Jumat, 01 Juni 2018

Wisanggeni Rabi



Kisah ini menceritakan tentang perkawinan Bambang Wisanggeni putra Raden Arjuna dengan Dewi Mustikawati putri Prabu Mustikadarma. Dalam upaya perkawinan ini, Bambang Wisanggeni bersaing dengan Prabu Boma Narakasura dan Raden Lesmana Mandrakumara.

Kisah ini saya olah dari sumber Ensiklopedia Wayang Purwa karya Rio Sudibyoprono, yang dipadukan dengan keterangan dari Ki Rudy Wiratama, serta sedikit perubahan seperlunya.

Kediri, 01 Juni 2018

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini


------------------------------ ooo ------------------------------

PRABU DURYUDANA HENDAK MELAMAR DEWI MUSTIKAWATI DI KERAJAAN SUNYAPURA

Prabu Duryudana di Kerajaan Hastina memimpin pertemuan yang dihadiri Danghyang Druna, Patih Sangkuni, Adipati Karna, dan Raden Kartawarma. Mereka membicarakan tentang Raden Lesmana Mandrakumara yang berkali-kali gagal menikah, selalu saja kalah bersaing melawan anak-anak Pandawa ataupun anak-anak Prabu Kresna. Bahkan, baru-baru ini bersaing dengan panakawan Petruk pun kalah. Prabu Duryudana merasa sedih memikirkan nasib putranya itu. Ia khawatir Raden Lesmana sampai tua tidak bisa menikah, dan itu artinya tidak akan memiliki keturunan. Tentu saja Prabu Duryudana tidak mau garis penerusnya berakhir sampai di sini.

Danghyang Druna berkata bahwa ia mendengar kabar ada seorang raja bernama Prabu Mustikadarma dari Kerajaan Sunyapura yang memiliki anak perempuan cantik jelita, bernama Dewi Mustikawati. Alangkah baiknya, gadis itu saja yang dinikahkan dengan Raden Lesmana Mandrakumara.

Prabu Duryudana meminta pendapat Patih Sangkuni atas usulan Danghyang Druna tersebut. Patih Sangkuni bertanya balik apakah tidak jatuh derajat Prabu Duryudana apabila berbesan dengan seorang raja dari sebuah negara kecil? Apakah wibawa Kerajaan Hastina tidak akan jatuh jika memiliki menantu dari negara yang tidak terkenal?

Danghyang Druna menjawab, keputusan ada di tangan Prabu Duryudana. Dewi Mustikawati memang seorang putri dari sebuah kerajaan kecil. Namun, konon kabarnya ia memiliki paras yang sangat cantik bagaikan bidadari. Gadis seperti itu tentunya sangat pantas apabila menjadi menantu Prabu Duryudana yang namanya termasyhur di dunia.

Setelah menimbang-nimbang, Prabu Duryudana akhirnya setuju. Ia pun meminta Danghyang Druna berangkat untuk melamar putri bernama Dewi Mustikawati tersebut. Danghyang Druna menerima perintah. Prabu Duryudana lalu membubarkan pertemuan. Patih Sangkuni diperintahkan pergi bersama para Kurawa untuk mengawal kepergian sang guru ke Kerajaan Sunyapura, sedangkan Adipati Karna ditugasi mempersiapkan keperluan pesta pernikahan Raden Lesmana.

DEWI MUSTIKAWATI DILAMAR TIGA PIHAK

Di Kerajaan Sunyapura, Prabu Mustikadarma sedang duduk bersama putrinya, yaitu Dewi Mustikawati. Tidak berapa lama kemudian datanglah Danghyang Druna dan Patih Sangkuni. Setelah saling memberi salam, Danghyang Druna pun menyampaikan maksud kedatangannya adalah untuk melamar Dewi Mustikawati sebagai calon istri Raden Lesmana Mandrakumara. Ia pun memuji-muji Raden Lesmana sebagai putra mahkota Kerajaan Hastina yang kelak akan menggantikan ayahnya, yaitu Prabu Duryudana menjadi raja selanjutnya. Itu artinya, Dewi Mustikawati kelak akan menduduki jabatan sebagai permaisuri pula.

Prabu Mustikadarma berkata bahwa soal jodoh, ia menyerahkan sepenuhnya kepada sang putri. Belum sempat Dewi Mustikawati menjawab lamaran tersebut, tiba-tiba datang Raden Antasena, putra Arya Wrekodara. Ia juga datang untuk melamar Dewi Mustikawati sebagai calon istri adik sepupunya, yaitu Bambang Wisanggeni.

Patih Sangkuni menyela. Ia mengatakan bahwa pihak Kerajaan Hastina lebih dulu datang ke Kerajaan Sunyapura untuk melamar Dewi Mustikawati. Itu artinya, pihak mereka yang lebih berhak mendapatkan jawaban dari Prabu Mustikadarma. Raden Antasena yang pandai bicara mengatakan dirinya dan Patih Sangkuni adalah sama-sama tamu, maka tidak sepantasnya sesama tamu saling mengatur.

Danghyang Druna lalu menagih jawaban Prabu Mustikadarma, apakah lamaran pihak Kerajaan Hastina dapat diterima. Prabu Mustikadarma menjawab, dirinya sebagai orang tua hanya bisa merestui. Mengenai urusan memilih suami, semuanya diserahkan kepada Dewi Mustikawati.

Setelah mendapat izin dari sang ayah, Dewi Mustikawati pun berkata bahwa ia ingin bisa mendapatkan pusaka Cupumanik Gambar Jagad. Barangsiapa bisa mewujudkan keinginannya itu, maka orang itulah yang akan ia pilih menjadi calon suami. Mendengar itu, Patih Sangkuni mengejek Dewi Mustikawati yang hanya seorang putri negara kecil tetapi memiliki keinginan muluk-muluk. Tidak perlu susah payah meminta yang aneh-aneh seperti itu, cukup katakan saja berapa biaya mahar yang diinginkan, maka Kerajaan Hastina akan membayar lunas tanpa takut kehabisan harta.

Dewi Mustikawati menjawab, Patih Sangkuni janganlah merendahkan para wanita sebagai kaum yang gila harta. Tidak semua wanita bisa dibeli dan dipameri harta kekayaan serta emas permata. Jika memang Raden Lesmana Mandrakumara tidak sanggup mewujudkan Cupumanik Gambar Jagad juga tidak masalah. Masih ada laki-laki lain yang sanggup mendapatkannya.

Raden Antasena ikut mengejek Kerajaan Hastina yang selalu gagal dalam sayembara memperebutkan wanita, sehingga wajar jika sekarang gentar dan mengemukakan seribu alasan. Ia lalu mohon pamit kepada Prabu Mustikadarma dan Dewi Mustikawati untuk mencari cupumanik tersebut. Danghyang Druna tidak mau ketinggalan. Ia segera mengajak Patih Sangkuni pergi mencari benda pusaka itu.

Setelah kedua pihak pergi, tiba-tiba datang pula Prabu Boma Narakasura dari Kerajaan Trajutresna yang juga ingin melamar Dewi Mustikawati sebagai calon istri. Dewi Mustikawati menjawab, dirinya bersedia menikah asalkan ada laki-laki yang mampu mewujudkan keinginannya, yaitu menghadirkan Cupumanik Gambar Jagad.

Mendengar jawaban itu, Prabu Boma pun mohon pamit undur diri meninggalkan Kerajaan Sunyapura.

PARA KURAWA MENYERGAP RADEN ANTASENA

Danghyang Druna dan Patih Sangkuni keluar dari istana Sunyapura di mana Arya Dursasana, Raden Srutayu, Raden Kartawarma, Raden Durmagati, dan para Kurawa lainnya telah menunggu. Danghyang Druna merasa bingung entah ke mana harus mencari Cupumanik Gambar Jagad. Patih Sangkuni berkata, urusan mencari cupumanik adalah tugas Danghyang Druna, sedangkan dirinya dan para Kurawa bertugas untuk menyingkirkan pesaing. Dalam hal ini, yang harus disingkirkan adalah Raden Antasena agar tidak kembali ke tempat Bambang Wisanggeni.

Raden Durmagati berkata bahwa Raden Antasena adalah putra Arya Wrekodara, dan selama ini para Kurawa sering dibuat kocar-kacir saat bertarung melawan Raden Antareja ataupun Raden Gatutkaca. Maka, niat untuk menjegal Raden Antasena lebih baik diurungkan saja, karena yang lebih penting adalah bersatu mencari Cupumanik Gambar Jagad.

Patih Sangkuni menjawab, Raden Antasena tidak perlu ditakuti karena wujudnya berbeda dengan kedua kakaknya yang gagah perkasa. Raden Antasena ini tubuhnya lebih kecil, wajahnya lugu dan polos, sepertinya hanya pandai bicara saja dan tidak memiliki kesaktian apa-apa. Lebih cepat disingkirkan tentu lebih baik.

Patih Sangkuni telah menetapkan demikian. Pasukan pun dibagi menjadi dua. Danghyang Druna membawa setengah rombongan mencari Cupumanik Gambar Jagad, sedangkan Patih Sangkuni bersama sisanya mengejar Raden Antasena.

Sementara itu, Raden Antasena yang sedang dalam perjalanan menuju tempat Bambang Wisanggeni tiba-tiba dihadang Patih Sangkuni, Arya Dursasana, dan para Kurawa lainnya. Tanpa banyak bicara, mereka pun menyerang pemuda itu. Namun, sungguh di luar dugaan,  Raden Antasena yang berwajah polos dan lugu ternyata memiliki kesaktian di atas Raden Antareja dan Raden Gatutkaca. Sambil bercanda ia menghajar para Kurawa. Arya Dursasana dan adik-adiknya pun dibuat babak belur, termasuk Patih Sangkuni pula. Namun, Raden Antasena teringat bahwa dirinya harus segera melapor kepada Bambang Wisanggeni sehingga tidak ada waktu untuk bermain-main seperti ini.

BAMBANG WISANGGENI MEMINTA RESTU KEPADA IBUNYA

Raden Antasena berhasil meloloskan diri dan akhirnya sampai di Kahyangan Duksinageni, di mana Bambang Wisanggeni menunggu bersama ibunya, yaitu Batari Dresanala. Beberapa waktu yang lalu Batari Dresanala memang mengutus Raden Antasena untuk menyampaikan lamaran kepada Dewi Mustikawati, putri Prabu Mustikadarma di Kerajaan Sunyapura sebagai calon istri Bambang Wisanggeni. Kini Raden Antasena datang melaporkan hasil kepergiannya. Ia bercerita bahwa Danghyang Druna dan Patih Sangkuni juga datang untuk melamar Dewi Mustikawati. Namun, Dewi Mustikawati tidak menerima lamaran pihak mana pun, kecuali ada yang mampu mewujudkan keinginannya, yaitu mendatangkan Cupumanik Gambar Jagad.

Batari Dresanala terkejut mendengar syarat tersebut. Ia pun berkata kepada Bambang Wisanggeni agar membatalkan saja keinginannya menikahi Dewi Mustikawati. Masih banyak gadis lain yang bisa dijadikan istri tanpa harus meminta syarat yang seberat itu. Bambang Wisanggeni menjawab, justru syarat yang berat seperti ini menunjukkan betapa mahal nilai seorang Dewi Mustikawati. Ia pun tetap pada niatnya, yaitu menjadikan gadis tersebut sebagai istri. Ia lalu bertanya di mana kira-kira Cupumanik Gambar Jagad berada.

Batari Dresanala mengatakan, cupumanik tersebut adalah pusaka milik Sanghyang Padawenang, leluhur para dewa yang bersemayam di Kahyangan Awang-Awang Kumitir. Namun demikian, Bambang Wisanggeni jangan langsung berangkat ke sana. Masalah ini adalah masalah besar. Bambang Wisanggeni hendaknya terlebih dulu meminta restu dan dukungan kepada ayahnya, yaitu Raden Arjuna.

Bambang Wisanggeni mematuhi nasihat tersebut. Setelah meminta restu kepada ibunya, ia pun pergi meninggalkan Kahyangan Duksinageni bersama Raden Antasena.

DANGHYANG DRUNA MEMINTA BANTUAN RADEN ARJUNA

Sementara itu, Raden Arjuna bersama para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang berkelana menebarkan kebaikan. Raden Arjuna berniat menjalani tapa ngrame, yaitu membantu siapa saja yang sedang mengalami kesulitan. Tiba-tiba mereka berjumpa Danghyang Druna yang dikawal Bambang Aswatama dan juga beberapa orang Kurawa.

Setelah menghaturkan sembah hormat, Raden Arjuna pun bertanya ke mana gurunya itu hendak pergi. Danghyang Druna menjawab dirinya memang sengaja menemui Raden Arjuna untuk meminta bantuan mencarikan pusaka Cupumanik Gambar Jagad. Benda pusaka ini adalah prasyarat yang harus dipenuhi Raden Lesmana Mandrakumara untuk meminang Dewi Mustikawati, putri Prabu Mustikadarma di Kerajaan Sunyapura.

Raden Arjuna yang sudah berniat melakukan tapa ngrame menyanggupi permintaan Danghyang Druna tersebut. Ia bersedia membantu mendapatkan pusaka Cupumanik Gambar Jagad. Setelah dicapai kata sepakat, mereka lalu berpisah.

BAMBANG WISANGGENI MEMINTA RESTU KEPADA AYAHNYA

Raden Arjuna yang berjalan bersama para panakawan pun bertemu Bambang Wisanggeni yang didampingi Raden Antasena. Setelah menyampaikan salam kepada ayahnya, Bambang Wisanggeni pun meminta restu bahwa dirinya sebentar lagi akan menikah. Raden Arjuna bertanya, siapa perempuan yang akan menjadi menantunya. Bambang Wisanggeni menjawab, perempuan itu bernama Dewi Mustikawati, putri Prabu Mustikadarma dari Kerajaan Sunyapura.

Raden Arjuna bertanya apakah benar gadis itu mengajukan syarat ingin disediakan Cupumanik Gambar Jagad. Bambang Wisanggeni menjawab benar. Mendengar itu, Raden Arjuna menolak memberikan restu. Dirinya sudah terlanjur menyanggupi permintaan Danghyang Druna, maka mau tidak mau ia berada di pihak Kerajaan Hastina. Oleh sebab itu, ia pun menyarankan agar Bambang Wisanggeni mengurungkan niat menikahi Dewi Mustikawati.

Bambang Wisanggeni menolak saran ayahnya. Ia telah bersumpah hanya akan menikahi Dewi Mustikawati seorang, dan tidak ingin berpindah ke lain hati. Raden Arjuna marah dibantah putranya. Ia pun memukul Bambang Wisanggeni dan mengancam akan menghajarnya apabila tetap bersikeras ingin menikahi Dewi Mustikawati. Bambang Wisanggeni tidak takut pada ancaman ayahnya, karena ia merasa menikahi gadis tersebut bukanlah perbuatan salah. Raden Arjuna bertambah marah dan menyerang putranya itu.

Bambang Wisanggeni terpaksa menghadapi serangan ayahnya. Ia hanya menghindar dan menangkis, sama sekali tidak pernah membalas pukulan Raden Arjuna. Namun, setiap kali tangannya menangkis, selalu saja membuat tangan atau kaki Raden Arjuna merasa linu dan nyeri. Sungguh tinggi kesaktian Bambang Wisanggeni berada di atas Raden Arjuna. Raden Antasena dan para panakawan hanya menonton di tepi, kecuali Kyai Semar yang memilih tidur di bawah pohon.

PRABU KRESNA MELERAI PERTARUNGAN AYAH DAN ANAK

Setelah bertarung cukup lama, Raden Arjuna akhirnya kelelahan dan terdesak. Tiba-tiba muncul bayangan hitam melerai pertarungan mereka. Orang itu tidak lain adalah Prabu Kresna, raja Dwarawati. Raden Arjuna dan Bambang Wisanggeni pun sama-sama menghaturkan salam kepadanya.

Prabu Kresna bertanya mengapa ayah dan anak bertarung di jalan, apakah sedang latihan perang-perangan? Raden Arjuna menjawab, dirinya berusaha menghalangi Bambang Wisanggeni yang hendak meminta restu untuk menikah dengan Dewi Mustikawati. Hal ini karena ia telah berjanji kepada Danghyang Druna untuk membantu mendapatkan Cupumanik Gambar Jagad sebagai syarat Raden Lesmana Mandrakumara meminang gadis tersebut.

Prabu Kresna menyebut Raden Arjuna sungguh aneh, karena janji yang ia ucapkan kepada Danghyang Druna adalah membantu mendapatkan cupumanik, bukan membantu menghalangi Bambang Wisanggeni. Raden Arjuna menjawab, jika tidak dihalangi maka Bambang Wisanggeni pasti mampu mendapatkan pusaka tersebut. Prabu Kresna berkata, itu artinya Raden Arjuna tidak percaya diri, takut berlomba melawan anak sendiri. Lagipula jika Bambang Wisanggeni berhasil mendapatkan cupumanik tersebut, itu artinya jodoh Dewi Mustikawati bukan Raden Lesmana.

Prabu Kresna juga berkata, bahwa ia pun dimintai tolong Prabu Boma Narakasura untuk mencarikan cupu pusaka tersebut, namun ia menolak. Raden Arjuna heran mengapa Prabu Kresna tidak mau membantu putra sendiri. Prabu Kresna menjawab, dirinya sengaja tidak membantu Prabu Boma karena ia meramalkan Dewi Mustikawati bukanlah jodoh putranya itu. Yang kedua, Prabu Boma juga tidak sungguh-sungguh mencintai Dewi Mustikawati.

Raden Arjuna merasa bimbang. Ia pun bertanya siapa kira-kira jodoh gadis tersebut, apakah Bambang Wisanggeni ataukah Raden Lesmana Mandrakumara. Prabu Kresna tidak menjawab, melainkan bertanya kepada Kyai Semar hendak mendampingi perjalanan siapa. Kyai Semar bangun dari tidur dan menyatakan hendak mendampingi Bambang Wisanggeni saja. Dari jawaban tersebut, Raden Arjuna dapat menyimpulkan bahwa Dewi Mustikawati memang ditakdirkan menjadi istri Bambang Wisanggeni. Ia pun memeluk putranya itu dan meminta maaf, serta merestuinya semoga berhasil mendapatkan Cupumanik Gambar Jagad.

Bambang Wisanggeni berterima kasih. Ia lalu mohon pamit kepada ayahnya itu dan juga kepada Prabu Kresna untuk berangkat menuju Kahyangan Awang-Awang Kumitir. Kyai Semar dan Raden Antasena menyertai di belakang.

BAMBANG WISANGGENI MENDAPATKAN CUPUMANIK GAMBAR JAGAD

Di Kahyangan Awang-Awang Kumitir, Sanghyang Padawenang menerima kedatangan Bambang Wisanggeni dan rombongannya. Mereka semua menghaturkan hormat kepada leluhur para dewa tersebut. Bambang Wisanggeni kemudian mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu ingin meminjam Cupumanik Gambar Jagad sebagai syarat untuk menikah dengan Dewi Mustikawati.

Sanghyang Padawenang mengabulkan permohonan Bambang Wisanggeni karena Dewi Mustikawati memang berjodoh dengan pemuda tersebut. Namun, Cupumanik Gambar Jagad kelak harus dikembalikan kepadanya, yaitu ketika hendak meletus Perang Bratayuda antara para Pandawa melawan para Kurawa. Kelak ketika Bambang Wisanggeni bersama Raden Antasena mengembalikan cupumanik tersebut, Sanghyang Padawenang akan menyampaikan pula apa yang menjadi takdir mereka.

Bambang Wisanggeni dan Raden Antasena merasa penasaran. Mereka bertanya apa kira-kira takdir yang kelak akan menimpa mereka. Sanghyang Padawenang tidak bersedia menjawab karena itu belum waktunya. Kyai Semar menasihati kedua pemuda itu agar menjalani kehidupan dengan baik, tidak perlu memikirkan hal tersebut. Kelak jika waktunya tiba, ia yang akan mengingatkan Bambang Wisanggeni dan Raden Antasena untuk menghadap Sanghyang Padawenang dengan membawa kembali Cupumanik Gambar Jagad.

Sanghyang Padawenang merasa cukup untuk hari ini. Bambang Wisanggeni dan yang lain pun mohon pamit meninggalkan Kahyangan Awang-Awang Kumitir dengan membawa cupu pusaka yang mereka cari.

PRABU BOMA MENGHADANG BAMBANG WISANGGENI

Bambang Wisanggeni dan rombongannya telah kembali menginjak tanah. Mereka pun melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Sunyapura. Tiba-tiba mereka dihadang Prabu Boma Narakasura dan Patih Pancadnyana yang hendak merebut Cupumanik Gambar Jagad. Bambang Wisanggeni dengan tegas menolak menyerahkan cupumanik tersebut. Maka, terjadilah pertarungan antara dirinya melawan Prabu Boma, sedangkan Raden Antasena melawan Patih Pancadnyana.

Prabu Boma terdesak melawan Bambang Wisanggeni yang lincah dan sakti. Ia akhirnya dapat dikalahkan oleh sepupunya tersebut. Bambang Wisanggeni pun bertanya untuk apa Prabu Boma menginginkan Cupumanik Gambar Jagad, jika hatinya tidak tulus mencintai Dewi Mustikawati. Prabu Boma terkejut mengetahui Bambang Wisanggeni dapat menebak isi hatinya. Ia pun berterus terang bahwa ini semua karena permintaan istrinya, yaitu Dewi Agnyanawati.

Prabu Boma bercerita bahwa ia baru saja menikah dengan Dewi Agnyanawati, keponakan Patih Pancadnyana. Namun, istrinya itu selalu menolak jika Prabu Boma mengajak bermesraan. Prabu Boma pun mendesak Dewi Agnyanawati dan bertanya apa yang menjadi keinginannya. Dewi Agnyanawati berkata, dirinya bersedia melayani Prabu Boma apabila dimadu dengan sahabatnya, yaitu Dewi Mustikawati dari Kerajaan Sunyapura.

Raden Antasena sambil meringkus Patih Pancadnyana ikut bicara. Ia menyarankan agar Prabu Boma menjadi suami yang tegas, jangan mau diperintah istri seperti itu. Apa gunanya menikahi Dewi Mustikawati jika tidak mencintainya? Bukankah itu sama saja dengan menyiksa gadis tersebut? Lagipula, jika Prabu Boma memaksa menikahi perempuan yang bukan jodohnya, itu berarti ia merebut calon pasangan hidup pria lain yang ditakdirkan menjadi jodoh Dewi Mustikawati.

Prabu Boma merenungi ucapan Raden Antasena yang masuk akal. Ia merasa dirinya terlalu egois karena demi ingin menyenangkan Dewi Agnyanawati lantas merugikan Dewi Mustikawati dan juga laki-laki lain yang ditakdirkan menjadi jodoh gadis tersebut. Setelah berpikir demikian, ia pun menyatakan mundur dari perlombaan ini. Prabu Boma lalu memerintahkan Patih Pancadnyana agar pulang lebih dulu ke Kerajaan Trajutresna, sedangkan dirinya ingin menyaksikan perkawinan antara Bambang Wisanggeni dan Dewi Mustikawati.

BAMBANG WISANGGENI MEMPERSEMBAHKAN CUPU PUSAKA KEPADA CALON ISTRINYA

Bambang Wisanggeni, Raden Antasena, Prabu Boma, dan para panakawan melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Sunyapura. Di tengah jalan mereka dihadang Danghyang Druna dan Patih Sangkuni bersama para Kurawa yang menyertai mereka. Jika sebelumnya, para Kurawa yang menyertai Patih Sangkuni dapat dikalahkan Raden Antasena, maka kini jumlah mereka bertambah karena bergabung dengan para Kurawa yang menyertai Danghyang Druna. Dengan jumlah yang lebih banyak, mereka yakin dapat mengalahkan Raden Antasena dan merebut Cupumanik Gambar Jagad dari tangan Bambang Wisanggeni yang bertubuh kurus kecil.

Namun, para Kurawa tidak menduga Prabu Boma ada bersama mereka. Patih Sangkuni pun menghasut Prabu Boma agar bergabung dengan para Kurawa sehingga mereka dapat bersama-sama merebut Cupumanik Gambar Jagad. Prabu Boma merasa bimbang, teringat janjinya kepada Dewi Agnyanawati. Namun, Raden Antasena segera bertanya, apabila Cupumanik Gambar Jagad berhasil direbut, lantas siapa yang akan menikahi Dewi Mustikawati. Danghyang Druna langsung menjawab, tentu saja Raden Lesmana Mandrakumara.

Mendengar jawaban itu, Prabu Boma tidak ragu lagi. Ia pun melompat menerjang rombongan dari Kerajaan Hastina tersebut. Raden Antasena ikut membantu. Para Kurawa lagi-lagi babak belur menghadapi mereka berdua. Merasa terdesak, Danghyang Druna pun mengajak Patih Sangkuni dan yang lain untuk mundur, kembali ke Kerajaan Hastina.

Bambang Wisanggeni dan rombongannya melanjutkan perjalanan dan akhirnya sampai di Kerajaan Sunyapura. Ternyata Prabu Kresna dan Raden Arjuna sudah lebih dulu tiba di sana, duduk bersama Prabu Mustikadarma dan Dewi Mustikawati. Prabu Kresna senang melihat Prabu Boma ikut dalam rombongan ini dan menyadari kesalahannya.

Bambang Wisanggeni maju dan menyerahkan Cupumanik Gambar Jagad kepada Dewi Mustikawati. Gadis itu perlahan menerimanya. Begitu membuka cupu pusaka tersebut, ia dapat melihat pemandangan di seluruh dunia, baik itu pemandangan di alam nyata, maupun pemandangan di alam gaib.

Melihat putrinya tampak bahagia, Prabu Mustikadarma pun menyatakan Bambang Wisanggeni sebagai pemenang sayembara. Hari itu juga ia menikahkan Bambang Wisanggeni dengan Dewi Mustikawati. Prabu Kresna dan Raden Arjuna kembali memberikan restu untuk perkawinan mereka.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------

 









12 komentar:

  1. Terimakasih banyak... Saya penggemar cerita wayang, hampir setiap hari saya membaca kisah kisah ini. Terimakasih banyak dengan turut melestarikan budaya. Maturnuwun. Salam. Tanceb kayon. Wqwqwq

    BalasHapus
    Balasan
    1. Mau tanya om, siapa saja tokoh pada cerita rabine wisanggeni

      Hapus
  2. matur suwun Mas mugi Mbarokahi lan Mbeto maslahat kegem sedoyo nipun AMIIIIIN Muchon bejas bejasjoni

    BalasHapus
  3. Matur nuwun semuanya, sudah mampir di blog kami.

    BalasHapus
  4. Lestari budayaku, matursembah nuwun, semoga banyak lagi lakon/cerita wayang yang dapat ditulis dan dilestarikan oleh para penerus bangsa

    BalasHapus
  5. sulit diungkapkan dgn kata2, yg pasti ... manteb!

    BalasHapus
  6. Terlalu ringkas,, andaipun kisah ini satu buku tebal sekalipun tak kan jemu kubaca..

    BalasHapus
  7. ing panggonan ngendi wae lakon wayang Wisanggeni rabi iku dumadi

    BalasHapus
  8. Kasian dari atas sampai wisanggeni rabi lesmono selalu gagal total

    BalasHapus