runtuh
diserang Prabu Rahwana, Kerata Puspaka pun dirampas dan dibawa ke Kerajaan
Alengka. Setelah Prabu Rahwana gugur dalam peristiwa Brubuh Alengka, Kereta
Puspaka digunakan untuk memboyong Prabu Sri Rama dan Rakyanwara Sinta pulang ke
Kerajaan Ayodya. Setelah itu, Kereta Puspaka disimpan di Kerajaan Singgela,
yaitu kelanjutan Kerajaan Alengka.
Arya Wrekodara merasa senang
mendengarnya. Ia pun meminta bantuan Resi Anoman agar diantar menuju ke negeri
Singgela tersebut. Resi Anoman menyanggupi dengan senang hati. Keduanya lalu
berangkat meninggalkan Gunung Kundalini menuju ke sana.
RADEN PERMADI MENEMUI BATARA INDRA DAN BATARA KAMAJAYA
Sementara itu, Raden Permadi
didampingi para panakawan telah sampai di Kahyangan Cakrakembang, menghadap
Batara Kamajaya. Ia menyembah hormat dan menyampaikan apa yang menjadi maksud
kedatangannya, hendak meminjam Gamelan Lokananta lengkap dengan penabuhnya,
yaitu para dewa kahyangan.
Batara Kamajaya menyatakan
bersedia membantu, mengingat Raden Permadi adalah adik angkatnya. Akan tetapi,
Gamelan Lokananta sesungguhnya adalah milik Batara Indra, pemimpin para dewata.
Batara Kamajaya sendiri hanyalah pengelola gamelan pusaka tersebut sekaligus
sebagai kepala karawitan. Maka, ia pun mengajak Raden Permadi bersama-sama
menghadap Batara Indra untuk meminta izin darinya.
Batara Indra di Kahyangan
Suralaya telah menerima kedatangan Batara Kamajaya dan Raden Permadi. Batara
Kamajaya pun mengutarakan niat adik angkatnya meminjam Gamelan Lokananta
lengkap dengan para penabuhnya untuk acara pernikahan dengan Dewi Bratajaya.
Batara Indra tanpa keberatan langsung mengabulkan permintaan tersebut.
Raden Permadi lalu berkata
bahwa ia juga ingin meminjam Balai Kencana Asaka Domas, Kayu Jayandaru dan Kayu
Dewandaru sebagai kembar wayang, serta 144 orang bidadari sebagai pengiring
pengantin. Batara Indra tertawa dan menyebut Raden Permadi itu ibarat diberi
hati meminta jantung. Namun, ia sama sekali tidak marah mengingat Raden Permadi
adalah putra angkatnya. Segala permintaan tersebut dianggap hanyalah permintaan
kecil yang mudah untuk dikabulkan.
Raden Permadi sangat berterima
kasih telah diberi kemudahan oleh Batara Indra dan Batara Kamajaya. Batara
Indra menjawab ini bukanlah kemudahan pemberian dewa, tetapi merupakan buah
karma dari perbuatan baik Raden Permadi sendiri dan juga buah dari perbuatan
baik para leluhurnya di masa lampau. Raden Permadi dan para leluhurnya banyak bertapa
dan berkelana membantu orang, menolong mereka yang kesusahan. Segala perbuatan
baik mereka yang tak terhitung kini berbuah menjadi kemudahan dalam mewujudkan
cita-cita. Itu sebabnya apabila ada orang yang memiliki cita-cita, maka tidak cukup
jika hanya berdoa dan berusaha saja, tetapi juga perlu dilengkapi dengan beramal
baik menolong sesama. Karena dengan menolong sesama, maka itu akan menjadi
sarana baginya mendapatkan kemudahan dari Yang Mahakuasa, ataupun kemudahan itu
kelak diraih oleh anak-cucunya.
Raden Permadi berterima kasih
atas nasihat Batara Indra. Ia lalu mohon pamit undur diri kembali ke Kerajaan
Amarta.
ARYA WREKODARA MENDAPATKAN KERETA PUSPAKA
Arya Wrekodara dan Resi Anoman
telah sampai di Kerajaan Singgela, menghadap Prabu Bisawarna yang merupakan raja
di sana. Prabu Bisawarna ini adalah putra Prabu Palguna, sedangkan Prabu
Palguna adalah putra Prabu Bisaka. Adapun Prabu Bisaka adalah putra Prabu
Dentawilukrama, yang semasa muda juga bernama Raden Bisawarna. Prabu Dentawilukrama
ini adalah putra Prabu Wibisana, yaitu adik Prabu Rahwana yang memihak kepada
Prabu Sri Rama.
Resi Anoman disambut ramah
oleh Prabu Bisawarna bagaikan pahlawan legenda. Sudah sejak lama Prabu
Bisawarna mendapat cerita turun-temurun dari leluhurnya tentang kehebatan Resi
Anoman dalam perang melawan Prabu Rahwana di zaman kuno. Suatu kehormatan bagi
Prabu Bisawarna kini bisa bertemu secara langsung dengan Resi Anoman yang
namanya harum tersebut.
Resi Anoman merasa tersanjung
dan takut menjadi sombong. Ia buru-buru memperkenalkan Arya Wrekodara yang
hendak meminjam Kereta Puspaka peninggalan Prabu Rahwana. Prabu Bisawarna agak bimbang
karena kereta tersebut adalah kereta keramat yang tidak sembarang orang boleh
menaikinya. Ia sendiri takut terkena balak apabila melanggarnya.
Arya Wrekodara menjawab bahwa
yang hendak menaiki Kereta Puspaka bukan sembarang orang, melainkan adiknya
yang bernama Raden Permadi, pemanah terbaik di zaman ini, putra Prabu Pandu raja
Hastina yang terkemuka di zamannya.
Prabu Bisawarna terkejut
mendengar nama Prabu Pandu disebut. Seketika ia teringat bahwa dulu Kerajaan
Singgela pernah diserang kawanan hewan gaib penjelmaan para arwah penasaran
yang dipimpin roh kakeknya sendiri, bernama Bagawan Amisana. Saat itu yang
menjadi raja Singgela masih Prabu Palguna, sedangkan Prabu Bisawarna sendiri
masih kecil. Prabu Palguna kemudian mendapat bantuan Raden Pandu, seorang
kesatria muda dari Hastina sehingga Kerajaan Singgela bisa aman kembali. Jika
benar Raden Permadi yang hendak menikah adalah putra Raden Pandu, maka Prabu
Bisawarna bersedia meminjamkan Kereta Puspaka kepadanya tanpa pikir-pikir lagi.
Arya Wrekodara tidak menyangka
ayahnya semasa muda pernah membantu permasalahan di Kerajaan Singgela. Sungguh
ia semakin bangga terlahir sebagai putra Prabu Pandu Dewanata. Prabu Bisawarna
sendiri kemudian masuk ke ruang pusaka untuk mengadakan puja sesaji. Setelah
yakin mendapat izin dari arwah para leluhur, ia pun mengeluarkan Kereta Puspaka
dan menyerahkannya kepada Arya Wrekodara.
Arya Wrekodara berterima kasih
kepada Prabu Bisawarna, lalu bersama-sama Resi Anoman mohon pamit membawa
kereta tersebut menuju Kerajaan Amarta.
RADEN GATUTKACA BERTARUNG DENGAN DITYA DADUNGAWUK
Sementara itu, Raden Gatutkaca
yang ditugasi mencari Mahisa Danu Pancal Panggung telah sampai di Hutan
Krendawahana. Ia melihat ratusan ekor kerbau warna hitam bertanduk panjang
seperti busur dengan kaki belang putih sedang merumput. Di dekat kawanan kerbau
tersebut tampak sang penggembala yang berwujud raksasa, bernama Ditya
Dadungawuk.
Raden Gatutkaca berterus
terang meminta Ditya Dadungawuk memberikan 144 ekor Mahisa Danu kepadanya untuk
dibawa sebagai mas kawin pernikahan Raden Permadi. Ditya Dadungawuk menolak.
Majikannya telah berpesan bahwa kawanan kerbau ini hanya boleh diberikan untuk
kepentingan seseorang bernama Raden Parta, bukan yang lain. Raden Gatutkaca pun
memaksa akan menggiring sendiri kerbau sejumlah yang dibutuhkannya. Ditya
Dadungawuk marah dan menyerangnya. Maka, terjadilah pertarungan seru di antara
mereka.
