Kisah ini menceritakan tentang perkawinan Bambang Wisanggeni putra
Raden Arjuna dengan Dewi Mustikawati putri Prabu Mustikadarma. Dalam upaya
perkawinan ini, Bambang Wisanggeni bersaing dengan Prabu Boma Narakasura dan
Raden Lesmana Mandrakumara.
Kisah ini saya olah dari sumber Ensiklopedia Wayang Purwa karya Rio
Sudibyoprono, yang dipadukan dengan keterangan dari Ki Rudy Wiratama, serta sedikit
perubahan seperlunya.
Kediri, 01 Juni 2018
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU DURYUDANA HENDAK MELAMAR DEWI MUSTIKAWATI DI KERAJAAN SUNYAPURA
Prabu Duryudana di Kerajaan
Hastina memimpin pertemuan yang dihadiri Danghyang Druna, Patih Sangkuni,
Adipati Karna, dan Raden Kartawarma. Mereka membicarakan tentang Raden Lesmana
Mandrakumara yang berkali-kali gagal menikah, selalu saja kalah bersaing
melawan anak-anak Pandawa ataupun anak-anak Prabu Kresna. Bahkan, baru-baru ini
bersaing dengan panakawan Petruk pun kalah. Prabu Duryudana merasa sedih
memikirkan nasib putranya itu. Ia khawatir Raden Lesmana sampai tua tidak bisa
menikah, dan itu artinya tidak akan memiliki keturunan. Tentu saja Prabu
Duryudana tidak mau garis penerusnya berakhir sampai di sini.
Danghyang Druna berkata bahwa
ia mendengar kabar ada seorang raja bernama Prabu Mustikadarma dari Kerajaan
Sunyapura yang memiliki anak perempuan cantik jelita, bernama Dewi Mustikawati.
Alangkah baiknya, gadis itu saja yang dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara.
Prabu Duryudana meminta
pendapat Patih Sangkuni atas usulan Danghyang Druna tersebut. Patih Sangkuni
bertanya balik apakah tidak jatuh derajat Prabu Duryudana apabila berbesan
dengan seorang raja dari sebuah negara kecil? Apakah wibawa Kerajaan Hastina
tidak akan jatuh jika memiliki menantu dari negara yang tidak terkenal?
Danghyang Druna menjawab, keputusan
ada di tangan Prabu Duryudana. Dewi Mustikawati memang seorang putri dari
sebuah kerajaan kecil. Namun, konon kabarnya ia memiliki paras yang sangat
cantik bagaikan bidadari. Gadis seperti itu tentunya sangat pantas apabila menjadi
menantu Prabu Duryudana yang namanya termasyhur di dunia.
Setelah menimbang-nimbang,
Prabu Duryudana akhirnya setuju. Ia pun meminta Danghyang Druna berangkat untuk
melamar putri bernama Dewi Mustikawati tersebut. Danghyang Druna menerima
perintah. Prabu Duryudana lalu membubarkan pertemuan. Patih Sangkuni diperintahkan
pergi bersama para Kurawa untuk mengawal kepergian sang guru ke Kerajaan
Sunyapura, sedangkan Adipati Karna ditugasi mempersiapkan keperluan pesta
pernikahan Raden Lesmana.
DEWI MUSTIKAWATI DILAMAR TIGA PIHAK
Di Kerajaan Sunyapura, Prabu
Mustikadarma sedang duduk bersama putrinya, yaitu Dewi Mustikawati. Tidak
berapa lama kemudian datanglah Danghyang Druna dan Patih Sangkuni. Setelah
saling memberi salam, Danghyang Druna pun menyampaikan maksud kedatangannya adalah
untuk melamar Dewi Mustikawati sebagai calon istri Raden Lesmana Mandrakumara. Ia
pun memuji-muji Raden Lesmana sebagai putra mahkota Kerajaan Hastina yang kelak
akan menggantikan ayahnya, yaitu Prabu Duryudana menjadi raja selanjutnya. Itu
artinya, Dewi Mustikawati kelak akan menduduki jabatan sebagai permaisuri pula.
Prabu Mustikadarma berkata
bahwa soal jodoh, ia menyerahkan sepenuhnya kepada sang putri. Belum sempat Dewi
Mustikawati menjawab lamaran tersebut, tiba-tiba datang Raden Antasena, putra
Arya Wrekodara. Ia juga datang untuk melamar Dewi Mustikawati sebagai calon
istri adik sepupunya, yaitu Bambang Wisanggeni.
Patih Sangkuni menyela. Ia
mengatakan bahwa pihak Kerajaan Hastina lebih dulu datang ke Kerajaan Sunyapura
untuk melamar Dewi Mustikawati. Itu artinya, pihak mereka yang lebih berhak
mendapatkan jawaban dari Prabu Mustikadarma. Raden Antasena yang pandai bicara
mengatakan dirinya dan Patih Sangkuni adalah sama-sama tamu, maka tidak
sepantasnya sesama tamu saling mengatur.
Danghyang Druna lalu menagih
jawaban Prabu Mustikadarma, apakah lamaran pihak Kerajaan Hastina dapat
diterima. Prabu Mustikadarma menjawab, dirinya sebagai orang tua hanya bisa
merestui. Mengenai urusan memilih suami, semuanya diserahkan kepada Dewi
Mustikawati.
Setelah mendapat izin dari
sang ayah, Dewi Mustikawati pun berkata bahwa ia ingin bisa mendapatkan pusaka
Cupumanik Gambar Jagad. Barangsiapa bisa mewujudkan keinginannya itu, maka
orang itulah yang akan ia pilih menjadi calon suami. Mendengar itu, Patih
Sangkuni mengejek Dewi Mustikawati yang hanya seorang putri negara kecil tetapi
memiliki keinginan muluk-muluk. Tidak perlu susah payah meminta yang aneh-aneh
seperti itu, cukup katakan saja berapa biaya mahar yang diinginkan, maka Kerajaan
Hastina akan membayar lunas tanpa takut kehabisan harta.
Dewi Mustikawati menjawab,
Patih Sangkuni janganlah merendahkan para wanita sebagai kaum yang gila harta.
Tidak semua wanita bisa dibeli dan dipameri harta kekayaan serta emas permata.
Jika memang Raden Lesmana Mandrakumara tidak sanggup mewujudkan Cupumanik
Gambar Jagad juga tidak masalah. Masih ada laki-laki lain yang sanggup
mendapatkannya.
Raden Antasena ikut mengejek Kerajaan
Hastina yang selalu gagal dalam sayembara memperebutkan wanita, sehingga wajar jika
sekarang gentar dan mengemukakan seribu alasan. Ia lalu mohon pamit kepada Prabu
Mustikadarma dan Dewi Mustikawati untuk mencari cupumanik tersebut. Danghyang
Druna tidak mau ketinggalan. Ia segera mengajak Patih Sangkuni pergi mencari
benda pusaka itu.
Setelah kedua pihak pergi,
tiba-tiba datang pula Prabu Boma Narakasura dari Kerajaan Trajutresna yang juga
ingin melamar Dewi Mustikawati sebagai calon istri. Dewi Mustikawati menjawab,
dirinya bersedia menikah asalkan ada laki-laki yang mampu mewujudkan
keinginannya, yaitu menghadirkan Cupumanik Gambar Jagad.
Mendengar jawaban itu, Prabu
Boma pun mohon pamit undur diri meninggalkan Kerajaan Sunyapura.
PARA KURAWA MENYERGAP RADEN ANTASENA
Danghyang Druna dan Patih
Sangkuni keluar dari istana Sunyapura di mana Arya Dursasana, Raden Srutayu, Raden
Kartawarma, Raden Durmagati, dan para Kurawa lainnya telah menunggu. Danghyang
Druna merasa bingung entah ke mana harus mencari Cupumanik Gambar Jagad. Patih
Sangkuni berkata, urusan mencari cupumanik adalah tugas Danghyang Druna,
sedangkan dirinya dan para Kurawa bertugas untuk menyingkirkan pesaing. Dalam
hal ini, yang harus disingkirkan adalah Raden Antasena agar tidak kembali ke
tempat Bambang Wisanggeni.
Raden Durmagati berkata bahwa
Raden Antasena adalah putra Arya Wrekodara, dan selama ini para Kurawa sering
dibuat kocar-kacir saat bertarung melawan Raden Antareja ataupun Raden
Gatutkaca. Maka, niat untuk menjegal Raden Antasena lebih baik diurungkan saja,
karena yang lebih penting adalah bersatu mencari Cupumanik Gambar Jagad.
Patih Sangkuni menjawab, Raden
Antasena tidak perlu ditakuti karena wujudnya berbeda dengan kedua kakaknya
yang gagah perkasa. Raden Antasena ini tubuhnya lebih kecil, wajahnya lugu dan
polos, sepertinya hanya pandai bicara saja dan tidak memiliki kesaktian apa-apa.
Lebih cepat disingkirkan tentu lebih baik.
Patih Sangkuni telah
menetapkan demikian. Pasukan pun dibagi menjadi dua. Danghyang Druna membawa
setengah rombongan mencari Cupumanik Gambar Jagad, sedangkan Patih Sangkuni
bersama sisanya mengejar Raden Antasena.
Sementara itu, Raden Antasena
yang sedang dalam perjalanan menuju tempat Bambang Wisanggeni tiba-tiba dihadang
Patih Sangkuni, Arya Dursasana, dan para Kurawa lainnya. Tanpa banyak bicara,
mereka pun menyerang pemuda itu. Namun, sungguh di luar dugaan, Raden Antasena yang berwajah polos dan lugu
ternyata memiliki kesaktian di atas Raden Antareja dan Raden Gatutkaca. Sambil
bercanda ia menghajar para Kurawa. Arya Dursasana dan adik-adiknya pun dibuat
babak belur, termasuk Patih Sangkuni pula. Namun, Raden Antasena teringat bahwa
dirinya harus segera melapor kepada Bambang Wisanggeni sehingga tidak ada waktu
untuk bermain-main seperti ini.
BAMBANG WISANGGENI MEMINTA RESTU KEPADA IBUNYA
Raden Antasena berhasil
meloloskan diri dan akhirnya sampai di Kahyangan Duksinageni, di mana Bambang
Wisanggeni menunggu bersama ibunya, yaitu Batari Dresanala. Beberapa waktu yang
lalu Batari Dresanala memang mengutus Raden Antasena untuk menyampaikan lamaran
kepada Dewi Mustikawati, putri Prabu Mustikadarma di Kerajaan Sunyapura sebagai
calon istri Bambang Wisanggeni. Kini Raden Antasena datang melaporkan hasil
kepergiannya. Ia bercerita bahwa Danghyang Druna dan Patih Sangkuni juga datang
untuk melamar Dewi Mustikawati. Namun, Dewi Mustikawati tidak menerima lamaran
pihak mana pun, kecuali ada yang mampu mewujudkan keinginannya, yaitu mendatangkan
Cupumanik Gambar Jagad.
Batari Dresanala terkejut
mendengar syarat tersebut. Ia pun berkata kepada Bambang Wisanggeni agar
membatalkan saja keinginannya menikahi Dewi Mustikawati. Masih banyak gadis
lain yang bisa dijadikan istri tanpa harus meminta syarat yang seberat itu.
Bambang Wisanggeni menjawab, justru syarat yang berat seperti ini menunjukkan
betapa mahal nilai seorang Dewi Mustikawati. Ia pun tetap pada niatnya, yaitu
menjadikan gadis tersebut sebagai istri. Ia lalu bertanya di mana kira-kira Cupumanik
Gambar Jagad berada.
Batari Dresanala mengatakan,
cupumanik tersebut adalah pusaka milik Sanghyang Padawenang, leluhur para dewa
yang bersemayam di Kahyangan Awang-Awang Kumitir. Namun demikian, Bambang
Wisanggeni jangan langsung berangkat ke sana. Masalah ini adalah masalah besar.
Bambang Wisanggeni hendaknya terlebih dulu meminta restu dan dukungan kepada
ayahnya, yaitu Raden Arjuna.
Bambang Wisanggeni mematuhi
nasihat tersebut. Setelah meminta restu kepada ibunya, ia pun pergi
meninggalkan Kahyangan Duksinageni bersama Raden Antasena.
DANGHYANG DRUNA MEMINTA BANTUAN RADEN ARJUNA
Sementara itu, Raden Arjuna
bersama para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang
berkelana menebarkan kebaikan. Raden Arjuna berniat menjalani tapa ngrame,
yaitu membantu siapa saja yang sedang mengalami kesulitan. Tiba-tiba mereka
berjumpa Danghyang Druna yang dikawal Bambang Aswatama dan juga beberapa orang
Kurawa.
Setelah menghaturkan sembah
hormat, Raden Arjuna pun bertanya ke mana gurunya itu hendak pergi. Danghyang
Druna menjawab dirinya memang sengaja menemui Raden Arjuna untuk meminta
bantuan mencarikan pusaka Cupumanik Gambar Jagad. Benda pusaka ini adalah
prasyarat yang harus dipenuhi Raden Lesmana Mandrakumara untuk meminang Dewi
Mustikawati, putri Prabu Mustikadarma di Kerajaan Sunyapura.
Raden Arjuna yang sudah
berniat melakukan tapa ngrame menyanggupi permintaan Danghyang Druna tersebut.
Ia bersedia membantu mendapatkan pusaka Cupumanik Gambar Jagad. Setelah dicapai
kata sepakat, mereka lalu berpisah.
BAMBANG WISANGGENI MEMINTA RESTU KEPADA AYAHNYA
Raden Arjuna yang berjalan
bersama para panakawan pun bertemu Bambang Wisanggeni yang didampingi Raden
Antasena. Setelah menyampaikan salam kepada ayahnya, Bambang Wisanggeni pun meminta
restu bahwa dirinya sebentar lagi akan menikah. Raden Arjuna bertanya, siapa
perempuan yang akan menjadi menantunya. Bambang Wisanggeni menjawab, perempuan
itu bernama Dewi Mustikawati, putri Prabu Mustikadarma dari Kerajaan Sunyapura.
Raden Arjuna bertanya apakah
benar gadis itu mengajukan syarat ingin disediakan Cupumanik Gambar Jagad.
Bambang Wisanggeni menjawab benar. Mendengar itu, Raden Arjuna menolak
memberikan restu. Dirinya sudah terlanjur menyanggupi permintaan Danghyang
Druna, maka mau tidak mau ia berada di pihak Kerajaan Hastina. Oleh sebab itu,
ia pun menyarankan agar Bambang Wisanggeni mengurungkan niat menikahi Dewi
Mustikawati.
Bambang Wisanggeni menolak
saran ayahnya. Ia telah bersumpah hanya akan menikahi Dewi Mustikawati seorang,
dan tidak ingin berpindah ke lain hati. Raden Arjuna marah dibantah putranya.
Ia pun memukul Bambang Wisanggeni dan mengancam akan menghajarnya apabila tetap
bersikeras ingin menikahi Dewi Mustikawati. Bambang Wisanggeni tidak takut pada
ancaman ayahnya, karena ia merasa menikahi gadis tersebut bukanlah perbuatan
salah. Raden Arjuna bertambah marah dan menyerang putranya itu.
Bambang Wisanggeni terpaksa
menghadapi serangan ayahnya. Ia hanya menghindar dan menangkis, sama sekali
tidak pernah membalas pukulan Raden Arjuna. Namun, setiap kali tangannya
menangkis, selalu saja membuat tangan atau kaki Raden Arjuna merasa linu dan
nyeri. Sungguh tinggi kesaktian Bambang Wisanggeni berada di atas Raden Arjuna.
Raden Antasena dan para panakawan hanya menonton di tepi, kecuali Kyai Semar
yang memilih tidur di bawah pohon.
PRABU KRESNA MELERAI PERTARUNGAN AYAH DAN ANAK
Setelah bertarung cukup lama,
Raden Arjuna akhirnya kelelahan dan terdesak. Tiba-tiba muncul bayangan hitam
melerai pertarungan mereka. Orang itu tidak lain adalah Prabu Kresna, raja
Dwarawati. Raden Arjuna dan Bambang Wisanggeni pun sama-sama menghaturkan salam
kepadanya.
