Selasa, 06 Januari 2015

Payasa Jamur Dipa

Kisah ini menceritakan usaha yang dilakukan Prabu Basurata untuk mendapatkan putra. Ia berlayar ke Tanah Hindustan atas petunjuk Begawan Rukmawati untuk membantu upacara Prabu Dasarata yang juga ingin memiliki putra. Upacara tersebut adalah meletakkan kue payasa di atas tanaman ajaib Jamur Dipa. Kelak Prabu Dasarata akan mendapatkan empat orang anak, yaitu Raden Rama, Raden Barata, Raden Lesmana, dan Raden Satrugena, sedangkan Prabu Basurata mendapatkan dua orang anak, yaitu Raden Brahmaneka dan Dewi Brahmaneki yang usianya terpaut lumayan jauh.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dan Ramayana karya Resi Walmiki, dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 06 Januari 2015

Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------


PRABU BASURATA INGIN MEMILIKI PUTRA

Prabu Basurata di Kerajaan Wirata dihadap Patih Sunggata dan Resi Wisama, serta para punggawa yaitu Arya Sakuta, Arya Sakrita, dan Arya Sarisungga. Saat itu Prabu Basurata sedang bersedih karena usianya telah lebih dari empat puluh tahun tetapi belum juga memiliki anak. Padahal, kakaknya, yaitu Prabu Sri Mahapunggung di Kerajaan Purwacarita telah memiliki tiga orang anak, sedangkan iparnya, yaitu Prabu Brahmanaraja di Kerajaan Gilingwesi telah memiliki lima orang anak.

Prabu Basurata merasa prihatin karena sebagai raja sangat tidak baik jika ia tidak memiliki putra yang bisa dijadikan ahli waris takhta. Resi Wisama pun menyarankan supaya Sang Prabu meminta petunjuk kepada sepupunya yang bernama Resi Paninda di Gunung Candramuka. Mungkin dengan saran yang diberikan Resi Paninda, akan lahir seorang putra di Kerajaan Wirata.

Prabu Basurata tertarik pada usulan Resi Wisama dan ia pun berpamitan kepada sang permaisuri, yaitu Dewi Brahmaniyuta untuk kemudian berangkat menuju ke Gunung Candramuka dengan didampingi Patih Sunggata dan Resi Wisama.

RESI PANINDA MENGANTAR PRABU BASURATA MENEMUI BEGAWAN RUKMAWATI

Rombongan Prabu Basurata telah sampai di padepokan Gunung Candramuka dan disambut dengan ramah oleh Resi Paninda. Namun, ketika Prabu Basurata menyampaikan keinginannya untuk bisa berputra, Resi Paninda memohon maaf karena tidak bisa membantu, tetapi ia sanggup mengantarkan Sang Prabu pergi ke Gunung Mahendra menemui seorang pertapa wanita bernama Begawan Rukmawati. Konon, pertapa wanita ini seorang bidadari berkepandaian tinggi yang sepertinya bisa membantu Prabu Basurata memiliki keturunan.

Prabu Basurata, Resi Paninda, Patih Sunggata, dan Resi Wisama akhirnya sampai di Gunung Mahendra dan disambut Begawan Rukmawati beserta muridnya yang berwujud seekor gajah putih. Ternyata Begawan Rukmawati memang sangat sakti dan bisa menebak apa yang menjadi keinginan Prabu Basurata. Karena Begawan Rukmawati adalah anak Batara Anantaboga, sedangkan Prabu Basurata adalah anak Batara Wisnu, maka ia pun memanggil “kakak” kepada raja Wirata tersebut.

Begawan Rukmawati meramalkan bahwa Prabu Basurata kelak akan memiliki dua orang anak, yaitu satu laki-laki dan satu perempuan. Meskipun hanya dua, namun mereka kelak akan menurunkan raja-raja Tanah Jawa. Akan tetapi, putra dan putri itu bisa lahir apabila Prabu Basurata pergi ke Tanah Hindustan untuk menjadi sarana lahirnya titisan Batara Wisnu di sana. Menurut ramalan Begawan Rukmawati, Batara Wisnu akan terlahir sebagai manusia, yaitu dengan menitis kepada putra Prabu Dasarata raja Ayodya demi untuk menumpas angkara murka Prabu Rahwana di Kerajaan Alengka.

