Sabtu, 24 Januari 2015

Prabu Brahmasatapa

Kisah ini menceritakan perjalanan hidup Raden Tritrusta putra Prabu Brahmanaraja yang bisa membangun kembali Kerajaan Gilingwesi, dengan bergelar Prabu Brahmasatapa. Dikisahkan pula Prabu Brahmasatapa kemudian memiliki putra bernama Raden Dukutoya dan Dewi Srini. Raden Dukutoya inilah yang kelak dikenal sebagai Prabu Parikenan, leluhur para Pandawa dan Kurawa.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 24 Januari 2015

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------


RADEN TRITRUSTA MENDAPAT JODOH BIDADARI


Raden Tritrusta putra Prabu Brahmanaraja sedang bertapa di Gunung Soda atas perintah mertuanya, yaitu Batara Sumantanu. Awalnya ia berhasil meloloskan diri saat Kerajaan Gilingwesi diserang musuh dan ayahnya gugur di tangan Prabu Cingkaradewa. Ia kemudian berkelana terlunta-lunta hingga akhirnya sampai di kaki Gunung Soda. Di tempat itu ia diserang raksasa bernama Ditya Widata dan terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. Raden Tritrusta akhirnya berhasil mengalahkan raksasa itu menggunakan panahnya. Secara ajaib, raksasa tersebut tidak mati tetapi berubah wujud menjadi seorang dewa bernama Batara Sumantanu.

Batara Sumantanu adalah putra Batara Ramaprawa yang melakukan kesalahan di kahyangan sehingga terkena kutukan menjadi raksasa bernama Ditya Widata tadi. Ia berterima kasih telah dibebaskan dari kutukan. Raden Tritrusta lalu disarankan untuk bertapa di puncak Gunung Soda jika ingin mendapatkan kembali kemuliaannya di Kerajaan Gilingwesi.

Kini beberapa bulan telah berlalu sejak kejadian itu. Batara Sumantanu datang kembali di Gunung Soda untuk membangunkan tapa Raden Tritrusta. Kali ini ia datang bersama putrinya yang bernama Dewi Widati untuk dijodohkan dengan Raden Tritrusta. Raden Tritrusta pun menerima keputusan tersebut dengan senang hati.

Setelah menikahkan mereka berdua, Batara Sumantanu menjelaskan bahwa saat ini keadaan sudah aman. Ia menyarankan supaya Raden Tritrusta pura-pura menyerahkan diri kepada Prabu Cingkaradewa yang saat ini sudah bergelar Sri Maharaja Purwacandra di Kerajaan Medang Kamulan. Dengan mengabdi kepada Sri Maharaja Purwacandra, maka Raden Tritrusta dapat membangun kembali Kerajaan Gilingwesi dan kelak jika sudah cukup kekuatan, ia dapat memberontak kepada Sri Maharaja Purwacandra. Batara Sumantanu juga menyarankan sebaiknya Raden Tritrusta pergi ke Wirata terlebih dulu untuk meminta tolong kepada Prabu Basurata supaya dihadapkan ke Kerajaan Medang Kamulan.

Raden Tritrusta mematuhi semua nasihat sang mertua. Ia lalu mohon pamit meninggalkan Gunung Soda dengan disertai Dewi Widati, istrinya.

RADEN TRITRUSTA DITERIMA SRI MAHARAJA PURWACANDRA


Sri Maharaja Purwacandra di Kerajaan Medang Kamulan dihadap Patih Sukapa, Raden Dewata, Raden Jawata, Raja Wipara, Raja Dyapara, Raja Yogyapara, dan Raja Capala. Mereka membicarakan tentang Kerajaan Gilingwesi yang sampai sekarang belum memiliki raja, karena putra sulung Prabu Brahmanaraja yang bernama Raden Tritrusta masih belum ditemukan.

Raja Wipara menjelaskan bahwa selama ini Kerajaan Gilingwesi dijaga oleh kedua putranya, yaitu Arya Jabung dan Arya Jangkung. Apabila Raden Tritrusta tetap tidak bisa ditemukan, ia mengusulkan supaya kedua putranya itu saja yang dilantik sebagai raja Gilingwesi. Sri Maharaja Purwacandra berjanji akan mempertimbangkan usulan tersebut.

Namun, tiba-tiba Prabu Basurata datang menghadap dengan disertai Raden Tritrusta dan Dewi Widati. Prabu Basurata memperkenalkan Raden Tritrusta adalah putra mendiang Prabu Brahmanaraja yang lama hilang dan sekarang ingin menyerahkan diri kepada Sri Maharaja Purwacandra.

Sri Maharaja Purwacandra sangat senang ketika Raden Tritrusta mengucapkan sumpah setia kepadanya disaksikan para hadirin. Maka, ia pun mengumumkan bahwa Raden Tritrusta akan dilantik sebagai raja Gilingwesi yang baru. Hal ini membuat Raja Wipara sangat kecewa. Diam-diam ia pun pergi meninggalkan istana Medang Kamulan untuk bergabung dengan kedua anaknya di Gilingwesi.

PEMBERONTAKAN ARYA JABUNG DAN ARYA JANGKUNG

Arya Jabung dan Arya Jangkung di Kerajaan Gilingwesi menyambut kedatangan ayah mereka. Raja Wipara pun bercerita bahwa putra mahkota Kerajaan Gilingwesi yang bernama Raden Tritrusta telah muncul dan kini mengabdi kepada Sri Maharaja Purwacandra. Arya Jabung dan Arya Jangkung sangat marah begitu mengetahui Sri Maharaja Purwacandra batal melantik mereka sebagai penguasa Kerajaan Gilingwesi yang resmi.

Kedua arya itu lalu menyatakan pemberontakan terhadap Kerajaan Medang Kamulan. Mereka pun melantik diri sendiri sebagai penguasa penuh di Kerajaan Gilingwesi, di mana Arya Jabung memakai gelar Prabu Kalajaya, sedangkan Arya Jangkung memakai gelar Patih Kaladitya.

RADEN TRITRUSTA MENUMPAS PEMBERONTAKAN GILINGWESI

Sri Maharaja Purwacandra sangat murka mendengar berita pemberontakan kedua putra Raja Wipara itu. Ia pun mengirim Raden Tritrusta beserta Raden Dewata dan Raden Jawata untuk memimpin pasukan Medang Kamulan menumpas pemberontakan tersebut.

Maka, terjadilah pertempuran di Kerajaan Gilingwesi. Ketika matahari hampir terbenam, Raden Tritrusta akhirnya berhasil menangkap Prabu Kalajaya dan Patih Kaladitya beserta Raja Wipara untuk kemudian dihadapkan kepada Sri Maharaja Purwacandra di Kerajaan Medang Kamulan.

Sri Maharaja Purwacandra akhirnya menjatuhkan hukuman mati kepada Prabu Kalajaya dan Patih Kaladitya. Akan tetapi, Raden Tritrusta memohon pengampunan atas kesalahan mereka. Sri Maharaja Purwacandra mengabulkan permohonan itu dan menggantinya menjadi hukuman buang ke Hutan Medangagung. Nama Prabu Kalajaya dan Patih Kaladitya pun dikembalikan menjadi Arya Jabung dan Arya Jangkung. Sementara itu, ayah mereka, yaitu Raja Wipara juga dihukum buang dan dikembalikan namanya menjadi Resi Dwara.

RADEN TRITRUSTA DILANTIK MENJADI RAJA GILINGWESI

Sri Maharaja Purwacandra sangat berkenan atas keberhasilan Raden Tritrusta yang didampingi Raden Dewata dan Raden Jawata dalam menumpas pemberontakan anak-anak Resi Dwara. Maka, Raden Tritrusta pun dilantik menjadi raja Gilingwesi yang baru. Karena pernah bertapa di Gunung Soda, ia pun diberi gelar Prabu Brahmasatapa. Sri Maharaja Purwacandra juga memberi gelar kepada Raden Dewata dan Raden Jawata, masing-masing menjadi Raja Wigara dan Raja Patanggara.

Pada hari yang ditentukan, Prabu Brahmasatapa pun mulai menduduki takhta Kerajaan Gilingwesi. Ia membebaskan sanak saudaranya yang sejak kematian Prabu Brahmanaraja menjadi tahanan Arya Jabung dan Arya Jangkung. Para sanak saudara itu kemudian diberi kedudukan di Kerajaan Gilingwesi. Mereka adalah:
-    Raden Brahmaniyama (paman) mendapat gelar Resi Brahmasatama
-    Raden Brahmaniyata (paman) mendapat gelar Resi Brahmasadewa
-    Raden Tripunggung (adik kandung) mendapat gelar Arya Brahmastuti
-    Raden Trimatsyaka (adik kandung) mendapat gelar Arya Brahmayana
-    Raden Siwandara (adik tiri) mendapat gelar Arya Brahmanasidi
-    Raden Sasihawa (adik tiri) mendapat gelar Arya Brahmanajati
-    Raden Aniwarna (sepupu) mendapat gelar Arya Brahmanaradya
-    Raden Drataweda (sepupu) mendapat gelar Arya Brahmanaweda
-    Raden Sutada (sepupu) mendapat gelar Arya Brahmanakestu

Adapun yang jabatan menteri utama tetap dipegang oleh Patih Atmera, bahkan putrinya yang bernama Ken Rajatadi dinikahi pula oleh Prabu Brahmasatapa sebagai istri kedua.

Sementara itu, Resi Dwara dan kedua anaknya yang dihukum buang Sri Maharaja Purwacandra merasa berhutang budi kepada Prabu Brahmasatapa. Mereka bertiga pun datang untuk mengabdi di Kerajaan Gilingwesi. Prabu Brahmasatapa menerima pengabdian mereka, dan mengangkat Resi Dwara sebagai sesepuh istana, bergelar Empu Artati.

DEWI WIDATI MELAHIRKAN BAYI KEMBAR LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Beberapa bulan kemudian, Dewi Widati melahirkan dua orang anak kembar laki-laki dan perempuan. Diam-diam Ken Rajatadi menculik kedua bayi itu dan membuangnya ke hutan. Ia lalu mengambil dua ekor bayi kambing dan menyerahkannya kepada Prabu Brahmasatapa.

Prabu Brahmasatapa sangat murka karena mengira Dewi Widati benar-benar melahirkan dua ekor bayi kambing. Ia pun memarahi istri pertamanya itu dengan segala macam perkataan. Dewi Widati kehilangan kesabaran. Ia pun kembali menjadi bidadari dan pulang ke kahyangan Batara Sumantanu.

Ken Rajatadi merasa senang usahanya untuk menyingkirkan Dewi Widati telah berhasil. Kini ia pun menjadi satu-satunya permaisuri di Kerajaan Gilingwesi.

Sementara itu, bayi laki-laki dan perempuan yang dilahirkan Dewi Widati akhirnya ditemukan oleh Begawan Rukmawati dan dibawa ke Gunung Mahendra untuk diasuh di sana. Kedua anak Prabu Brahmasatapa itu masing-masing diberi nama Raden Dukutoya dan Dewi Srini.

PRABU BRAHMASATAPA JATUH CINTA KEPADA BIBINYA

Pada suatu hari Prabu Brahmasatapa di Kerajaan Gilingwesi menerima kedatangan bidadari putri Batara Brahma, yaitu Batari Dresanala. Kedatangan Batari Dresanala ini adalah untuk menyampaikan perintah Batara Brahma kepada Resi Brahmasatama dan Resi Brahmasadewa supaya pulang ke Kahyangan Daksinageni untuk diangkat menjadi dewa.

Melihat kecantikan Batari Dresanala, seketika Prabu Brahmasatapa jatuh hati dan berterus terang ingin menikahinya. Namun, Batari Dresanala menolak lamaran itu karena dirinya adalah bibi dari Sang Prabu yang merupakan putra Prabu Brahmanaraja. Resi Brahmasatama dan Resi Brahmasadewa juga ikut menjelaskan bahwa lamaran seperti itu tidaklah pantas, namun Prabu Brahamasatapa tetap saja memaksa.

Batari Dresanala akhirnya terbang ke kahyangan disertai Resi Brahmasatama dan Resi Brahmasadewa meninggalkan istana Gilingwesi. Namun demikian, Batari Dresanala sempat meninggalkan Mutiara Matuwahni kepada Prabu Brahmasatapa sebagai kenang-kenangan pelipur lara. Dengan memandang mutiara tersebut, Prabu Brahmasatapa dapat melihat gambar bibinya yang cantik itu ada di dalamnya.

PRABU BRAHMASATAPA MENERIMA PERINTAH SRI MAHARAJA PURWACANDRA


Beberapa waktu kemudian, Prabu Brahmasatapa berduka cita karena mertuanya, yaitu Patih Atmera meninggal dunia. Jabatan menteri utama kemudian diisi oleh putra Patih Atmera yang bernama Arya Daneswara, bergelar Patih Brahmasadana.

Prabu Brahmasatapa kemudian menerima kedatangan Arya Caracapa dari Kerajaan Medang Kamulan yang diutus Sri Maharaja Purwacandra untuk meminta kedua anak Empu Darmarasa, bernama Empu Rasajati dan Empu Rasawadi. Keduanya diminta untuk dijadikan sebagai wadya seseliran, yaitu laki-laki pemuas nafsu birahi raja.

Prabu Brahmasatapa pun memanggil Empu Darmarasa supaya memenuhi perintah sang maharaja tersebut. Akan tetapi, Empu Darmarasa merasa keberatan melepaskan kedua putranya. Ia mengingatkan Prabu Brahmasatapa sebagai raja harusnya melindungi rakyatnya, bukannya justru menjerumuskan seperti ini.

Prabu Brahmasatapa sangat murka mendengar penolakan itu. Empu Darmarasa dan kedua putranya lalu dihukum bakar sampai mati. Kedudukan Empu Darmarasa sebagai pembuat senjata istana kemudian digantikan adiknya, yang bernama Empu Dewarasa.

Demikianlah, Prabu Brahmasatapa yang awalnya hanya berpura-pura menyerahkan diri kepada Kerajaan Medang Kamulan, kini menjadi lupa diri karena sering disanjung puji oleh Sri Maharaja Purwacandra.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke: daftar isi





Tidak ada komentar:

Posting Komentar