Prabu Kresna bertanya mengapa
ayah dan anak bertarung di jalan, apakah sedang latihan perang-perangan? Raden
Arjuna menjawab, dirinya berusaha menghalangi Bambang Wisanggeni yang hendak
meminta restu untuk menikah dengan Dewi Mustikawati. Hal ini karena ia telah
berjanji kepada Danghyang Druna untuk membantu mendapatkan Cupumanik Gambar Jagad
sebagai syarat Raden Lesmana Mandrakumara meminang gadis tersebut.
Prabu Kresna menyebut Raden
Arjuna sungguh aneh, karena janji yang ia ucapkan kepada Danghyang Druna adalah
membantu mendapatkan cupumanik, bukan membantu menghalangi Bambang Wisanggeni.
Raden Arjuna menjawab, jika tidak dihalangi maka Bambang Wisanggeni pasti mampu
mendapatkan pusaka tersebut. Prabu Kresna berkata, itu artinya Raden Arjuna
tidak percaya diri, takut berlomba melawan anak sendiri. Lagipula jika Bambang
Wisanggeni berhasil mendapatkan cupumanik tersebut, itu artinya jodoh Dewi
Mustikawati bukan Raden Lesmana.
Prabu Kresna juga berkata, bahwa
ia pun dimintai tolong Prabu Boma Narakasura untuk mencarikan cupu pusaka
tersebut, namun ia menolak. Raden Arjuna heran mengapa Prabu Kresna tidak mau
membantu putra sendiri. Prabu Kresna menjawab, dirinya sengaja tidak membantu
Prabu Boma karena ia meramalkan Dewi Mustikawati bukanlah jodoh putranya itu.
Yang kedua, Prabu Boma juga tidak sungguh-sungguh mencintai Dewi Mustikawati.
Raden Arjuna merasa bimbang.
Ia pun bertanya siapa kira-kira jodoh gadis tersebut, apakah Bambang Wisanggeni
ataukah Raden Lesmana Mandrakumara. Prabu Kresna tidak menjawab, melainkan
bertanya kepada Kyai Semar hendak mendampingi perjalanan siapa. Kyai Semar
bangun dari tidur dan menyatakan hendak mendampingi Bambang Wisanggeni saja.
Dari jawaban tersebut, Raden Arjuna dapat menyimpulkan bahwa Dewi Mustikawati memang
ditakdirkan menjadi istri Bambang Wisanggeni. Ia pun memeluk putranya itu dan
meminta maaf, serta merestuinya semoga berhasil mendapatkan Cupumanik Gambar
Jagad.
Bambang Wisanggeni berterima
kasih. Ia lalu mohon pamit kepada ayahnya itu dan juga kepada Prabu Kresna
untuk berangkat menuju Kahyangan Awang-Awang Kumitir. Kyai Semar dan Raden
Antasena menyertai di belakang.
BAMBANG WISANGGENI MENDAPATKAN CUPUMANIK GAMBAR JAGAD
Di Kahyangan Awang-Awang
Kumitir, Sanghyang Padawenang menerima kedatangan Bambang Wisanggeni dan
rombongannya. Mereka semua menghaturkan hormat kepada leluhur para dewa
tersebut. Bambang Wisanggeni kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu ingin
meminjam Cupumanik Gambar Jagad sebagai syarat untuk menikah dengan Dewi
Mustikawati.
Sanghyang Padawenang
mengabulkan permohonan Bambang Wisanggeni karena Dewi Mustikawati memang
berjodoh dengan pemuda tersebut. Namun, Cupumanik Gambar Jagad kelak harus dikembalikan
kepadanya, yaitu ketika hendak meletus Perang Bratayuda antara para Pandawa
melawan para Kurawa. Kelak ketika Bambang Wisanggeni bersama Raden Antasena
mengembalikan cupumanik tersebut, Sanghyang Padawenang akan menyampaikan pula
apa yang menjadi takdir mereka.
Bambang Wisanggeni dan Raden
Antasena merasa penasaran. Mereka bertanya apa kira-kira takdir yang kelak akan
menimpa mereka. Sanghyang Padawenang tidak bersedia menjawab karena itu belum
waktunya. Kyai Semar menasihati kedua pemuda itu agar menjalani kehidupan
dengan baik, tidak perlu memikirkan hal tersebut. Kelak jika waktunya tiba, ia
yang akan mengingatkan Bambang Wisanggeni dan Raden Antasena untuk menghadap
Sanghyang Padawenang dengan membawa kembali Cupumanik Gambar Jagad.
Sanghyang Padawenang merasa
cukup untuk hari ini. Bambang Wisanggeni dan yang lain pun mohon pamit
meninggalkan Kahyangan Awang-Awang Kumitir dengan membawa cupu pusaka yang
mereka cari.
PRABU BOMA MENGHADANG BAMBANG WISANGGENI
Bambang Wisanggeni dan
rombongannya telah kembali menginjak tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan
menuju Kerajaan Sunyapura. Tiba-tiba mereka dihadang Prabu Boma Narakasura dan
Patih Pancadnyana yang hendak merebut Cupumanik Gambar Jagad. Bambang
Wisanggeni dengan tegas menolak menyerahkan cupumanik tersebut. Maka,
terjadilah pertarungan antara dirinya melawan Prabu Boma, sedangkan Raden
Antasena melawan Patih Pancadnyana.
Prabu Boma terdesak melawan
Bambang Wisanggeni yang lincah dan sakti. Ia akhirnya dapat dikalahkan oleh
sepupunya tersebut. Bambang Wisanggeni pun bertanya untuk apa Prabu Boma
menginginkan Cupumanik Gambar Jagad, jika hatinya tidak tulus mencintai Dewi
Mustikawati. Prabu Boma terkejut mengetahui Bambang Wisanggeni dapat menebak
isi hatinya. Ia pun berterus terang bahwa ini semua karena permintaan istrinya,
yaitu Dewi Agnyanawati.
Prabu Boma bercerita bahwa ia baru
saja menikah dengan Dewi Agnyanawati, keponakan Patih Pancadnyana. Namun,
istrinya itu selalu menolak jika Prabu Boma mengajak bermesraan. Prabu Boma pun
mendesak Dewi Agnyanawati dan bertanya apa yang menjadi keinginannya. Dewi
Agnyanawati berkata, dirinya bersedia melayani Prabu Boma apabila dimadu dengan
sahabatnya, yaitu Dewi Mustikawati dari Kerajaan Sunyapura.
Raden Antasena sambil
meringkus Patih Pancadnyana ikut bicara. Ia menyarankan agar Prabu Boma menjadi
suami yang tegas, jangan mau diperintah istri seperti itu. Apa gunanya menikahi
Dewi Mustikawati jika tidak mencintainya? Bukankah itu sama saja dengan
menyiksa gadis tersebut? Lagipula, jika Prabu Boma memaksa menikahi perempuan
yang bukan jodohnya, itu berarti ia merebut calon pasangan hidup pria lain yang
ditakdirkan menjadi jodoh Dewi Mustikawati.
Prabu Boma merenungi ucapan
Raden Antasena yang masuk akal. Ia merasa dirinya terlalu egois karena demi
ingin menyenangkan Dewi Agnyanawati lantas merugikan Dewi Mustikawati dan juga
laki-laki lain yang ditakdirkan menjadi jodoh gadis tersebut. Setelah berpikir
demikian, ia pun menyatakan mundur dari perlombaan ini. Prabu Boma lalu
memerintahkan Patih Pancadnyana agar pulang lebih dulu ke Kerajaan Trajutresna,
sedangkan dirinya ingin menyaksikan perkawinan antara Bambang Wisanggeni dan Dewi
Mustikawati.
BAMBANG WISANGGENI MEMPERSEMBAHKAN CUPU PUSAKA KEPADA CALON ISTRINYA
Bambang Wisanggeni, Raden Antasena,
Prabu Boma, dan para panakawan melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Sunyapura.
Di tengah jalan mereka dihadang Danghyang Druna dan Patih Sangkuni bersama para
Kurawa yang menyertai mereka. Jika sebelumnya, para Kurawa yang menyertai Patih
Sangkuni dapat dikalahkan Raden Antasena, maka kini jumlah mereka bertambah
karena bergabung dengan para Kurawa yang menyertai Danghyang Druna. Dengan
jumlah yang lebih banyak, mereka yakin dapat mengalahkan Raden Antasena dan
merebut Cupumanik Gambar Jagad dari tangan Bambang Wisanggeni yang bertubuh
kurus kecil.
Namun, para Kurawa tidak
menduga Prabu Boma ada bersama mereka. Patih Sangkuni pun menghasut Prabu Boma
agar bergabung dengan para Kurawa sehingga mereka dapat bersama-sama merebut
Cupumanik Gambar Jagad. Prabu Boma merasa bimbang, teringat janjinya kepada
Dewi Agnyanawati. Namun, Raden Antasena segera bertanya, apabila Cupumanik
Gambar Jagad berhasil direbut, lantas siapa yang akan menikahi Dewi Mustikawati.
Danghyang Druna langsung menjawab, tentu saja Raden Lesmana Mandrakumara.
Mendengar jawaban itu, Prabu
Boma tidak ragu lagi. Ia pun melompat menerjang rombongan dari Kerajaan Hastina
tersebut. Raden Antasena ikut membantu. Para Kurawa lagi-lagi babak belur
menghadapi mereka berdua. Merasa terdesak, Danghyang Druna pun mengajak Patih
Sangkuni dan yang lain untuk mundur, kembali ke Kerajaan Hastina.
Bambang Wisanggeni dan
rombongannya melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di Kerajaan Sunyapura.
Ternyata Prabu Kresna dan Raden Arjuna sudah lebih dulu tiba di sana, duduk
bersama Prabu Mustikadarma dan Dewi Mustikawati. Prabu Kresna senang melihat
Prabu Boma ikut dalam rombongan ini dan menyadari kesalahannya.
Bambang Wisanggeni maju dan
menyerahkan Cupumanik Gambar Jagad kepada Dewi Mustikawati. Gadis itu perlahan
menerimanya. Begitu membuka cupu pusaka tersebut, ia dapat melihat pemandangan
di seluruh dunia, baik itu pemandangan di alam nyata, maupun pemandangan di
alam gaib.
Melihat putrinya tampak
bahagia, Prabu Mustikadarma pun menyatakan Bambang Wisanggeni sebagai pemenang
sayembara. Hari itu juga ia menikahkan Bambang Wisanggeni dengan Dewi
Mustikawati. Prabu Kresna dan Raden Arjuna kembali memberikan restu untuk
perkawinan mereka.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
Terimakasih banyak... Saya penggemar cerita wayang, hampir setiap hari saya membaca kisah kisah ini. Terimakasih banyak dengan turut melestarikan budaya. Maturnuwun. Salam. Tanceb kayon. Wqwqwq
BalasHapusMau tanya om, siapa saja tokoh pada cerita rabine wisanggeni
Hapusmatur suwun Mas mugi Mbarokahi lan Mbeto maslahat kegem sedoyo nipun AMIIIIIN Muchon bejas bejasjoni
BalasHapusMatur nuwun semuanya, sudah mampir di blog kami.
BalasHapusLestari budayaku, matursembah nuwun, semoga banyak lagi lakon/cerita wayang yang dapat ditulis dan dilestarikan oleh para penerus bangsa
BalasHapussulit diungkapkan dgn kata2, yg pasti ... manteb!
BalasHapusTerlalu ringkas,, andaipun kisah ini satu buku tebal sekalipun tak kan jemu kubaca..
BalasHapus👍
BalasHapusMantap mas , makasih ilmunya
BalasHapusing panggonan ngendi wae lakon wayang Wisanggeni rabi iku dumadi
BalasHapusKasian dari atas sampai wisanggeni rabi lesmono selalu gagal total
BalasHapusMantab dolor
BalasHapus