Ditya Dadungawuk lama-lama terdesak
menghadapi kekuatan Raden Gatutkaca, namun ia tetap pantang menyerah. Sungguh
luar biasa perjuangannya dalam menjaga ternak milik majikannya. Pada saat
itulah sang majikan datang. Ia tidak lain adalah Batara Indra, pemimpin
Kahyangan Suralaya.
Ditya Dadungawuk pun
mengadukan ulah Raden Gatutkaca yang hendak merampas Mahisa Danu untuk
keperluan mas kawin Raden Permadi. Batara Indra tidak marah, justru
mempersilakannya. Ditya Dadungawuk heran, bukankah Batara Indra berpesan bahwa
Mahisa Danu hanya boleh diberikan untuk kepentingan Raden Parta saja? Batara
Indra menjawab, Raden Parta dan Raden Permadi adalah dua orang yang sama.
Keduanya sama-sama julukan untuk Raden Arjuna, pangeran nomor tiga dari Pandawa
Lima, yang juga putra angkat Batara Indra. Parta artinya adalah “putra Prita”,
yaitu nama lain Dewi Kunti, sedangkan Permadi artinya seseroang dengan “kasih
sayang yang berlebih”.
Ditya Dadungawuk kini telah
paham. Ia tidak lagi menghalangi Raden Gatutkaca jika hendak menggiring kerbau
danu tersebut. Batara Indra pun mempersilakan Raden Gatutkaca untuk menggiring
sejumlah yang diinginkannya. Raden Gatutkaca menjawab ia hanya butuh 144 ekor
saja. Batara Indra mempersilakannya agar mengambil beberapa ekor tambahan untuk
dimiliki secara pribadi. Namun, Raden Gatutkaca menolak. Ia ditugasi mengambil
144 ekor saja, dan tidak mau mengambil lebih dari itu. Batara Indra memuji
kejujuran Raden Gatutkaca dan mempersilakan Ditya Dadungawuk untuk menemaninya menggiring
kawanan kerbau tersebut meninggalkan Hutan Krendawahana.
PARA KURAWA HENDAK MEREBUT MAHISA DANU
Raden Gatutkaca dan Ditya
Dadungawuk pun berangkat menggiring 144 ekor Mahisa Danu menuju Kerajaan
Amarta. Di tengah jalan mereka dihadang Patih Sangkuni dan para Kurawa yang
hendak merampas kerbau-kerbau itu. Raden Gatutkaca berpesan kepada Ditya
Dadungawuk agar tetap menjaga kawanan kerbau, sedangkan dirinya meluncur
menerjang barisan para Kurawa.
Sekali lagi para Kurawa dibuat
kocar-kacir oleh amukan Raden Gatutkaca seorang diri yang kali ini lebih nekat
daripada pertempuran sebelumnya. Patih Sangkuni merasa terdesak dan segera
memerintahkan para keponakannya untuk mundur.
RADEN PERMADI TIBA DI KERAJAAN DWARAWATI
Demikianlah, seluruh
persyaratan kini telah lengkap. Prabu Puntadewa bersyukur dan segera
memberangkatkan rombongan pengantin menuju Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna dan
segenap keluarga besar Kerajaan Dwarawati menyambut kedatangan mereka dengan
perasaan bahagia. Keberhasilan Raden Permadi ini menjadi bukti bahwa ia memang
jodoh yang tepat untuk Dewi Bratajaya, sesuai harapan mendiang Prabu Basudewa.
Rombongan pengantin dari
Kerajaan Amarta itu tampak begitu megah. Raden Permadi duduk di atas Kereta
Puspaka yang melayang tidak menyentuh tanah. Tampak di depannya Resi Anoman
sebagai cucuk lampah menari dengan anggun dan sesekali diselingi gerakan
jenaka. Di belakang terlihat 144 ekor Mahisa Danu Pancal Panggung yang digiring
oleh Ditya Dadungawuk. Pada masing-masing punggung setiap kerbau duduk pula
seorang bidadari sebagai pengiring pengantin.
Balai Kencana Asaka Domas juga
telah terpasang di halaman istana Dwarawati. Para tamu dan undangan pun
dipersilakan duduk di dalam balai tersebut. Mereka menikmati indahnya alunan
musik Gamelan Lokananta yang bergema di awang-awang, ditabuh para dewata dengan
arahan Batara Kamajaya.
PRABU BALADEWA HENDAK MEMBUNUH RADEN PERMADI
Namun, tiba-tiba terdengar
suara ribut-ribut merusak suasana. Rupanya Prabu Baladewa datang diiringi Raden
Burisrawa, Patih Sangkuni, dan para Kurawa. Raja Mandura itu marah-marah
menuduh Raden Permadi telah berbuat curang, yaitu merebut segala persyaratan
yang sebenarnya dikumpulkan para Kurawa.
Prabu Baladewa bercerita
kepada Prabu Kresna dengan suara meledak-ledak. Menurut laporan Patih Sangkuni,
para Kurawa sudah bersusah payah mengumpulkan segala persyaratan perkawinan
untuk Raden Burisrawa, tetapi di tengah jalan direbut pihak Pandawa. Kini,
Prabu Baladewa datang untuk menghukum Raden Permadi atas kejahatannya itu.
Sekejap kemudian, pusaka Nanggala pun keluar dari telapak tangannya, siap untuk
dipukulkan ke arah Raden Permadi.
Melihat itu, Dewi Bratajaya segera
melangkah maju dan berlutut di hadapan Prabu Baladewa. Ia berkata jika sang
kakak ingin menghukum mati calon suaminya, maka biarlah dirinya saja yang
menggantikan. Raden Permadi juga melangkah maju dan ikut berlutut di hadapan
Prabu Baladewa. Jika Dewi Bratajaya bersedia mati untuknya, maka ia juga rela
mati untuk calon istrinya itu.
Melihat keduanya berlutut
menyerahkan hidup mati, perasaan Prabu Baladewa terharu. Tubuhnya gemetar dan
Nanggala pun lepas dari genggaman. Hati nuraninya kini berkata bahwa Patih
Sangkuni dan para Kurawa telah berbohong. Ia kemudian memeluk Raden Permadi dan
Dewi Bratajaya kemudian membawa mereka masuk ke dalam Balai Kencana Asaka
Domas.
PERNIKAHAN RADEN PERMADI DAN DEWI BRATAJAYA
Patih Sangkuni merasa malu
kebohongannya telah terbongkar. Ia pun memerintahkan para Kurawa untuk mundur,
kembali ke Kerajaan Hastina. Sementara itu, si mempelai gagal yaitu Raden
Burisrawa menolak ikut pulang. Betapa rasa cintanya kepada Dewi Bratajaya
begitu dalam. Ia pun mengamuk sejadi-jadinya demi melampiaskan kekesalan hati. Arya
Setyaki segera bertindak. Dengan cekatan ia meringkus Raden Burisrawa dan
mengamankannya ke luar ibu kota Dwarawati.
Setelah keadaan aman kembali,
upacara pernikahan antara Raden Permadi dan Dewi Bratajaya pun dilangsungkan.
Prabu Baladewa bertindak sebagai wali dan memangku kedua mempelai itu di atas
pelaminan. Raden Permadi dipangku di paha kanan, dan Dewi Bratajaya dipangku di
paha kiri. Prabu Baladewa lalu bertanya kepada Patih Pragota apakah kedua
pengantin sudah serasi dan seimbang. Patih Pragota menjawab mereka berdua
sungguh sangat serasi. Yang laki-laki tampan dan lembut, sedangkan yang
perempuan cantik dan anggun. Bahkan, menurut Patih Pragota, mereka berdua
adalah pasangan paling serasi dan paling indah yang pernah dijumpainya seumur
hidup.
Prabu Baladewa lalu meminta
maaf atas sikapnya yang kasar, berusaha memisahkan Raden Permadi dengan Dewi
Bratajaya. Ia menyesal telah mengajukan persyaratan yang serbasulit untuk
menggagalkan perkawinan ini, namun ternyata semua bisa diwujudkan dengan baik oleh
Raden Permadi.
Prabu Kresna menyela bahwa
Prabu Baladewa tidak perlu meminta maaf. Justru persyaratan yang serbasulit itu
telah membuktikan betapa Raden Permadi sungguh-sungguh mencintai Dewi
Bratajaya. Lagipula, meskipun Prabu Baladewa mengajukan persyaratan secara
spontan tanpa direncanakan, tapi ternyata semuanya mengandung filosofi yang
mendalam.
Prabu Kresna menjelaskan
tentang Resi Anoman sebagai cucuk lampah. Cucuk lampah artinya pembuka jalan,
sedangkan Resi Anoman berwujud wanara putih. Putih adalah lambang kesucian. Itu
artinya pernikahan ini dibuka dan diawali dengan tujuan suci, bukan demi
memuaskan nafsu birahi semata.
Kereta Puspaka yang bisa
melayang di angkasa adalah perlambang dari keluhuran budi. Sedangkan Balai
Kencana Asaka Domas yang artinya balai emas bertiang delapan ratus, ini
merupakan lambang kokohnya rumah tangga. Meskipun kelak akan ada berbagai
cobaan dan ujian melanda, namun rumah tangga Raden Permadi dan Dewi Bratajaya
akan tetap kokoh bagaikan disangga ratusan tiang.
Mahisa Danu Pancal Panggung
yang berarti kerbau bertanduk busur berkaki belang putih, sebagai lambang untuk
keturunan mereka. Kelak Raden Permadi dan Dewi Bratajaya akan melahirkan seorang
kesatria yang tangkas dengan dilambangkan tanduk busur, dan selalu teguh menapak
di jalan kebenaran, dengan dilambangkan kaki belang putih. Adapun bidadari
sebagai pengiring melambangkan kesaktian dan kewibawaan. Kelak keturunan Raden
Permadi dan Dewi Bratajaya akan beranak-pinak dan semuanya menjadi orang-orang
sakti yang namanya harum di sepanjang zaman. Adapun jumlah 144 juga bukan
jumlah sembarangan, karena angka satu ditambah empat, ditambah empat lagi, akan
berjumlah sembilan, yaitu angka sempurna, yang melambangkan sempurnanya
perkawinan.
Yang terakhir adalah Gamelan
Lokananta melambangkan keserasian dan keharmonisan. Gamelan itu indah karena
suara antara yang satu dengan yang lainnya saling melengkapi, tidak ada yang
saling menonjolkan diri. Hubungan suami istri antara Raden Permadi dan Dewi
Bratajaya hendaknya seperti gamelan yang selalu serasi dan seimbang, serta
harmonis berirama. Di antara mereka tidak ada yang saling menonjolkan diri,
keduanya akan saling melengkapi satu sama lain.
Mendengar penjelasan Prabu
Kresna itu, Prabu Baladewa pun merasa sangat bangga. Ia tidak menyangka segala
persyaratan yang diajukannya secara spontan tanpa rencana, ternyata mengandung
makna perlambang sedemikian luasnya.
Prabu Puntadewa kemudian ikut
bicara. Kini Raden Permadi dan Dewi Bratajaya telah menikah. Keduanya sudah
sama-sama dewasa, sebaiknya menggunakan nama asli pemberian orang tua, bukan
nama panggilan semasa kanak-kanak. Dulu sewaktu dilahirkan, Raden Permadi
diberi nama Raden Arjuna, sedangkan Dewi Bratajaya diberi nama Dewi Sumbadra.
Mulai hari ini hendaknya mereka kembali menggunakan nama-nama tersebut.
Kedua mempelai pun mematuhi
saran Prabu Puntadewa. Prabu Kresna lalu mengajak Prabu Baladewa dan para
Pandawa menikmati perjamuan, sambil memuji syukur atas segala karunia yang
dilimpahkan Sang Pencipta sehingga upacara pernikahan ini dapat terselenggara
dengan baik.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Kisah perkawinan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra ini menurut Raden
Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa terjadi pada tahun
Suryasengkala 702 yang ditandai dengan sengkalan “Hanembah barakaning wiku”,
atau tahun Candrasengkala 723 yang ditandai dengan sengkalan “Guna paksa
kaswareng wiyat.”
Untuk kisah Raden Pandu muda membantu kesusahan Kerajaan Singgela dapat
dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra dapat dibaca di sini
Soal kembar mayang dewandaru-jayandaru koq tidak dibahas dalam pesta perkawinan Arjuna ini, mas? 😊
BalasHapusSebenarnya wujud mereka itu seperti apa, maknanya bagaimana, dan fungsinya untuk apa?
Matur nuwun 🙏
Bantu jawab.
BalasHapusSetahu saya, mereka berdua sebagai pengiring pengantin.
Nyimak dan ternyata seperti itu kisah Arjuna beristerikan Wara Subadra. Di kisah lain saat Arjuna mendapatkan Srikandi juga menarik.
BalasHapus