Kisah ini menceritakan tentang Arya Gatutkaca yang bertapa di Gunung
Argakelasa untuk menagih janji Batara Guru yang pernah diucapkannya dulu.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman wayang kulit dengan dalang Ki Nartosabdo,
yang dipadukan dengan rekaman pentas Ki Manteb Soedharsono, dengan perubahan
seperlunya.
Kediri, 19 Januari 2019
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, silakan klik di sini
Arya Gatutkaca. |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU DURYUDANA MENDENGAR KABAR ARYA GATUTKACA BERTAPA DI GUNUNG
ARGAKELASA
Di Kerajaan Hastina, Prabu
Duryudana memimpin pertemuan dihadap Danghyang Druna dari Sokalima, Patih
Sangkuni dari Plasajenar, Adipati Karna dari Awangga, dan Raden Kartawarma dari
Tirtatinalang. Dalam pertemuan itu, Patih Sangkuni melaporkan bahwa Arya
Gatutkaca saat ini tengah menduduki bekas padepokan milik Bagawan Bimasuci di
Gunung Argakelasa bersama saudara-saudaranya. Patih Sangkuni curiga, Arya
Gatutkaca memiliki niat buruk, mengingat Gunung Argakelasa terletak di
perbatasan antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan Amarta.
Prabu Duryudana langsung
percaya pada laporan Patih Sangkuni. Memang beberapa waktu yang lalu Arya
Wrekodara menduduki Gunung Argakelasa sebagai brahmana bernama Bagawan
Bimasuci, mengajarkan ilmu kasampurnan dan juga memberikan pengobatan kepada
masyarakat sekitar. Kini ganti anaknya, yaitu Arya Gatutkaca yang menduduki gunung
tersebut. Ia yakin, Arya Gatutkaca pasti sedang mengumpulkan kekuatan untuk
memberontak kepada dirinya. Ia yakin, penduduk yang telah ditolong Bagawan
Bimasuci pasti merasa berhutang budi dan bisa dengan mudah dihasut Arya
Gatutkaca untuk tidak menyukai pemerintah pusat. Hal ini tidak bisa dibiarkan.
Prabu Duryudana pun memerintahkan Adipati Karna untuk menangkap Arya Gatutkaca
hidup atau mati dengan tuduhan makar.
Adipati Karna meminta Prabu
Duryudana agar tidak terburu nafsu. Semua laporan harus diselidiki terlebih
dulu, jangan berat sebelah. Danghyang Druna mendukung ucapan Adipati Karna.
Gunung Argakelasa adalah batas alam antara Kerajaan Hastina dan Kerajaan
Amarta. Kedua negara memiliki hak yang sama untuk menjaga gunung tersebut.
Siapa tahu Arya Gatutkaca menduduki Gunung Argakelasa bukan untuk makar,
melainkan untuk mengadakan penghijauan, menjaga kelestarian lingkungan, dan
sebagainya.
Prabu Duryudana marah menuduh
Danghyang Druna dan Adipati Karna tidak tulus mendukung pemerintahannya.
Danghyang Druna adalah guru para Pandawa, sedangkan Adipati Karna adalah kakak
para Pandawa, sehingga wajar jika mereka memiliki maksud lain. Danghyang Druna
dan Adipati Karna meminta maaf. Mereka menyatakan diri tulus mengabdi di
Kerajaan Hastina. Segala usul yang mereka ajukan tidak lain adalah untuk
kebaikan Prabu Duryudana juga. Tentunya, jangan sampai Prabu Duryudana mendapat
malu seperti yang sudah-sudah.
Prabu Duryudana keras kepala
tidak peduli pada ucapan keduanya. Yang baik menurut dirinya hanya satu, yaitu bisa
mengalahkan para Pandawa beserta anak-anak mereka. Oleh sebab itu, ia pun
menegaskan bahwa perintah untuk membubarkan perkumpulan di Gunung Argakelasa
adalah wajib dilaksanakan. Adipati Karna tidak bisa membantah lagi. Ia pun
berangkat melaksanakan tugas dengan didampingi Patih Sangkuni dan para Kurawa.
PASUKAN HASTINA DISAMBUT ANAK-ANAK PANDAWA
Di Gunung Argakelasa, Bambang
Wisanggeni baru tiba dan disambut para putra Pandawa lainnya, yaitu Arya
Antareja, Raden Antasena, dan juga Bambang Irawan. Bambang Wisanggeni bertanya
apa benar Arya Gatutkaca mengadakan perkumpulan dan apa tujuan dari perkumpulan
tersebut. Arya Antareja menjawab, tujuan Arya Gatutkaca adalah ingin melakukan
unjuk rasa kepada Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka yang dulu pernah
berjanji akan mengangkat dirinya sebagai raja kahyangan. Namun, unjuk rasa ini
tidak dilakukan dengan cara berbuat keributan, melainkan dengan cara melakukan
tapa brata di Gunung Argakelasa, yaitu bekas padepokan milik Bagawan Bimasuci.
Bambang Wisanggeni mendukung
rencana Arya Gatutkaca. Ia pernah mendengar cerita bahwa dahulu kala Arya
Gatutkaca pernah menjadi jago kahyangan melawan amukan Patih Sekipu dan juga
menumpas Prabu Kalapracona raja Kiskanda. Atas jasanya itu, Batara Guru
menjanjikan akan mengangkat Arya Gatutkaca sebagai raja kahyangan apabila sudah
tiba saat yang tepat. Sudah dua puluh tahun lebih peristiwa itu berlalu, namun
Batara Guru belum juga menepati janjinya. Bambang Wisanggeni berkata, meskipun
Batara Guru adalah pemimpin para dewa, namun Arya Gatutkaca tidak boleh takut
menagih janji. Ia siap membantu dan mendukung perjuangan Arya Gatutkaca hingga
berhasil.
Tidak lama kemudian datanglah
Adipati Karna beserta Patih Sangkuni dan para Kurawa. Mereka datang untuk
mengusir Arya Gatutkaca dan anak-anak Pandawa lainnya dari Gunung Argakelasa.
Arya Gatutkaca dilarang mengadakan perkumpulan di dalam wilayah Kerajaan
Hastina. Bambang Wisanggeni berkata, Gunung Argakelasa terletak di perbatasan
antara Kerajaan Hastina dan Amarta, sehingga kedua pihak memiliki hak yang sama
atas gunung ini. Oleh sebab itu, para Kurawa tidak berhak membubarkan perkumpulan
Arya Gatutkaca.
Adipati Karna hilang
kesabaran. Ia pun memerintahkan para Kurawa dan pasukan Hastina untuk mengobrak-abrik
Padepokan Argakelasa. Arya Antareja, Raden Antasena, dan Bambang Irawan menghadapi
serangan mereka. Pertempuran sengit pun terjadi. Kekuatan pihak Hastina jauh
lebih banyak. Bambang Wisanggeni pun mengerahkan kemayan untuk memperdaya musuh.
Ia mengajak saudara-saudaranya itu untuk pura-pura kalah dan berlari masuk ke
dalam padepokan. Ketika Adipati Karna dan para Kurawa ikut mengejar masuk,
tahu-tahu mereka sudah berada di alun-alun Kerajaan Hastina. Para Kurawa
terheran-heran, sedangkan Adipati Karna tersenyum senang karena dikalahkan
keponakannya dengan cara yang aneh seperti ini.
BATARI DURGA DAN PRABU DEWASRANI MENGHADAP BATARA GURU
Di Kahyangan Jonggringsalaka,
Batara Guru dihadap Batara Narada dan para dewa lainnya. Mereka membahas
tentang penyebab gara-gara yang melanda kahyangan. Batara Narada menjelaskan
bahwa gara-gara disebabkan oleh Arya Gatutkaca yang bertapa di Gunung
Argakelasa untuk menagih janji Batara Guru yang dulu pernah menyanggupi akan
mengangkat dirinya sebagai raja kahyangan. Janji tersebut diucapkan Batara Guru
untuk menghargai jasa Arya Gatutkaca yang saat itu berhasil menumpas musuh
kahyangan, yaitu Prabu Kalapracona dan Patih Sekipu.
Batara Guru belum sempat
menjawab, tiba-tiba datang Batari Durga bersama putranya, yaitu Prabu
Dewasrani. Keduanya datang untuk menuntut keadilan. Rupanya mereka telah
mendengar kabar bahwa Arya Gatutkaca sedang bertapa di Gunung Argakelasa untuk
menagih janji yang pernah diucap Batara Guru dulu, yaitu menjadikan dirinya
sebagai raja kahyangan. Prabu Dewasrani merasa ini tidak adil. Dirinya sebagai
putra dewa tidak pernah dijanjikan demikian, tapi mengapa Arya Gatutkaca yang hanya
seorang manusia biasa bisa mendapatkan keuntungan seperti ini.
Batara Guru menjawab, ini
bukan soal untung rugi. Arya Gatutkaca pernah berjasa menumpas musuh kahyangan
lebih dari dua puluh tahun silam. Saat itu Batara Guru pernah berjanji akan
mengangkat Arya Gatutkaca sebagai raja kahyangan apabila sudah tiba waktu yang
tepat. Batara Narada ikut berkata, di mana ia menegaskan bahwa janji adalah
hutang, dan hutang wajib dilunasi.
Batari Durga membantah
perkataan Batara Narada. Menurut pendapatnya, janji seorang pemimpin boleh
dilanggar apabila janji tersebut dapat menyebabkan kerugian. Jika Arya
Gatutkaca diizinkan menjadi raja kahyangan, maka semua manusia akan ikut-ikutan
minta dijadikan raja kahyangan. Jika hal itu sampai terjadi, maka wibawa para
dewa akan mengalami kemerosotan. Itulah sebabnya, Batari Durga datang untuk
memohon agar Batara Guru membatalkan janji melantik Arya Gatutkaca sebagai raja
kahyangan.
Batara Guru setuju pada usulan
Batari Durga. Ia pun mempersilakan Batari Durga entah bagaimana caranya untuk
membubarkan Padepokan Argakelasa agar Arya Gatutkaca tidak lagi bertapa di
sana. Batari Durga menyatakan bersedia. Ia lalu mohon pamit berangkat bersama
Prabu Dewasrani.
ARYA GATUTKACA DIJEMPUT PRABU KRESNA
Sementara itu di Gunung Argakelasa,
Raden Abimanyu dan para panakawan datang menyusul Arya Gatutkaca. Mendengar
adik kesayangannya tiba, Arya Gatutkaca segera keluar dari ruang samadi untuk
menyambut Raden Abimanyu. Ia pun terkejut bercampur gembira mengetahui Bambang
Wisanggeni ternyata hadir lebih dulu dan telah berjasa mengusir orang-orang
Hastina menggunakan ilmu kemayan.
Bambang Wisanggeni dan Raden
Abimanyu datang untuk menyatakan dukungan mereka atas perjuangan Arya Gatutkaca,
yaitu menagih janji kepada Batara Guru. Bambang Wisanggeni berpesan, apa pun
yang terjadi jangan sampai Arya Gatutkaca pergi meninggalkan Gunung Argakelasa.
Tidak lama kemudian datanglah
Prabu Kresna di padepokan tersebut. Arya Gatutkaca dan yang lain segera
menyambut dengan penuh penghormatan. Prabu Kresna hari itu datang untuk
menjemput pulang Arya Gatutkaca karena ayahnya, yaitu Arya Wrekodara sedang
sakit keras. Siang malam Arya Wrekodara hanya berbaring di tempat tidur dan
memanggil-manggil nama Arya Gatutkaca seorang.
Arya Gatutkaca gemetar mendengar
berita ini. Ia pun menyatakan hendak pulang ke Kerajaan Amarta, dan membatalkan
tapa-bratanya di Gunung Argakelasa. Bambang Wisanggeni mencegah, karena
bagaimanapun juga Arya Gatutkaca tidak boleh pergi meninggalkan padepokan. Jika
Arya Gatutkaca sampai meninggalkan Gunung Argakelasa, maka rencana menagih
janji Batara Guru akan mengalami kegagalan.
Arya Gatutkaca tidak peduli
lagi dengan janji dewata. Sekarang ini yang paling penting baginya adalah
kesembuhan sang ayah. Apalah gunanya menjadi raja kahyangan, apabila penyakit
ayah kandungnya semakin bertambah parah.
Raden Antasena ikut bicara. Ia
mendukung ucapan Bambang Wisanggeni agar Arya Gatutkaca tidak pulang ke
Kerajaan Amarta. Apabila benar ayah mereka sedang sakit, tentunya Prabu Kresna
bisa mengobati menggunakan Kembang Wijayakusuma, tidak perlu susah payah
menyusul ke Gunung Argakelasa.
Prabu Kresna menjawab,
keampuhan Kembang Wijayakusuma tergantung semangat si sakit. Masalahnya, yang
menjadi sumber semangat Arya Wrekodara hanyalah kepulangan Arya Gatutkaca.
Meskipun diobati berkali-kali menggunakan Kembang Wijayakusuma, tetap saja
tidak ada hasilnya apabila Arya Wrekodara hanya merindukan Arya Gatutkaca
melulu.
Arya Gatutkaca merasa bimbang.
Ia lalu meminta pendapat para saudara lainnya. Arya Antareja, Raden Abimanyu,
dan Bambang Irawan menyarankan agar Arya Gatutkaca pulang saja, demi kesembuhan
orang tua. Soal bertapa bisa dilanjutkan lain waktu. Arya Gatutkaca merasa
mendapat pendukung. Ia pun menyatakan ikut Prabu Kresna pulang ke Kerajaan
Amarta.
Bambang Wisanggeni merasa
kecewa. Ia lalu pamit pulang dengan ditemani Raden Antasena. Prabu Kresna tidak
peduli pada sikap mereka berdua. Tanpa banyak bicara, ia segera menggandeng
tangan Arya Gatutkaca dan membawanya melesat pergi meninggalkan Padepokan
Argakelasa. Arya Antareja, Raden Abimanyu, dan Bambang Irawan heran melihat
kejadian ini. Mereka pun bergegas menyusul kepergian Prabu Kresna dan Arya
Gatutkaca menuju Kerajaan Amarta.
ARYA GATUTKACA DIANIAYA PRABU NAGAPRAKOSA
Prabu Kresna menggandeng
tangan Arya Gatutkaca berjalan cepat meninggalkan Gunung Argakelasa. Arya
Gatutkaca heran karena jalur yang ditempuh ternyata bukan menuju Kerajaan
Amarta. Ia pun berontak melepaskan diri dari cengkeraman Prabu Kresna. Ternyata
Prabu Kresna yang menjemputnya adalah penjelmaan Batari Durga, yang ingin
menggagalkan dirinya supaya tidak menjadi raja kahyangan.
Arya Gatutkaca berkata,
dirinya lebih baik dibunuh daripada dibohongi seperti ini. Batari Durga menjawab,
urusan membunuh Arya Gatutkaca akan diserahkan kepada Prabu Dewasrani dan
pasukannya saja. Tiba-tiba muncul seorang raja raksasa yang mengaku bernama
Prabu Nagaprakosa. Ia datang untuk mewakili Batari Durga membunuh Arya
Gatutkaca, tidak perlu diserahkan kepada Prabu Dewasrani.
Batari Durga bertanya ada
dendam apa sehingga Prabu Nagaprakosa ingin membunuh Arya Gatutkaca. Prabu
Nagaprakosa menjawab, dirinya adalah adik seperguruan Prabu Kalapracona yang
dulu mati dibunuh Arya Gatutkaca. Dendam di hatinya kepada Arya Gatutkaca
sangat besar tidak terukur. Itu sebabnya, Batari Durga tidak perlu mengotori
tangan dengan percikan darah Arya Gatutkaca.
Batari Durga merasa senang mendengar
penuturan Prabu Nagaprakosa. Arya Gatutkaca lalu diserahkannya kepada raja
raksasa tersebut. Prabu Nagaprakosa menerima dengan senang hati. Ia pun menghajar
Arya Gatutkaca bertubi-tubi hingga jatuh pingsan. Dengan segenap kekuatan, Prabu
Nagaprakosa lalu melemparkan tubuh Arya Gatutkaca hingga jatuh entah ke mana.
ARYA GATUTKACA DIHADAPKAN KEPADA BATARA GURU
Tubuh Arya Gatutkaca ternyata
jatuh di kaki Gunung Jamurdipa. Kebetulan Batara Narada lewat di situ setelah
ia kecewa atas sikap Batara Guru dalam pertemuan tadi. Melihat Arya Gatutkaca
tergeletak pingsan, ia pun mendatangi pemuda itu dan menyembuhkan lukanya.
Arya Gatutkaca bangun dari
pingsan dan segera menyembah Batara Narada. Batara Narada merasa prihatin dan
segera mengajak Arya Gatutkaca naik ke Kahyangan Jonggringsalaka, menghadap
kepada Batara Guru.
Sesampainya di sana, mereka
melihat Batara Guru sedang duduk dihadap para dewa lainnya. Batara Narada
segera menyampaikan isi hatinya yang kecewa atas sikap Batara Guru yang terlalu
berat sebelah, lebih mementingkan laporan Batari Durga dan Prabu Dewasrani
daripada menjaga martabat sendiri. Kini Arya Gatutkaca telah hadir di Kahyangan
Jonggringsalaka. Daripada pemuda ini mati dibunuh Batari Durga, mungkin lebih
baik mati dibunuh Batara Guru saja.
BATARA GURU MENEPATI JANJINYA KEPADA ARYA GATUTKACA
Arya Gatutkaca maju mendekat.
Ia menyerahkan lehernya untuk dipenggal Batara Guru. Batara Guru mengangkat
pusaka trisula dan mengarahkannya ke dada Arya Gatutkaca. Namun, pusaka tersebut
lalu dialihkan ke pundak Arya Gatutkaca sebagai pertanda bahwa Batara Guru
hendak memberikan restu, bukan hendak membunuhnya.
Batara Narada dan para dewa
lainnya heran bercampur lega. Batara Guru menjelaskan bahwa ia hanya pura-pura
mengabulkan permintaan Batari Durga. Sesungguhnya ini semua hanyalah ujian
untuk kesungguhan hati Arya Gatutkaca. Karena Arya Gatutkaca tidak mengindahkan
pesan Bambang Wisanggeni, maka ia pun mendapatkan luka karena dianiaya Prabu
Nagaprakosa. Anggap saja luka-luka tersebut sebagai pengalaman agar kelak Arya
Gatutkaca lebih waspada dan berhati-hati dalam bertindak.
Mengenai janji yang pernah
diucapkan dulu, sama sekali Batara Guru tidak lupa. Ia menyatakan hari ini
adalah hari yang tepat untuk melantik Arya Gatutkaca sebagai raja kahyangan.
Arya Gatutkaca lalu diberi mahkota dan didudukkan di atas takhta yang selama
ini ia duduki.
Arya Gatutkaca duduk sejenak
di atas takhta tersebut, kemudian ia turun dan bersimpuh menyembah Batara Guru.
Arya Gatutkaca lalu mendudukkan Batara Guru kembali ke atas takhta kahyangan.
Batara Guru heran mengapa Arya Gatutkaca menolak anugerah yang ia berikan. Arya
Gatutkaca menjawab, dirinya sama sekali tidak menolak. Tujuannya bertapa di
Gunung Argakelasa adalah untuk mengingatkan Batara Guru akan janji terdahulu.
Ia sama sekali tidak berniat serakah, namun hanya ingin menjaga nama baik
Batara Guru sebagai pemimpin para dewa. Kini Batara Guru telah terbukti
menepati janjinya dengan mengangkat Arya Gatutkaca sebagai raja kahyangan. Arya
Gatutkaca merasa dirinya sudah cukup menduduki takhta kahyangan walaupun hanya
beberapa detik saja. Baginya, yang paling penting adalah Batara Guru sudah
menepati janji dan menjaga wibawa selaku pemimpin para dewa.
Batara Guru merasa terharu
melihat watak Arya Gatutkaca yang luhur budi. Ia pun memberikan anugerah baru,
yaitu mengangkat Arya Gatutkaca sebagai putra, dengan memberinya julukan Prabu
Guruhandaya. Arya Gatutkaca merasa tersanjung dan kembali menyembah Batara
Guru.
ROMBONGAN ARYA ANTAREJA BERTEMU PRABU KRESNA YANG ASLI
Sementara itu, Arya Antareja,
Raden Abimanyu, dan Bambang Irawan sedang dalam perjalanan menyusul Arya Gatutkaca
pulang ke Kerajaan Amarta. Di tengah jalan mereka bertemu Prabu Kresna yang berjalan
bersama Arya Wrekodara dan Raden Arjuna. Arya Antareja dan yang lain segera
menyembah, dan mereka pun merasa senang melihat Arya Wrekodara telah sembuh
dari penyakit berkat kepulangan Arya Gatutkaca.
Arya Wrekodara tidak paham atas
perkataan Arya Antareja. Ia merasa selama ini sehat-sehat saja dan tidak
terserang penyakit. Arya Antareja pun bercerita bahwa Prabu Kresna telah datang
ke Gunung Argakelasa menjemput pulang Arya Gatutkaca dengan alasan Arya
Wrekodara sakit keras. Prabu Kresna tersenyum dan menjelaskan dirinya tidak
pernah pergi ke Gunung Argakelasa. Justru hari ini ia berniat mengunjungi Arya
Gatutkaca bersama Arya Wrekodara dan Raden Arjuna.
Arya Antareja, Raden Abimanyu,
dan Bambang Irawan kebingungan mendengarnya. Kini mereka baru sadar bahwa
ucapan Bambang Wisanggeni terbukti benar. Tiba-tiba datang Prabu Nagaprakosa
mengatakan bahwa yang menjemput Arya Gatutkaca adalah Prabu Kresna palsu, dan
saat ini Arya Gatutkaca pun sudah ia bunuh.
ARYA GATUTKACA MENGALAHKAN PRABU NAGAPRAKOSA
Arya Wrekodara marah dan langsung
menerjang Prabu Nagaprakosa. Terjadilah pertarungan di antara mereka. Ternyata
Prabu Nagaprakosa ini sangat tangguh sesuai dengan namanya. Arya Wrekodara pun
merasa kesulitan untuk mengalahkan raja raksasa tersebut.
Tiba-tiba dari angkasa
meluncur turun Arya Gatutkaca menerjang Prabu Nagaprakosa. Keduanya kembali
bertarung untuk menyelesaikan permasalahan di antara mereka. Pertarungan ini
berlangsung sangat seru, hingga akhirnya Prabu Nagaprakosa jatuh terjungkal
akibat terkena Aji Brajamusti di tangan Arya Gatutkaca.
Sungguh ajaib, tubuh Prabu
Nagaprakosa musnah dan berubah menjadi Batara Anantaboga. Melihat itu, Prabu
Kresna, Raden Arjuna, Arya Antareja, dan yang lain segera menyampaikan sembah hormat
kepadanya.
Batara Anantaboga pun
bercerita bahwa dirinya menyamar sebagai raja raksasa adalah untuk merebut Arya
Gatutkaca dari tangan Batari Durga yang menjelma sebagai Prabu Kresna palsu. Batara
Anantaboga pura-pura menjadi Prabu Nagaprakosa dan menghajar Arya Gatutkaca.
Tujuannya adalah supaya Arya Gatutkaca pingsan dan jangan sampai dibunuh Batari
Durga beserta pasukannya. Setelah pingsan, tubuh Arya Gatutkaca dilempar Batara
Anantaboga, dan tentu saja diarahkan supaya jatuh di Gunung Jamurdipa. Sesuai
rencana, Arya Gatutkaca lalu ditemukan Batara Narada dan dibawa menghadap
kepada Batara Guru.
Arya Antareja sangat berterima
kasih karena sang kakek telah menolong adiknya dari tangan jahat Batari Durga.
Batara Anantaboga berkata bahwa Arya Gatutkaca juga cucunya, tidak berbeda
dengan Arya Antareja. Setelah dirasa cukup, ia pun pamit undur diri kembali ke
Kahyangan Saptapratala.
Tidak lama kemudian, datanglah
Prabu Dewasrani dan pasukannya meminta Arya Gatutkaca agar melepas gelar
sebagai putra angkat Batara Guru. Melihat itu, Raden Arjuna segera maju
menerjang Prabu Dewasrani, sedangkan Arya Wrekodara dan Arya Antareja menumpas
pasukan Nusarukmi. Prabu Dewasrani terdesak dan segera mengajak sisa-sisa
prajuritnya mundur melarikan diri.
Prabu Kresna bersyukur
peristiwa ini berakhir dengan baik. Ia lalu mengajak mereka semua kembali ke
Kerajaan Amarta untuk melapor kepada Prabu Puntadewa.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
Catatan : Dalam rekaman pentas Ki Manteb Soedharsono, nama raja raksasa
penjelmaan Batara Anantaboga adalah Prabu Nagabaginda. Dalam kisah di atas saya
ganti menjadi Prabu Nagaprakosa supaya tidak rancu dengan lakon Antareja Lahir.
Untuk kisah Arya Gatutkaca menumpas Prabu Kalapracona dan Patih Sekipu bisa
dibaca di sini.
Akhirnya ada jga klnjutanya,,mantab kisahnya,d tnggu lgi klnjutanya ,,
BalasHapusmudah-mudahan ada.
Hapusbelum ada dalang banyumasan seperti ki sugino siswocarito.bagi saya ,wayang yang beliau pegang seperti bernyawa.
BalasHapusSedih,regenerasi pecinta wayang seperti punah.mudah2 an ada sosok yang mau makaryobagyo buat pewayangan indonesia,,wasalam
BalasHapusmantaaap kawan ku
BalasHapusUntuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
BalasHapusdimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||