Kisah ini menceritakan tentang Arya Wrekodara yang menjadi brahmana
bergelar Bagawan Bimasuci di Gunung Argakelasa.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman wayang kulit dengan dalang Ki Manteb
Soedharsono, yang dipadukan dengan kisah dalam kitab Sanghyang Nawaruci karya
Mpu Syiwamurti, dengan perubahan seperlunya.
Kediri, 05 Januari 2019
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, silakan klik di sini
Bagawan Bimasuci |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU DURYUDANA MENDENGAR KABAR ARYA WREKODARA BERTAPA DI WILAYAHNYA
Di Kerajaan Hastina, Prabu
Duryudana memimpin pertemuan dihadap Danghyang Druna dari Sokalima, Patih
Sangkuni dari Plasajenar, Adipati Karna dari Awangga, dan Raden Kartawarma dari
Tirtatinalang. Dalam pertemuan itu, Patih Sangkuni melaporkan bahwa Arya
Wrekodara saat ini berani menduduki Gunung Argakelasa dan mendirikan padepokan
di sana, sedangkan dirinya menjadi brahmana, bergelar Bagawan Bimasuci. Setiap
hari Bagawan Bimasuci mengajarkan ilmu pengetahuan kepada penduduk sekitar, serta
memberikan pengobatan secara cuma-cuma kepada mereka yang membutuhkan. Yang membuat
kesal ialah, Gunung Argakelasa yang diduduki Bagawan Bimasuci merupakan wilayah
Kerajaan Hastina. Itu artinya, Bagawan Bimasuci sengaja ingin mencari keributan
terhadap Prabu Duryudana.
Prabu Duryudana marah
mendengar laporan itu. Gunung Argakelasa adalah wilayah Kerajaan Hastina.
Menduduki gunung tersebut tanpa izin dan juga membangun padepokan di sana jelas
perbuatan melanggar hukum. Prabu Duryudana berniat menjatuhkan hukuman kepada
Bagawan Bimasuci alias Arya Wrekodara.
Danghyang Druna menyela ikut
bicara. Ia mengingatkan bahwa Arya Wrekodara adalah putra Prabu Pandu, raja
Hastina terdahulu. Itu artinya, Arya Wrekodara juga memiliki hak atas setiap
jengkal wilayah Kerajaan Hastina. Lagipula yang dilakukan Arya Wrekodara juga
baik, yaitu mengajarkan ilmu pengetahuan dan memberikan pengobatan cuma-cuma
kepada masyarakat sekitar yang merupakan warga negara Hastina juga. Itu
artinya, Arya Wrekodara ikut berjasa terhadap Kerajaan Hastina.
Patih Sangkuni berkata, Danghyang
Druna hendak melepaskan diri dari tanggung jawab, padahal ini semua adalah
kesalahan Danghyang Druna juga. Dahulu kala, Danghyang Druna ditugasi untuk
membunuh Arya Wrekodara dengan cara menipunya untuk mencebur ke dalam Samudra
Minangkalbu, mencari air kehidupan Tirta Pawitra Mahening Suci. Bukannya mati,
Arya Wrekodara justru bertemu Dewa Ruci dan mendapatkan ilmu sejati sangkan
paraning dumadi. Sekarang Arya Wrekodara mendirikan padepokan dan mengajarkan
ilmu sejati tersebut. Jika dihitung-hitung, sumber masalah ini jelas berasal
dari Danghyang Druna yang gagal membunuh Arya Wrekodara.
Danghyang Druna menjawab,
dirinya sudah mengusahakan kematian Arya Wrekodara sesuai apa yang diperintahkan
Prabu Duryudana. Namun, soal hidup atau mati manusia adalah wewenang mutlak
Tuhan Yang Mahakuasa. Apabila Arya Wrekodara ternyata masih hidup sampai
sekarang, itu berarti Tuhan belum mengizinkannya untuk mati.
Prabu Duryudana yang termakan
ucapan Patih Sangkuni meminta Danghyang Druna untuk tidak membantah lagi.
Persoalan ini harus diselesaikan oleh Danghyang Druna. Bagaimanapun juga,
Danghyang Druna harus bisa menutup Padepokan Argakelasa dan mengusir Arya
Wrekodara agar kembali ke Kerajaan Amarta.
Danghyang Druna tidak dapat
menolak perintah. Ia pun mohon pamit berangkat ke Gunung Argakelasa. Prabu
Duryudana lalu memerintahkan agar Patih Sangkuni, Adipati Karna, dan para
Kurawa ikut mengawal keberangkatan Danghyang Druna.
RESI ANOMAN MENGUNJUNGI BAGAWAN BIMASUCI
Di Gunung Argakelasa, Bagawan
Bimasuci menerima kedatangan pendeta wanara putih dari Padepokan Kendalisada,
yaitu Resi Kapiwara Anoman. Dalam kunjungannya itu, Resi Anoman bertanya apa tujuan
Arya Wrekodara mendirikan padepokan di Gunung Argakelasa. Bagawan Bimasuci
berkata, di sini tidak adak ada Arya Wrekodara, yang ada Bagawan Bimasuci.
Resi Anoman menjawab, Bagawan
Bimasuci dan Arya Wrekodara adalah orang yang sama. Mau dipanggil apa pun tetap
saja orangnya sama. Tidak berbeda dengan dirinya yang bisa dipanggil dengan
nama Anoman, Senggana, Maruti, Ramandayapati, ataupun Anjanisuta, tetap saja
orangnya sama. Bagawan Bimasuci menjawab, soal nama tentu tergantung pula pada
wujudnya. Sama-sama udara, apabila keluar masuk hidung disebut napas, kalau
dahsyat di lautan disebut badai, kalau dahsyat di darat disebut topan, kalau
sepoi-sepoi disebut samirana, dan sebagainya. Demikian pula, nama Arya
Wrekodara hanya dipakai apabila ia sedang menjadi kesatria di Kerajaan Amarta. Lain
halnya saat ini ia berada di Gunung Argakelasa sebagai brahmana, maka namanya
adalah Bagawan Bimasuci.
Resi Anoman lalu bertanya,
mengapa Bagawan Bimasuci meninggalkan kewajibannya sebagai kesatria yang
harusnya membela negara. Bagawan Bimasuci balik bertanya, mengapa Resi Anoman
menjadi pendeta, bukankah dulu juga pernah menjadi kesatria? Resi Anoman
menjawab, dirinya sekarang sudah tua. Orang yang sudah tua pantas-pantas saja
menjadi pendeta. Lain halnya dengan Arya Wrekodara. Masih muda, tentunya lebih
baik tetap menjadi kesatria melindungi negara dari ancaman musuh.
Arya Wrekodara menjawab,
menjadi pendeta tidak harus menunggu tua. Kakeknya, yaitu Bagawan Abyasa sejak
muda belia sudah menjadi pendeta, baru kemudian diminta untuk memimpin Kerajaan
Hastina, lalu kembali lagi menjadi pendeta di masa tua. Kakek yang lain, yaitu
Resiwara Bisma meskipun seorang pendeta namun tetap berjiwa kesatria, siap
angkat senjata saat Kerajaan Hastina menghadapi musuh. Di samping mereka berdua
tentunya masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya.
Resi Anoman kembali bertanya
apa tujuan Bagawan Bimasuci membuka padepokan di Gunung Argakelasa. Bagawan
Bimasuci menjawab, dirinya hanya ingin mengajarkan ilmu pengetahuan kepada para
pemuda. Mereka adalah masa depan suatu negara. Pemuda adalah calon pemimpin bangsa
di masa depan. Oleh sebab itu, sejak muda mereka perlu untuk dibekali ilmu
pengetahuan yang berguna bagi kehidupan mereka kelak.
Resi Anoman berkata, kabar
yang ia dengar tidak sesederhana itu. Konon, Bagawan Bimasuci selain
mengajarkan ilmu pengetahuan juga mengajarkan ilmu kasampurnan sangkan paraning
dumadi. Itu sebabnya, Resi Anoman datang untuk membuktikan berita tersebut.
Jika memang benar demikian, ia ingin ikut belajar kepada Bagawan Bimasuci.
Bagawan Bimasuci berkata, Resi
Anoman tidak bersungguh-sungguh ingin belajar, tetapi hanya ingin menguji
kepandaiannya saja. Jika memang serius ingin belajar, mengapa Resi Anoman tidak
memperbaiki sikapnya dan mengapa tidak berbicara dengan lebih sopan santun.
Resi Anoman menjawab, dirinya adalah kakak angkat Bagawan Bimasuci, tentunya
jangan disamakan dengan para murid lainnya. Bagawan Bimasuci menjawab, Resi
Anoman adalah kakak angkat Arya Wrekodara, bukan kakak angkatnya. Selama Resi
Anoman tidak memperbaiki tingkah lakunya, maka diberi ilmu segudang pun
percuma, tidak akan bisa merasuk ke dalam sanubari.
Resi Anoman tertegun mendengar
ucapan Bagawan Bimasuci yang tegas dan berwibawa. Ia mengamati dengan seksama
dan baru sadar kalau ada sosok yang memancarkan cahaya dari dalam diri Bagawan
Bimasuci. Sosok tersebut adalah Dewa Ruci, sang guru sejati. Seketika Resi
Anoman pun merasa lemas tiada berdaya, dan segera tunduk memohon ampun kepada
Bagawan Bimasuci. Ia tidak lagi menggunakan bahasa yang lugas, tetapi
menggunakan bahasa halus penuh sopan santun kepada Bagawan Bimasuci, memohon
agar diterima menjadi murid.
Bagawan Bimasuci menerima
sembah Resi Anoman. Namun, saat ini ia belum bisa memberikan pelajaran karena
Padepokan Argakelasa kedatangan musuh yang hendak berbuat kekacauan. Resi
Anoman pun diperintahkan untuk mengatasi para musuh tersebut.
PARA KURAWA MENGACAU DI GUNUNG ARGAKELASA
Tamu yang hendak membuat
kekacauan adalah rombongan Danghyang Druna bersama Patih Sangkuni, Adipati
Karna, dan para Kurawa. Resi Anoman didampingi para murid Bagawan Bimasuci,
yaitu Putut Antareja, Putut Gatutkaca, dan Putut Antasena keluar padepokan
menyambut mereka. Danghyang Druna selaku kepala rombongan berkata dirinya ingin
bertemu Arya Wrekodara. Resi Anoman menjawab, di sini tidak ada Arya Wrekodara,
yang ada Bagawan Bimasuci. Patih Sangkuni bertanya apa bedanya Arya Wrekodara
dan Bagawan Bimasuci, orangnya sama saja. Resi Anoman pun menjawab sesuai dengan
apa yang disampaikan Bagawan Bimasuci tadi.
Patih Sangkuni tidak mau
bertele-tele. Intinya Arya Wrekodara telah lancang berani menduduki Gunung
Argakelasa yang masuk wilayah Kerajaan Hastina. Oleh sebab itu, padepokan harus
dibubarkan dan Arya Wrekodara harus menerima hukuman dari Prabu Duryudana. Resi
Anoman menjawab, Gunung Argakelasa terletak di tengah-tengah antara Kerajaan
Hastina dan Kerajaan Amarta. Gunung ini merupakan batas alamiah yang tidak
menjadi hak milik Kerajaan Hastina, juga bukan hak milik Kerajaan Amarta. Dalam
hal ini Bagawan Bimasuci tidak melanggar hukum sama sekali. Patih Sangkuni
marah dan menuduh Resi Anoman sebagai orang luar sehingga tidak perlu ikut
campur. Sebaliknya, Resi Anoman juga menyebut Patih Sangkuni sebagai orang
Gandaradesa, sehingga tidak pantas pula untuk ikut campur.
Suasana menjadi panas. Para
Kurawa pun maju untuk membongkar paksa bangunan Padepokan Argakelasa. Resi
Anoman dan ketiga keponakannya segera menghalangi mereka. Pertempuran pun
terjadi. Para Kurawa terdesak tidak mampu melanjutkan aksi mereka.
Melihat itu, Danghyang Druna
maju hendak melabrak Bagawan Bimasuci. Namun, begitu bertemu muka, ia melihat
Bagawan Bimasuci penuh wibawa memancarkan aura kedewaan. Danghyang Druna
mendapatkan pengalaman batin luar biasa. Tanpa ragu lagi, ia mengetahui bahwa
yang berdiri di hadapannya bukanlah Arya Wrekodara seperti biasanya, melainkan
Dewa Ruci sang Marbudyengrat. Seketika Danghyang Druna pun duduk bersimpuh
menyembah Bagawan Bimasuci. Namun, Bagawan Bimasuci tidak menerima sembahnya,
melainkan mengangkat dan menggendong tubuh Danghyang Druna masuk ke dalam
padepokan.
Melihat Danghyang Druna selaku
kepala rombongan telah bergabung dengan pihak musuh, Adipati Karna mengajak
Patih Sangkuni untuk mundur saja, kembali ke Kerajaan Hastina untuk melapor
kepada Prabu Duryudana.
RADEN ARJUNA BERGURU KEPADA BAGAWAN BIMASUCI
Sementara itu, Raden Arjuna
diiringi para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang
dalam perjalanan menuju Gunung Argakelasa untuk menyusul Arya Wrekodara. Di
tengah jalan mereka dihadang sepasang raksasa suami-istri yang ingin memangsa
daging manusia. Raden Arjuna dapat mengalahkan kedua raksasa itu yang ternyata
penjelmaan Batara Kamajaya dan Batari Ratih.
Batara Kamajaya memberi tahu Raden
Arjuna bahwa Arya Wrekodara saat ini berada di Gunung Argakelasa sebagai
Bagawan Bimasuci, yang mengajarkan ilmu kasampurnan sangkan paraning dumadi.
Sebaiknya Raden Arjuna pergi berguru kepadanya. Raden Arjuna mematuhi nasihat
tersebut dan segera berangkat ke sana.
Sesampainya di Gunung
Argakelasa, Raden Arjuna segera menghadap Bagawan Bimasuci. Dengan penuh sopan
santun ia menyembah Bagawan Bimasuci dan memohon diterima sebagai murid. Raden
Arjuna sama sekali tidak melihat Bagawan Bimasuci sebagai kakak kandung, tapi
melihatnya sebagai seorang guru yang mengajarkan jalan kebenaran. Bagawan
Bimasuci melihat Raden Arjuna tulus ikhlas ingin berguru kepadanya. Ia pun
menerimanya sebagai murid, dan mengajarkan ilmu kasampurnan sangkan paraning
dumadi, sebagaimana dulu yang diajarkan Dewa Ruci kepada dirinya.
BATARA GURU MENGIRIM PARA DEWA UNTUK MENGHUKUM BAGAWAN BIMASUCI
Sementara itu di Kahyangan
Jonggringsalaka, Batara Guru dihadap para dewa, antara lain Batara Narada,
Batara Sambu, Batara Brahma, Batara Indra, dan Batara Bayu. Dalam pertemuan tersebut,
Batara Guru bertanya apa yang menjadi penyebab terjadinya gara-gara di
kahyangan, sehingga kahyangan terasa panas tidak seperti biasanya.
Batara Narada menjawab, adanya
gara-gara di Kahyangan Jonggringsalaka disebabkan oleh Arya Wrekodara yang
mendirikan padepokan di Gunung Argakelasa, dan mengajarkan ilmu sangkan
paraning dumadi kepada Raden Arjuna. Batara Guru marah mendengar hal itu.
Apabila Arya Wrekodara sembarangan mengajarkan ilmu tingkat tinggi, maka umat
manusia akan berkurang rasa hormatnya kepada para dewa. Batara Guru pun
memerintahkan Batara Sambu, Batara Brahma, Batara Indra, dan Batara Batara Bayu
untuk menghukum Arya Wrekodara dan membongkar padepokannya.
Batara Narada bertanya apakah
perlu menjatuhkan hukuman seperti itu? Apakah tidak sebaiknya diselidiki terlebih
dahulu apakah Arya Wrekodara benar-benar bersalah atau tidak. Batara Guru tidak
peduli. Ia sudah memutuskan demikian, maka itulah yang harus dilaksanakan.
Mendengar itu, Batara Sambu
dan adik-adiknya tidak berani menunda lagi. Mereka pun mohon pamit berangkat melaksanakan
tugas.
PARA DEWA MENGHUKUM BAGAWAN BIMASUCI
Batara Sambu, Batara Brahma,
Batara Indra, dan Batara Bayu telah tiba di Padepokan Argakelasa. Saat itu
Bagawan Bimasuci sedang bersamadi seorang diri. Keempat dewa tersebut tidak
menampakkan diri sehingga Resi Anoman, Raden Arjuna, dan para putut tidak ada
yang menyadari kehadiran mereka.
Batara Sambu pun mengerahkan
kesaktiannya berupa ilusi gempa bumi yang sangat dahsyat. Ternyata Bagawan
Bimasuci tetap diam tak tergoyahkan. Batara Brahma mengerahkan kesaktian berupa
api yang membakar tubuh Bagawan Bimasuci. Namun, Bagawan Bimasuci tetap tak
tergoyahkan dan menyadari bahwa api tersebut hanyalah ilusi belaka. Yang ketiga
Batara Indra mengerahkan kesaktian berupa petir yang menggelegar menyambar
tubuh Bagawan Bimasuci. Namun, Bagawan Bimasuci masih tetap diam tidak
bergerak.
Batara Sambu lalu meminta
Batara Bayu agar turun tangan. Batara Bayu merasa serbasalah karena Bagawan
Bimasuci alias Arya Wrekodara adalah putra angkatnya. Namun, karena ini adalah
perintah Batara Guru, terpaksa ia pun mengerahkan kesaktian berupa ilusi angin
puting beliung yang melanda tubuh Bagawan Bimasuci. Namun, lagi-lagi Bagawan
Bimasuci tetap diam, tidak bergerak sama sekali.
Batara Sambu, Batara Brahma,
Batara Indra, dan Batara Bayu saling berpandangan, lalu mereka sepakat untuk kembali
ke Kahyangan Jonggringsalaka, melapor kepada Batara Guru.
BATARA GURU MENEMUI BAGAWAN BIMASUCI
Setelah keempat putranya
gagal, Batara Guru didampingi Batara Narada pergi ke Padepokan Argakelasa untuk
menemui Bagawan Bimasuci secara langsung. Sesampainya di sana, Batara Guru pun
menyapa Bagawan Bimasuci, sehingga Bagawan Bimasuci membuka matanya.
Batara Guru bertanya mengapa
Bagawan Bimasuci tidak membuka mata saat didatangi keempat dewa tadi. Bagawan
Bimasuci menjawab, mereka empat dewa tidak datang sebagai tamu, tetapi datang
sebagai pengacau. Tanpa permisi mereka langsung mengerahkan kesaktian kepada
dirinya. Bagawan Bimasuci merasa tidak ada urusan dengan keempat pengacau tersebut,
sehingga merasa tidak perlu untuk menemui mereka. Lain halnya dengan Batara
Guru dan Batara Narada yang menyapa terlebih dahulu, sehingga Bagawan Bimasuci
merasa perlu untuk membuka mata dan menerima tamu.
Batara Guru menjelaskan
kedatangannya ialah untuk meminta agar Bagawan Bimasuci menghentikan Padepokan
Argakelasa, tidak boleh lagi mengajarkan ilmu kasampurnan sangkan paraning
dumadi. Ilmu sangkan paraning dumadi adalah ilmu terlarang yang tidak boleh
diajarkan kepada sembarang orang. Apabila diajarkan secara sembarangan, maka
umat manusia akan berkurang rasa hormatnya kepada para dewa.
Bagawan Bimasuci bertanya,
mengapa Batara Guru gila hormat seperti itu? Apabila Batara Guru melindungi
umat manusia dengan baik, memimpin dengan adil, maka penghormatan tulus akan
datang dengan sendirinya. Lagipula, Bagawan Bimasuci merasa terpanggil untuk mengajarkan
ilmu sangkan paraning dumadi kepada umat manusia. Meskipun Batara Guru yang
meminta untuk menghentikan, ia tidak akan mematuhi. Batara Guru marah dan
mengutuk Bagawan Bimasuci menjadi raksasa hutan yang tidak bisa diatur. Namun,
Bagawan Bimasuci mendapat perlindungan Dewa Ruci, sehingga kutukan tersebut
berbalik mengenai Batara Guru sendiri.
RAKSASA PENJELMAAN BATARA GURU MENGAMUK DI KERAJAAN AMARTA
Batara Guru kini berubah
menjadi raksasa akibat terkena ucapannya sendiri. Ia merasa sangat malu dan
segera terbang ke angkasa tidak tentu arah. Batara Narada meminta maaf kepada
Bagawan Bimasuci dan memohon agar Batara Guru diruwat kembali menjadi seperti sediakala.
Bagawan Bimasuci bersedia lalu ia mengajak Batara Narada pergi mengejar raksasa
tersebut.
Raksasa penjelmaan Batara Guru
tampak terbang dengan sangat cepat dan mendarat di Kerajaan Amarta. Saat itu di
istana tampak Prabu Puntadewa didampingi Raden Nakula dan Raden Sadewa sedang
menerima kunjungan Prabu Kresna. Tiba-tiba Patih Tambakganggeng datang melapor
tentang adanya raksasa yang mengamuk merusak bangunan istana. Raden Nakula dan
Raden Sadewa segera maju untuk menangkap raksasa tersebut, namun mereka tidak
mampu mengatasinya.
Tidak lama kemudian, Bagawan
Bimasuci datang dan langsung menangkap raksasa itu. Ia pun meruwat si raksasa hingga
kembali lagi menjadi Batara Guru.
BATARA GURU MEMBERIKAN ANUGERAH KEPADA BAGAWAN BIMASUCI
Batara Guru yang sudah kembali
ke wujud semula, berterima kasih kepada Bagawan Bimasuci dan kini ia sadar
bahwa dirinya sudah banyak berbuat salah. Ia pun mempersilakan Bagawan Bimasuci
untuk meminta anugerah apa pun kepadanya. Bagawan Bimasuci menjawab dirinya
tidak ingin meminta apa-apa kepada Batara Guru. Batara Guru mendesak Bagawan
Bimasuci, karena jika tidak, maka ia merasa memiliki hutang budi selamanya.
Bagawan Bimasuci berkata bahwa
ia ingin meminta sesuatu tetapi bukan untuk dirinya, melainkan untuk orang lain.
Batara Guru mempersilakan permintaan apakah itu. Bagawan Bimasuci pun meminta
agar roh kedua orang-tuanya, yaitu roh Prabu Pandu dan roh Dewi Madrim agar
dientaskan dari hukuman di Kawah Candradimuka. Batara Guru mengabulkan
permintaan tersebut. Dengan kuasanya, ia pun menghadirkan roh suami-istri
tersebut di hadapan Bagawan Bimasuci.
Bagawan Bimasuci berterima
kasih atas anugerah Batara Guru. Sebaliknya, roh Prabu Pandu dan Dewi Madrim
juga berterima kasih atas usaha Bagawan Bimasuci mengentaskan diri mereka dari
Kawah Candradimuka. Prabu Pandu merasa bangga memiliki putra yang berbudi luhur
seperti Arya Wrekodara. Meskipun tinggal di dalam Kawah Candradimuka, namun
mereka merasa seperti tinggal di Swargaloka. Sebaliknya, meskipun tinggal di Swargaloka
tetapi apabila anak-anaknya berbuat kerusakan di dunia, maka itu rasanya sama
saja seperti tinggal di Neraka yang paling dasar.
Bagawan Bimasuci menjawab,
mulai hari ini roh Prabu Pandu dan Dewi Madrim tidak perlu lagi tinggal di
Kawah Candradimuka. Batara Guru membenarkan hal itu. Mulai hari ini ia
menetapkan roh Prabu Pandu dan Dewi Madrim bisa tinggal di Swargaloka,
berkumpul bersama para dewa. Usai berkata demikian, Batara Guru dan Batara
Narada kembali ke kahyangan dengan membawa serta roh Prabu Pandu dan Dewi
Madrim tersebut.
BAGAWAN BIMASUCI KEMBALI MENJADI ARYA WREKODARA
Setelah Batara Guru dan yang
lain pergi, Prabu Kresna dan Prabu Puntadewa datang menghampiri Bagawan
Bimasuci. Prabu Puntadewa memeluk adiknya itu dan berkata bahwa Kerajaan Amarta
telah kehilangan pelindung. Selama ini Prabu Puntadewa bisa memimpin rakyat
dengan baik adalah berkat Arya Wrekodara yang berdiri kokoh di sampingnya.
Tanpa Arya Wrekodara, Prabu Puntadewa bukan siapa-siapa. Raja tanpa didampingi
kesatria pelindung negara tentu tidak dapat menjalankan roda pemerintahan
dengan sebaik-baiknya. Bahkan, raksasa yang baru saja mengamuk merusak bangunan
Kerajaan Amarta, hanya bisa diatasi oleh Arya Wrekodara seorang. Kelak apabila
Arya Wrekodara kembali tinggal di Gunung Argakelasa menjadi brahmana, maka Prabu
Puntadewa khawatir akan datang musuh lain yang lebih kuat, yang datang menyerang
Kerajaan Amarta. Daripada melihat kehancuran bangsa dan negaranya, lebih baik
Prabu Puntadewa menceburkan diri saja ke dalam kobaran api.
Bagawan Bimasuci tergetar
hatinya. Seumur hidup ia selalu patuh pada ucapan Prabu Puntadewa yang
dianggapnya sebagai pengganti ayah. Ia lalu menuduh Prabu Kresna yang telah mengajari
kakaknya berkata demikian. Prabu Kresna menjawab, dirinya sama sekali tidak
mengajarkan seperti itu. Mengenai semua ucapan Prabu Puntadewa adalah tulus keluar
dari lubuk hati yang paling dalam. Lagipula apa yang diucapkan Prabu Puntadewa
sama sekali tidak ada yang salah. Apabila Arya Wrekodara lebih senang tinggal
di Gunung Argakelasa menjadi brahmana, lalu siapa yang melindungi keselamatan
Kerajaan Amarta? Ditambah lagi Raden Arjuna, Arya Antareja, Arya Gatutkaca, dan
Raden Antasena juga ikut tinggal di sana, maka Kerajaan Amarta menjadi lemah
dan sangat mudah dihancurkan musuh. Jika sampai terjadi kehancuran, maka ini
semua juga menjadi tanggung jawab Arya Wrekodara.
Arya Wrekodara merasa ucapan
Prabu Kresna dan Prabu Puntadewa benar semua. Ia pun menyatakan berhenti
menjadi Bagawan Bimasuci dan kembali menduduki jabatannya di Kerajaan Amarta.
Prabu Puntadewa sangat gembira mendengarnya. Ia lalu mengadakan upacara syukuran
untuk memuliakan roh Prabu Pandu dan Dewi Madrim yang sudah dientas naik dari
Kawah Candradimuka berpindah ke Swargaloka.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Catatan : Adegan Batara Guru berubah menjadi raksasa terdapat dalam
kitab Sanghyang Nawaruci. Dalam kisah tersebut diceritakan bahwa nama Arya
Wrekodara saat menjadi brahmana adalah Sang Angkusprana. Sedangkan roh Prabu Pandu dan Dewi Madrim dientas ke Swargaloka adalah bersumber dari rekaman Ki Manteb Soedharsono.
Untuk kisah Prabu Pandu dan Dewi Madrim diceburkan ke dalam Kawah
Candradimuka bisa dibaca di sini.
Untuk kisah Arya Wrekodara bertemu Dewa Ruci dapat dibaca di sini.
Untuk kisah Arya Wrekodara bertemu Dewa Ruci dapat dibaca di sini.
mantap pak heri..
BalasHapusmaturnuwun kula saged tumut sinau kalih cerita ing nginggil....
Bima adalah tokoh pewayangan yang kuat dan perkasa
BalasHapusMatur nuwun semuanya ..
BalasHapusCeritane apik tenan mas, suwun
BalasHapusKalau di pakelirannya Ki Haji Anom Suroto, raksasa yang menyerang kerajaan Ngamarta adalah Prabu Karungkala yg awalnya ikut bersekutu dgn Prabu Duryudana untuk meringkus Begawan Bimasuci serta menaklukan kerajaan Ngamarta karena kedua punggawa utamanya Werkudara & Arjuna tidak berada di istana. 🙏😊
BalasHapusKan Roh Pandu ama Roh Madrim di entaskan ke Swarga saat lakon "Pandu Swarga"
BalasHapusKok skrng masuk Swarga lagi?
Untuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
BalasHapusdimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||
Unsur intrinsik e opo, Tulung jawaben
BalasHapus