Jumat, 20 Februari 2015

Gilingwesi Bedah

Kisah ini menceritakan runtuhnya Kerajaan Gilingwesi akibat serangan Prabu Srikala raja Purwacarita yang sakit hati karena calon menantunya, yaitu Dewi Kaniraras telah dinikahkan dengan orang lain. Kisah dilanjutkan dengan peperangan antara Prabu Srikala dan Prabu Basupati yang berkhir dengan kekalahan pihak Purwacarita.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 20 Februari 2015

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------


DEWI KANIRARAS SAKIT PARAH

Prabu Parikenan di Kerajaan Gilingwesi sedang bersedih karena putri sulungnya, yaitu Dewi Kaniraras menderita sakit parah. Akibat rasa sakitnya itu, setiap hari Dewi Kaniraras selalu merintih dan tidak dapat tidur. Patih Sangkaya sudah diutus mencari obat ke mana-mana namun tidak dapat menyembuhkannya.

Prabu Parikenan lalu mengumumkan sayembara barangsiapa dapat menyembuhkan Dewi Kaniraras, maka ia akan dijadikan menantu, yaitu dinikahkan dengan putri sulungnya tersebut. Rupanya Prabu Parikenan lupa bahwa tiga tahun yang lalu Dewi Kaniraras telah diminta oleh Prabu Srikala untuk dijodohkan dengan Raden Sriwanda.

Maka, begitu sayembara diumumkan, para dukun, tabib, dan resi pun berdatangan untuk mengobati penyakit Dewi Kaniraras. Akan tetapi, tiada satu pun dari mereka yang berhasil menyembuhkan sang putri.

EMPU KANOMAYASA MENYEMBUHKAN DEWI KANIRARAS

Kepala pembuat senjata di Kerajaan Gilingwesi, yaitu Empu Dewarasa memerintahkan kedua putranya untuk mengikuti sayembara tersebut. Empu Dewarasa ini adalah adik dari Empu Darmarasa yang dulu dihukum mati Prabu Brahmasatapa (ayah Prabu Parikenan) karena menolak menyerahkan kedua putranya yang hendak dijadikan anggota Wadya Seseliran pemuas birahi Sri Maharaja Purwacandra di Medang Kamulan.

Kedua putra Empu Dewarasa yang bernama Empu Dewayasa dan Empu Kanomayasa segera menghadap Prabu Parikenan untuk mengikuti sayembara. Setelah Prabu Parikenan mempersilakan mereka untuk bertindak,  Empu Dewayasa pun maju lebih dulu dan meniup ubun-ubun Dewi Kaniraras sambil membaca mantra. Seketika Dewi Kaniraras berhenti menangis karena rasa sakitnya telah hilang. Akan tetapi, gadis itu tetap tidak dapat bangun dari tempat tidur, pertanda bahwa penyakitnya belum lenyap seluruhnya.

Empu Kanomayasa maju untuk mengobati Dewi Kaniraras dengan cara menjilati ubun-ubunnya sambil membaca mantra. Seketika Dewi Kaniraras pun mampu bangkit berdiri dan merasa tubuhnya pulih seperti sediakala. Prabu Parikenan sangat gembira dan ia pun mengumumkan Empu Kanoyasa sebagai pemenang sayembara dan berhak menikahi putrinya.

Empu Dewayasa tidak terima karena ia merasa dirinya juga berjasa telah meringankan penyakit Dewi Kaniraras. Khawatir terjadi perselisihan antara kakak beradik putra Empu Dewarasa itu, Prabu Parikenan segera turun tangan melerai mereka. Maka, ia pun memberikan hadiah sebidang tanah kepada Empu Dewayasa atas jasa-jasanya. Empu Dewayasa mematuhi dan ia pun merestui adiknya menikah dengan Dewi Kaniraras.

PRABU PARIKENAN MENOLAK LAMARAN PRABU SRIKALA

Pada suatu hari Prabu Parikenan menerima kedatangan Patih Sadaskara dari Kerajaan Purwacarita yang diutus Prabu Srikala untuk menyampaikan lamaran resmi perihal perjodohan Dewi Kaniraras dengan Raden Sriwanda. Prabu Parikenan baru ingat kalau dulu ia pernah bersepakat dengan Prabu Srikala untuk berbesan. Namun, saat itu Raden Sriwanda dan Dewi Kaniraras belum cukup umur, sehingga mereka pun sepakat menunda perjodohan sampai tiga tahun ke depan. Kini, waktu tiga tahun itu telah terlewati dan Prabu Srikala pun mengirimkan lamaran secara resmi dengan mengutus Patih Sadaskara.

Prabu Parikenan merasa serbasalah karena Dewi Kaniraras saat ini telah dinikahkan dengan Empu Kanomayasa selaku pemenang sayembara. Maka, dengan sangat terpaksa ia pun menolak lamaran tersebut, dan menitipkan surat balasan kepada Patih Sadaskara.

Prabu Srikala di Kerajaan Purwacarita sangat marah saat membaca surat balasan tersebut. Ia merasa tersinggung dan menuduh Prabu Parikenan telah mempermainkan kesepakatan dengannya tiga tahun silam. Pada saat itulah Batara Kala datang merasukinya untuk mengadu domba keturunan Batara Wisnu dengan Batara Brahma.

Setelah dirasuki Batara Kala, Prabu Srikala semakin gelap mata dan ia pun mengumpulkan pasukan untuk kemudian berangkat menyerang Kerajaan Gilingwesi. Mengetahui suaminya hendak berperang melawan kakaknya, Dewi Srini hanya bisa berdoa memohon kepada dewata supaya memberikan jalan yang terbaik.

PRABU PARIKENAN KALAH PERANG

Prabu Parikenan di Kerajaan Gilingwesi sangat terkejut mendengar berita bahwa Prabu Srikala telah datang menyerang. Ia pun mengerahkan pasukan untuk menghadapi serangan tersebut. Maka, pertempuran di antara mereka pun meletus tak terhindarkan lagi. Inilah perang saudara pertama antara keturunan Batara Brahma melawan keturunan Batara Wisnu.

Dalam pertempuran itu satu per satu punggawa kedua pihak berguguran. Dari pihak Purwacarita yang terbunuh adalah Arya Sadabekti dan Arya Sadagati, yaitu dua orang adik Patih Sadaskara. Sementara itu, dari pihak Gilingwesi yang gugur adalah Patih Sangkaya, Arya Jatmaka, dan Arya Sanyaki. Mereka bertiga tewas di tangan Patih Sadaskara.

Di sisi lain, Prabu Srikala yang telah dirasuki Batara Kala seolah mendapatkan kesaktian yang berlipat ganda. Ia berhasil membunuh empat sesepuh Kerajaan Gilingwesi, yaitu Resi Brahmastuti, Resi Brahmayana, Resi Brahmanasidi, dan Resi Brahmanajati. Mendengar keempat pamannya tewas, Prabu Parikenan sangat marah dan segera terjun ke medan perang untuk menghadapi Prabu Srikala.

Pertarungan antara kedua raja itu berlangsung seru. Prabu Srikala akhirnya berhasil memukul Prabu Parikenan dan membuat raja Gilingwesi itu terlempar jauh dari hadapannya. Pada saat itulah muncul Batara Narada menemui Prabu Parikenan dan menjelaskan bahwa sudah takdir Kerajaan Gilingwesi harus berakhir hari ini. Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka telah memutuskan untuk mengangkat Prabu Parikenan menjadi dewa, bergelar Batara Brahma’am. Mengenai anak dan istrinya akan tetap mendapatkan jalan keluar dari masalah ini.

Prabu Parikenan hanya bisa mematuhi keputusan dewata tersebut. Sejenak kemudian, Batara Narada pun mengangkat dirinya naik ke kahyangan.

DEWI BRAHMANEKI MEMINTA PERLINDUNGAN KE WIRATA

Prabu Srikala dan Patih Sadaskara heran melihat Prabu Parikenan tiba-tiba menghilang setelah terkena pukulan tadi. Mereka pun mencari ke mana-mana namun tidak dapat menemukannya.

Sementara itu di istana Gilingwesi, Dewi Brahmaneki dan anak-anaknya mendengar berita bahwa sang suami telah kalah perang namun tidak diketahui di mana keberadaannya. Pada saat itu yang masih hidup tinggal Arya Brahmanaradya, Arya Brahmanaweda, dan Arya Brahmanakestu, serta Empu Dewayasa, Empu Kanomayasa, dan Arya Brahmangkara (putra mendiang Patih Brahmasadana). Dewi Brahmaneki merasa Kerajaan Gilingwesi telah jatuh ke tangan musuh, sehingga ia pun memutuskan untuk mengungsi ke Kerajaan Wirata bersama mereka semua.

Prabu Basupati di Kerajaan Wirata terkejut melihat kedatangan Dewi Brahmaneki (adiknya) beserta rombongan. Mengetahui Kerajaan Gilingwesi telah runtuh diserang Prabu Srikala yang melupakan ikatan persaudaraan, Prabu Basupati sangat marah dan segera menghimpun pasukan untuk menyerang Kerajaan Purwacarita.

PRABU BASUPATI MENGALAHKAN PRABU SRIKALA

Prabu Srikala di Kerajaan Purwacarita mendengar berita bahwa Prabu Basupati datang menyerang demi membalaskan kekalahan Prabu Parikenan. Maka, Patih Sadaskara pun dikirim untuk menghadapi serangan tersebut. Akan tetapi, Patih Sadaskara akhirnya tewas di tangan Prabu Basupati.

Prabu Srikala sangat marah dan terjun ke medan perang. Setelah bertempur cukup lama menghadapi Prabu Basupati (yang masih terhitung pamannya), akhirnya ia mengalami kekalahan dan tubuhnya pun diikat menggunakan rantai. Pada saat itulah Batara Kala keluar dari tubuh Prabu Srikala dengan perasaan puas telah mengadu domba keturunan Batara Wisnu dan Batara Brahma.

Tidak lama kemudian, Dewi Srini datang bersimpuh dan memohon supaya Prabu Basupati mengampuni nyawa Prabu Srikala. Dewi Srini tidak ingin kehilangan suami setelah dirinya kehilangan dua orang saudara, yaitu Prabu Parikenan yang gugur dalam pertempuran, dan Dewi Satapi yang bunuh diri menyusul kematian Patih Sadaskara.

Prabu Basupati akhirnya mengabulkan permohonan Dewi Srini itu. Prabu Srikala tidak dijatuhi hukuman mati, tetapi diturunkan dari takhta Purwacarita dan dibuang ke Hutan Dantawu.

PRABU SRIKALA MENINGGAL DI HUTAN

Prabu Srikala dan Dewi Srini beserta putra mereka, yaitu Raden Sriwanda, juga para keponakan, yaitu Raden Artaetu, Raden Etudarma, dan Raden Darmahanara berangkat menjalani pengasingan menuju ke Hutan Dantawu. Sesampainya di sana, mereka pun membangun sebuah permukiman sederhana yang diberi nama Desa Andong.

Setelah kehilangan takhta, Prabu Srikala mengganti gelarnya menjadi Begawan Srikala. Meskipun kini menempuh jalur rohani, namun ia senantiasa terkenang pada kekalahannya di tangan Prabu Basupati. Karena terlalu banyak berpikir, Begawan Srikala akhirnya jatuh sakit dan meninggal dunia.

PRABU BASUPATI MENDUDUKI TAKHTA PURWACARITA

Sementara itu, Prabu Basupati yang kini menduduki istana Purwacarita sangat kagum melihat keindahan di dalamnya dan merasa enggan untuk kembali ke Wirata. Karena berniat ingin menetap di Purwacarita, maka Patih Wakiswara pun diutus pulang untuk menjemput seluruh anggota keluarga di sana.

Setelah Patih Wakiswara datang kembali bersama kedua permaisuri dan para putra, Prabu Basupati pun mengumumkan bahwa mulai hari ini ia bertakhta di bekas istana Purwacarita.

Demikianlah, dengan berakhirnya kekuasaan Prabu Parikenan dan Prabu Srikala, maka Prabu Basupati kini menjadi satu-satunya raja yang berkuasa di Tanah Jawa.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke: daftar isi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar