Kisah ini menceritakan kemunculan Bambang Irawan, putra Raden Arjuna,
yang menjadi pencuri di Kerajaan Hastina, dengan ditemani Raden Antareja.
Karena ulah mereka, Raden Abimanyu dan Raden Gatutkaca pun menjadi tersangka akibat
fitnah para Kurawa.
Kisah ini saya olah dari keterangan Ki Rudy Wiratama, dengan sedikit
pengembangan seperlunya.
Kediri, Oktober 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
Bambang Irawan. |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU DURYUDANA MEMBAHAS TENTANG PENCURIAN DI KERAJAAN HASTINA
Prabu Duryudana di Kerajaan
Hastina memimpin pertemuan dihadap Danghyang Druna dari Sokalima, Adipati Karna
dari Awangga, Patih Sangkuni dari Plasajenar, dan Raden Kartawarma dari
Tirtatinalang. Mereka membahas tentang adanya peristwa pencurian yang beberapa
kali melanda ibu kota Kerajaan Hastina. Si pencuri berani mendatangi tempat
tinggal para Kurawa dan juga para pejabat kerajaan untuk diambil harta
bendanya. Pencuri ini sangat lihai dan sulit ditangkap. Ia bahkan berani
meninggalkan tulisan di dinding rumah yang dicurinya, di mana tulisan itu
berbunyi: Bambang Jaganala.
Patih Sangkuni berkata bahwa
selama lima belas hari ini ada belasan rumah dan kesatrian yang didatangi
pencuri tersebut. Para Kurawa yang melapor telah kehilangan harta benda, antara
lain Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Surtayu, Raden Durjaya, Raden
Durmuka, dan Raden Durmagati, semuanya sudah didatangi Bambang Jaganala yang
meninggalkan tulisan di dinding.
Prabu Duryudana marah-marah
atas kejadian ini. Ia kecewa pada para pejabat yang dianggap tidak becus
menjaga keamanan ibu kota. Patih Sangkuni melimpahkan kesalahan pada Adipati
Karna selaku panglima angkatan perang, yang bertanggung jawab membawahi para
prajurit Kerajaan Hastina. Maka, urusan keamanan negara menjadi tugas Adipati
Karna. Adipati Karna tidak terima dan menyanggah tuduhan Patih Sangkuni. Dirinya
memang panglima angkatan perang, tetapi tugasnya adalah mempertahankan negara
dari ancaman musuh. Pasukan yang ia bawahi hanyalah tentara angkatan darat dan
angkatan laut saja. Adapun urusan keamanan adalah tanggung jawab pasukan
bayangkara, dan itu berada di bawah kendali Patih Sangkuni.
Prabu Duryudana semakin marah.
Bukannya mau mengakui kesalahan, tetapi para pejabatnya justru saling
menyalahkan satu dengan yang lain. Jika terus-terusan seperti ini, maka masalah
tidak akan selesai bahkan bertambah rumit. Adipati Karna teringat dirinya telah
bersumpah setia kepada Prabu Duryudana, maka ia akhirnya menyanggupi untuk menangkap
pencuri tersebut. Prabu Duryudana senang mendengarnya dan ia pun menugasi kakak
iparnya itu untuk meringkus Bambang Jaganala hidup atau mati.
Prabu Duryudana. |
PRABU DURYUDANA MENERIMA KUNJUNGAN RAJA NGRANCANGKENCANA
Tidak lama kemudian, datang
seorang raja yang mengaku bernama Prabu Jayasentika dari Kerajaan
Ngrancangkencana. Ia datang ke Kerajaan Hastina karena mendengar berita bahwa
Prabu Duryudana mempunyai seorang putri yang cantik, bernama Dewi Lesmanawati.
Prabu Jayasentika pun tertarik dan ingin menjadikannya sebagai permaisuri.
Prabu Duryudana menjawab
dirinya memang memiliki dua orang anak. Yang pertama laki-laki, bernama Raden
Lesmana Mandrakumara, sedangkan yang bungsu perempuan bernama Dewi Lesmanawati.
Menurut Prabu Duryudana, Dewi Lesmanawati baru saja menginjak usia remaja.
Tentunya belum pantas jika menikah sekarang. Oleh sebab itu, Prabu Duryudana
belum dapat menerima pinangan Prabu Jayasentika.
Patih Sangkuni menyela ikut
bicara. Alangkah baiknya Prabu Jayasentika diberi kesempatan untuk membuktikan
kesungguhan hatinya. Beberapa hari ini ibu kota Kerajaan Hastina didatangi
pencuri bernama Bambang Jaganala. Jika Prabu Jayasentika benar-benar ingin
menjadi anggota keluarga Kerajaan Hastina, maka ia harus bisa menangkap pencuri
bernama Bambang Jaganala itu, hidup atau mati.
Prabu Duryudana tertarik pada
usulan Patih Sangkuni. Ia pun berjanji akan menerima Prabu Jayasentika sebagai
menantu asalkan bisa meringkus pencuri bernama Bambang Jaganala tersebut. Mendengar
itu, Adipati Karna merasa tidak dihargai. Bukankah tadi Prabu Duryudana sudah
setuju menugasi dirinya yang menangkap Bambang Jaganala, lalu mengapa sekarang
dialihkan kepada orang lain? Merasa disisihkan, Adipati Karna pun mohon pamit pulang
ke Kadipaten Awangga.
Prabu Duryudana hafal watak Adipati
Karna yang mudah tersinggung tetapi tidak mungkin mengkhianati dirinya. Maka,
ia tetap menugasi Prabu Jayasentika untuk mulai memburu si pencuri lihai
bernama Bambang Jaganala tersebut. Setelah dirasa cukup, pertemuan hari itu pun
dibubarkan.
Adipati Karna. |
BAMBANG JAGANALA DAN PUTUT JAYABADRA MERENCANAKAN PENCURIAN DI ISTANA
HASTINA
Si pencuri yang bernama Bambang
Jaganala ternyata masih muda belia dan berwajah tampan. Ia memiliki kakak
angkat bernama Putut Jayabadra yang berbadan gagah perkasa. Malam ini Bambang
Jaganala berniat melakukan pencurian langsung di istana tempat tinggal Prabu
Duryudana, bukan lagi di tempat para pangeran Kurawa seperti kemarin-kemarin.
Putut Jayabadra bertanya
apakah tidak sebaiknya Bambang Jaganala berhenti mencuri saja, karena melakukan
pencurian di istana Prabu Duryudana tentu sangat berbahaya. Penjagaan di istana
sudah pasti lebih ketat daripada di kesatrian. Namun, Bambang Jaganala tidak
peduli. Prabu Duryudana sudah sering bertindak jahat menindas rakyat, menarik
pajak dengan sewenang-wenang, menjebloskan orang ke dalam penjara sesuka hati, maka
kini saatnya untuk membalaskan dendam mereka. Bambang Jaganala merasa belum
puas jika belum merampok harta kekayaan raja Kurawa tersebut untuk
dibagi-bagikan kepada rakyat jelata yang selama ini sudah banyak menderita.
Kerajaan Hastina adalah negeri besar, tetapi yang kaya raya adalah para
bangsawan dan pejabatnya saja, sedangkan rakyat jelata di pedesaan hidup
melarat.
Putut Jayabadra tidak dapat
membantah keinginan Bambang Jaganala. Sejak berangkat meninggalkan padepokan,
ia sudah berjanji kepada gurunya yang juga kakek Bambang Jaganala, bahwa ia
akan selalu menjaga keselamatan adik angkatnya tersebut. Maka, setelah keduanya
sepakat, mereka pun berangkat menyusup ke dalam istana Kerajaan Hastina malam
itu juga.
BAMBANG JAGANALA MERAYU DEWI LESMANAWATI
Putut Jayabadra memiliki
kesaktian mampu amblas ke dalam bumi dan membuat lubang bawah tanah. Begitu
muncul di permukaan, ia dan Bambang Jaganala sudah berada di dalam kaputren.
Tampak Dewi Lesmanawati sedang duduk sendiri. Gadis yang baru saja beranjak
remaja tersebut berwajah cantik seperti ibunya, yaitu Dewi Banuwati. Bambang
Jaganala tertarik melihatnya. Ia lalu mendekat dan merayu gadis itu.
Dewi Lesmanawati yang tidak
mempunyai pengalaman soal asmara seketika jatuh cinta melihat Bambang Jaganala
yang tampan rupawan. Bambang Jaganala pun semakin gencar dalam merayu, membuat
Putut Jayabadra kesal karena adik angkatnya itu melupakan tujuan awal.
Bambang Jaganala meminta Putut
Jayabadra pergi lebih dulu untuk mengambil harta kekayaan Kerajaan Hastina, dan
nanti ia akan menyusul setelah urusan dengan Dewi Lesmanawati selesai. Putut
Jayabadra pun kembali membuat lubang bawah tanah dan meninggalkan kaputren
melalui lubang tersebut.
Setelah kakaknya pergi,
Bambang Jaganala kembali menggoda Dewi Lesmanawati dengan segala bujuk rayunya.
Dewi Lesmanawati semakin terlena dan ia pun menyerahkan jiwa raganya kepada
pemuda tampan yang baru saja dikenalnya tersebut. Keduanya lalu masuk ke dalam
kamar melampiaskan hasrat masing-masing.
PARA KURAWA MENGEPUNG DUA PENYUSUP
Sementara itu, Putut Jayabadra
telah memasuki ruang penyimpanan harta benda milik Prabu Duryudana. Ia pun
mengambil perhiasan dan emas permata untuk kemudian dimasukkan ke dalam kantong
yang sudah dipersiapkan. Tiba-tiba ia dipergoki Raden Kartawarma yang sedang
meronda bersama Bambang Aswatama. Putut Jayabadra pun membela diri saat hendak
ditangkap. Maka, terjadilah pertempuran di depan ruang penyimpanan harta
tersebut. Meskipun hanya sendiri namun Putut Jayabadra dengan tangkas mampu
menghadapi mereka semua.
Para Kurawa lainnya
berdatangan ikut mengeroyok Putut Jayabadra. Lama-lama Putut Jayabadra terdesak
kewalahan. Namun, tiba-tiba Bambang Jaganala datang membantu. Ia melepas hewan-hewan
peliharaan Prabu Duryudana, termasuk Gajah Murdaningkung untuk mengacau para
Kurawa.
Dengan adanya gajah, kuda,
macan, dan sebagainya yang berlarian ke sana kemari, membuat para Kurawa
berhamburan ke segala arah. Putut Jayabadra dan Bambang Jaganala kemudian melompat
ke atas punggung Gajah Murdaningkung dan mengendarai hewan tersebut untuk kabur
meninggalkan istana Kerajaan Hastina sambil membawa harta curian mereka.
Raden Kartawarma. |
PATIH SANGKUNI MEMBUAT LAPORAN PALSU
Prabu Duryudana datang ke
tempat kejadian dan marah-marah melihat penjagaan di istana begitu kendor
sehingga Bambang Jaganala dapat menyusup dan kabur sesuka hati. Prabu
Jayasentika juga ikut datang dan bertanya apa yang baru saja terjadi. Prabu
Duryudana marah kepadanya yang tadi menyatakan sanggup menangkap Bambang
Jaganala. Prabu Jayasentika merasa malu dan segera mohon pamit mengejar pencuri
tersebut.
Prabu Duryudana lalu menanyai
para Kurawa tentang ciri-ciri Bambang Jaganala. Raden Kartawarma menjawab,
pencurinya ada dua orang. Bambang Jaganala berwajah tampan dan agak kurus,
sedangkan temannya berbadan gagah, bernama Putut Jayabadra. Patih Sangkuni yang
juga hadir merasa malu karena dimarahi Prabu Duryudana. Ia pun mengarang
laporan palsu dengan mengatakan bahwa tadi ia sempat melihat sosok kedua maling
tersebut. Ia yakin, Bambang Jaganala adalah Raden Abimanyu yang sedang
menyamar, sedangkan Putut Jayabadra adalah penyamaran Raden Gatutkaca.
Prabu Duryudana semakin marah
karena yang berani mencuri di istananya ternyata para putra Pandawa. Ia lalu memerintahkan
Patih Sangkuni untuk melaporkan hal ini kepada Prabu Puntadewa, agar kedua
pemuda itu dihukum berat oleh orang tuanya sendiri.
Patih Sangkuni senang menerima
perintah tersebut. Ia pun bergegas pergi menuju Kerajaan Amarta dengan ditemani
para Kurawa.
Patih Sangkuni. |
PATIH SANGKUNI MELAPOR KEPADA PRABU PUNTADEWA
Di Kerajaan Amarta, Prabu
Puntadewa dihadap adik-adiknya, yaitu Arya Wrekodara, Raden Nakula, dan Raden
Sadewa. Hadir pula Prabu Kresna Wasudewa yang berkunjung dari Kerajaan
Dwarawati. Tiba-tiba Patih Sangkuni datang dengan tergesa-gesa. Setelah saling
memberi salam, Patih Sangkuni pun bercerita bahwa Kerajaan Hastina baru saja
didatangi dua orang pencuri. Kedua pencuri ini telah membawa kabur emas permata
dan juga Gajah Murdaningkung milik Prabu Duryudana. Menurut keterangan para
Kurawa yang memergoki kejadian tersebut, kedua pencuri ini yang satu berwajah
mirip Raden Abimanyu, dan yang satu lagi berwajah mirip Raden Gatutkaca.
Arya Wrekodara terkejut mendengarnya.
Ia segera mohon diri keluar istana, lalu kembali lagi dengan membawa serta
Raden Abimanyu dan Raden Gatutkaca. Kedua pemuda itu pun dihadapkan kepada
Prabu Puntadewa agar mengakui perbuatan mereka. Raden Arjuna juga ikut hadir di
belakang mereka.
Raden Abimanyu dan Raden
Gatutkaca tidak tahu-menahu ada masalah apa yang sedang menimpa diri mereka.
Prabu Puntadewa pun bertanya apakah benar mereka berdua baru saja mencuri di Kerajaan
Hastina. Raden Abimanyu dan Raden Gatutkaca serentak menjawab tidak. Raden
Arjuna membenarkan hal itu karena sejak tadi mereka berdua mengunjungi dirinya
di Kesatrian Madukara.
Patih Sangkuni menyindir di
dunia ini mana ada maling yang mengaku. Semua pelaku kejahatan yang tertangkap
rata-rata mengarang cerita untuk menutupi perbuatan mereka. Lagipula Raden
Arjuna sudah pasti melindungi kesalahan putra dan menantunya. Boleh dikatakan
Raden Arjuna telah bersekongkol dengan kedua pencuri tersebut. Patih Sangkuni
meminta Prabu Puntadewa untuk tidak mudah percaya begitu saja pada ucapan mereka
bertiga.
Arya Wrekodara marah dan
berkata Patih Sangkuni tidak perlu ikut campur memengaruhi keputusan kakaknya.
Jika memang benar Raden Abimanyu dan Raden Gatutkaca bersalah, maka Arya
Wrekodara sendiri yang akan menghukum mereka dengan berat. Tapi jika tidak
terbukti, maka Kerajaan Hastina harus meminta maaf atas fitnah ini.
Prabu Puntadewa lalu meminta
pertimbangan Prabu Kresna. Prabu Kresna menjawab, Raden Abimanyu dan Raden
Gatutkaca harus bisa membuktikan bahwa diri mereka tidak bersalah. Jika mereka
dapat menangkap kedua pencuri tersebut, maka keduanya akan terbebas dari jerat
hukum. Selama tidak mampu menangkap kedua pencuri itu, maka mereka berdua tidak
boleh pulang ke Kerajaan Amarta. Prabu Puntadewa setuju dan menetapkan
keputusan demikian supaya dijalankan oleh kedua keponakannya tersebut.
Raden Abimanyu dan Raden
Gatutkaca terkejut mendengar keputusan ini. Mereka yang tidak tahu apa-apa
tiba-tiba saja harus membersihkan diri dari tuduhan fitnah. Arya Wrekodara
menasihati keduanya agar jangan mengeluh. Sebagai kesatria, mereka harus siap
menjalankan tugas apa pun itu. Segala peristiwa yang terjadi jangan dianggap
sebagai kesulitan, tetapi hendaknya dianggap sebagai sarana untuk mendewasakan
diri dan menambah pengalaman hidup.
Raden Abimanyu dan Raden
Gatutkaca menerima nasihat tersebut dengan sukacita. Raden Arjuna juga
menambahkan, bahwa kedua pencuri tersebut pasti orang sakti karena bisa
menyusup ke dalam istana Kerajaan Hastina dengan mudah. Oleh sebab itu, Raden
Arjuna berniat meminjamkan panah pusaka Sarotama kepada Raden Abimanyu sebagi
senjata untuk meringkus Bambang Jaganala dan Putut Jayabadra.
Raden Abimanyu dan Raden
Gatutkaca berterima kasih. Mereka lalu mohon pamit untuk berangkat menangkap
kedua pencuri itu. Setelah mereka pergi, Patih Sangkuni mohon pamit pula kembali
ke Kerajaan Hastina, sedangkan Prabu Kresna mengajak Arya Wrekodara dan Raden
Arjuna mengawasi kedua putra mereka dari kejauhan.
Prabu Puntadewa. |
BAMBANG JAGANALA DAN PUTUT JAYABADRA MEMBAGI-BAGIKAN HARTA CURIAN
Sementara itu, Bambang
Jaganala dan Putut Jayabadra telah melarikan diri meninggalkan Kerajaan Hastina
dengan mengendarai Gajah Murdaningkung. Mereka melewati desa-desa miskin dan
membagi-bagikan emas permata yang telah mereka curi. Para penduduk pun
berterima kasih dan banyak memuju-muji kedua pemuda tersebut.
Setelah harta benda mereka
bagi-bagikan, Putut Jayabadra lalu mengajak Bambang Jaganala untuk pergi ke
Kerajaan Amarta mencari ayah mereka. Namun, Bambang Jaganala masih belum puas.
Ia masih ingin berbuat lebih banyak jasa sebagai bekal untuk bertemu sang ayah.
Oleh sebab itu, ia mengajak kakak angkatnya itu untuk kembali mencuri. Namun,
Putut Jayabadra tidak setuju atas usulan ini.
Raden Antareja. |
PRABU JAYASENTIKA BERTARUNG MENGHADAPI BAMBANG JAGANALA
Ketika Putut Jayabadra dan
Bambang Jaganala sedang sibuk berdebat apakah harus mencuri lagi atau tidak,
tiba-tiba muncul Prabu Jayasentika dan pasukannya mengepung mereka. Prabu
Jayasentika mengatakan dirinya telah mendapat mandat dari Prabu Duryudana untuk
meringkus kedua pencuri dan membawa pulang Gajah Murdaningkung. Apabila
berhasil, maka ia bisa menikahi Dewi Lesmanawati, putri Prabu Duryudana.
Bambang Jaganala tertawa
mengatakan bahwa Dewi Lesmanawati sudah tidur dengannya sehingga Prabu
Jayasentika hanya tinggal mendapat sisa belaka. Prabu Jayasentika marah dan
menyerang Bambang Jaganala. Keduanya lalu bertarung sengit satu lawan satu.
Sementara itu, Putut Jayabadra seorang diri bertempur melawan pasukan Kerajaan
Ngrancangkencana.
Prabu Jayasentika dan Bambang
Jaganala saling mengadu kesaktian. Selang agak lama, mereka baru sadar kalau
ilmu kesaktian yang mereka gunakan ternyata sama persis. Prabu Jayasentika
mengerahkan ilmu apa, dapat diimbangi Bambang Jaganala dengan ilmu yang sama
pula.
Prabu Jayasentika lalu
bertanya ada hubungan apa antara Bambang Jaganala dengan Resi Jayawilapa di
Padepokan Yasarata. Bambang Jaganala menjawab, Resi Jayawilapa adalah kakeknya.
Prabu Jayasentika lalu bertanya lagi, ada hubungan apa antara Bambang Jaganala
dengan Endang Ulupi. Bambang Jaganala menjawab, Endang Ulupi adalah ibu
kandungnya.
Mendengar jawaban tersebut,
Prabu Jayasentika langsung luluh dan membuang senjatanya. Ia berkata bahwa Bambang
Jaganala adalah keponakannya sendiri, karena ia adalah adik kandung Endang
Ulupi. Bambang Jaganala agak bimbang. Ia berkata bahwa ibunya memang pernah
bercerita memiliki adik yang sudah lama pergi meninggalkan padepokan, tetapi
nama adiknya itu adalah Bambang Ratnasentika, bukan Prabu Jayasentika.
Prabu Jayasentika menjawab
nama aslinya memang Bambang Ratnasentika. Dahulu kala ia pernah berselisih
paham dengan ayahnya sendiri, yaitu Resi Jayawilapa sehingga memutuskan kabur
meninggalkan Padepokan Yasarata. Saat itu kakaknya, yaitu Endang Ulupi masih
belum menikah. Bambang Ratnasentika pun pergi berkelana sendiri. Berkat usaha
dan kerja kerasnya, ia berhasil mendirikan negara kecil bernama Kerajaan
Ngrancangkencana. Bambang Ratnasentika sebenarnya rindu pada ayah dan kakaknya
itu, namun ia malu untuk pulang ke Padepokan Yasarata. Yang bisa ia lakukan
hanyalah mengganti nama menjadi Prabu Jayasentika, agar mirip dengan nama Resi
Jayawilapa.
Mendengar itu, Bambang
Jaganala pun maju dan memeluk Prabu Jayasentika. Putut Jayabadra dan para
prajurit Ngrancangkencana heran dan seketika berhenti bertempur untuk kemudian mendekati
mereka. Bambang Jaganala pun menjelaskan kepada Putut Jayabadra bahwa Prabu
Jayasentika ternyata adalah pamannya sendiri yang sudah lama meninggalkan
padepokan.
Bambang Jaganala lalu
bercerita bahwa nama aslinya adalah Bambang Irawan, sedangkan ayahnya bernama
Raden Arjuna dari keluarga Pandawa. Ia lalu memperkenalkan kakak angkatnya,
yaitu Putut Jayabadra, murid Resi Jayawilapa yang mempunyai nama asli Raden
Antareja. Kakak angkatnya ini adalah putra kesatria Pandawa yang nomor dua,
yaitu Arya Wekodara. Bambang Irawan dan Raden Antareja berniat membuat jasa
sebelum menemui ayah-ayah mereka, yaitu dengan cara mencuri harta benda
Kerajaan Hastina dan membagi-bagikannya kepada rakyat miskin.
Prabu Jayasentika merestui
keponakannya semoga berhasil dan diterima menjadi bagian dari keluarga Pandawa.
Ia lalu berkata soal Dewi Lesmanawati tidak perlu dibahas lagi. Ia tidak
mungkin bersaing dengan keponakan sendiri. Prabu Jayasentika pun memilih pulang
ke Kerajaan Ngrancangkencana dan membatalkan pinangannya terhadap putri
Kerajaan Hastina tersebut. Ia mengundang Bambang Irawan dan Raden Antareja agar
ikut dengannya pergi ke Ngrancangkencana.
Bambang Irawan berterima kasih
atas keputusan pamannya. Ia berjanji kelak akan pergi berkunjung ke
Ngrancangkencana setelah bisa bertemu ayahnya. Usai berkata demikian, mereka
pun berpisah. Prabu Jayasentika dan pasukannya kembali ke negeri mereka,
sedangkan Bambang Irawan dan Raden Antareja melanjutkan perjalanan.
Prabu Jayasentika. |
PERTEMPURAN PARA PUTRA PANDAWA
Tiba-tiba muncul Raden Abimanyu
dan Raden Gatutkaca menghadang Bambang Irawan dan Raden Antareja. Antara Raden
Gatutkaca dan Raden Antareja sudah saling kenal sejak peristiwa Dewi Sumbadra
dilarung dulu. Raden Gatutkaca pun memperkenalkan kakak sulungnya itu kepada
Raden Abimanyu.
Raden Abimanyu lalu bertanya
apa benar yang bernama Bambang Jaganala adalah Raden Antareja. Jika benar, maka
sungguh terpaksa ia harus menangkap kakak sepupunya itu untuk membersihkan nama
baiknya yang tercemar. Bambang Irawan menyahut, yang bernama Bambang Jaganala
adalah dirinya. Jika Raden Abimanyu ingin menangkap, maka silakan saja maju, ia
sama sekali tidak takut.
Raden Abimanyu tersinggung
melihat sikap angkuh Bambang Irawan. Ia pun berkata, perbuatan Bambang Irawan
telah mencemarkan nama baiknya dan juga Raden Gatutkaca. Ia pun bertekad untuk
meringkus Bambang Irawan dan menyerahkannya kepada Prabu Duryudana, sehingga
nama baiknya dan juga Raden Gatutkaca dapat dipulihkan.
Raden Antareja maju memasang
badan. Jika Raden Abimanyu berniat menangkap Bambang Irawan, maka lebih dulu
harus berhadapan dengannya. Raden Gatutkaca bertanya mengapa kakaknya melindungi
pencuri? Raden Antareja menjawab, dirinya sudah bersumpah untuk selalu
melindungi Bambang Irawan yang sudah seperti adiknya sendiri. Raden Gatutkaca
berkata, jika Bambang Irawan dianggap adik, berarti Raden Antareja sudah tidak
menganggapnya sebagai adik.
Raden Antareja serbasalah.
Namun, sebagai laki-laki ia pantang mengingkari janji. Dirinya siap sedia
memasang badan melindungi Bambang Irawan dan tidak segan-segan berkelahi
apabila Raden Gatutkaca membantu Raden Abimanyu. Peristiwa saat mereka pertama
bertemu dulu kiranya dapat terulang kembali.
Karena kedua pihak tidak ada
yang saling mengalah, maka mereka pun serentak maju saling menyerang. Bambang
Irawan bertarung menghadapi Raden Abimanyu, sedangkan Raden Antareja menghadapi
Raden Gatutkaca. Sungguh pertarungan yang seimbang, di mana masing-masing
saling mengerahkan kesaktian untuk menjatuhkan lawan.
Raden Abimanyu. |
BAMBANG IRAWAN DAN RADEN ANTAREJA MENINGGALKAN AYAH-AYAH MEREKA
Prabu Kresna bersama Arya
Wrekodara dan Raden Arjuna tiba di tempat itu. Mereka melihat Raden Gatutkaca
dan Raden Antareja bertarung seimbang, tidak ada yang menang, juga tidak ada
yang kalah. Terkadang Raden Gatutkaca membawa tubuh Raden Antareja terbang di
udara, terkadang Raden Antareja yang menarik tubuh Raden Gatutkaca amblas ke
dalam tanah.
Di sisi lain, Raden Abimanyu
bertarung melawan seorang pemuda yang wajahnya mirip Raden Arjuna. Prabu Kresna
yakin pemuda inilah yang menamakan dirinya Bambang Jaganala. Tiba-tiba pemuda
itu melepaskan panah pusaka Ardadedali ke arah Raden Abimanyu. Sebaliknya,
Raden Abimanyu pun melepaskan panah Sarotama untuk mengimbanginya. Prabu Kresna
terkejut dan khawatir keduanya sama-sama terluka. Maka, dengan kecepatan tinggi,
ia pun melesat terbang dan menangkap kedua panah pusaka tersebut dengan kedua
tangannya.
Prabu Kresna lalu memanggil
Raden Arjuna dan menyerahkan kedua panah itu kepadanya. Sementara itu, Arya
Wrekodara telah melerai pertarungan Raden Gatutkaca dan Raden Antareja. Prabu
Kresna lalu menanyai Raden Arjuna perihal kedua panah pusaka tersebut. Kalau
panah Sarotama jelas tadi dipinjamkan kepada Raden Abimanyu untuk menangkap
pencuri. Namun, panah Ardadedali mengapa bisa berada di tangan Bambang
Jaganala? Apakah pemuda itu telah mencuri di Kesatrian Madukara?
Raden Arjuna menjawab panah Ardadedali
memang salah satu pusakanya, yaitu pemberian sang kakek Bagawan Abyasa. Ia
masih ingat, panah Ardadedali dulu ia titipkan kepada istrinya yang bernama
Endang Ulupi di Padepokan Yasarata. Saat itu Endang Ulupi melahirkan seorang
putra yang diberi nama Bambang Irawan. Raden Antareja menjadi saksi atas
peristiwa itu. Selama beberapa hari Raden Arjuna tinggal di padepokan menunggui
anak dan istrinya. Hingga akhirnya ia pun memutuskan kembali ke Kerajaan Amarta.
Sebelum berangkat, Raden Arjuna sempat menitipkan panah Ardadedali kepada
Endang Ulupi. Kelak jika Bambang Irawan sudah dewasa dan ingin bertemu dengannya,
panah itu hendaknya dibawa sebagai tanda pengenal.
Prabu Kresna lalu bertanya
kepada pemuda yang menjadi lawan Raden Abimanyu apa benar ia bernama Bambang
Irawan. Pemuda itu menjawab dirinya memang Bambang Irawan, putra Raden Arjuna
dan Endang Ulupi. Prabu Kresna lalu bertanya, mengapa ia menyamar sebagai
pencuri bernama Bambang Jaganala dan membuat onar di Kerajaan Hastina.
Bambang Irawan menjawab
dirinya ingin berbuat jasa. Ia kasihan melihat rakyat jelata menderita karena
ditarik pajak tinggi, sedangkan harta negara dihambur-hamburkan para Kurawa
untuk berfoya-foya. Itulah sebabnya, ia pun mencuri harta benda dari rumah para
Kurawa dan membagi-bagikannya kepada rakyat miskin di pelosok negeri.
Prabu Kresna berkata apa yang
menjadi niat Bambang Irawan baik, namun caranya yang salah. Mencuri untuk
bersedekah adalah dua kegiatan yang saling bertolak belakang. Bisa diibaratkan
mandi menggunakan air kencing, apa mungkin itu bisa terjadi? Arya Wrekodara menyela
ikut bicara, bukankah dulu semasa muda Prabu Kresna juga pernah menjadi begal
yang meresahkan masyarakat? Prabu Kresna mengiyakan dirinya memang pernah
menjadi begal. Namun, itu dulu saat ia masih muda dan belum tahu mana yang
baik, mana yang buruk. Kini ia menyadari hal itu adalah keliru, sehingga tidak
sebaiknya ditiru oleh para putra ataupun keponakannya.
Raden Arjuna merasa malu atas
perbuatan Bambang Irawan. Ia menjawab dirinya tidak butuh jasa semacam itu.
Bambang Irawan pun dipersilakan pulang saja ke Padepokan Yasarata, tidak perlu
lagi datang ke Kesatrian Madukara. Cukup begini saja pertemuan mereka.
Bambang Irawan merasa sedih
niat baiknya ternyata tidak diterima sang ayah. Ia pun bergegas pergi dengan
hati kecewa. Raden Antareja ikut sedih melihat saudaranya seperti itu. Arya
Wrekodara bertanya apakah putra sulungnya itu ikut pergi dengannya ataukah ikut
Bambang Irawan. Raden Antareja menjawab dirinya sudah berjanji, susah-senang
akan selalu melindungi adik angkatnya tersebut. Mendengar jawaban itu, Arya
Wrekodara pun mempersilakan jika Raden Antareja ikut pergi bersama Bambang
Irawan.
Arya Wrekodara. |
RADEN ARJUNA MENGEMBALIKAN GAJAH MURDANINGKUNG KEPADA PATIH SANGKUNI
Tidak lama kemudian, Patih
Sangkuni bersama para Kurawa datang mengepung Prabu Kresna, Arya Wrekodara,
Raden Arjuna, Raden Gatutkaca, dan Raden Abimanyu. Mereka melihat Gajah
Murdaningkung ada bersama orang-orang itu, maka jelas sudah Raden Abimanyu dan
Raden Gatutkaca adalah dua pencuri yang selama ini mengacau Kerajaan Hastina. Para
Kurawa pun berniat menyeret mereka ke hadapan Prabu Duryudana agar dijatuhi hukuman
berat.
Arya Wrekodara tidak terima
atas tuduhan para Kurawa tersebut. Ia lalu maju menerjang mereka sebagai
pelampiasan atas kekesalannya terhadap ulah Raden Antareja. Dalam waktu
singkat, para Kurawa pun berhamburan dan babak belur ditendang serta dipukuli
Arya Wrekodara.
Patih Sangkuni ketakutan
hendak kabur, namun dihadang Raden Arjuna. Raden Arjuna berkata, Raden Abimanyu
dan Raden Gatutkaca bukanlah pencuri. Soal Gajah Murdaningkung, ia sendiri yang
akan mengembalikannya kepada Prabu Duryudana. Patih Sangkuni ketakutan dan
menjawab itu tidak perlu. Biarlah dirinya saja yang membawa pulang Gajah
Murdaningkung dan urusan ini dianggap beres. Raden Arjuna pun berkata, jika
demikian, maka Patih Sangkuni dan para Kurawa tidak boleh lagi
mengungkit-ungkit soal Bambang Jaganala.
Patih Sangkuni berjanji mulai
sekarang urusan pencurian Bambang Jaganala dianggap beres. Ia dan para Kurawa kemudian
mohon pamit pulang ke Kerajaan Hastina dengan tertatih-tatih sambil menuntun
Gajah Murdaningkung.
Raden Arjuna. |
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dan Endang Ulupi dapat dibaca di sini
Untuk kisah pertemuan pertama Raden Antareja dan Raden Gatutkaca dapat
dibaca di sini
Untuk kisah kelahiran Bambang Irawan dapat dibaca di sini
Bagus sekali. Bisa belajar dari sini. Apakah ada kisah Irawan Maling dari Ki Narto Sabdho?
BalasHapusAlhamdulillah sampun paring pencerahan kanthi gamblang wijang dan terbaca jelas tegas tanpa tumpang tindih semoga bermanfaat untuk keilmuan bagi yg lainnya.... Lanjutkan menulis
BalasHapus