RIWAYAT GAJAH PUTIH MURID BEGAWAN RUKMAWATI

Prabu Basurata sangat senang dan bersedia melaksanakan saran tersebut. Akan tetapi, lebih dulu ia ingin mendapatkan keterangan mengenai gajah putih murid Begawan Rukmawati yang ikut menyambut kedatangannya tadi. Ia sangat heran mengapa ada seekor gajah putih yang bisa berbicara seperti manusia. Sungguh mengejutkan, ternyata Begawan Rukmawati memperkenalkan gajah putih itu sebagai keponakan Prabu Basurata sendiri, karena si gajah tidak lain adalah anak keempat Prabu Sri Mahapunggung di Kerajaan Purwacarita.

Begawan Rukmawati lalu menceritakan asal-usul gajah putih tersebut. Prabu Sri Mahapunggung telah memiliki tiga orang anak dari istri pertama (Dewi Brahmaniyati), yaitu Dewi Sri, Raden Sadana, dan Raden Wandu. Kemudian Prabu Sri Mahapunggung menikah lagi dengan Dewi Rukmini yang ditemukannya di Hutan Pancala. Akan tetapi, Dewi Rukmini meninggal dunia setelah melahirkan seekor bayi gajah putih. Hal itu terjadi karena Dewi Rukmini tidak lain adalah penjelmaan Gajah Erawati, milik Batara Indra.

Karena merasa sedih bercampur malu, Prabu Sri Mahapunggung lalu membuang bayi gajah putih itu ke Hutan Pancala. Pada suatu hari, Begawan Rukmawati menemukan bayi gajah putih tersebut dan membawanya pergi ke Gunung Mahendra untuk dirawat dan dijadikan murid.

Prabu Basurata sangat terkesan melihatnya. Meskipun baru berusia tiga tahun, namun gajah putih ini sudah lancar berbicara seperti manusia dewasa. Setelah mendapat penjelasan demikian, Sang Prabu pun mohon pamit berangkat menuju Tanah Hindustan dengan didampingi Resi Paninda dan Resi Wisama, sedangkan Patih Sunggata kembali ke istana Wirata untuk melapor kepada Dewi Brahmaniyuta.

Sepeninggal orang-orang Wirata tersebut, Begawan Rukmawati memerintahkan si gajah putih pergi ke Bukit Oya untuk bertapa di sana. Kelak jika si gajah putih bertemu kepala Desa Wahita bernama Buyut Lagra, maka ia harus menurut kepadanya, karena Buyut Lagra itulah yang akan menjadi jalan baginya untuk memperoleh kemuliaan. Si gajah putih mematuhi perintah tersebut dan segera mohon pamit berangkat menuju ke Bukit Oya. Kelak ia akan dikenal dengan sebutan Gajah Oya karena menjalani tapa brata tersebut.

PRABU BASURATA TIBA DI TANAH HINDUSTAN

Sementara itu, rombongan Prabu Basurata telah mendarat di Tanah Hindustan. Mereka dihadang pasukan penjaga pelabuhan Kerajaan Ayodya yang dipimpin Danghyang Wulambi, karena dicurigai sebagai musuh yang datang untuk menyerang. Akibatnya, terjadilah pertempuran karena kesalahpahaman tersebut.

Pertempuran itu akhirnya berhenti setelah kedatangan Resi Supanu, guru Danghyang Wulambi yang juga suami Dewi Nariti, keponakan Resi Paninda. Resi Paninda pun menjelaskan kepada Resi Supanu bahwa kedatangan Prabu Basurata dari Kerajaan Wirata ini adalah untuk membantu Prabu Dasarata dalam usaha mendapatkan putra.

Resi Supanu sangat gembira dan segera mengantarkan Prabu Basurata untuk menemui Prabu Dasarata yang saat ini sedang berkemah di tepi Hutan Dandaka. Sesampainya di sana, Prabu Basurata pun disambut ramah oleh Prabu Dasarata yang saat itu juga ditemani para sahabatnya, bernama Prabu Janaka raja Mantili, Prabu Aywana raja Malawa, dan Prabu Suwira raja Duhyapura.

PRABU BASURATA MEMBANTU PRABU DASARATA MENDAPATKAN PUTRA

Prabu Basurata dan Prabu Dasarata saling memperkenalkan diri. Prabu Basurata menjelaskan kedatangannya ke Tanah Hindustan adalah sebagai sarana untuk mendapatkan putra. Sebaliknya, Prabu Dasarata juga bercerita bahwa sudah lama ia menikah tetapi belum mendapatkan keturunan, padahal istrinya berjumlah tiga orang, yaitu Dewi Kusalya, Dewi Kekayi, dan Dewi Sumitra. Pemimpin para pandita Kerajaan Ayodya yang bernama Resi Wasista menyarankan supaya Prabu Dasarata meminta bantuan Resi Reksasrengga di Pertapaan Lomasana untuk memimpin upacara mendapatkan putra.

