Kisah ini menceritakan perkawinan ketiga Raden Narayana dengan
sepupunya, yaitu Dewi Setyaboma, serta bagaimana awal mula ia mendapatkan
takhta Kerajaan Dwarawati, dan menjadi raja bergelar Prabu Batara Kresna.
Kisah ini saya olah dari sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Raden
Ngabehi Ranggawarsita, yang dipadukan dengan rekaman pagelaran wayang kulit
dengan dalang Ki Nartosabdo, serta pentas Ki Hari Bawonocarito, dengan sedikit
pengembangan seperlunya.
Kediri, 25 November 2016
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
SILSILAH PRABU KUNJARAKRESNA DAN PRABU YUDAKALA KRESNA
Tersebutlah dua raja raksasa
kakak beradik yang sama-sama berkulit hitam. Sang kakak bernama Prabu
Kunjarakresna dari Kerajaan Dwarawatiprawa, sedangkan si adik bernama Prabu
Yudakala Kresna dari Kerajaan Dwarakawestri. Pada suatu hari kedua raksasa ini
memanggil panakawan Kyai Togog dan Bilung, untuk bertanya apakah benar mereka
masih keturunan Batara Wisnu.
Kyai Togog pun bercerita, dahulu
kala setelah menumpas Prabu Watugunung raja Gilingwesi, Batara Wisnu diangkat
menjadi raja Medangkamulan, bergelar Prabu Wisnupati. Salah seorang putranya
yang bernama Batara Arnapurna dihasut Batara Kala sehingga memberontak. Prabu
Wisnupati marah dan mengutuk Batara Arnapurna menjadi raksasa, bergelar Resi
Sudramurti. Kemudian Resi Sudramurti menikah dengan Dewi Mastura, putri Resi
Turila. Dari perkawinan itu lahirlah tiga orang putra yang semuanya berwujud
raksasa, bernama Ditya Simparawan, Ditya Triwinggati, dan Ditya Wisnungkara.
Ditya Wisnungkara si bungsu adalah
titisan Batara Wisnu sendiri yang akhirnya meruwat Resi Sudramurti kembali
menjadi dewa. Ditya Wisnungkara lalu mengabdi kepada Prabu Danapati raja
Lokapala sebagai brahmana. Ia akhirnya meninggal di tangan Prabu Rahwana raja
Alengka saat peristiwa Lokapala Bedah.
Resi Wisnungkara meninggalkan
seorang putra bernama Ditya Mayangkara, yang mengabdi kepada Prabu Pulaswa raja
Medangkumuwung, cucu Batara Kala. Ditya Mayangkara ini meninggal dihukum mati
Prabu Pulaswa karena gagal menangkap Dewi Sri dan Raden Sadana, putra Prabu Sri
Mahapunggung raja Purwacarita.
Ditya Mayangkara meninggalkan
seorang putra yang setelah dewasa berhasil mendirikan negara Dwarawatiprawa,
bergelar Prabu Kalakresna. Kemudian Prabu Kalakresna digantikan putranya yang
bernama Prabu Mangkara. Setelah tua, Prabu Mangkara menjadi pendeta dan
menyerahkan takhta kepada putranya yang bernama Prabu Kunjanakresna. Kerajaan
Dwarawatiprawa kemudian dipindahkan ke Tirtakadasar.
Kerajaan Tirtakadasar akhirnya
runtuh oleh serangan Resi Sakra, yang juga keturunan Batara Wisnu. Bagawan
Mangkara tewas dalam serangan itu, sedangkan Prabu Kunjanakresna melarikan diri
dan diambil menantu oleh Prabu Kalakanda raja Manimantaka, sehingga bisa menjadi
raja di sana.
Prabu Kunjanakresna dan
pasukan Manimantaka menyerang Kahyangan Suralaya dan akhirnya tewas di tangan
Bambang Sakri, kesatria dari Gunung Saptaarga yang saat itu masih berusia lima
belas tahun. Kerajaan Manimantaka lalu diwarisi adik ipar Prabu Kunjanakresna,
yaitu Patih Hiranyaka. Tokoh bernama Prabu Hiranyaka ini kemudian tewas di
tangan Prabu Basukiswara saat menyerang Kerajaan Wirata. Kerajaan Manimantaka
lalu diwarisi menantunya yang bernama Prabu Mityakarda, dan diganti nama menjadi
Kerajaan Ima-imantaka. Sementara itu, menantu Prabu Hiranyaka yang lain, yaitu
Prabu Mercukalakresna, yang juga putra Prabu Kunjanakresna, membangun kembali
Kerajaan Dwarawatiprawa.
Prabu Mercukalakresna ini
digantikan putranya yang bernama Prabu Kresnapujangga. Kemudian Prabu
Kresnapujangga digantikan Prabu Gorakresna sebagai raja Dwarawatiprawa. Lalu
Prabu Gorakresna digantikan putranya yang bernama Prabu Kresnadanawa. Prabu
Kresnadanawa memiliki tiga orang putra bernama Prabu Kunjarakresna, Prabu Yudakala
Kresna, yang keduanya berwujud raksasa hitam, serta Ditya Kunjanawresa yang berwujud
raksasa berkepala kuda.
Prabu Kunjarakresna menjadi
raja Dwarawatiprawa, Prabu Yudakala Kresna menjadi raja Dwarakawestri,
sedangkan Ditya Kunjanawresa menjadi senapati mereka. Demikianlah Kyai Togog
menceritakan silsilah leluhur mereka bertiga.
PRABU KUNJARAKRESNA INGIN MEMPERISTRI BIDADARI
Prabu Kunjarakresna berterima
kasih atas penuturan Kyai Togog. Kini jelas sudah bahwa dirinya memang benar keturunan
Batara Wisnu, sehingga pantas apabila ia memiliki permaisuri bidadari kahyangan
sebagai pendamping. Maka, ia pun memutuskan untuk melamar Batari Wilotama ke
Kahyangan Suralaya.
Kyai Togog menasihati Prabu
Kunjarakresna agar tidak perlu meniru nasib leluhurnya, yaitu Prabu
Kunjanakresna yang dulu pernah tewas di kahyangan karena menginginkan Batari
Supraba. Prabu Kunjarakresna marah-marah menolak nasihat tersebut. Ia merasa
ilmu kesaktiannya jauh lebih tinggi daripada leluhurnya, sehingga tidak perlu
takut menghadapi para dewa. Seperti biasa, Kyai Togog dan Bilung pun hanya
terdiam karena raja mereka lebih menuruti hawa nafsu daripada nasihat baik.
Prabu Kunjarakresna lalu
bersiap hendak pergi ke Kahyangan Suralaya, namun dicegah sang adik. Prabu
Yudakala Kresna menawarkan diri biar ia saja yang berangkat melamar Batari
Wilotama. Ini merupakan darma bakti seorang adik kepada kakaknya. Prabu
Kunjarakresna berterima kasih. Ia pun merestui adiknya itu semoga mendapat
hasil.
Demikianlah, Prabu Yudakala
Kresna pun berangkat menuju Kahyangan Suralaya dengan ditemani Ditya
Kunjanawresa dan pasukan raksasa Dwarakawestri.
PRABU BALADEWA MENGUNDANG DEWI SETYABOMA DAN RADEN SETYAKI
Sementara itu di Kerajaan
Mandura, Prabu Baladewa dihadap kedua adiknya, yaitu Raden Narayana dan Dewi Bratajaya.
Hadir pula Patih Pragota dan Arya Prabawa dalam pertemuan tersebut. Hari itu
Prabu Baladewa tidak membahas tentang masalah pemerintahan, tetapi membahas
rencana Raden Narayana yang ingin menikahi sepupunya, yaitu Dewi Setyaboma
putri Prabu Setyajit.
Prabu Baladewa bertanya
mengapa Raden Narayana ingin menikah lagi, padahal sudah memiliki dua orang
istri, yaitu Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini. Raden Narayana menjawab bahwa ia
ingin menikahi Dewi Setyaboma bukan lantaran untuk menuruti hawa nafsu,
melainkan demi menggenapkan pendamping hidup yang telah ditakdirkan menjadi
jodohnya.
Raden Narayana pun bercerita
bahwa dirinya adalah titisan Batara Wisnu yang lahir ke dunia untuk menumpas
angkara murka. Ketiga istrinya di Kahyangan Utarasagara juga ikut lahir sebagai
manusia, yaitu Batari Srilaksmi menjadi Dewi Jembawati, Batari Srilaksmita
menjadi Dewi Rukmini, sedangkan Batari Sri Setyawarna menjadi Dewi Setyaboma.
Raden Narayana ingin menikah dengan tiga perempuan tersebut sama sekali bukan
karena mengumbar nafsu, tetapi untuk mengumpulkan ketiga jodohnya, sebagaimana
yang pernah mereka rencanakan saat berada di kahyangan dulu.
Prabu Baladewa setengah
percaya, setengah tidak. Raden Narayana pun menjelaskan bahwa Prabu Baladewa
juga titisan dewa, yaitu Batara Basuki dan setengah Batara Laksmanasadu.
Bedanya, Raden Narayana masih ingat kehidupan di kahyangan, sedangkan Prabu
Baladewa sama sekali tidak ingat.
Prabu Baladewa tidak mau
berpikir rumit. Yang ia tahu saat ini dirinya adalah raja Mandura, bukan dewa.
Yang ia tahu saat ini Raden Narayana meminta bantuan kepadanya untuk bisa
menikah dengan Dewi Setyaboma, itu saja. Prabu Baladewa pun telah mengirim Arya
Udawa pergi ke Lesanpura, mengundang Dewi Setyaboma agar hadir ke istana
Mandura. Arya Udawa diperintahkan untuk menyampaikan kabar palsu bahwa sang
permaisuri Dewi Erawati sedang sakit dan merindukan Dewi Setyaboma.
Raden Narayana berterima kasih
atas bantuan sang kakak yang terpaksa mengarang cerita palsu dengan
mengorbankan istri sendiri, yaitu tidak sakit tapi dikatakan sakit. Prabu
Baladewa menyerahkan semuanya kepada Raden Narayana jika nanti Dewi Setyaboma
telah datang. Bantuan darinya sudah cukup sampai di sini saja. Ia tidak mau
berbohong lebih banyak lagi.
Dewi Bratajaya mendapat akal
sebaiknya Raden Narayana menyamar sebagai Dewi Erawati dan tidur di kamar
permasuri. Raden Narayana menyetujui hal itu. Prabu Baladewa pun mengizinkan
dan mempersilakan sang adik untuk menempati kamar istrinya. Raden Narayana
berterima kasih lalu masuk ke dalam untuk menjalankan rencana.
Tidak lama kemudian datanglah
Arya Udawa dengan disertai Dewi Setyaboma dan Raden Setyaki. Arya Udawa
melaporkan bahwa Prabu Setyajit di Lesanpura mengizinkan Dewi Setyaboma untuk
menjenguk Dewi Erawati, tetapi hanya satu hari saja, karena harus segera pulang
untuk menjawab lamaran Resi Druna. Beberapa hari yang lalu, Prabu Setyajit menerima
kunjungan Patih Sangkuni yang melamar Dewi Setyaboma sebagai calon istri Resi
Druna. Prabu Setyajit tidak langsung menerima tetapi menyerahkan keputusan
kepada Dewi Setyaboma. Dewi Setyaboma menjawab akan memberikan keputusan tujuh
hari lagi. Kini waktu tujuh hari tersebut hampir habis, sehingga Prabu Setyajit
melarang Dewi Setyaboma terlalu lama berada di istana Mandura.
Prabu Baladewa terkejut
mendengar berita itu. Rupanya Resi Druna yang batal menikah dengan Dewi
Rukmini, kini ganti mengincar Dewi Setyaboma. Bagaimanapun juga hal ini harus
digagalkan. Maka, Prabu Baladewa segera mempersilakan Dewi Setyaboma masuk ke
dalam kamar untuk menjenguk Dewi Erawati yang sedang sakit dan merindukan
dirinya. Ketika Raden Setyaki hendak ikut masuk, Prabu Baladewa mencegah dengan
alasan ia ingin menjamu adik sepupunya itu dengan minuman khas Kerajaan Mandura.
PRABU BALADEWA MEMBUAT RADEN SETYAKI MABUK
Setelah Dewi Setyaboma masuk ke
dalam dengan diantarkan Dewi Bratajaya, Prabu Baladewa pun membubarkan
pertemuan. Kini hanya tinggal dirinya bersama Raden Setyaki, serta Patih
Pragota yang diminta untuk melayani. Patih Pargota pun menghidangkan beberapa
guci minuman khas negeri Mandura. Prabu Baladewa berkata minuman ini sangat
lezat dan tidak memabukkan. Ia pun mengajak Raden Setyaki minum bersama.
Raden Setyaki tanpa curiga
meneguk minuman tersebut. Baru beberapa cangkir ia sudah mulai pusing. Prabu
Baladewa sendiri mengerahkan Aji Balarama sehingga dirinya tetap tegar tidak
terpengaruh oleh khasiat minuman keras tersebut. Ia memang sengaja meracik
minuman yang berkadar tinggi untuk mengalihkan perhatian Raden Setyaki dari
Dewi Setyaboma.
Raden Setyaki akhirnya sadar
dirinya telah ditipu. Ia pun mengheningkan cipta untuk memusnahkan pengaruh
minuman keras di dalam darahnya. Setelah bugar kembali, Raden Setyaki memaksa
masuk ke dalam untuk memeriksa kakaknya. Prabu Baladewa menghalangi. Raden
Setyaki pun mengamuk tetapi dapat diringkus oleh Prabu Baladewa. Namun, Raden
Setyaki sungguh gesit dan tangkas. Ketika Prabu Baladewa lengah, ia berhasil
lolos dan menerobos masuk menuju kamar Dewi Erawati.
DEWI SETYABOMA MENGUNGKAPKAN PERASAANNYA
Sementara itu, Dewi Bratajaya
telah mengantarkan Dewi Setyaboma menemui Dewi Erawati palsu di dalam kamar.
Dewi Erawati palsu itu pun gembira melihat Dewi Setyaboma dan seketika sembuh
dari sakitnya. Ia berkata bahwa di antara para sepupu, Dewi Setyaboma adalah
yang paling ia sayangi. Selama beberapa hari ini ia jatuh sakit dan tidak ada
tabib yang mampu mengobati, kecuali kehadiran Dewi Setyaboma.
Dewi Setyaboma bersyukur sang
kakak telah sembuh tetapi ia tidak bisa lama-lama tinggal di istana Mandura karena
harus menjawab lamaran Resi Druna dari Padepokan Sokalima. Beberapa waktu yang
lalu, Resi Druna gagal menikah dengan Dewi Rukmini. Sebagai gantinya, pendeta
tua itu pun melamar dirinya sebagai istri.
Dewi Erawati palsu bertanya
apakah Dewi Setyaboma bersedia menjadi istri Resi Druna. Dewi Setyaboma
menjawab tidak tahu. Ia hanya patuh kepada perintah orang tua. Dewi Erawati
lalu bertanya apakah Prabu Setyajit sudah menerima lamaran tersebut. Dewi
Setyaboma menjawab sang ayah belum menentukan keputusan.
Dewi Erawati palsu pun berkata
bahwa tujuan Resi Druna ingin menikahi Dewi Setyaboma hanyalah siasat politik
Prabuanom Jakapitana untuk mencari sekutu saja. Prabu Setyajit pasti menyadari
hal ini, sehingga tidak segera menerima pinangan tersebut. Dewi Erawati
menayarankan agar Dewi Setyaboma menolak lamaran itu dan menerima laki-laki
lain yang juga menaruh hati kepadanya.
Dewi Setyaboma heran dan
bertanya siapakah laki-laki itu. Dewi Erawati menjawab orang itu adalah Raden
Narayana, adik iparnya. Dewi Setyaboma semakin heran karena Raden Narayana baru
saja menikah dengan Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini, mengapa ingin menikah lagi
dengannya? Dewi Erawati berkata bahwa Raden Narayana adalah titisan Batara
Wisnu, sehingga mengetahui siapa saja wanita yang menjadi jodohnya. Raden
Narayana ingin beristri tiga bukan untuk mengumbar nafsu, tetapi untuk
menggenapi takdirnya.
Dewi Erawati palsu lalu
bertanya apakah Dewi Setyaboma memilih Resi Druna ataukah Raden Narayana. Dewi
Setyaboma merasa malu untuk menjawab. Dewi Erawati pun memberi isyarat agar
Dewi Bratajaya keluar kamar. Dewi Bratajaya yang biasanya manja kini menurut
tanpa membantah, karena ia sudah tahu rencana yang disusun kakaknya.
Setelah Dewi Bratajaya keluar,
Dewi Setyaboma pun berterus terang bahwa sejak lama ia memang sudah menyukai
Raden Narayana. Dulu ketika ayahnya dipenjara oleh Adipati Kangsa, Raden
Narayana yang tampil sebagai pahlawan untuk membebaskannya. Sejak peristiwa
itulah Dewi Setyaboma merasa kagum kepada kakak sepupunya itu. Rasa kagum
tersebut berubah menjadi cinta. Namun sayang, Raden Narayana justru menikah
dengan orang lain, dan membuat Dewi Setyaboma merasa harapannya telah pupus
untuk selamanya.
Dewi Erawati palsu berkata
bahwa Raden Narayana juga menyukai Dewi Setyaboma dan ingin menjadikannya
sebagai istri. Dewi Setyaboma merasa senang mendengarnya, namun tetap tidak
berani menerima karena segan terhadap Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini. Dewi
Erawati tersenyum dan segera memanggil Dewi Bratajaya yang masih menunggu di
luar kamar.
Dewi Bratajaya pun membuka
pintu dan ternyata ia sudah bersama Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini. Dewi
Setyaboma terkejut dan segera menyembah hormat kepada mereka. Dewi Jembawati
dan Dewi Rukmini berkata bahwa mereka ikhlas jika Raden Narayana menikah lagi
dengan Dewi Setyaboma. Pernikahan ini bukan untuk mengumbar nafsu, tetapi untuk
mengumpulkan para titisan istri Batara Wisnu yang terpencar di tiga tempat.
Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini merasa senang jika bisa berkumpul kembali
dengan Dewi Setyaboma, seperti dahulu saat mereka masih berada di Kahyangan
Utarasegara.
Dewi Setyaboma gemetar karena
hatinya bahagia. Ketika ia menoleh ternyata Dewi Erawati palsu sudah lenyap dan
berubah kembali ke wujud Raden Narayana. Raden Narayana pun berterus terang ingin
meminangnya. Dewi Setyaboma marah merasa dipermainkan. Wajahnya merah padam
menahan malu. Namun, dalam hati ia sangat bahagia atas lamaran tersebut. Ia pun
meminta Raden Narayana datang ke Kerajaan Lesanpura secara baik-baik jika ingin
melamar dirinya, bukan dengan cara tipu muslihat seperti ini.
Pada saat itulah Raden Setyaki
muncul dan marah-marah karena kakaknya dipermainkan. Raden Narayana dengan
tenang menjawab bahwa dirinya mencintai Dewi Setyaboma dan ingin menikah
dengannya. Raden Setyaki menjawab terus terang bahwa ia juga senang jika Raden
Narayana bisa menjadi iparnya. Namun, Resi Druna juga telah meminang kakaknya. Karena
sekarang ada dua calon, maka Raden Setyaki berniat mengadakan sayembara tanding
sebagaimana yang dulu pernah dilakukan oleh Raden Rukmaka di Kerajaan Kumbina.
Ia berharap Raden Narayana bisa mengalahkan dirinya dalam sayembara nanti,
sehingga berhak atas Dewi Setyaboma.
Dewi Setyaboma setuju pada
usulan adiknya. Mereka berdua lalu mohon pamit kembali ke Kerajaan Lesanpura.
ROMBONGAN DEWI SETYABOMA BERTEMU ROMBONGAN PRABU YUDAKALA KRESNA
Prabu Baladewa memerintahkan
Arya Udawa untuk mengantar kepulangan Dewi Setyaboma dan Raden Setyaki. Di
tengah jalan, mereka bertemu rombongan pasukan Prabu Yudakala Kresna yang
sedang dalam perjalanan menuju ke Kahyangan Suralaya untuk meminang Batari
Wilotama.
Dasar watak para raksasa yang
berangasan, mereka pun menyerang rombongan Dewi Setyaboma tersebut. Dengan cekatan
Raden Setyaki menghadapi serangan itu demi melindungi sang kakak. Arya Udawa
pun tidak ketinggalan. Mereka berdua bahu-membahu mempertahankan diri dari
serangan para raksasa Dwarakawestri.
Ditya Kunjanawresa, adik Prabu
Yudakala Kresna pun maju. Raksasa berkepala kuda itu mengamuk hebat. Arya Udawa
menyarankan agar Raden Setyaki menghindar saja karena jumlah musuh jauh lebih banyak
dan keselamatan Dewi Setyaboma jauh lebih penting. Raden Setyaki setuju. Ia pun
masuk ke dalam kereta menemani kakaknya, sedangkan Arya Udawa bertindak sebagai
kusir dan memacu kereta tersebut sekencang-kencangnya menuju Kerajaan
Lesanpura.
Prabu Yudakala Kresna sekilas
melihat paras cantik Dewi Setyaboma di atas kereta. Ia pun terkesima dan jatuh
cinta kepada gadis itu. Ingin sekali ia mengejar Dewi Setyaboma, tetapi sudah
terlanjur mengemban tugas dari Prabu Kunjarakresna untuk melamar Batari
Wilotama. Maka, ia pun memanggil pelayannya yang berwujud raksasi, bernama
Emban Cantikawredi.
Emban Cantikawredi datang
menghadap. Prabu Yudakala Kresna pun memerintahkannya untuk merebut Dewi
Setyaboma yang ada di dalam kereta tadi. Emban Cantikawredi merasa gentar pada
kesaktian Raden Setyaki dan Arya Udawa. Namun, ia berjanji akan membuntuti mereka
dan nanti apabila Dewi Setyaboma sedang sendirian barulah ia menculik gadis
tersebut untuk dibawa ke hadapan Prabu Yudakala Kresna.
Setelah berkata demikian,
Emban Cantikawredi pun mohon pamit dan melesat pergi mengejar kereta yang
dikendarai Arya Udawa.
RADEN SETYAKI MENGGELAR SAYEMBARA TANDING
Dewi Setyaboma telah kembali
ke Kerajaan Lesanpura dan Raden Setyaki pun telah mengutarakan niatnya untuk
menggelar sayembara tanding terhadap siapa saja yang ingin menikahi kakaknya.
Prabu Setyajit merestui karena ini bisa menjadi langkah yang adil bagi Resi
Druna ataupun Raden Narayana. Maka, Prabu Setyajit pun mengutus Patih Setyabasa
untuk menyampaikan hal ini kepada Prabuanom Jakapitana di Hastina dan Prabu
Baladewa di Mandura.
Setelah menerima kabar
tersebut, Prabuanom Jakapitana, Patih Sangkuni, dan para Kurawa lainnya segera
berangkat mengiringi Resi Druna menuju Kerajaan Lesanpura. Sesampainya di sana,
gelanggang sudah didirikan. Raden Setyaki berdiri menantang Resi Druna jika
ingin menikah dengan kakaknya. Raden Dursasana pun maju mewakili gurunya.
Pertandingan dimulai. Raden Setyaki meskipun bertubuh kecil namun mampu
mengalahkan Raden Dursasana yang berbadan tinggi besar dalam beberapa kali
gebrakan.
Satu persatu para Kurawa naik
ke atas gelanggang, antara lain Raden Srutayu, Raden Kartawarma, Raden Durjaya,
Raden Durmuka, Raden Durmagati untuk menandingi Raden Setyaki. Namun, tidak seorang
pun di antara mereka yang mampu mengalahkan pemuda bertubuh kecil tersebut.
RADEN PERMADI MEWAKILI RESI DRUNA
Raden Permadi bersama para
panakawan datang berkunjung ke Kerajaan Lesanpura karena mendengar berita bahwa
Raden Setyaki mengadakan sayembara. Resi Druna menyambut murid kesayangannya
itu dan bertanya apakah Raden Permadi juga ingin melamar Dewi Setyaboma. Raden
Permadi menjawab tidak, dan ia datang hanya untuk menonton muridnya bertanding
saja.
Resi Druna gembira mendengar
Raden Setyaki ternyata murid Raden Permadi. Ia pun meminta Raden Permadi untuk
mewakilinya mengikuti sayembara tanding. Raden Permadi merasa rikuh jika harus
bertanding melawan Raden Setyaki, tetapi ia tidak bisa membantah perintah sang guru.
Maka, Raden Permadi pun naik ke atas gelanggang menantang Raden Setyaki.
Raden Setyaki terkejut melihat
gurunya yang datang dan berniat mewakili Resi Druna. Raden Setyaki pun
pura-pura letih dan meminta waktu sebentar untuk beristirahat. Ia lalu turun
panggung dan melesat pergi mencari Raden Narayana.
Saat itu Raden Narayana baru
datang bersama Prabu Baladewa dan rombongan dari Mandura. Raden Setyaki
menyambut mereka dan bercerita bahwa rencananya kacau karena Raden Permadi
tampil mewakili Resi Druna. Karena harus melawan gurunya sendiri, Raden Setyaki
merasa perlu untuk meminjam pusaka Kembang Wijayakusuma milik Raden Narayana.
Raden Narayana mengizinkan. Ia
pun mengeluarkan Kembang Wijayakusuma dan meletakkannya di dalam jamang (hiasan
kepala) milik Raden Setyaki. Raden Setyaki berterima kasih dan segera kembali
ke atas gelanggang.
Pertarungan pun dimulai. Raden
Setyaki meminta Raden Permadi menyerangnya dengan sungguh-sungguh, dan tidak
perlu merasa segan karena mereka dulu pernah berkelana bersama sebagai murid
dan guru. Raden Permadi menyanggupi. Keduanya pun bertarung seru. Setiap kali
Raden Setyaki terluka oleh pukulan Raden Permadi, ia langsung sembuh berkat
pengaruh Kembang Wijayakusuma. Setiap kali kulitnya robek dan mengeluarkan
darah, seketika langsung menutup kembali seperti sediakala.
Raden Permadi heran sejak
kapan Raden Setyaki menguasai Aji Rawarontek. Karena lengah, Raden Setyaki
berhasil mendorong Raden Permadi hingga jatuh keluar panggung. Raden Permadi
pun mengaku kalah.
Melihat jagonya kalah, Resi
Druna merasa kecewa dan mengajak Prabuanom Jakapitana pulang ke Kerajaan
Hastina. Prabuanom Jakapitana mengusulkan untuk merebut Dewi Setyaboma secara
paksa saja. Namun, Resi Druna menolak. Ia merasa ikhlas jika kali ini harus
gagal lagi memiliki seorang istri muda yang cantik.
RADEN NARAYANA MENGALAHKAN RADEN SETYAKI
Raden Narayana kemudian naik
ke atas panggung untuk menantang Raden Setyaki. Lebih dulu ia meminta agar
Kembang Wijayakusuma dikembalikan kepadanya. Raden Setyaki menolak
mengembalikan bunga ajaib tersebut. Raden Narayana marah menuduh Raden Setyaki
“melik nggendong lali”, ingin menguasai barang yang bukan miliknya. Raden
Setyaki menjawab tidak demikian. Ia hanya ingin berbuat adil. Jika tadi Raden
Permadi melawan dirinya dalam keadaan membawa Kembang Wijayakusuma, maka Raden
Narayana pun harus demikian. Bukankah mereka berdua sama-sama titisan Batara
Wisnu?
Raden Narayana tersenyum
memahami maksud Raden Setyaki yang ternyata ingin memuliakan dirinya. Ia pun
mempersilakan sepupunya itu untuk bertanding dengan membawa Kembang
Wijayakusuma. Keduanya lalu bertarung. Sama seperti tadi, Raden Setyaki tidak
bisa dikalahkan karena setiap kali terluka akan langsung sembuh berkat pengaruh
Kembang Wijayakusuma.
Raden Narayana lama-lama
terdesak. Jika sampai ia jatuh keluar panggung maka rencananya untuk menikahi
Dewi Setyaboma bisa gagal. Untuk mengalahkan Kembang Wijayakusuma, maka Panah
Kesawa harus digunakan. Raden Narayana pun menyentuh ujung panah pusaka
tersebut sambil membaca mantra Aji Balasrewu. Seketika ia pun bertriwikrama
menjadi raksasa tinggi besar. Kakinya lalu bergerak menginjak punggung Raden
Setyaki.
Raden Setyaki jatuh tengkurap
tidak berdaya karena diinjak raksasa penjelmaan Raden Narayana. Ia lalu mengaku
kalah. Seketika raksasa tersebut pun sirna dan kembali ke wujud Raden Narayana.
Raden Setyaki lalu mengembalikan Kembang Wijayakusuma dan mengumumkan bahwa Raden
Narayana adalah pemenang sayembara.
DEWI SETYABOMA DICULIK EMBAN CANTIKAWREDI
Prabu Setyajit turun menyambut
kemenangan Raden Narayana. Ia pun mengumumkan bahwa Dewi Setyaboma akan
dinikahkan dengan keponakannya itu. Tiba-tiba sang permaisuri Dewi Wresini muncul
dan melaporkan bahwa putri mereka hilang diculik orang. Dewi Wresini tadi sempat
melihat penculik Dewi Setyaboma berwujud raksasi mengerikan yang bisa terbang
di angkasa.
Raden Narayana bersiap hendak
mengejar penculik calon istrinya itu. Namun, tiba-tiba muncul Batara Narada yang
turun dari kahyangan menghentikan langkahnya. Semua orang pun menyembah hormat
kepada dewa tersebut. Batara Narada mengabarkan bahwa penculik Dewi Setyaboma
bernama Emban Cantikawredi yang diutus oleh Prabu Yudakala Kresna, raja
Dwarakawestri. Adapun Prabu Yudakala Kresna saat ini sedang mengepung Kahyangan
Suralaya, memaksa Batara Indra menyerahkan Batari Wilotama sebagai istri
kakaknya, yang bernama Prabu Kunjarakresna, raja Dwarawatiprawa.
Batara Narada menjelaskan
bahwa Prabu Kunjarakresna dan Prabu Yudakala Kresna adalah keturunan Batara
Wisnu. Menurut petunjuk Batara Guru, yang bisa mengalahkan mereka hanyalah
titisan Batara Wisnu, yaitu Raden Narayana. Oleh sebab itu, Raden Narayana pun
diminta bersedia menjadi jago kahyangan menumpas para raksasa tersebut,
sekaligus untuk merebut kembali Dewi Setyaboma. Raden Narayana menjawab
sanggup. Batara Narada pun membawanya pergi ke kahyangan, di mana Raden Permadi
dan Raden Setyaki ikut serta.
RADEN NARAYANA MENUMPAS PRABU YUDAKALA KRESNA
Prabu Yudakala Kresna dan
Ditya Kunjanawresa telah menyampaikan surat lamaran kepada Batara Indra untuk
meminang Batari Wilotama. Batara Indra dengan tegas menolak lamaran tersebut.
Kedua raksasa itu marah dan mengamuk di Kahyangan Suralaya. Batara Indra segera
mengerahkan pasukan Dorandara namun tidak ada yang mampu mengalahkan kedua raksasa
tersebut. Terpaksa Batara Indra menutup rapat-rapat gerbang Kori Selamatangkep.
Prabu Yudakala Kresna pun memerintahkan pasukannya untuk tetap mengepung di
luar kahyangan.
Saat itu Emban Cantikawredi
telah datang di perkemahan dengan membawa serta Dewi Setyaboma. Prabu Yudakala
Kresna sangat senang dan merayunya dengan berbagai kata-kata manis. Dewi
Setyaboma dengan tegas menolak keinginan raja raksasa itu untuk menikahinya. Ia
mengaku lebih baik mati daripada menjadi istri Prabu Yudakala Kresna.
Pada saat itulah Raden
Narayana muncul di luar perkemahan dan menantang Prabu Yudakala Kresna. Prabu
Yudakala Kresna marah dan keluar menyambut tantangan tersebut. Perang tanding
di antara mereka pun terjadi. Ditya Kunjanawresa ikut menyerang dan segera disambut
oleh Raden Setyaki. Sementara itu, Raden Permadi menghadapi Emban Cantikawredi
untuk membebaskan Dewi Setyaboma.
Sesuai ramalan Batara Guru,
Prabu Yudakala Kresna akhirnya tewas terkena senjata Cakra Sudarsana yang
dilepaskan Raden Narayana. Emban Cantikawredi juga mati di tangan Raden
Permadi. Melihat pihaknya kalah, Ditya Kunjanawresa memilih kabur melarikan
diri. Pasukan Dwarakawestri pun kocar-kacir dan ikut kabur bersama sang
senapati.
RADEN NARAYANA MENDAPATKAN KERETA JALADARA
Batara Indra muncul dari dalam
kahyangan, berterima kasih atas bantuan Raden Narayana dan kawan-kawan. Sebagai
hadiah, Raden Narayana pun mendapatkan seperangkat kereta pusaka bernama Kereta
Jaladara yang merupakan hasil karya Batara Ramayadi dan Batara Anggajali. Kereta
pusaka ini terbuat dari besi pilihan yang tidak dapat berkarat, dan ditarik
oleh empat ekor kuda dewa yang berwarna hitam, putih, merah, dan kuning.
Kuda hitam berasal dari belahan
bumi utara, bernama Ciptawalaha yang mampu amblas ke dalam bumi membawa seluruh
rombongan. Kuda putih berasal dari belahan bumi timur, bernama Sunyasekti,
mampu berjalan di atas air membawa seluruh rombongan. Kuda merah berasal dari belahan
bumi selatan, bernama Abrapuspa, memiliki kemampuan berjalan di dalam kobaran
api membawa seluruh rombongan. Sedangkan kuda kuning berasal dari belahan bumi
barat, bernama Sukanta, mampu terbang di angkasa membawa semua rombongan.
Batara Indra juga memberikan
pusaka berwujud bende bernama Pancajanya. Jika alat musik tersebut ditabuh satu
kali akan mendatangkan gempa yang membuat musuh menjadi kocar-kacir. Ditabuh dua
kali akan mendatangkan api yang berkobar, membuat musuh kepanasan dan terbakar.
Ditabuh tiga kali akan mendatangkan angin badai yang menghancurkan barisan
musuh. Ditabuh empat kali akan mendatangkan hujan lebat yang membuat semangat
musuh luntur. Ditabuh lima kali akan membuat langit menjadi gelap gulita,
membuat musuh terganggu penglihatannya.
Pusaka yang terakhir, Batara
Indra memberikan seperangkat busana raja kepada Raden Narayana. Raden Permadi
pun mendandani Raden Narayana dengan busana tersebut, sehingga kini sang sepupu
tampil dengan wajah lebih tampan dan berwibawa. Melihat penampilan Raden
Narayana yang tampak agung dan berwibawa bagaikan dewa, Batara Indra pun memberikan
gelar baru untuknya, yaitu Batara Kresna, yang artinya “dewa berkulit hitam”.
Setelah dirasa cukup, Batara
Kresna pun mohon pamit untuk melaksanakan tugas kedua, yaitu menumpas Prabu
Kunjarakresna di Kerajaan Dwarawatiprawa. Batara Kresna dan Raden Permadi pun
naik di atas Kereta Jaladara, dengan Raden Setyaki bertindak sebagai kusir.
Adapun Dewi Setyaboma diantar Batara Narada pulang ke Kerajaan Lesanpura untuk
mempersiapkan pernikahannya.
BATARA KRESNA MENUMPAS PRABU KUNJARAKRESNA
Ditya Kunjanawresa telah tiba
di Kerajaan Dwarawatiprawa menghadap kakak sulungnya, yaitu Prabu
Kunjarakresna. Ia melaporkan perihal Prabu Yudakala Kresna yang tewas di tangan
jago kahyangan bernama Raden Narayana. Prabu Kunjarakresna sangat marah
mendengarnya. Ia pun bersiap menyerang Kahyangan Suralaya untuk membalaskan
kematian adiknya.
Namun, Raden Narayana alias
Batara Kresna lebih dulu tiba di Kerajaan Dwarawatiprawa. Ia segera menabuh
Bende Pancajanya, mendatangkan gempa bumi yang membuat Prabu Kunjarakresna dan
Ditya Kunjanawresa merasa pusing kehilangan daya. Kedua raksasa itu lalu
mengheningkan cipta sesaat untuk melawan pengaruh gaib kedua pusaka tersebut.
Begitu tenaganya pulih, Prabu Kunjarakresna langsung maju menyambar Batara
Kresna.
Pertarungan sengit pun terjadi.
Batara Kresna dapat menilai bahwa Prabu Kunjarakresna lebih sakti daripada Prabu
Yudakala Kresna. Maka, untuk mengimbanginya, ia pun membaca mantra Aji
Balasrewu dan bertriwikrama menjadi raksasa pula. Pertarungan kedua raksasa itu
sungguh mengerikan. Setelah agak lama, barulah raksasa penjelmaan Batara Kresna
berhasil menewaskan Prabu Kunjarakresna.
Melihat kakak sulungnya tewas,
Ditya Kunjanawresa pun melarikan diri. Ia membawa semua prajurit raksasa
Kerajaan Dwarawatiprawa dan Dwarakawestri untuk kelak membalas dendam kepada
Batara Kresna.
PERKAWINAN BATARA KRESNA DAN DEWI SETYABOMA
Batara Kresna dan Raden
Permadi kembali menaiki Kereta Jaladara yang dikendarai Raden Setyaki menuju
Kerajaan Lesanpura. Sesampainya di sana, mereka disambut Prabu Setyajit dan
segenap para hadirin. Prabu Baladewa sangat bangga dan memuji keberhasilan
adiknya sebagai jago kahyangan. Prabu Puntadewa dan Raden Bratasena juga baru
datang dari Kerajaan Amarta dan ikut memberikan pujian.
Pada hari yang ditentukan,
dilaksanakanlah upacara pernikahan antara Batara Kresna dan Dewi Setyaboma.
Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini ikut hadir mendampingi. Dengan demikian,
lengkap sudah ketiga titisan istri Batara Wisnu berkumpul bersama, yaitu Batari
Srilaksmi, Batari Srilaksmita, dan Batari Sri Setyawarna.
BATARA KRESNA MENJADI RAJA DWARAWATI
Batara Narada dan Batara Indra
juga ikut menghadiri pernikahan itu dengan diiringi para bidadari kahyangan.
Peristiwa ini sangat meriah dan mengagumkan. Setelah upacara berakhir, Batara
Narada menyampaikan keputusan Batara Guru bahwa Batara Kresna alias Raden
Narayana ditetapkan menjadi raja Dwarawatiprawa dan Dwarakawestri sekaligus.
Kedua kerajaan tersebut kini kosong setelah kematian Prabu Kunjarakresna dan
Prabu Yudakala Kresna. Raden Narayana selaku pemenang perang mendapat hak untuk
menduduki takhta kedua negara tersebut.
Raden Narayana berterima kasih
atas kepercayaan dewata kepadanya. Ia pun menerima tugas tersebut dengan rendah
hati. Kerajaan Dwarawatiprawa dan Kerajaan Dwarakawestri lalu digabung menjadi satu
dengan sebutan Kerajaan Dwarawati. Raden Narayana pun dilantik sebagai raja,
dengan gelar Prabu Kresna Wasudewa.
Setelah resmi menjadi raja,
Prabu Kresna Wasudewa pun melantik sahabatnya dalam berkelana, yaitu Arya Udawa
sebagai menteri utama, bergelar Patih Udawa. Raden Setyaki juga meminta izin
kepada ayahnya agar diperbolehkan mengabdi di Kerajaan Dwarawati untuk
mengikuti Dewi Setyaboma yang diboyong ke sana. Prabu Setyajit
menimbang-nimbang bahwa Kerajaan Dwarawati memang jauh lebih besar daripada
Kerajaan Lesanpura, sehingga tenaga putranya pasti lebih dibutuhkan di sana.
Lagipula, Prabu Setyajit masih ingat bahwa putra bungsunya itu adalah titisan
Prabu Yuyudana yang dulu bertapa ingin mengabdi kepada Batara Wisnu. Jika kini
Batara Wisnu telah menitis kepada Prabu Kresna, maka tidak ada halangan bagi
Raden Setyaki untuk mengabdi kepadanya.
Maka, Prabu Setyajit pun
mengizinkan Raden Setyaki mengabdi kepada Prabu Kresna, sekaligus mengikuti
Dewi Setyaboma yang diboyong ke Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna menerima
pengabdian Raden Setyaki dengan senang hati karena sebagai raja yang baru pasti
ia membutuhkan bantuan pemuda terampil dan sakti semacam iparnya tersebut. Maka,
Raden Setyaki pun diangkat sebagai panglima angkatan perang Dwarawati, dengan bergelar
Arya Setyaki.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Kisah Raden Narayana menumpas Prabu Kunjarakresna menurut
Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam Serat Pustakaraja Purwa terjadi pada tahun
Suryasengakala 695 yang ditandai dengan sengkalan “Yaksa rudra angoyak langit”,
atau tahun Candrasengkala 716 yang ditandai dengan sengkalan “Angrasa tunggal
wangsa”. Sedangkan perkawinan Raden Narayana dengan Dewi Setyaboma dan kematian
Prabu Yudakala Kresna terjadi pada tahun Suryasengkala 696 yang ditandai dengan
sengkalan “Hoyaging gapura karenging wiyat”, atau tahun Candrasengkala 717 yang
ditandai dengan sengkalan “Swaraning janma gora”.
Untuk kisah leluhur Prabu Kunjarakresna dan Prabu Yudakala Kresna yang
bernama Batara Arnapurna bisa dibaca di sini
Untuk kisah Ditya Mayangkara bisa dibaca di sini
Untuk kisah Prabu Mercukala Kresna bisa dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran Raden Narayana bisa dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran Raden Setyaki bisa dibaca di sini
Ceritanya bagus. Menarik untuk disimak. Sekedar perbandingan dengan lakon yang dibawakan Ki Anom Suroto yang pernah sy lihat, yang menjadi kusir Kyai Jaladara adalah Raden Permadi sehingga Raden Narayana berjanji, kelak jika Raden Permadi maju perang dalam sebuah perang besar, Raden Narayana yang gantian akan menjadi kusirnya. Dan itu terjadi saat Bharatayudha.
BalasHapusMenarik..... top. Mana ya kisah lengkap Ramayana?
BalasHapus