Kisah ini menceritakan tentang sayembara membangun kembali Taman Maherakaca
dalam waktu semalam untuk memperebutkan Dewi Srikandi putri Prabu Drupada. Sayembara
ini diikuti oleh Resi Druna dan Raden Arjuna, serta dikisahkan pula tetang
kematian Raden Supali, adik Prabu Supala.
Pada umumnya sayembara ini dimenangkan oleh Raden Arjuna. Namun, dalam
kisah kali ini saya menceritakan Raden Arjuna mengikuti sayembara tersebut dalam
penyamarannya sebagai Tumenggung Cakranegara.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pagelaran wayang kulit dengan
dalang Ki Nartosabdo, yang saya padukan dengan naskah Pakem Ringgit Purwa koleksi
Museum Sonobudoyo dan naskah Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki
Tristuti Suryasaputra, dengan disertai pengembangan seperlunya.
Kediri, 6 Maret 2017
Heri Purwanto
Kunjungi pula : daftar isi album kisah wayang
RADEN ARJUNA MENGHILANG DARI KESATRIAN MADUKARA
Prabu Puntadewa di Kerajaan
Amarta dihadap kedua adik kembarnya, yaitu Raden Nakula dan Raden Sadewa, serta
Patih Tambakganggeng dan Raden Gatutkaca. Hadir pula dua sepupu para Pandawa,
yaitu Prabu Kresna Wasudewa dari Kerajaan Dwarawati dan Prabu Baladewa dari
Kerajaan Mandura. Kedua raja itu datang ke istana Indraprasta untuk sekalian
mengajak Prabu Puntadewa pergi bersama menuju Kerajaan Cempalareja. Rupanya
mereka telah mendapatkan undangan dari Prabu Drupada untuk mengikuti sayembara membangun
Taman Maherakaca yang telah hangus terbakar oleh perbuatan Resi Dewangkara
beberapa waktu yang lalu.
Prabu Puntadewa menjelaskan
dirinya juga mendapat undangan serupa dari sang mertua. Ia bercerita bahwa pada
mulanya Dewi Srikandi pergi tanpa pamit untuk berguru ilmu panah kepada Raden
Arjuna di Kesatrian Madukara. Setelah lulus, ia pun kembali ke Cempalareja dan
berhasil menewaskan Prabu Jungkungmardeya, yaitu raja Paranggubarja yang hendak
melamarnya. Di saat yang sama, Raden Arjuna pun jatuh cinta kepada Dewi
Srikandi dan bermaksud meminangnya pula. Dewi Srikandi lalu mengajukan syarat
bahwa dirinya bersedia menikah asalkan ada petarung wanita lain yang bisa
mengalahkannya. Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra pun mengajukan Niken Larasati
untuk bertanding melawan Dewi Srikandi.
Dalam pertarungan tersebut,
Dewi Srikandi kalah. Namun, belum sempat ia menerima lamaran Raden Arjuna,
tiba-tiba datang Resi Dewangkara dan Patih Jayasudarga mengamuk untuk
membalaskan kematian Prabu Jungkungmardeya. Patih Jayasudarga akhirnya tewas di
tangan Raden Gatutkaca, sedangkan Resi Dewangkara tewas di tangan Raden Arjuna.
Namun, sebelum nyawanya putus, Resi Dewangkara sempat mengerahkan kesaktiannya untuk
membakar Taman Maherakaca sampai hangus menjadi abu.
Dewi Srikandi sangat sedih
melihat taman yang dulu dibangun sang ayah khusus untuknya kini telah terbakar
habis. Ia pun bersumpah hanya bersedia menikah dengan orang yang bisa membangun
kembali Taman Maherakaca sama persis seperti sediakala dalam waktu semalam.
Mendengar sumpah tersebut, Raden Arjuna segera pergi bersama para panakawan untuk
mencari sarana demi mewujudkannya.
Demikianlah Prabu Puntadewa
bercerita. Karena belum juga mendapat kabar dari Raden Arjuna, maka ia pun
mengirim adik nomor dua, yaitu Arya Wrekodara untuk pergi mencari. Namun
sekarang, Arya Wrekodara justru ikut menghilang pula dan tidak diketahui
kabarnya.
Prabu Kresna berkata bahwa
dirinya dan juga Prabu Baladewa mendapat undangan dari Prabu Drupada untuk ikut
mewujudkan sumpah Dewi Srikandi. Namun, mereka berdua tidak berminat mengikuti
sayembara tersebut, melainkan hanya ingin menyaksikan saja. Maka, kedua raja
itu pun berangkat bersama menuju Kerajaan Cempalareja, tetapi lebih dahulu
singgah ke Amarta untuk sekalian mengajak serta Prabu Puntadewa dan para
Pandawa lainnya. Mengenai hilangnya Raden Arjuna dan Arya Wrekodara, Prabu
Kresna yakin mereka berdua tetap dalam lindungan dewata dan pasti muncul di
Kerajaan Cempalareja. Oleh sebab itu, sebaiknya Prabu Puntadewa menunggu kedua
adiknya itu di sana.
Prabu Puntadewa menerima saran
Prabu Kresna dan Prabu Baladewa. Ketika hendak membubarkan pertemuan, tiba-tiba
sang permaisuri Dewi Drupadi muncul dan memohon untuk diajak ikut serta. Prabu
Puntadewa menyarankan agar nanti saja apabila sayembara telah selesai dan
pemenangnya ditentukan, barulah istrinya itu menyusul untuk menghadiri upacara
pernikahan Dewi Srikandi. Namun, Dewi Drupadi menolak. Ia mohon izin ikut
sekarang juga karena ingin meminta maaf kepada Dewi Srikandi atas perlakuan
kasarnya di Kesatrian Madukara tempo hari. Mendengar alasan sang istri, Prabu Puntadewa
akhirnya bersedia mengajak Dewi Drupadi ikut serta.
Demikianlah, Prabu Puntadewa
pun membubarkan pertemuan. Raden Gatutkaca diajak serta mendampingi
kepergiannya menuju Kerajaan Cempalareja, sedangkan si kembar dan Patih
Tambakganggeng tetap tinggal untuk menjaga keamanan istana Indraprasta.
Prabu Puntadewa |
RADEN SUPALI HENDAK MENCULIK DEWI SRIKANDI
Sementara itu di Kerajaan Cedi,
Prabu Supala dihadap adiknya yang bernama Raden Supali. Prabu Supala ini tidak
lain adalah putra Prabu Darmagosa dan Dewi Srutawati yang dulu dilahirkan dalam
keadaan cacat, yaitu memiliki tiga mata, tiga lengan, dan tiga kaki. Ia baru
bisa menjadi bayi normal setelah diruwat oleh Prabu Kresna saat masih bernama
Raden Narayana. Tidak hanya itu, bayi Prabu Supala juga berubah menjadi dewasa
dalam waktu sekejap dan menjadi murid Raden Narayana. Adapun sang adik, yaitu
Raden Supali tercipta dari ari-ari Prabu Supala.
Kini Prabu Supala telah duduk
di atas takhta Kerajaan Cedi menggantikan ayahnya yang telah meninggal. Ia pun
menjalin persahabatan dengan Prabu Jarasanda raja Magada. Pada suatu hari Prabu
Jarasanda berniat melamar Dewi Rukmini putri Prabu Bismaka di Kerajaan Kumbina
untuk menjadi istri Prabu Supala. Namun sayang sekali, mereka terlambat karena
Dewi Rukmini telah resmi menjadi istri Raden Narayana (Prabu Kresna). Hal ini
membuat Prabu Supala membenci gurunya itu dan semakin erat bersahabat dengan
Prabu Jarasanda yang juga menyimpan dendam atas kematian Prabu Kangsa beberapa
tahun silam.
Prabu Supala kali ini dihadap
Raden Supali yang merengek ingin dinikahkan dengan Dewi Srikandi, putri
Kerajaan Cempalareja. Prabu Supala pun berkata bahwa dirinya mendengar kabar
tentang Dewi Srikandi yang mengadakan sayembara, yaitu bersedia menikah hanya
dengan orang yang bisa memulihkan Taman Maherakaca yang sudah hangus dalam
waktu semalam. Sayembara sulit semacam itu mana mungkin bisa diwujudkan oleh
Raden Supali? Maka, sebaiknya Raden Supali mengurungkan niatnya untuk memperistri
Dewi Srikandi daripada mendapat malu seperti yang dulu pernah dialami Prabu
Supala saat terlambat meminang Dewi Rukmini.
Raden Supali tidak peduli. Ia
sudah bertekad bulat ingin memperistri Dewi Srikandi. Dirinya memang tidak
memiliki kesaktian sihir untuk memperbaiki Taman Maherakaca dalam waktu
semalam, namun ia memiliki Aji Sirep yang dapat digunakan untuk menculik Dewi
Srikandi. Usai berkata demikian, Raden Supali pun melesat pergi meninggalkan
istana.
Prabu Supala khawatir atas
nasib adiknya. Ia lalu memerintahkan Patih Indrawaka untuk menyusul kepergian
Raden Supali dengan membawa pasukan secukupnya.
Prabu Supala |
PASUKAN CEDI BERTEMPUR DENGAN PASUKAN AMARTA
Patih Indrawaka dan pasukannya
pun berangkat melaksanakan tugas. Di tengah jalan mereka bertemu dengan rombongan
Prabu Puntadewa, Prabu Kresna, dan Prabu Baladewa yang sedang dalam perjalanan
menuju Kerajaan Cempalareja. Sikap kasar Patih Indrawaka telah membuat
tersinggung Arya Setyaki yang berada di barisan paling depan. Terjadilah
pertikaian di antara mereka yang berlanjut dengan pertempuran. Jumlah rombongan
dari Kerajaan Amarta memang lebih sedikit, namun ada Arya Setyaki dan Raden
Gatutkaca di sana yang membuat pasukan Kerajaan Cedi porak-poranda.
Patih Indrawaka yang merasa
terdesak akhirnya menarik mundur pasukannya. Mereka pun mencari jalan lain untuk
menghindari rombongan dari Kerajaan Amarta tersebut.
Raden Gatutkaca |
RESI DRUNA MENGIKUTI SAYEMBARA MEMBANGUN TAMAN
Sementara itu di Kerajaan
Hastina, Prabu Duryudana dihadap Resi Druna dan Patih Sangkuni. Mereka membahas
tentang berita sayembara membangun Taman Maherakaca dalam waktu semalam di
Kerajaan Cempalareja. Prabu Duryudana memohon kepada Resi Druna agar mengikuti
sayembara tersebut karena ia yakin pada kesaktian sang guru. Apabila Resi Druna
berhasil memperistri Dewi Srikandi, maka Kerajaan Hastina akan mendapat banyak
keuntungan.
Keuntungan pertama, Prabu
Drupada raja Cempalareja beserta Raden Drestajumena akan menjadi sekutu para
Kurawa. Kedua, Dewi Srikandi yang pandai memanah dan mampu menewaskan Prabu
Jungkungmardeya bisa menjadi kepala prajurit wanita di Kerajaan Hastina.
Ketiga, Resi Druna bisa mendapatkan seorang istri cantik dan bisa memperbaiki
hubungan pertemanan dengan Prabu Drupada.
Resi Druna sangat tertarik
mendengarnya. Ia pun menyatakan bersedia dan segera berangkat menuju
Cempalareja dengan ditemani Prabu Duryudana dan Patih Sangkuni.
Prabu Duryudana |
RADEN ARJUNA MENDAPAT PUSAKA DARI BATARA KAMAJAYA DAN BATARI RATIH
Raden Arjuna yang lama
menghilang dari Kesatrian Madukara ternyata sedang bertapa di Hutan Jatirokeh
untuk mendapatkan pusaka dari dewata sebagai sarana memperbaiki Taman
Maherakaca. Tiba-tiba saja dirinya diserang oleh sepasang raksasa suami-istri
yang sedang mencari mangsa.
Raden Arjuna pun bertarung
menghadapi raksasa dan raksasi itu. Selang agak lama barulah ia berhasil
menewaskan mereka. Sungguh ajaib, mayat kedua lawannya itu musnah dan berubah
menjadi Batara Kamajaya dan Batari Ratih. Raden Arjuna pun menyembah hormat
kepada mereka berdua.
Batara Kamajaya yang
menganggap Raden Arjuna sebagai adik angkat pun menjelaskan bahwa dirinya diutus
Batara Guru untuk menyerahkan pusaka Candusakti dan Mustikaning Sri sebagai
sarana untuk memperbaiki Taman Maherakaca. Batara Kamajaya juga mengabarkan
bahwa Raden Arjuna harus bersaing melawan gurunya sendiri, yaitu Resi Druna
yang saat ini sudah berangkat untuk mengikuti sayembara di Kerajaan Cempalareja
tersebut. Usai memberikan restu, Batara Kamajaya dan Batari Ratih segera undur
diri kembali ke Kahyangan Cakrakembang.
Batara Kamajaya |
RADEN ARJUNA DAN ARYA WREKODARA MENYAMAR SEBAGAI TUMENGGUNG
Raden Arjuna termangu-mangu mendengar
berita bahwa sang guru juga mengikuti sayembara membangun Taman Maherakaca. Ia
menjadi bimbang apakah harus tetap melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan
Cempalareja, ataukah cukup sampai di sini saja. Tidak lama kemudian, tiba-tiba
Arya Wrekodara datang dan bergembira karena akhirnya dapat menemukan adiknya yang
lama hilang tersebut.
Arya Wrekodara berkata bahwa
dirinya diutus sang kakak sulung (Prabu Puntadewa) untuk mencari hilangnya
Raden Arjuna. Setelah mencari ke sana kemari, akhirnya ia dapat menemukan sang adik
di dalam Hutan Jatirokeh bersama para panakawan.
Raden Arjuna berkata bahwa
dirinya bertapa untuk memohon anugerah dewata sebagai sarana memperbaiki Taman
Maherakaca. Tapa brata tersebut diterima, di mana Batara Kamajaya dan Batari Ratih
turun menyerahkan pusaka Candusakti dan Mustikaning Sri kepadanya. Namun, kedua
dewa-dewi itu juga mengabarkan bahwa Resi Druna telah berangkat untuk mengikuti
sayembara di Kerajaan Cempalareja. Hal inilah yang membuat Raden Arjuna
bimbang.
Arya Wrekodara bertanya
mengapa adiknya itu bimbang. Raden Arjuna pun menjawab bahwa ia sangat segan
bersaing dengan guru sendiri, yang selama ini telah berjasa besar mengajarkan
banyak ilmu kepadanya. Sungguh memalukan apabila seorang murid harus bersaing
dengan gurunya sendiri demi memperebutkan perempuan. Apa mungkin sebaiknya
Raden Arjuna berhenti sampai di sini saja?
Arya Wrekodara menasihati Raden
Arjuna agar jangan hanya melihat perasaan sendiri tetapi juga harus
membayangkan bagaimana perasaan Dewi Srikandi. Jika memang Dewi Srikandi
mencintai Raden Arjuna, mengapa pula harus ragu untuk bersaing dengan Resi
Druna. Apabila sampai Resi Druna yang menang, kira-kira bagaimana perasaan Dewi
Srikandi bersanding dengan seorang pria tua buruk rupa? Lagipula dewata telah
menurunkan dua pusaka, itu berarti Raden Arjuna mendapat restu dari Kahyangan untuk
berjodoh dengan Dewi Srikandi.
Raden Arjuna senang mendengar
dorongan semangat dari kakaknya, namun ia masih bimbang dalam dua hal. Pertama,
ia segan bersaing dengan guru sendiri, dan yang kedua, ia ragu apakah Dewi
Srikandi benar-benar masih mencintainya setelah peristiwa tempo hari. Saat itu,
Dewi Drupadi datang ke Kesatrian Madukara melabrak Dewi Srikandi, sedangkan
Raden Arjuna merasa malu dan segera lari bersembunyi. Ia ragu jangan-jangan
perbuatannya itu telah melunturkan perasaan cinta Dewi Srikandi kepadanya.
Mendengar itu, Kyai Semar
menyarankan agar Raden Arjuna menyamar saja saat mengikuti sayembara nanti.
Dengan demikian, Resi Druna tidak akan malu karena dikalahkan oleh orang lain,
bukan oleh murid sendiri. Selain itu, Raden Arjuna dalam wujud samaran juga
bisa mencari tahu apakah Dewi Srikandi masih mencintainya atau tidak. Apabila
Raden Arjuna tampil dalam wujud asli, tentunya akan sangat malu jika ditolak
oleh Dewi Srikandi.
Arya Wrekodara mendukung saran
Kyai Semar dan ia bersedia ikut menyertai sang adik menyamar. Raden Arjuna
menimbang-nimbang dan akhirnya bersedia mengganti penampilan. Raden Arjuna pun memakai
nama samaran Tumenggung Cakranegara, sedangkan Arya Wrekodara memakai nama Tumenggung
Sindulaga. Adapun para panakawan juga ikut menyamar pula. Kyai Semar mengganti nama
menjadi Kyai Sidanaya, Nala Gareng memakai nama Sidamaju, Petruk memakai nama
Sidarame, sedangkan Bagong memakai nama Sidamurah. Mereka berenam lalu
berangkat menuju Kerajaan Cempalareja.
Raden Arjuna |
DEWI DRUPADI MEMINTA MAAF KEPADA DEWI SRIKANDI
Prabu Drupada di Kerajaan
Cempalareja (Pancala Selatan) telah menerima kedatangan Prabu Kresna, Prabu
Puntadewa, Prabu Baladewa, dan juga Dewi Drupadi. Ia bertanya apakah ketiga
raja berniat mengikuti sayembara memperbaiki Taman Maherakaca. Prabu Kresna yang
mewakili bicara menjelaskan bahwa mereka datang hanya sebagai penonton saja, yaitu
ingin menyaksikan siapa kira-kira manusia sakti yang mampu mewujudkan sumpah
Dewi Srikandi.
Dalam kesempatan itu, Dewi
Drupadi pun berkata bahwa dirinya ingin meminta maaf atas perbuatan kasarnya
kepada Dewi Srikandi tempo hari. Prabu Drupada senang mendengarnya dan segera
memanggil Dewi Srikandi agar keluar. Dewi Srikandi pun datang dan segera
disambut Dewi Drupadi dengan berlinang air mata. Dewi Drupadi di hadapan semua
orang berkata bahwa dirinya menyesal telah melabrak dan juga memukul adiknya
sendiri di Taman Maduganda. Ia sungguh-sungguh ingin meminta maaf kepada
adiknya itu dengan disaksikan para hadirin saat ini juga.
Dewi Srikandi hanya terdiam,
dan ini membuat Dewi Drupadi semakin sedih. Dewi Drupadi pun bersumpah semoga
kelak dirinya ganti dipermalukan di depan umum, sama seperti saat ia menjambak
dan menampar sang adik di hadapan Raden Arjuna tempo hari. Tiba-tiba terdengar
suara petir menggelegar pertanda dewata menyaksikan sumpah Dewi Drupadi. Dewi
Srikandi pun gemetar ketakutan. Ia lalu memeluk kakak sulungnya itu erat-erat.
Sambil menangis ia berkata bahwa dirinya telah memaafkan perbuatan kasar sang
kakak dan tidak perlu bersumpah seperti itu.
Sambil tetap berangkulan, Dewi
Srikandi kemudian mengajak Dewi Drupadi masuk ke dalam untuk meninjau Taman
Maherakaca yang telah hangus menjadi puing-puing.
Dewi Drupadi |
RESI DRUNA MELAMAR DEWI SRIKANDI
Tidak lama kemudian Resi Druna
pun datang dengan didampingi Prabu Duryudana dan Patih Sangkuni. Prabu Drupada
menyambut mereka dengan ramah. Resi Druna berterus terang bahwa dirinya berniat
melamar Dewi Srikandi sebagai istri. Apabila Prabu Drupada mengabulkan, maka
ini dapat memperbaiki pertikaian di antara mereka pada masa yang lalu.
Belasan tahun silam Resi Druna
pernah mengalami penghinaan yang dilakukan oleh Arya Gandamana, adik ipar Prabu
Drupada. Tubuhnya disiksa dari yang semula tampan menjadi buruk rupa. Setelah
diterima bekerja sebagai guru para Kurawa dan Pandawa, Resi Druna pun membalas
penghinaan tersebut dengan cara mengirim murid-muridnya untuk menyerang
Kerajaan Pancala. Akhirnya, Prabu Drupada dapat diringkus oleh Raden Arjuna,
sedangkan Arya Gandamana mengaku kalah kepada Raden Bimasena (Wrekodara). Berkat
kemenangan murid-muridnya itulah, Resi Druna dapat menguasai Kerajaan Pancala.
Ia lalu membagi kerajaan ini menjadi dua, yaitu bagian utara untuk dirinya,
sedangkan bagian selatan diserahkan kepada Prabu Drupada. Maka, Prabu Drupada
pun membangun istana baru di Pancala Selatan, yang diberi nama Kerajaan
Cempalareja.
Resi Druna kini datang untuk
memperbaiki hubungan tersebut. Apabila dirinya bisa menikah dengan Dewi
Srikandi, maka ia berjanji akan mengembalikan wilayah Pancala Utara, sehingga
Prabu Drupada bisa kembali memimpin Kerajaan Pancala secara utuh seperti sediakala.
Untuk itu, ia menyarankan sebaiknya sayembara membangun Taman Maherkaca
dibatalkan saja. Prabu Drupada lebih baik langsung menerima lamaran Resi Druna
dan sekaligus menerima wilayah Pancala Utara tanpa perlu bersusah payah segala.
Prabu Drupada merasa bimbang
mendengar tawaran Resi Druna. Namun, ia sadar sebagai seorang raja tidak boleh
seenaknya mengubah-ubah keputusan. Ia juga telah berjanji akan mendukung penuh
sumpah putrinya yang ingin memperbaiki harga diri. Maka, ia pun berkata bahwa
dirinya sudah puas hanya memimpin wilayah Pancala Selatan saja. Mengenai
lamaran Resi Druna kepada Dewi Srikandi, tetap harus melalui sayembara
membangun Taman Maherakaca.
Resi Druna, Prabu Duryudana,
dan Patih Sangkuni kecewa mendengar keputusan Prabu Drupada. Resi Druna lalu
meminta izin untuk melihat Taman Maherakaca. Prabu Drupada pun mempersilakannya
dan memerintahkan Raden Drestajumena untuk ikut mengantar.
Raden Drestajumena |
RESI DRUNA MENCOBA MEMPERBAIKI TAMAN MAHERAKACA
Sesampainya di dalam, Resi
Druna melihat Taman Maherakaca sudah hangus menjadi puing-puing, serta
kolam-kolam pun surut airnya. Di sana ia melihat Dewi Srikandi dan Dewi Drupadi
sedang meninjau taman rusak tersebut. Kedua perempuan itu menyembah memberi
hormat, kemudian segera pergi meninggalkan tempat itu.
Resi Druna lalu bersamadi
mengheningkan cipta memohon bantuan dewata. Namun, perasaannya selalu gelisah
karena terbayang-bayang wajah Dewi Srikandi yang baru saja dilihatnya.
Berkali-kali Resi Druna mengulang samadi, namun tetap saja bayangan Dewi
Srikandi yang muncul di dalam benaknya. Hingga akhirnya ia pun tertidur di dalam
samadinya yang entah sudah diulangi berapa kali.
Prabu Drupada datang meninjau
dan membangunkan Resi Druna yang ketiduran. Resi Druna geragapan dan segera berkata
bahwa dirinya telah bersamadi untuk memperbaiki Taman Maherakaca secara gaib.
Ia yakin besok pagi taman rusak tersebut pasti pulih kembali seperti sediakala.
Prabu Drupada bimbang apakah
benar demikian. Namun, biarlah waktu saja yang menjawabnya. Ia lalu
mempersilakan Resi Druna beserta rombongan dari Kerajaan Hastina untuk
beristirahat di kamar tamu yang telah disediakan karena malam semakin larut.
Resi Druna |
TUMENGGUNG CAKRANEGARA MELAMAR DEWI SRIKANDI
Setelah Resi Druna dan
rombongan pergi beristirahat, Prabu Drupada menerima kedatangan Tumenggung
Cakranegara, Tumenggung Sindulaga, dan para panakawan. Tumenggung Cakranegara
memperkenalkan dirinya dan juga Tumenggung Sindulaga adalah dua perwira dari Kerajaan
Parangteja di seberang lautan yang mendengar kabar bahwa Prabu Drupada raja
Cempalareja mengadakan sayembara untuk memperebutkan Dewi Srikandi. Untuk itu,
ia pun berniat mengikuti sayembara tersebut.
Prabu Drupada berkata bahwa
sayembara ini sangat sulit, yaitu memperbaiki Taman Maherakaca yang sudah rusak
parah agar kembali pulih seperti sediakala hanya dalam waktu semalam saja. Tumenggung
Cakranegara menjawab sanggup. Prabu Drupada lalu meminta pendapat ketiga raja
karena dirinya merasa bimbang ada dua perwira yang tidak jelas asal usulnya
ingin mengikuti sayembara.
Prabu Kresna yang berpandangan
tajam dapat mengenali siapa sebenarnya Tumenggung Cakranegara dan Tumenggung
Sindulaga, yang tidak lain adalah penyamaran Raden Arjuna dan Arya Wrekodara. Ia
lalu berkata kepada Prabu Drupada agar mempersilakan mereka mengikuti
sayembara, karena jodoh Dewi Srikandi bisa saja berasal dari tempat yang tidak
terduga. Mendengar itu, Prabu Drupada pun setuju dan mempersilakan mereka
berdua untuk masuk ke dalam taman.
Tumenggung Cakranegara segera masuk
menuju Taman Maherakaca dengan diantar Raden Drestajumena, sedangkan Tumenggung
Sindulaga dan para panakawan menunggu di luar. Sesampainya di sana, Tumenggung
Cakranegara lalu mengeluarkan pusaka pemberian dewata berupa Candusakti dan
Mustikaning Sri. Kemampuan pusaka Candusakti adalah mampu memperbaiki tembok
yang roboh menjadi tegak kembali, serta kolam yang kering menjadi kembali
berisi air jernih. Ikan-ikan yang tadinya mati pun kembali hidup dan
berenang-renang di dalam kolam. Sementara itu, pusaka Mustikaning Sri mampu
membuat tanah kembali gembur, serta tanaman yang hangus kembali tumbuh subur
dan berbunga lebat.
Raden Drestajumena takjub
melihat kehebatan Tumenggung Cakranegara dalam memperbaiki Taman Maherakaca
dalam waktu singkat. Ia pun hendak berlari memberi tahu sang ayah tetapi
tiba-tiba matanya sangat mengantuk seperti terkena ilmu sirep. Tanpa sadar
Raden Drestajumena pun jatuh tertidur dengan bersandar di sebatang pohon.
Melihat itu, Tumenggung
Cakranegara yakin pasti ada yang tidak beres. Ia pun segera mengheningkan cipta
sambil membaca mantra penangkal sirep agar dirinya tetap terjaga.
Tumenggung Sindulaga |
RADEN SUPALI MENCURI SENJATA NANGGALA
Saat itu Raden Supali dari
Kerajaan Cedi telah menyusup masuk ke dalam istana Cempalareja untuk menculik
Dewi Srikandi. Terlebih dahulu ia mengerahkan Aji Sirep untuk membuat semua
penghuni istana tertidur pulas. Satu persatu kamar dibukanya, mulai dari kamar
tidur Prabu Drupada, Prabu Duryudana, Resi Druna, Patih Sangkuni, Prabu
Puntadewa, dan yang paling menarik perhatiannya adalah kamar tidur yang berisi
Prabu Baladewa.
Malam itu Prabu Baladewa
tertidur pulas akibat pengaruh ilmu sirep Raden Supali. Dalam tidurnya itu,
Prabu Baladewa mimpi bertarung melawan Prabu Kangsa yang hidup kembali. Ia pun mengigau
dan membaca mantra untuk mengeluarkan senjata Nanggala. Akibatnya, senjata
tersebut benar-benar keluar dari tangan Prabu Baladewa di alam nyata.
Raden Supali terkejut melihat
ada pusaka keluar dari tangan Prabu Baladewa yang sedang tidur. Ia pun segera mengambil
pusaka tersebut dan membawanya pergi keluar kamar.
Prabu Baladewa |
TUMENGGUNG CAKRANEGARA MEMBUNUH RADEN SUPALI
Raden Supali lalu tersesat ke dalam
Taman Maherakaca di mana ia melihat Raden Drestajumena tertidur pulas dengan
bersandar pada sebatang pohon, sedangkan Tumenggung Cakranegara sedang sibuk membersihkan
rumput liar. Raden Supali heran melihat Tumenggung Cakranegara tidak tertidur oleh
ilmu sirepnya. Ia pun segera bertanya dan dijawab oleh Tumenggung Cakranegara yang
mengaku sebagai juru taman di Maherakaca, bernama Saramba. Raden Supali lalu
bertanya di mana kamar Dewi Srikandi karena ia ingin menculik putri tersebut.
Apabila Tumenggung Cakranegara bersedia menunjukkan, maka akan mendapat hadiah
banyak uang darinya.
Tumenggung Cakranegara berkata
dirinya tidak meminta hadiah berupa uang tetapi meminta pusaka yang dibawa
Raden Supali. Raden Supali heran mengapa seorang juru taman meminta hadiah
pusaka segala. Tumenggung Cakranegara pun menjawab bahwa Dewi Srikandi adalah
calon istri Raden Arjuna yang sangat sakti. Apabila ketahuan bahwa dirinya
membantu Raden Supali menculik Dewi Srikandi, tentu Raden Arjuna akan marah
besar dan membunuhnya. Oleh sebab itu, Tumenggung Cakranegara membutuhkan
pusaka ampuh untuk menghadapi kesatria Pandawa tersebut.
Raden Supali menimbang-nimbang
mana yang lebih penting, apakah Dewi Srikandi ataukah pusaka yang baru saja
dicurinya. Akhirnya, ia pun menyerahkan senjata Nanggala kepada Tumenggung
Cakranegara yang dikiranya juru taman biasa. Tumenggung Cakranegara menerima
pusaka tersebut dan langsung menggunakannya untuk memukul dada Raden Supali. Seketika
Raden Supali pun roboh dan kehilangan nyawa.
Tumenggung Cakranegara |
DEWI SRIKANDI MENGAJUKAN SYARAT KEPADA TUMENGGUNG CAKRANEGARA
Begitu Raden Supali terbunuh,
pengaruh ilmu sirepnya langsung pudar seketika. Satu persatu penghuni istana
Cempalareja pun terbangun dari tidurnya. Mereka lalu datang ke Taman Maherakaca
dan kagum melihat semuanya telah pulih kembali, terutama Prabu Drupada dan Dewi
Srikandi.
Raden Drestajumena bersaksi
bahwa Tumenggung Cakranegara adalah orang yang berhasil memenangkan sayembara
ini. Dewi Srikandi agak kecewa karena sang pemenang ternyata bukan Raden Arjuna
yang ia rindukan, tetapi seorang laki-laki yang tidak jelas asal usulnya. Ia
pun mengajukan syarat kepada Tumenggung Cakranegara bahwa kelak saat upacara
pernikahan harus bisa menyediakan dua orang patah pengantin yang masing-masing
berwajah tampan bersemu cantik. Semua orang terkejut mendengar permintaan ini.
Namun, Tumenggung Cakranegara menyanggupi hal itu tanpa membantah.
Tiba-tiba Prabu Baladewa
datang dengan marah-marah, menuduh Tumenggung Cakranegara telah mencuri pusaka
Nanggala dari tangannya. Tumenggung Cakranegara menjelaskan bahwa yang mencuri
bukan dirinya, melainkan Raden Supali yang saat ini telah menjadi mayat. Raden
Supali ini juga yang telah mengerahkan Aji Sirep untuk membius seisi istana
Cempalareja.
Prabu Baladewa masih saja
marah-marah tidak percaya dan berniat menghajar Tumenggung Cakranegara. Melihat
adiknya dalam bahaya, Tumenggung Sindulaga segera melindungi dan menantang
Prabu Baladewa untuk menghadapi dirinya saja. Prabu Kresna pun muncul melerai
mereka berdua. Ia berkata bahwa dirinya tadi hanya pura-pura tidur saat Raden
Supali mengerahkan Aji Sirep. Ia pun membuntuti pangeran dari Cedi tersebut dan
menyaksikan sendiri bahwa pencuri senjata Nanggala memang benar Raden Supali. Adapun
Tumenggung Cakranegara justru telah berhasil merebutnya kembali.
Prabu Baladewa langsung reda
kemarahannya setelah mendengar kesaksian dari sang adik. Ia pun menerima Senjata
Nanggala yang disodorkan Tumenggung Cakranegara sambil berterima kasih. Tumenggung
Sindulaga kemudian mengangkat mayat Raden Supali dan melemparkannya dengan
sekuat tenaga ke arah Kerajaan Cedi.
Dewi Srikandi |
PRABU SUPALA MENYERANG KERAJAAN CEMPALAREJA
Sementara itu, Prabu Supala sangat
khawatir pada keselamatan adiknya. Ia pun berangkat menuju Kerajaan Cempalareja
dan berhasil menyusul Patih Indrawaka beserta pasukannya. Di tengah jalan, mereka
melihat mayat Raden Supali jatuh dari langit. Prabu Supala sangat marah bercampur
sedih. Ia pun memerintahkan pasukannya untuk segera menggempur Kerajaan
Cempalareja.
Di lain pihak, Prabu Drupada
telah mendapat laporan bahwa Prabu Supala dan pasukannya datang menyerang untuk
membalas kematian Raden Supali. Mendengar itu, Tumenggung Sindulaga dan Tumenggung
Cakranegara segera mohon pamit untuk menghadapi mereka. Pertempuran sengit pun
terjadi. Pasukan Cedi yang berjumlah banyak tersebut porak-poranda oleh amukan
dua orang saja. Prabu Supala akhirnya dapat diringkus oleh Tumenggung
Cakranegara, sedangkan Patih Indrawaka diringkus oleh Tumenggung Sindulaga.
Kedua orang Cedi itu lalu
dihadapkan kepada Prabu Drupada. Prabu Kresna datang dan meminta agar mereka dibebaskan
saja, karena Prabu Supala dulu pernah menjadi muridnya. Mendengar saran
tersebut, Prabu Drupada pun mengabulkan. Ia lalu mempersilakan Prabu Supala dan
Patih Indrawaka agar segera pulang kembali ke Kerajaan Cedi.
Prabu Supala dengan lagak
angkuh berkata kepada Prabu Kresna bahwa dirinya tidak akan berterima kasih, melainkan
justru memaki gurunya itu sebagai begal, maling, perampok, penipu, tukang
sihir, dan segala jenis makian kasar lainnya. Prabu Baladewa sangat marah
mendengar adiknya dihina dan hendak melabrak Prabu Supala, namun segera dicegah
oleh Prabu Kresna.
Setelah Prabu Supala dan pasukannya
pergi, barulah Prabu Kresna menceritakan semuanya. Dahulu kala Prabu Supala dilahirkan
dalam keadaan cacat dan bisa berubah menjadi normal setelah diruwat oleh
dirinya yang saat itu masih bernama Raden Narayana. Prabu Darmagosa raja Cedi
kala itu pun bercerita bahwa dewata telah memberikan petunjuk, yaitu ciri-ciri orang
yang bisa meruwat putranya adalah berkulit hitam cemani, sekaligus juga menjadi
pembunuh putranya tersebut kelak. Oleh sebab itu, Prabu Darmagosa dan Dewi
Srutawati pun memohon kepada Raden Narayana agar tidak membunuh Raden Supala,
serta menjadikannya sebagai murid. Raden Narayana bersedia, namun Raden Supala
hanya diberi kesempatan seratus kali berbuat salah. Lebih dari itu, maka Raden
Narayana alias Prabu Kresna terpaksa harus menggenapi takdir, yaitu membunuh
muridnya sendiri.
Setelah Raden Supala berguru
kepada Prabu Kresna, ia lalu naik takhta menggantikan Prabu Darmagosa yang
meninggal dunia. Ia juga menjalin persahabatan dengan Prabu Jarasanda yang
menyimpan dendam kepada Prabu Kresna dan Prabu Baladewa atas kematian Prabu
Kangsa. Sejak itulah Prabu Jarasanda menghasut Prabu Supala agar membenci dan
memusuhi gurunya sendiri. Ditambah lagi rasa cemburu karena Dewi Rukmini telah
menjadi istri Prabu Kresna, membuat kebencian Prabu Supala semakin berkobar.
Maka, begitu ada kesempatan, Prabu Supala pun memaki Prabu Kresna dengan segala
kata-kata kasar seperti tadi. Prabu Kresna sepertinya diam tidak membalas, padahal
dalam hati ia menghitung. Ternyata makian tadi jumlahnya tidak sampai seratus,
sehingga ia pun mengampuni bekas muridnya itu.
Prabu Baladewa kagum melihat
kesabaran Prabu Kresna. Andai saja dirinya yang dimaki seperti tadi, mungkin
nyawa Prabu Supala sudah melayang saat itu juga.
Prabu Kresna |
PARA KURAWA MENGAMUK HENDAK MEREBUT DEWI SRIKANDI
Resi Druna yang baru bangun
dari tidur terkejut melihat Taman Maherakaca sudah pulih kembali dan ia pun
berkata bahwa ini semua adalah hasil samadinya tadi malam. Prabu Drupada pun
menjelaskan bahwa yang berhasil memperbaiki Taman Maherakaca adalah Tumenggung
Cakranegara dengan disaksikan Raden Drestajumena. Resi Druna sangat marah dan
bersikeras bahwa ini adalah hasil kerjanya. Ia juga menyebut Raden Drestajumena
sebagai murid durhaka karena lebih membela orang lain daripada membela guru
sendiri. Raden Drestajumena menjawab dirinya hanya membela kebenaran, tidak
peduli harus berhadapan dengan guru atau siapa pun juga.
Prabu Duryudana dan Patih
Sangkuni ikut marah dan segera memerintahkan para Kurawa untuk menculik Dewi
Srikandi. Mendengar itu, Tumenggung Sindulaga segera maju melabrak para Kurawa.
Seorang diri ia bertanding dengan tangkas dan membuat para Kurawa berhamburan
meninggalkan Kerajaan Cempalareja.
Resi Druna pun maju menghadapi
Tumenggung Sindulaga yang merupakan penyamaran Arya Wrekodara. Karena merasa
segan bertarung dengan guru sendiri, Tumenggung Sindulaga memilih mundur. Resi
Druna pun mengamuk merusak Taman Maherakaca, sedangkan para hadirin banyak yang
segan kepadanya. Akhirnya, Arya Setyaki yang maju menghadapi Resi Druna yang
sedang kalap tersebut. Dengan cekatan, kesatria berbadan kecil itu pun berhasil
meringkus pendeta itu dan membawanya keluar dari istana Cempalareja.
Arya Setyaki |
TUMENGGUNG CAKRANEGARA DAN TUMENGGUNG SINDULAGA MENDAPAT KEDUDUKAN
Taman Maherakaca yang telah
dirusak oleh Resi Druna kembali diperbaiki Tumenggung Cakranegara dengan
menggunakan pusaka Candusakti dan Mustikaning Sri. Kali ini Prabu Drupada, Dewi
Srikandi, dan para hadirin lainnya dapat menyaksikan secara langsung kehebatan Tumenggung
Cakranegara. Namun demikian, Dewi Srikandi masih kecewa karena bukan Raden
Arjuna yang memenangkan sayembara. Ia pun berkata bahwa syarat yang
diucapkannya tadi masih tetap berlaku. Ia berharap Tumenggung Cakranegara gagal
mewujudkan itu sehingga batal pula menikah dengannya.
Prabu Kresna mendekati Tumenggung
Cakranegara dan berbisik kepadanya mengapa tidak segera membuka penyamaran. Tumenggung
Cakranegara menjawab bahwa dirinya akan membuka penyamaran apabila nanti sudah
mengetahui isi hati Dewi Srikandi yang sebenarnya.
Demikianlah, Prabu Drupada pun
mengadakan pesta syukuran atas pulihnya Taman Maherakaca. Soal pernikahan
dengan Dewi Srikandi akan dilaksanakan nanti, yaitu apabila Tumenggung
Cakranegara sudah memenuhi syarat mampu menyediakan patah sakembaran berupa dua
orang pemuda yang berparas tampan bersemu cantik. Namun demikian, Prabu Drupada
juga mempunyai hadiah tersendiri untuk Tumenggung Cakranegara dan Tumenggung
Sindulaga atas kemenangan mereka mengalahkan musuh dari Kerajaan Cedi. Kedua
bersaudara itu pun diangkat sebagai punggawa Kerajaan Cempalareja, dan
masing-masing mendapat hadiah sebidang tanah. Tumenggung Sindulaga mendapat
tanah lungguh di Puger Tengah, sedangkan Tumenggung Cakranegara mendapat tanah
lungguh di Warubinatur.
Prabu Drupada |
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Untuk kisah penghinaan yang dialami Resi Druna oleh Arya Gandamana
dapat dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran putra-putri Prabu Drupada dapat dibaca di sini
Untuk kisah kematian Prabu Kangsa dapat dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran Prabu Supala dapat dibaca di sini
Untuk perkawinan Prabu Kresna dengan Dewi Rukmini dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar