Kamis, 11 Desember 2014

Haruna - Haruni

Kisah ini menceritakan perselisihan antara kedua istri Batara Surya yang bernama Dewi Haruna dan Dewi Haruni, yang diselingi dengan kelahiran Paksi Sempati dan Paksi Jatayu yang kelak dikenal dalam kisah Ramayana, serta kelahiran cucu Batara Wisnu yaitu Dewi Sri dan Raden Sadana yang kelak diangkat menjadi dewi pangan dan dewa sandang di Tanah Jawa. Kisah dilanjutkan dengan pelantikan Resi Bremana, Raden Srigati, dan Raden Srinada, masing-masing menjadi raja Gilingwesi, Purwacarita, dan Wirata.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pedalangan Mangkunegaran, dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 10 Desember 2014

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------


BATARA SURYA MEMILIKI DUA ISTRI YANG SELALU BERSELISIH

Batara Surya di Kahyangan Suryaloka memiliki dua orang istri yang masih bersaudara sepupu tetapi selalu berselisih, bernama Dewi Haruna dan Dewi Haruni. Nama asli Dewi Haruna adalah Batari Maniarti, putri Batara Nirma, sedangkan nama asli Dewi Haruni adalah Batari Prawi, putri Batara Ramaprawa. Adapun Batara Nirma dan Batara Ramaprawa ialah sama-sama putra Sanghyang Hening.

Anatara Dewi Haruna dan Dewi Haruni ini setiap hari selalu berselisih memperebutkan cinta kasih sang suami. Mereka sering bermain tebak-tebakan, yaitu barangsiapa yang menang maka dia yang berhak mendapatkan perhatian Batara Surya.

KEDUA DEWI MENEBAK JENIS KELAMIN LEMBU NANDINI


Adu tebak-tebakan yang pertama di antara Dewi Haruna dan Dewi Haruni adalah persoalan jenis kelamin Lembu Nandini, kendaraan Batara Guru. Dewi Haruna menebak jenis kelamin Lembu Nandini adalah pejantan, sedangkan Dewi Haruni menebak betina.

Kedua dewi itu lalu pergi ke Kahyangan Jonggringsalaka dan menemui Lembu Nandini di tempat peristirahatannya. Mendengar perselisihan kedua istri Batara Surya tersebut, Lembu Nandini pun bercerita bahwa pada mulanya kendaraan Batara Guru adalah seekor sapi betina putri Jin Rohpatanam yang bernama Lembu Andini. Karena pada suatu hari Lembu Andini mengadu domba Batara Guru dan Batari Umaranti, maka Batara Guru pun murka dan mengutuknya sehingga berubah wujud menjadi pelangi.

Batara Guru lalu menangkap seekor sapi jantan putra Ditya Gopatana yang bernama Lembu Andana. Karena berhasil dinaiki Batara Guru sebagai kendaraan, maka Lembu Andana pun dianggap sebagai sapi betina, dan diberi nama perempuan, yaitu Lembu Nandini.

Mendengar penuturan Lembu Nandini tersebut, Dewi Haruna dan Dewi Haruni bingung menyimpulkan apakah dia termasuk sapi jantan ataukah betina. Keduanya pun kembali ke Kahyangan Suryaloka dengan perasaan kurang puas.

LAHIRNYA ANAK-ANAK PAKSI BRISWAWA

Dewi Haruna dan Dewi Haruni kembali berdebat dan kali ini mengenai anak-anak Paksi Briswawa. Adapun Paksi Briswawa adalah raja bangsa burung yang merupakan keturunan Garuda Brihawan, kendaraan Batara Wisnu.

Dahulu kala Garuda Brihawan telah berjasa membantu Batara Wisnu menghadapi serangan Prabu Hiranyakasipu raja Lengkapura dan Prabu Hiranyawreka raja Kasipura. Garuda Brihawan lalu dinikahkan dengan putri Batara Brahma yang bernama Dewi Brahmanisri. Dari perkawinan itu lahir seekor burung bernama Paksi Bribrahma. Kemudian Paksi Bribrahma memiliki putra bernama Paksi Nartiwinata. Selanjutnya, Paksi Nartiwinata berputra Paksi Kiswabriswa, dan Paksi Kiswabriswa berputra Paksi Briswawa tersebut.

Dewi Haruna dan Dewi Haruni mendengar bahwa istri Paksi Briswawa telah melahirkan dua butir telur. Mereka pun berdebat apabila kedua telur tersebut menetas menjadi dua ekor burung, maka Dewi Haruna yang menang, sedangkan jika yang menetas hanya satu, maka Dewi Haruni yang menang.

Kedua dewi itu lalu menemui Paksi Briswawa di tempat tinggalnya untuk menanyakan perihal kedua telur tersebut. Paksi Briswawa sendiri sedang bersedih karena istrinya pergi entah ke mana dan tidak mau mengerami kedua telur itu. Dewi Haruna dan Dewi Haruni terus mendesak Paksi Briswawa supaya menetaskan kedua telur tersebut, sehingga jelas siapa yang menang dan siapa yang kalah di antara mereka.

Paksi Briswawa lalu mengerahkan kesaktiannya dan membanting telur yang pertama. Dari telur tersebut muncul dua ekor anak burung yang langsung bisa terbang. Paksi Briswawa memberi nama kedua anaknya itu, Paksi Arna dan Paksi Mahambira. Keduanya kemudian diperintahkan pergi mencari ibu mereka ke segenap penjuru Tanah Jawa.

Setelah kedua putranya itu pergi, Paksi Briswawa kembali mengerahkan kesaktiannya dan membanting telur yang kedua. Dari telur tersebut muncul dua ekor anak burung pula yang langsung bisa terbang seperti telur pertama tadi. Paksi Briswawa memberi mereka nama Paksi Sempati dan Paksi Jatayu. Keduanya lalu diperintahkan pergi mencari ibu mereka ke segenap penjuru Tanah Hindustan.

Setelah kedua anak burung itu pergi, Dewi Haruna dan Dewi Haruni kembali berdebat. Di antara mereka tidak ada yang menang dan tidak ada yang kalah, karena kedua telur tersebut tidak menetas menjadi satu atau dua anak burung, melainkan menetas menjadi empat anak burung. Kedua dewi itu lalu mohon pamit kembali ke Kahyangan Suryaloka.

KELAHIRAN DEWI SRI DAN RADEN SADANA

Prabu Wisnupati di Kerajaan Purwacarita sedang menunggu kelahiran cucunya, yaitu hasil perkawinan Raden Srigati dengan Dewi Brahmaniyati. Tiba-tiba saja datang Dewi Haruna dan Dewi Haruni untuk ikut serta menyaksikan kelahiran tersebut. Rupanya kedua istri Batara Surya itu kembali main tebak-tebakan, yaitu jika Dewi Brahmaniyati melahirkan bayi laki-laki maka Dewi Haruna yang menang, dan jika melahirkan bayi perempuan maka Dewi Haruni yang menang.

Ketika waktunya tiba, Dewi Brahmaniyati pun melahirkan. Akan tetapi, yang lahir ternyata dua anak sekaligus, yaitu bayi perempuan dan bayi laki-laki. Prabu Wisnupati sangat gembira dan memberi nama cucu-cucunya itu Dewi Sri dan Raden Sadana.

Prabu Wisnupati kemudian menjelaskan kepada Dewi Haruna dan Dewi Haruni bahwa hasil tebakan mereka berdua tidak tepat, karena yang lahir bukan laki-laki atau perempuan, tetapi sekaligus kedua-duanya. Ini pertanda bahwa antara istri tua dan istri muda tidak ada yang menang atau kalah, karena sesungguhnya cinta Batara Surya itu terletak pada istri tua, sedangkan kasihnya terletak pada istri muda.

Baru sekarang Dewi Haruna dan Dewi Haruni merasa puas setelah mendengar penjelasan Prabu Wisnupati tersebut. Mereka pun saling meminta maaf dan mohon pamit pulang ke Kahyangan Suryaloka.

KELAHIRAN RADEN TRIPUNGGUNG DAN RADEN ANIWARNA


Sementara itu, Prabu Brahmaraja di Kerajaan Gilingwesi juga sedang menunggu kelahiran cucu-cucunya, yaitu anak kedua Resi Bremana dengan Dewi Srihuna, serta anak pertama Resi Bremani dengan Dewi Srihuni. Setelah tiba waktunya, Dewi Srihuna pun melahirkan seorang bayi laki-laki yang diberi nama Raden Tripunggung, sedangkan Dewi Srihuni juga melahirkan bayi laki-laki yang diberi nama Raden Aniwarna.

Akan tetapi, Dewi Srihuni meninggal dunia setelah melahirkan putranya tersebut. Resi Bremani sangat berduka atas peristiwa ini, membuatnya tidak mau makan dan minum selama berhari-hari.

Prabu Wisnupati dan Patih Sriyana datang melayat ke Kerajaan Gilingwesi. Resi Bremani masih juga bersedih meskipun mendapatkan bermacam-macam nasihat dari sang mertua. Pada saat itulah Batara Narada datang dan menyampaikan petunjuk Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka, bahwa jodoh Resi Bremani yang kedua adalah putri Batara Temburu yang bernama Batari Drawiyani. Adapun Batara Temburu dan Batari Drawiyani saat ini sedang bertapa di Gunung Mambramuka, di mana Batara Temburu memakai nama samaran Resi Patuk, sedangkan Batari Drawiyani memakai nama samaran Dewi Padrawi.

Selain itu, Batara Narada juga menyampaikan perintah Batara Guru supaya Prabu Brahmaraja dan Prabu Wisnupati mengakhiri masa pemerintahan mereka di dunia, serta kembali menjadi Batara Brahma dan Batara Wisnu. Kedua raja itu pun mematuhi perintah tersebut dan berjanji akan kembali ke kahyangan setelah menunjuk pengganti masing-masing.

PRABU BRAHMARAJA MENUNJUK RESI BREMANA SEBAGAI PENGGANTI


Prabu Brahmaraja kemudian mengutus Patih Suktina ke Gunung Mambramuka untuk mengundang Resi Patuk dan Dewi Padrawi. Setelah berhasil menemukan gunung tersebut, Patih Suktina pun membawa serta Resi Patuk dan Dewi Padrawi ke istana Gilingwesi. Sesampainya di sana, Prabu Brahmaraja segera mengajak Resi Patuk untuk berbesan, yaitu dengan menjadikan Dewi Padrawi sebagai istri Resi Bremani. Resi Patuk pun menerima lamaran tersebut dengan senang hati, karena memang itulah petunjuk yang pernah ia terima dari Batara Narada.

Setelah upacara pernikahan berakhir, Prabu Brahmaraja lalu mengumpulkan anak-anaknya dan menunjuk Resi Bremana sebagai raja Gilingwesi yang baru menggantikan dirinya. Para putra yang lain sepakat memberikan dukungan. Maka, pada hari itu pun Resi Bremana dilantik menjadi raja bergelar Prabu Brahmanaraja, yang maksudnya ialah seorang brahmana menjadi raja.

Setelah mendapatkan penggantinya, Prabu Brahmaraja pun kembali ke wujud Batara Brahma, kemudian berpamitan kepada anak-anaknya untuk pulang ke Kahyangan Duksinageni.

PRABU WISNUPATI MENUNJUK PENGGANTINYA


Sementara itu, Prabu Wisnupati di Kerajaan Purwacarita juga berpamitan kepada anak-anaknya. Karena Raden Srigati dan Raden Srinada sama-sama dirasa cakap dan layak, maka mereka pun sama-sama dilantik menjadi raja. Raden Srigati dinobatkan sebagai raja Purwacarita bergelar Prabu Sri Mahapunggung (meniru gelar Batara Wisnu saat menitis menjadi Prabu Pakukuhan), sedangkan Raden Srinada dinobatkan sebagai raja Medang Pura, bergelar Prabu Basurata. Adapun Kerajaan Medang Pura tidak lain adalah negeri lama yang dulu pernah dibangun Batara Wisnu saat menjelma sebagai Sri Maharaja Suman Matsyapati.

Setelah menunjuk penggantinya, Prabu Wisnupati pun kembali ke wujud Batara Wisnu, kemudian pulang ke Kahyangan Utarasegara. Sementara itu, Patih Sriyana juga kembali ke wujud Batara Penyarikan dan menunjuk putranya yang bernama Raden Pujarcana sebagai menteri utama Kerajaan Purwacarita mendampingi Prabu Sri Mahapunggung, bergelar Patih Mudabatara.

PRABU BASURATA MENGUBAH MEDANG PURA MENJADI WIRATA


Prabu Brahmanaraja dan Patih Suktina datang berkunjung ke Kerajaan Purwacarita untuk memberi selamat atas pelantikan Prabu Sri Mahapunggung dan Prabu Basurata. Tiba-tiba saja Prabu Brahmanaraja jatuh hati melihat kecantikan kakak perempuan Patih Mudabatara yang bernama Dewi Pujawati dan melamarnya saat itu juga. Lamaran tersebut diterima, dan Dewi Pujawati pun diboyong ke Kerajaan Gilingwesi sebagai istri kedua berdampingan dengan Dewi Srihuna.

Bersamaan dengan itu, Prabu Sri Mahapunggung pun melepas kepergian adiknya, yaitu Prabu Basurata yang berangkat untuk memimpin Kerajaan Medang Pura sesuai wasiat sang ayah.

Rombongan Prabu Basurata akhirnya tiba di Medang Pura yang telah menjadi kota mati tertutup hutan belantara sejak kepergian Resi Kusamba yang menggantikan Sri Maharaja Suman Matsyapati dulu. Prabu Basurata dan para pengikutnya pun bergotong royong membuka hutan tersebut sampai akhirnya istana Medang Pura kembali berdiri tegak.

Prabu Basurata lalu mengganti nama Kerajaan Medang Pura menjadi Kerajaan Wirata, dan mengangkat seorang pengikutnya yang bernama Empu Ranggita sebagai menteri utama, bergelar Patih Sunggata.

BERKEMBANGNYA KETURUNAN BATARA BRAHMA DAN BATARA WISNU

Demikianlah, secara berturut-turut keturunan Batara Brahma dan Batara Wisnu telah lahir ke dunia. Setelah pelantikannya sebagai raja Purwacarita, Prabu Sri Mahapunggung mendapatkan putra ketiga yang lahir dari Dewi Brahmaniyati, diberi nama Raden Wandu. Pada saat bersamaan, Prabu Brahmanaraja di Kerajaan Gilingwesi juga mendapatkan anak ketiga yang lahir dari Dewi Srihuna, diberi nama Raden Trimatsyaka.

Setahun kemudian, istri kedua Prabu Brahmanaraja, yaitu Dewi Pujawati melahirkan seorang putra yang diberi nama Raden Siwandara, sedangkan Resi Bremani juga mendapatkan seorang putra dari Dewi Padrawi, yang diberi nama Raden Drataweda. Berselang dua tahun berikutnya, Dewi Pujawati melahirkan anak kedua, yang diberi nama Raden Sasihawa.

Sementara itu, dari perkawinan Prabu Basurata dan Dewi Brahmaniyuta di Kerajaan Wirata masih juga belum memperoleh keturunan. Hal ini membuat pasangan tersebut bersedih namun mereka tetap berusaha dan berdoa tanpa putus asa.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kembali ke: daftar isi




Tidak ada komentar:

Posting Komentar