Sabtu, 29 April 2017

Sayembara Tasikmadu



Kisah ini menceritakan tentang perjalanan Raden Arjuna dengan tujuan tapa ngrame untuk menebus dosa kepada Prabu Palgunadi dan Dewi Angraeni. Dalam pengembaraannya ini ia menikah dengan Endang Ulupi yang kelak melahirkan Bambang Irawan, serta Dewi Gandawati yang kelak melahirkan Raden Gandakusuma.

Kisah ini saya olah dari sumber Naskah Pakem Ringgit Purwa koleksi Museum Sonobudoyo, yang dipadukan dengan kitab Mahabharata karya Resi Wyasa, dengan pengembangan seperlunya.

Kediri, 29 April 2017

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
 
Raden Arjuna.

------------------------------ ooo ------------------------------

PRABU DURYUDANA MEMBAHAS SAYEMBARA DI KERAJAAN TASIKMADU

Prabu Duryudana di Kerajaan Hastina dihadap Resi Druna dari Sokalima, Adipati Karna dari Awangga, dan Patih Sangkuni dari Plasajenar. Para Kurawa pun ikut menghadap dengan dipimpin Arya Dursasana dan Raden Kartawarma. Hari itu mereka membahas tentang undangan sayembara tanding di Kerajaan Tasikmadu, di mana Prabu Gandasena hendak mencarikan jodoh untuk putrinya.

Kerajaan Tasikmadu terletak di tanah seberang. Prabu Gandasena yang merupakan raja negeri tersebut memiliki dua orang anak, bernama Dewi Gandawati dan Raden Citraganda. Dewi Gandawati konon kabarnya memiliki wajah yang sangat cantik dan banyak digandrungi oleh para raja-kesatria dari berbagai negeri. Tidak sedikit dari mereka yang mencoba meminang gadis tersebut, membuat Prabu Gandasena bingung menentukan pilihan hendak menerima lamaran yang mana. Oleh sebab itu, putranya yang bernama Raden Citraganda pun mengajukan diri mengadakan sayembara tanding. Barangsiapa bisa mengalahkan dirinya, maka orang itu berhak mempersunting Dewi Gandawati.

Raden Citraganda ternyata memang sangat sakti. Di antara para pelamar itu tidak ada satu pun yang bisa mengalahkan dirinya. Karena khawatir putrinya menjadi perawan tua, Prabu Gandasena pun menyebarkan undangan lebih banyak lagi, hingga salah satunya sampai di Kerajaan Hastina.

Arya Dursasana kesatria Banjarjunut tertarik ingin mengikuti sayembara ini. Ia pun mohon pamit kepada sang kakak untuk berangkat menuju Kerajaan Tasikmadu. Prabu Duryudana merasa tidak tega apabila adik kesayangannya itu bertanding sendiri melawan Raden Citraganda. Maka, ia pun memerintahkan adik iparnya yang menjadi penguasa Banakeling, yaitu Adipati Jayadrata (suami Dewi Dursilawati) untuk menjadi jago menghadapi Raden Citraganda. Adipati Jayadrata menyanggupi dan segera mohon restu demi keberhasilan tugas tersebut.

Setelah dirasa cukup, Prabu Duryudana pun membubarkan pertemuan. Ia masuk ke dalam kedaton untuk mendoakan keberhasilan Adipati Jayadrata dan Arya Dursasana. Sang permaisuri Dewi Banuwati sudah menunggu di gapura. Mereka kemudian makan bersama dan setelah itu masuk ke sanggar pemujaan. Prabu Duryudana mencoba bersamadi berkali-kali tetapi tidak pernah bisa hening. Akhirnya, ia merasa kesal dan mengajak Dewi Banuwati pindah ke kamar tidur untuk melakukan kegiatan lainnya.

Prabu Duryudana.

RADEN CITRAGANDA MENGALAHKAN PARA KURAWA

Prabu Gandasena di Kerajaan Tasikmadu sedang dihadap Raden Citraganda dan Patih Sukendra. Mereka membicarakan tentang sayembara tanding memperebutkan Dewi Gandawati yang sampai saat ini belum ada pemenangnya. Prabu Gandasena takut apabila terus-terusan seperti ini, maka bisa-bisa Dewi Gandawati akan menjadi perawan tua yang tidak menikah selamanya. Raden Citraganda menghibur ayahnya, bahwa ia hanyalah manusia biasa, tentunya di atas langit masih ada langit. Jikalau dewata sudah berkehendak menentukan jodoh Dewi Gandawati, maka dirinya pasti akan kalah di tangan orang itu. Prabu Gandasena merasa ragu apa benar ada orang yang bisa mengalahkan Raden Citraganda, kecuali guru putranya itu yang bernama Bagawan Wilawuk dari Padepokan Pringcendani.

Tidak lama kemudian datanglah rombongan para Kurawa yang dipimpin Arya Dursasana dan Adipati Jayadrata. Mereka menyampaikan maksud kedatangan, yaitu ingin melamar Dewi Gandawati. Adipati Jayadrata selaku juru bicara mengatakan bahwa Kerajaan Hastina adalah negeri paling besar saat ini, di mana suatu kehormatan bagi Prabu Gandasena apabila dapat menjadi mertua Arya Dursasana. Kapan lagi ada kesempatan langka semacam ini? Oleh sebab itu, Adipati Jayadrata meminta kepada Prabu Gandasena agar menyerahkan Dewi Gandawati secara baik-baik, tidak perlu melalui sayembara tanding menghadapi Raden Citraganda segala.

Raden Citraganda menanggapi ucapan Adipati Jayadrata. Jangan karena Kerajaan Hastina besar dan agung lantas seenaknya merendahkan pihak lain. Ia pun mempersilakan Adipati Jayadrata dan para Kurawa naik ke atas panggung sayembara apabila benar-benar ingin memboyong Dewi Gandawati.

Adipati Jayadrata menerima tantangan tersebut. Ia dan Raden Citraganda sama-sama naik ke gelanggang dan mulai bertanding. Keduanya bertarung sengit. Adipati Jayadrata tidak menyangka lawannya sedemikian tangguh. Lama-lama ia pun terdesak dan terlempar dari gelanggang. Melihat jagonya kalah, Arya Dursasana segera maju menggantikan. Ia menyerang Raden Citraganda dengan gencar. Namun, Raden Citraganda dapat mengalahkannya pula.

Raden Kartawarma, Raden Srutayu, Raden Citraksa, Raden Citraksi, Raden Durmagati, Raden Durjaya, Raden Durmuka, Raden Wiwingsati, dan para Kurawa lainnya, serta Bambang Aswatama serentak maju mengeroyok Raden Citraganda. Namun, Raden Citraganda sudah menamatkan pelajarannya dari Bagawan Wilawuk. Bagaikan singa ia mengamuk menerjang para Kurawa tersebut. Dengan mengerahkan aji Angin Garuda, ia pun menghempaskan semua musuhnya hingga terlempar jauh meninggalkan Kerajaan Tasikmadu.

Adipati Jayadrata.

RADEN ARJUNA MENOLONG RESI JAYAWILAPA

Sementara itu, Raden Arjuna masih berkelana dengan didampingi para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Kematian Prabu Palgunadi dan Dewi Angraeni membuat Pandawa nomor tiga itu merasa bersalah. Ia pun menjalani tapa ngrame, yaitu berkelana sambil menolong siapa saja yang membutuhkan bantuan, sedangkan pahalanya ia persembahkan kepada arwah suami-istri tersebut.

Entah sudah berapa orang yang ditolong Raden Arjuna dalam perjalanannya, bahkan mungkin bukan hanya manusia saja. Siapa pun yang dilanda kesulitan, meskipun binatang, raksasa, bahkan gandarwa sekalipun, Raden Arjuna pasti akan memberikan pertolongan. Semakin banyak ia menolong orang, semakin banyak pula pahala yang ia kumpulkan untuk menebus dosa terhadap Prabu Palgunadi dan Dewi Angraeni.

Tiba-tiba di tengah jalan, Raden Arjuna melihat seorang gadis berlari ke arahnya sambil menangis. Gadis itu berpenampilan sederhana, tetapi wajahnya cantik. Ia memohon bantuan kepada Raden Arjuna untuk menolong ayahnya yang sedang dikeroyok musuh berjumlah banyak.

Gadis itu bernama Endang Ulupi. Raden Arjuna menyanggupi menolong, dan ia pun berjalan mengikuti di belakang. Hingga akhirnya, mereka pun sampai di tempat pertempuran. Tampak seekor singa berkelahi dengan seekor naga, sedangkan di sekeliling mereka sekumpulan prajurit mengacung-acungkan senjata seolah ikut mengancam hendak menusuk tubuh si naga.

Endang Ulupi berkata bahwa naga tersebut adalah penjelmaan ayahnya yang bernama Resi Jayawilapa. Ayahnya adalah murid Batara Anantaboga, sehingga memiliki kemampuan mengubah wujud menjadi ular naga. Adapun singa yang berkelahi dengannya adalah penjelmaan Prabu Singalodra yang hendak menculik Endang Ulupi.

Raden Arjuna melihat naga penjelmaan Resi Jayawilapa mulai terdesak karena terkepung banyak senjata. Ia pun maju menyerang sang singa. Keduanya bertarung sengit. Meskipun berpenampilan lembut, tetapi Raden Arjuna jika bertarung sangat tangkas dan cekatan. Dengan bersenjata Keris Pulanggeni, ia berhasil merobek perut singa tersebut. Singa itu akhirnya tewas dan kembali ke wujud Prabu Singalodra.

Melihat rajanya terbunuh, Patih Jayalodra memimpin pasukan menyerang Raden Arjuna. Namun, mereka semua menemui ajal terkena hujan panah yang ditembakkan Sang Panengah Pandawa, kecuali Patih Jayalodra yang hanya terluka. Raden Arjuna lalu menanyai Patih Jayalodra, apa maksudnya hendak menculik gadis desa bernama Endang Ulupi segala. Patih Jayalodra berkata bahwa sebenarnya Prabu Singalodra hendak pergi ke Kerajaan Tasikmadu untuk mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Gandawati, namun di tengah jalan bertemu Endang Ulupi yang sedang mengambil air di telaga. Prabu Singalodra tertarik dan hendak berbuat jahat kepada Endang Ulupi. Namun, Endang Ulupi sempat berteriak sehingga ayahnya pun datang menolong dengan mengambil wujud seekor naga.

Raden Arjuna terkesima mendengar uraian Patih Jayalodra. Mengingat dirinya sedang menjalani tapa ngrame, maka ia pun mengampuni nyawa Patih Jayalodra dan membiarkannya pergi. Patih Jayalodra berterima kasih berkali-kali dan kemudian mohon pamit meninggalkan tempat itu, kembali ke Kerajaan Guapura.

Resi Jayawilapa.

RADEN ARJUNA MENIKAH DENGAN ENDANG ULUPI

Resi Jayawilapa telah kembali ke wujud manusia dan berterima kasih banyak atas bantuan Raden Arjuna. Ia pun mengundang kesatria tampan itu untuk singgah di tempat tinggalnya yang bernama Padepokan Yasarata. Raden Arjuna pun menerima ajakan tersebut dengan senang hati.

Sesampainya di Yasarata, Endang Ulupi segera memasak dan menyediakan hidangan untuk Raden Arjuna beserta para panakawan. Resi Jayawilapa sangat ramah kepada mereka. Raden Arjuna menjelaskan bahwa ia dan Resi Jayawilapa terhitung masih satu keluarga, karena kakaknya yang bernama Arya Wrekodara adalah menantu Batara Anantaboga, sedangkan Batara Anantaboga adalah guru dari Resi Jayawilapa.

Resi Jayawilapa melihat Endang Ulupi tersipu malu saat menghidangkan makanan dan minuman untuk Raden Arjuna. Ia pun memahami putrinya itu telah dewasa dan sudah saatnya untuk menikah. Maka, dengan memberanikan diri, Resi Jayawilapa menyampaikan niatnya untuk mempersembahkan Endang Ulupi sebagai istri Raden Arjuna.

Sifat Raden Arjuna pada dasarnya sangat menyukai keindahan. Melihat paras Endang Ulupi yang cantik dan sikapnya lembut alami, tentu saja ia merasa senang. Namun, dirinya sedang menjalani tapa ngrame, sehingga merasa tidak pantas apabila menikah di tengah jalan. Dengan sangat berat hati, ia pun menolak tawaran Resi Jayawilapa tersebut.

Tiba-tiba dari angkasa turun Batara Narada mendatangi mereka. Resi Jayawilapa, Raden Arjuna, dan Endang Ulupi segera menyembah hormat. Batara Narada pun menerima penghormatan mereka dan ia menjelaskan tujuannya turun ke Padepokan Yasarata. Ia berkata bahwa Endang Ulupi sudah ditakdirkan dewata kelak akan melahirkan putra Raden Arjuna. Putra tersebut sangat pemberani dan tangguh, mewarisi kesaktian kakeknya, dan juga namanya akan dikenang sepanjang masa, sejajar dengan Raden Abimanyu, putra sulung Raden Arjuna.

Yang kedua, Batara Narada menjelaskan bahwa Raden Arjuna sudah bisa mengakhiri tapa ngrame-nya. Pahala yang ia kumpulkan telah mengangkat arwah Prabu Palgunadi dan Dewi Angraeni. Kedua suami-istri yang mati penasaran itu kini mendapat tempat yang lebih nyaman di alam baka, tentunya berkat pengorbanan Raden Arjuna. Namun, Prabu Palgunadi telah bersumpah tidak akan naik ke swargajati apabila tidak bersama dengan roh Resi Druna. Oleh sebab itu, dewata hanya menempatkannya di swarga pangrantunan, yaitu tempat peristirahatan sementara bagi para roh yang masih terikat dengan kenangan duniawi.

Batara Narada lalu menjelaskan soal dewata yang akan memberikan pahala atas kerja keras Raden Arjuna dalam membantu mengangkat arwah Prabu Palgunadi dan Dewi Angraeni. Beberapa hari yang lalu, Raden Arjuna mengalami cinta tak terbalas terhadap Dewi Angraeni. Kini, dewata pun menggariskan nasib Raden Arjuna akan menikah lagi dengan seorang perempuan yang wajahnya mirip dengan Dewi Angraeni. Perempuan itu bernama Dewi Gandawati, putri Prabu Gandasena yang kini sedang diperebutkan oleh para raja dan kesatria dari berbagai negara. Untuk bisa menikahinya, maka Raden Arjuna harus dapat memenangkan sayembara tanding melawan Raden Citraganda, adik Dewi Gandawati. Usai memberikan petunjuk demikian, Batara Narada segera undur diri, kembali ke kahyangan.

Batara Narada.

ENDANG ULUPI MEMBERIKAN SEMANGAT UNTUK RADEN ARJUNA

Singkat cerita, Raden Arjuna telah menikah dengan Endang Ulupi dan sudah lima hari tinggal di Padepokan Yasarata. Suatu hari Endang Ulupi bertanya mengapa Raden Arjuna tidak berangkat ke Kerajaan Tasikmadu untuk mengikuti sayembara memenangkan Dewi Gandawati. Raden Arjuna menjawab dirinya masih bimbang. Pertama, ia dan Endang Ulupi masih pengantin baru, rasanya janggal jika harus menikah lagi dengan perempuan lain. Yang kedua, Dewi Gandawati berwajah mirip dengan Dewi Angraeni, tentunya ini membuat Raden Arjuna merasa di hatinya ada ganjalan. Jika ia menikah dengan perempuan itu, maka seolah hanya sebagai pelarian belaka atas kegagalannya menikahi Dewi Angraeni tempo hari.

Endang Ulupi menghibur suaminya agar jangan berpikir seperti itu. Soal pertama, ia menyadari dirinya hanyalah seorang istri paminggir, bukan sebagai istri padmi. Cepat atau lambat Raden Arjuna pasti akan meninggalkannya di padepokan karena harus kembali ke Kerajaan Amarta. Oleh sebab itu, Raden Arjuna tidak perlu segan jika harus pergi sekarang dan menikah lagi dengan Dewi Gandawati, karena bagaimanapun juga ini sudah menjadi ketentuan dewata. Endang Ulupi merasa ikhlas, yang penting namanya tercatat dalam sejarah sebagai istri Raden Arjuna, dan kelak jika putranya lahir diakui sebagai keturunan Pandawa, baginya ini sudah sangat membahagiakan.

Yang kedua, soal Dewi Gandawati janganlah disamakan dengan Dewi Angraeni. Mereka berbeda orang. Meskipun wajahnya sama, tetapi hati dan pikirannya jelas beda. Endang Ulupi menyarankan agar Raden Arjuna menganggap ini sebagai anugerah dewata, bukannya sebagai beban. Suaminya itu telah berkelana menjalani tapa ngrame demi menebus dosa kepada Prabu Palgunadi dan Dewi Angraeni, maka tidak salah apabila dewata memberikan anugerah berupa seorang istri yang berwajah mirip dengan Dewi Agraeni.

Raden Arjuna tertegun mendengar penjelasan Endang Ulupi yang sederhana tetapi mendalam. Ia merasa bangga menjadikannya sebagai istri. Sayang sekali, ia sudah terlanjur berjanji hanya memiliki empat orang istri padmi, yaitu Dewi Sumbadra, Dewi Srikandi, Niken Larasati, dan Dewi Sulastri, sehingga tidak dapat membawa Endang Ulupi tinggal di Kesatrian Madukara. Ia hanya bisa berjanji kelak apabila kandungan Endang Ulupi sudah mencapai usia tujuh bulan, maka ia akan datang lagi ke Padepokan Yasarata untuk menungguinya sampai melahirkan. Endang Ulupi berterima kasih dan berharap semoga sang suami memegang teguh janji tersebut.

Demikianlah, Raden Arjuna dan para panakawan pun mohon pamit kepada Resi Jayawilapa dan Endang Ulupi untuk melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Tasikmadu.

Endang Ulupi.

RADEN ARJUNA BERTANDING MELAWAN RADEN CITRAGANDA

Setelah berlayar menyeberangi lautan, Raden Arjuna akhirnya tiba di pulau tempat Kerajaan Tasikmadu berada. Ia pun menghadap Prabu Gandasena dan memperkenalkan diri, serta menyampaikan niat ingin mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Gandawati. Prabu Gandasena sangat kagum dan menaruh hormat karena sudah lama mendengar nama besar para Pandawa yang terkenal di mana-mana. Ingin sekali ia menikahkan putrinya dengan Raden Arjuna tanpa harus melalui sayembara, namun ini jelas melanggar keputusan yang sudah ia tetapkan.

Raden Arjuna melihat Dewi Gandawati dan Raden Citranggada duduk di samping Prabu Gandasena. Sungguh takjub perasaannya melihat wujud Dewi Gandawati yang benar-benar mirip dengan mendiang Dewi Angraeni, seolah mereka saudara kembar. Raden Citraganda melihat Raden Arjuna memandang kakaknya tanpa berkedip, segera mengingatkan bahwa untuk memperistri Dewi Gandawati maka harus mengalahkan dirinya terlebih dahulu. Raden Arjuna tersadar dari lamunan dan segera menerima tantangan tersebut.

Raden Arjuna kini telah berhadapan dengan Raden Citraganda di atas panggung. Mereka lalu bertarung mengadu kesaktian. Raden Citraganda terkejut melihat Raden Arjuna bisa mengimbangi kemampuannya. Setiap kali ia mengeluarkan ilmu kesaktian, selalu saja Raden Arjuna mengeluarkan ilmu yang sama pula.

Prabu Gandasena melihat kedua pihak saling mengadu kesaktian yang sama, tetapi Raden Arjuna tampaknya lebih berpengalaman. Setelah bertarung cukup lama, Raden Citraganda akhirnya dapat diringkus oleh lawan dan dibanting keluar dari gelanggang. Segala kesombongan pemuda itu lenyap seketika. Ia tertunduk malu dan mengaku kalah kepada Raden Arjuna.

Namun demikian, Raden Citraganda masih penasaran dan ia pun bertanya mengapa Raden Arjuna dapat mengeluarkan ilmu kesaktian yang sama persis dengan dirinya. Raden Arjuna menjawab bahwa ilmu kesaktian yang dimiliki Raden Citraganda adalah hasil pengajaran Bagawan Wilawuk dari Padepokan Pringcendani. Adapun Raden Arjuna semasa muda, saat masih bernama Raden Permadi, juga pernah berguru kepada pendeta tersebut, bahkan menikah dengan putrinya yang bernama Dewi Jimambang.

Raden Citraganda sangat terkejut. Ia buru-buru menyembah kepada Raden Arjuna dan memanggilnya sebagai kakak seperguruan. Prabu Gandasena gembira melihat sayembara tanding yang diadakan putranya telah berakhir dengan hasil yang baik. Maka, ia pun menetapkan putrinya, yaitu Dewi Gandawati sebagai istri Raden Arjuna.

Demikianlah, pada hari yang dianggap baik, Raden Arjuna pun menikah dengan Dewi Gandawati di istana Tasikmadu. Pernikahan tersebut bagaikan mimpi, di mana Raden Arjuna seolah-olah menikah dengan Dewi Angraeni. Namun, ia teringat pada nasihat Endang Ulupi agar melupakan bayangan Dewi Angraeni dan menganggap Dewi Gandawati adalah Dewi Gandawati, bukan orang lain.

Raden Citraganda.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------




CATATAN : Dalam kitab Mahabharata dikisahkan tentang Arjuna yang pergi berkelana meninggalkan Indraprasta sebagai hukuman karena memergoki Yudhistira sedang berkasih-kasihan dengan Draupadi. Dalam pengembaraannya itu, Arjuna menikah dengan Ulupi putri Naga Korawya yang kelak melahirkan Irawan, serta menikah dengan Citranggada putri Kerajaan Manipura, yang kelak melahirkan Babruwahana.

Dalam pewayangan Jawa, perempuan yang dinikahi Arjuna setelah Ulupi bernama Gandawati, sedangkan Citranggada dikisahkan sebagai seorang laki-laki. Konon wajah Gandawati sangat mirip dengan Angraeni, sehingga saya pun meletakkan lakon ini sesudah lakon Palguna – Palgunadi. Lagipula kisah Arjuna membuang diri karena memergoki kakaknya sedang olah asmara juga tidak terdapat dalam pewayangan.

Akan tetapi, karena nama Citranggada sendiri sudah terlanjur identik dengan adik Resi Bisma yang mati muda, maka dalam kisah yang saya sajikan di atas, namanya saya ubah menjadi Citraganda. Tentunya juga agar lebih selaras dengan saudarinya yang bernama Gandawati.

Mengenai hubungan Citraganda dengan Bagawan Wilawuk sebagai murid dan guru adalah kreasi tambahkan dari saya, karena kisah ini nantinya akan menjadi dasar bagi lakon Gandawardaya – Gandakusuma yang kelak semoga bisa saya sajikan dengan baik.


Untuk kisah perkawinan Adipati Jayadrata dengan Dewi Dursilawati dapat dibaca di sini












Tidak ada komentar:

Posting Komentar