Prabu Dasarata berangkat menuju Pertapaan Lomasana. Resi Reksasrengga pun menyatakan sanggup untuk memimpin upacara mendapatkan putra bagi raja Ayodya tersebut. Upacara itu akan diselenggarakan di Hutan Dandaka karena di sana telah tumbuh jamur ajaib bernama Jamur Dipa yang akan menjadi sarana bagi Prabu Dasarata untuk mendapatkan keturunan. Konon jamur ini tumbuh di atas abu jenazah seorang pendeta bernama Resi Paspa.

Resi Paspa semasa hidupnya pernah bertapa di Hutan Dandaka untuk mendapatkan kesaktian, yaitu jika ia memegang kepala seseorang, maka seluruh tubuh orang itu akan terbakar menjadi abu. Batara Guru terkesan melihat ketekunan Resi Paspa, dan ia pun turun dari kahyangan untuk mengabulkan permintaannya. Setelah mendapatkan kesaktian tersebut, Resi Paspa menjadi lupa diri dan ingin membunuh Batara Guru untuk merebut takhta Kahyangan Jonggringsalaka. Ia pun berusaha memegang kepala Batara Guru supaya tubuh raja dewa itu terbakar menjadi abu. Pada saat itulah Batara Wisnu datang membantu ayahnya, dengan cara menyamar menjadi seorang wanita cantik bernama Dewi Malini. Resi Paspa seketika jatuh cinta melihat Dewi Malini dan membiarkan Batara Guru meloloskan diri. Resi Paspa pun merayu ingin menikahi Dewi Malini, namun wanita itu bersedia asalkan Resi Paspa mandi dan keramas terlebih dulu. Resi Paspa yang sudah tergila-gila pun menuruti permintaan Dewi Malini itu dan ia segera mandi di sungai. Ketika tangannya memegang kepala untuk keramas, seketika tubuh Resi Paspa pun terbakar menjadi abu dan tertiup angin hingga jatuh di tepi Hutan Dandaka.

Kini di tempat jatuhnya abu Resi Paspa itu telah tumbuh tanaman ajaib Jamur Dipa. Resi Reksasrengga meramalkan jika ketiga istri Prabu Dasarata memakan kue payasa yang diletakkan di atas jamur tersebut, maka mereka pasti akan segera mengandung. Akan tetapi, barangsiapa menyentuh Jamur Dipa ini maka tubuhnya akan terbakar menjadi abu, kecuali putra Batara Wisnu saja yang dapat menyentuhnya. Resi Reksasrengga pun memberikan nasihat supaya Prabu Dasarata banyak bersedekah karena dengan demikian, putra Batara Wisnu akan datang sendiri ke Hutan Dandaka.

Prabu Dasarata melaksanakan nasihat tersebut, hingga akhirnya Prabu Basurata putra Batara Wisnu kini telah datang di hadapannya. Setelah dirasa lengkap, Resi Reksasrengga pun memulai upacara dengan membaca berbagai japa mantra, kemudian Prabu Basurata dipersilakan meletakkan tiga buah kue payasa yang telah dipersiapkan Prabu Dasarata di atas Jamur Dipa tersebut.

Setelah menunggu beberapa lama, tiga buah kue payasa itu tampak menyala, sedangkan Jamur Dipa menjadi layu dan akhirnya mati. Resi Reksasrengga menjelaskan bahwa kekuatan gaib Jamur Dipa telah berpindah ke dalam tiga kue tersebut dan hendaknya Prabu Dasarata menyerahkannya kepada Dewi Kusalya, Dewi Kekayi, dan Dewi Sumitra.

KETIGA ISTRI PRABU DASARATA BERBAGI KUE PAYASA

Prabu Dasarata lalu menemui ketiga istrinya di perkemahan. Akan tetapi, ia hanya mengambil dua kue payasa saja untuk diberikan kepada Dewi Kusalya dan Dewi Kekayi, sedangkan kue payasa yang ketiga diberikan kepada Prabu Basurata. Rupanya Prabu Dasarata merasa prihatin mengetahui Prabu Basurata juga belum memiliki anak, dan kue yang ketiga itu diberikannya sebagai ungkapan terima kasih. Prabu Dasarata memiliki tiga orang istri dan ia merasa sudah cukup senang apabila dua di antara mereka bisa mengandung. Di sisi lain, Prabu Basurata hanya memiliki satu orang istri, sehingga kue payasa itu harus diberikan kepadanya sebagai sarana memiliki putra untuk menjadi ahli waris Kerajaan Wirata. Prabu Basurata sangat terharu namun juga tidak enak hati menerima kue payasa tersebut yang seharusnya menjadi jatah Dewi Sumitra.

Sementara itu, Dewi Kusalya membelah kue payasa miliknya menjadi dua dan memberikan yang setengah kepada Dewi Sumitra. Dewi Kekayi juga membelah kue miliknya, dan memberikan yang setengah kepada Dewi Sumitra pula. Dewi Sumitra sangat terharu melihat kebaikan kedua madunya itu, dan ia pun berjanji jika memiliki anak, maka anaknya itu akan selalu melayani anak-anak yang dilahirkan Dewi Kusalya dan Dewi Kekayi. Ketiga istri Prabu Dasarata itu lalu memakan bagian kue payasa masing-masing secara bersamaan.

Pada saat itulah Batara Wisnu (ayah Prabu Basurata) didampingi Batara Laksmanasadu (ayah Resi Wisama) turun dari kahyangan. Batara Wisnu menjelaskan bahwa meskipun hanya memakan setengah kue payasa, namun Dewi Kusalya dan Dewi Kekayi masing-masing tetap akan melahirkan seorang putra. Prabu Dasarata diperintahkan pula untuk memberikan nama kepada keempat anaknya yang akan lahir kelak, yaitu putra Dewi Kusalya hendaknya diberi nama Raden Rama, sedangkan putra Dewi Kekayi hendaknya diberi nama Raden Barata. Sementara itu, Dewi Sumitra yang memakan dua kali setengah kue, maka ia akan melahirkan dua orang putra, yang hendaknya diberi nama Raden Lesmana dan Raden Satrugena.

Batara Wisnu juga menjelaskan kepada Prabu Basurata mengenai kue payasa utuh yang diterimanya. Kelak jika kue itu dimakan Dewi Brahmaniyuta, maka ia akan mengandung sebanyak dua kali. Akan tetapi, kedua anak itu tidak lahir bersamaan, melainkan selisih usia mereka terpaut lumayan lama.

Batara Wisnu kemudian mengatakan bahwa kedatangannya adalah untuk menitis kepada putra Prabu Dasarata yang lahir dari Dewi Kusalya, yaitu Raden Rama, yang mana kelak akan menjadi kesatria dalam menumpas angkara murka Prabu Rahwana raja Alengka, keturunan Prabu Hiranyakasipu. Sementara itu, Batara Laksmanasadu juga datang untuk menitis kepada salah satu putra yang lahir dari Dewi Sumitra, yaitu Raden Lesmana, karena kelak ia akan menjadi pendamping Raden Rama dalam menumpas kejahatan.

Setelah berkata demikian, Batara Wisnu lalu masuk ke dalam rahim Dewi Kusalya, sedangkan Batara Laksmanasadu masuk ke dalam rahim Dewi Sumitra. Prabu Dasarata, Prabu Basurata, dan para raja lainnya serta para resi yang hadir di situ mengiringi peristiwa tersebut dengan penuh penghormatan.

PRABU BASURATA KEMBALI KE PULAU JAWA

Setelah beberapa hari tinggal di Kerajaan Ayodya, Prabu Basurata pun mohon pamit kembali ke Pulau Jawa untuk menyerahkan kue payasa kepada istrinya. Prabu Dasarata sangat berterima kasih atas segala bantuan raja Wirata tersebut, dan ia pun menyerahkan sebuah kereta kencana bernama Kereta Garudayaksa sebagai hadiah kenang-kenangan. Prabu Janaka dan Prabu Aywana juga ikut mendampingi Prabu Dasarata mengantarkan rombongan Prabu Basurata sampai ke pelabuhan.

Setelah berlayar beberapa lama, rombongan Prabu Basurata akhirnya tiba di Pulau Jawa dan langsung melanjutkan perjalanan ke Kerajaan Wirata. Sesampainya di istana, Sang Prabu segera menyerahkan kue payasa tersebut kepada Dewi Brahmaniyuta.

Setelah memakan kue itu, Dewi Brahmaniyuta pun mengandung. Setelah melewati sembilan bulan, Dewi Brahmaniyuta akhirnya melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Raden Brahmaneka.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke: daftar isi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar