Jumat, 26 Januari 2018

Bambang Danasalira



Kisah ini menceritakan tentang perkawinan antara Dewi Lesmanawati putri Prabu Duryudana dengan Raden Warsakusuma putra Adipati Karna. Perkawinan ini sempat kacau oleh munculnya Bambang Danasalira putra Raden Arjuna.

Kisah ini saya olah dan saya kembangkan dari sumber Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) yang disusun oleh Ki Tristuti Suryasaputra, yang dipadukan dengan tulisan R. Subalidinata, dengan sedikit pengembangan seperlunya.

Kediri, 26 Januari 2018

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini

Adipati Karna Basusena.

------------------------------ ooo ------------------------------

RENCANA PERNIKAHAN DEWI LESMANAWATI DENGAN RADEN WARSAKUSUMA

Di Kerajaan Hastina, Prabu Duryudana dihadap Patih Sangkuni dari Plasajenar, Danghyang Druna dari Sokalima, serta Raden Kartawarma dari Tirtatinalang. Dalam pertemuan itu mereka membahas tentang rencana Prabu Duryudana berbesan dengan Adipati Karna, yaitu melalui pernikahan antara Dewi Lesmanawati putri Kerajaan Hastina dengan Raden Warsakusuma putra Kadipaten Awangga yang tinggal dua hari lagi.

Patih Sangkuni bertanya apakah tidak sebaiknya Prabu Duryudana menimbang-nimbang dulu rencana perkawinan tersebut. Bagaimanapun juga, Dewi Lesmanawati adalah putri seorang raja agung, penguasa Kerajaan Hastina, apakah pantas jika menjadi istri seorang anak adipati atau raja bawahan? Bukankah sebaiknya Dewi Lesmanawati dinikahkan dengan putra mahkota kerajaan lain yang sederajat?

Prabu Duryudana menjawab, Adipati Karna bukan adipati sembarangan, tetapi sahabat karibnya sejak masih sama-sama remaja. Selain itu, mereka juga sama-sama menantu Prabu Salya raja Mandraka. Istri Adipati Karna yang bernama Dewi Srutikanti adalah kakak kandung Dewi Banuwati, istri Prabu Duryudana. Selain itu, Adipati Karna juga memiliki banyak jasa sebagai panglima angkatan perang Kerajaan Hastina.

Danghyang Druna ikut menanggapi, bahwa perkawinan itu jangan dilihat dari perbedaan derajat ataupun pangkat. Yang terpenting adalah Raden Warsakusuma dan Dewi Lesmanawati saling mencintai dan menyayangi. Itu jauh lebih utama daripada Dewi Lesmanawati menikah dengan pangeran kaya raya tetapi tidak ada cinta di antara mereka.

Patih Sangkuni dalam hati sebenarnya kurang suka terhadap Adipati Karna. Namun, ia tidak dapat membantah keputusan Prabu Duryudana yang didukung Danghyang Druna. Ia paham bagaimana eratnya persahabatan antara mereka berdua (Prabu Duryudana dan Adipati Karna) yang melebihi saudara kandung.

Tiba-tiba sang permaisuri Dewi Banuwati datang bersama Dewi Lesmanawati si calon mempelai. Ibu dan anak itu memohon maaf berani menghadap Prabu Duryudana tanpa mendapat perintah. Prabu Duryudana pun bertanya ada keperluan apa istri dan anaknya itu datang menghadap. Dewi Banuwati berkata bahwa sudah beberapa hari ini Dewi Lesmanawati sering melamun padahal hendak dinikahkan. Ia pun bertanya apa yang sedang dipikirkan putrinya itu, apakah tidak suka jika dinikahkan dengan Raden Warsakusuma? Dewi Lesmanawati menjawab, dirinya mengenal Raden Warsakusuma sejak masih sama-sama kecil dan tidak keberatan jika menikah dengan sepupunya itu. Akan tetapi, ia berkhayal alangkah indahnya jika bisa duduk bersanding di dalam Balai Kencana Asaka Domas seperti saat Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra dulu menikah.

Prabu Duryudana terkejut bercampur cemburu mendengar nama Raden Arjuna disebut. Ia bertanya dari mana Dewi Lesmanawati tahu soal pernikahan Raden Arjuna dengan Dewi Sumbadra yang terjadi sebelum putrinya itu lahir. Dewi Lesmanawati menjawab dirinya mendengar kisah itu dari Dewi Banuwati. Menurut cerita sang ibu, pernikahan antara Raden Arjuna dengan Dewi Sumbadra dulu sangat indah dan megah. Kedua mempelai duduk bersanding di dalam Balai Kencana Asaka Domas disaksikan para tamu undangan dari berbagai negara, sungguh serasi, indah dipandang mata, sekaligus membuat iri.

Dewi Lesmanawati pun berkata bahwa dirinya sebagai anak seorang raja agung dari kerajaan terbesar di dunia tentu sangat pantas jika menikah di dalam Balai Kencana Asaka Domas seperti yang pernah dialami Dewi Sumbadra. Untuk itu, ia pun memohon kepada sang ayah agar menyediakan apa yang diinginkannya tersebut.

Patih Sangkuni merasa ini adalah kesempatan untuk menggagalkan perbesanan antara Prabu Duryudana dengan Adipati Karna. Maka, ia pun ikut bicara. Dulu pihak mempelai pria, yaitu keluarga Raden Arjuna yang berusaha menyediakan Balai Kencana Asaka Domas. Sekarang pun seharusnya demikian, yaitu keluarga Raden Warsakusuma yang harus menyediakan benda pusaka tersebut. Dengan demikian, Prabu Duryudana dapat mengukur sebesar apa niat Raden Warsakusuma ingin menikahi Dewi Lesmanawati.

Prabu Duryudana termenung, tidak tega melihat putri kesayangannya merengek. Di samping itu ucapan Patih Sangkuni juga terdengar masuk akal. Setelah menimbang-nimbang sejenak, ia pun memerintahkan Patih Sangkuni untuk menyampaikan permintaan Dewi Lesmanawati tersebut kepada Adipati Karna di Awangga.

PRABU KALAWERDATA JATUH CINTA KEPADA DEWI LESMANAWATI

Tersebutlah seorang raja raksasa dari Kerajaan Paranggumiwang yang bernama Prabu Kalawerdata. Hari itu ia memanggil panakawan Kyai Togog dan Bilung Sarahita untuk dimintai keterangan tentang mimpi yang baru saja dialaminya. Tadi malam Prabu Kalawerdata mimpi bertemu seorang gadis muda yang sangat cantik bernama Dewi Lesmanawati. Seketika raja raksasa itu pun jatuh cinta dan ketika bangun dari tidur ingin mewujudkan mimpinya. Untuk itulah ia memanggil kedua panakawan tersebut untuk dimintai keterangan tentang siapa itu Dewi Lesmanawati.

Kyai Togog yang berkata bahwa Dewi Lesmanawati adalah putri Prabu Duryudana dengan Dewi Banuwati di Kerajaan Hastina. Adapun Kerajaan Hastina adalah negeri terbesar dan terkaya di dunia untuk saat ini. Prabu Kalawerdata tertarik mendengarnya. Ia pun memanggil Patih Pradaksa untuk diperintahkan pergi ke Kerajaan Hastina, meminang Dewi Lesmanawati. Apabila Prabu Duryudana tidak bersedia menyerahkan, maka Patih Pradaksa boleh merebut putrinya itu dengan menggunakan kekerasan.

Patih Pradaksa menerima perintah tersebut dan segera berangkat dengan disertai bala tentara Kerajaan Paranggumiwang.

ROMBONGAN PATIH PRADAKSA BERTEMU ROMBONGAN PARA PANDAWA

Sementara itu, Dewi Kunti dan para Pandawa sedang dalam perjalanan menuju Kadipaten Awangga untuk memenuhi undangan Adipati Karna. Selama ini, Dewi Kunti selalu menyesali peristiwa masa lalu, di mana ia membuang Adipati Karna semasa bayi. Maka, begitu mendapat undangan dari putra sulungnya tersebut, ia pun segera bergegas ingin memberikan restu.

Dewi Kunti berangkat menuju Kadipaten Awangga dengan disertai Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara, dan Raden Arjuna, serta Raden Antareja sebagai pemimpin para prajurit pengawal. Adapun si kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa mendapat tugas untuk berjaga di istana Indraprasta selama mereka pergi.

Dalam perjalanan itu, rombogan Dewi Kunti bertemu Patih Pradaksa dan pasukan Paranggumiwang. Begitu mengetahui bahwa niat para raksasa itu hendak merebut calon mempelai wanita, Raden Antareja segera memerintahkan pasukan Amarta untuk menghadang mereka. Maka terjadilah pertempuran di antara kedua pihak. Tidak sampai lama, Patih Pradaksa merasa terdesak dan membawa pasukannya mundur kembali ke Paranggumiwang.

BAMBANG SAPTARENGGA INGIN MENGHADAP AYAHNYA

Tersebutlah sebuah padepokan bernama Gardapasatya yang dipimpin Resi Jatiwaskita. Pendeta tua itu memiliki seorang cucu yang masih remaja, bernama Bambang Saptarengga. Pada suatu hari cucunya itu bertanya tentang siapa ayah dan ibunya, mengapa sejak kecil ia hanya tinggal bersama sang kakek saja.

Resi Jatiwaskita pun bercerita bahwa ayah Bambang Saptarengga bernama Raden Arjuna, Panengah Pandawa dari Kesatrian Madukara di Kerajaan Amarta. Raden Arjuna dulu pernah berguru kepada Resi Jatiwaskita dan kemudian menikahi putri gurunya itu yang bernama Endang Renggawati. Dari perkawinan itu, lahirlah seorang putra laki-laki, namun Endang Renggawati meninggal saat melahirkan. Raden Arjuna sangat sedih dan mohon pamit kepada Resi Jatiwaskita untuk kembali ke Kerajaan Amarta. Sebelum pergi, ia sempat memberi nama putranya yang baru lahir itu, Bambang Saptarengga, dan menitipkannya kepada Resi Jatiwaskita agar dirawat hingga dewasa.

Bambang Saptarengga termangu-mangu mendengar kisah hidupnya. Ia berterima kasih kepada sang kakek yang telah mengasuh dan membesarkannya sejak bayi. Kini ia pun berkeinginan pergi ke Kesatrian Madukara untuk menghadap Raden Arjuna. Ia berjanji nanti setelah menyembah ayah kandungnya tersebut, ia akan kembali lagi ke Padepokan Gardapasatya untuk ganti merawat sang kakek yang telah lanjut usia.

Resi Jatiwaskita merestui cucunya itu semoga apa yang diinginkan menjadi kenyataan. Bambang Saptarengga pun mohon pamit lalu berangkat meninggalkan padepokan.

BAMBANG SAPTARENGGA TERSESAT KE KERAJAAN PRINGGADANI

Sementara itu di Kerajaan Pringgadani, Rajaputri Dewi Arimbi dihadap putranya, yaitu Raden Gatutkaca. Hari itu Raden Gatutkaca mohon pamit kepada sang ibu untuk diizinkan menyusul para Pandawa ke Kadipaten Awangga. Ia ingin sekali menyaksikan perkawinan kedua sepupunya, yaitu Raden Warsakusuma dan Dewi Lesmanawati. Namun, Dewi Arimbi merasa berat melepas putranya tersebut.

Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut di halaman istana. Raden Gatutkaca segera keluar dan melihat para prajurit Pringgadani sedang bertempur melawan seorang pemuda tampan. Raden Gatutkaca melesat menangkap pemuda itu dan menanyai apa alasannya mengacau di Kerajaan Pringgadani.

Pemuda itu adalah Bambang Saptarengga. Ia menjawab dirinya tersesat ketika hendak menuju Kerajaan Amarta. Bukannya ditolong, ia justru dikeroyok para prajurit raksasa karena dikira penyusup. Raden Gatutkaca pun bertanya ada perlu apa Bambang Saptarengga hendak pergi ke Kerajaan Amarta. Pemuda itu menjawab, ia ingin menghaturkan sembah bakti kepada ayah kandungnya yang bernama Raden Arjuna.

Dewi Arimbi keluar dari istana dan mengamati sosok Bambang Saptarengga yang memang mirip dengan Raden Arjuna. Ia yakin pemuda ini tidak berbohong tentang ayah kandungnya. Raden Gatutkaca mematuhi perkataan ibunya dan ia pun membubarkan para prajurit raksasa yang masih mengepung Bambang Saptarengga.

Dewi Arimbi lalu mengajak Bambang Saptarengga masuk ke dalam istana Pringgadani. Ia memperkenalkan dirinya sebagai istri Arya Wrekodara, yaitu kakak kandung Raden Arjuna. Bambang Saptarengga menyembah uwaknya itu dan ia ganti menceritakan asal usulnya, juga tentang ibunya yang sudah meninggal dunia saat melahirkan dirinya. Dewi Arimbi kasihan melihat Bambang Saptarengga yang tidak pernah merasakan kasih sayang seorang ibu sejak kecil. Maka, mulai saat itu Bambang Saptarengga boleh memanggil ibu kepadanya, dan menganggap Arya Gatutkaca sebagai kakak kandung. Bambang Saptarengga sangat terharu dan menyembah mereka berdua dengan penuh hormat.

Dewi Arimbi lalu berniat memberikan nama baru untuk Bambang Saptarengga yang telah menjadi anak angkatnya. Bambang Saptarengga bersedia dan berjanji akan memakai nama pemberian sang ibu angkat. Dewi Arimbi berpikir sejenak, lalu memberikan nama Bambang Danasalira, agar mirip dengan nama Dananjaya, yaitu julukan Raden Arjuna. Bambang Saptarengga sangat berterima kasih dan mulai hari itu ia akan memakai nama Bambang Danasalira tersebut.

Bambang Danasalira lalu mohon pamit untuk melanjutkan perjalanan menuju Kerajaan Amarta. Dewi Arimbi berkata tidak perlu ia melakukan itu, karena Raden Arjuna dan para Pandawa lainnya saat ini sedang berada di Kadipaten Awangga untuk menghadiri pernikahan putra Adipati Karna. Sebaiknya Bambang Danasalira menunggu saja di Kerajaan Pringgadani sampai mereka kembali.

Mendengar itu, Raden Gatutkaca kembali mohon pamit kepada Dewi Arimbi untuk berangkat ke Kadipaten Awangga. Dewi Arimbi pun mengizinkan dan meminta Raden Gatutkaca agar mengabarkan perihal kedatangan Bambang Danaslira kepada Raden Arjuna. Raden Gatutkaca menyanggupi dan segera melesat terbang ke angkasa. Bambang Danasalira terkagum-kagum menyaksikan kakak angkatnya ternyata bisa terbang tanpa sayap.

RADEN GATUTKACA DIPERINTAHKAN MENCARI BALAI KENCANA ASAKA DOMAS

Di Kadipaten Awangga, Adipati Karna menerima kedatangan Dewi Kunti, Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara, Raden Arjuna, serta Raden Antareja. Setelah Adipati Karna menyembah Dewi Kunti, dan para Pandawa menyembah dirinya, tiba-tiba datang pula Patih Sangkuni menyampaikan pesan dari Prabu Duryudana. Besok pagi adalah hari pernikahan Raden Warsakusuma dengan Dewi Lesmanawati. Tiba-tiba saja calon mempelai wanita ingin pernikahannya nanti diadakan di dalam Balai Kencana Asaka Domas seperti yang dulu digunakan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra. Prabu Duryudana menerima usulan putrinya itu dan meminta Patih Sangkuni untuk menyampaikan hal ini kepada Adipati Karna.

Patih Sangkuni menambahkan, apabila Adipati Karna tidak dapat memenuhi keinginan calon menantunya, maka perkawinan Raden Warsakusuma dan Dewi Lesmanawati sebaiknya dibatalkan saja. Adipati Karna tersinggung mendengarnya dan ia berkata pasti dirinya bisa mewujudkan permintaan tersebut. Patih Sangkuni gentar mendengar ucapan Adipati Karna dan segera pamit kembali ke Kerajaan Hastina.

Setelah Patih Sangkuni pergi, Adipati Karna lalu berunding dengan para Pandawa. Ia sama sekali tidak menyangka Prabu Duryudana yang sudah bersahabat lama dengannya bisa mengajukan permintaan sesulit ini. Prabu Puntadewa berkata sebaiknya Adipati Karna jangan berprasangka buruk kepada Prabu Duryudana. Wajar jika seorang raja besar memiliki keinginan yang besar pula. Balai Kencana Asaka Domas saat ini disimpan Prabu Bisawarna di Kerajaan Singgela dan hendaknya Arya Wrekodara berangkat untuk meminjamnya seperti dulu. Arya Wrekodara menjawab dirinya siap membantu. Namun, Kerajaan Singgela letaknya sangat jauh di seberang lautan. Ia khawatir tidak dapat kembali ke Kadipaten Awangga tepat waktu.

Tiba-tiba Raden Gatutkaca datang menghadap. Arya Wrekodara merasa ini sangat kebetulan. Ia pun memerintahkan putra keduanya itu untuk segera terbang ke Kerajaan Singgela meminjam Balai Kencana Asaka Domas kepada Prabu Bisawarna. Besok pagi, benda pusaka itu harus sudah terpasang di Kerajaan Hastina. Raden Gatutkaca tidak berani bicara lagi. Ia segera mohon pamit lalu berangkat terbang secepat kilat menuju arah yang digambarkan ayahnya. Pesan dari ibunya agar melaporkan kedatangan Bambang Danasalira kepada Raden Arjuna terpaksa ditunda dulu.

BAMBANG DANASALIRA TERSESAT KE KERAJAAN HASTINA

Bambang Danasalira merasa jenuh menunggu di Kerajaan Pringgadani. Ia penasaran sekali ingin bertemu ayahnya di Kadipaten Awangga. Namun, Dewi Arimbi selalu melarang dan memintanya untuk menunggu saja, tidak perlu menyusul ke sana. Bambang Danasalira mematuhi. Namun, diam-diam tanpa sepengetahuan ibu angkatnya itu, ia pun kabur meninggalkan istana Pringgadani.

Dasar sudah nasib Bambang Danasalira lagi-lagi tersesat jalan. Bukannya sampai di Kadipaten Awangga, ia justru masuk ke dalam istana Kerajaan Hastina. Dengan kesaktiannya, ia berhasil menyusup ke dalam Taman Kadilengeng dan melihat Dewi Lesmanawati sedang duduk sendirian. Besok pagi gadis itu akan menikah dan ia pun dipingit oleh keluarganya.

Bambang Danasalira tertarik melihat kecantikan Dewi Lesmanawati. Dasar putra Raden Arjuna, ia pun mewarisi kepandaian ayahnya dalam memikat perempuan. Dengan kata-kata manis ia berhasil membuat Dewi Lesmanawati terpesona. Kedua muda mudi itu lalu berkasih-kasihan di dalam bangsal kaputren.

BAMBANG DANASALIRA DIKEROYOK PARA KURAWA

Tiba-tiba ada beberapa dayang yang memergoki Bambang Danasalira sedang merayu Dewi Lesmanawati. Mereka pun melapor kepada Prabu Duryudana. Betapa marah raja Hastina itu dan ia lalu memerintahkan para Kurawa untuk menangkap penyusup yang telah menggoda putrinya tersebut.

Arya Dursasana dan adik-adiknya segera berangkat untuk meringkus si penyusup. Sesampainya di kaputren, mereka segera mengepung Bambang Danasalira dan bertanya dari mana asal usul pemuda itu. Bambang Danasalira menjawab terus terang bahwa dirinya adalah putra Raden Arjuna dengan Endang Renggawati. Para Kurawa marah-marah karena pihak Pandawa ada di balik kejadian ini. Mereka pun maju mengeroyok Bambang Danasalira, namun pemuda itu dengan lincah dapat meloloskan diri.

Arya Dursasana dan adik-adiknya segera mengejar Bambang Danasalira, kecuali Raden Surtayu yang diperintahkan untuk melaporkan hal ini kepada Adipati Karna yang sedang bersama para Pandawa di Kadipaten Awangga.

RADEN GATUTKACA DISERANG RESI ANOMAN

Sementara itu, Raden Gatutkaca telah bertemu Prabu Bisawarna raja Singgela untuk meminjam Balai Kencana Asaka Domas peninggalan Prabu Sri Rama di zaman kuno. Prabu Bisawarna mengizinkannya mengingat Prabu Pandu (ayah para Pandawa) dulu pernah berjasa kepada Kerajaan Singgela. Raden Gatutkaca sangat berterima kasih. Dengan kekuatannya, ia lalu mengangkat Balai Kencana Asaka Domas yang sangat besar tersebut di atas pundaknya, lalu terbang menuju Kerajaan Hastina. Prabu Bisawarna berdecak kagum menyaksikan kekuatan tenaga cucu Prabu Pandu tersebut.

Raden Gatutkaca terbang menyeberangi lautan sambil memanggul Balai Kencana Asaka Domas. Kebetulan Resi Anoman juga sedang terbang di angkasa. Ia melihat ada orang memanggul balai pusaka peninggalan majikannya terdahulu, yaitu Prabu Sri Rama. Resi Anoman mengira ada penjahat yang telah mencuri benda itu. Kebetulan saat itu tengah malam sehingga wajah Raden Gatutkaca tidak terlihat jelas. Dengan segenap kekuatan, Resi Anoman pun melabrak Raden Gatutkaca untuk merebut Balai Kencana Asaka Domas.

Raden Gatutkaca tidak menduga adanya serangan mendadak. Pegangannya terlepas dan Balai Kencana Asaka Domas pun jatuh tenggelam ke dasar lautan. Ia lalu bertarung menghadapi penyerangnya tersebut. Namun, mereka lalu mengenali suara masing-masing dan segera menghentikan perkelahian.

Resi Anoman sangat menyesal dan meminta maaf karena terburu nafsu. Raden Gatutkaca tidak tahu harus bagaimana lagi. Ia merasa telah gagal melaksanakan tugas dan segera melesat terbang ke Kadipaten Awangga untuk menerima hukuman. Resi Anoman merasa bersalah dan diam-diam mengikuti keponakannya itu dari belakang.

BAMBANG DANASALIRA DIHUKUM MATI

Pagi itu, Adipati Karna dan rombongan telah meninggalkan Kadipaten Awangga untuk mengiring keberangkatan calon pengantin pria. Di tengah jalan mereka bertemu Raden Surtayu yang melaporkan bahwa telah terjadi kekacauan di Kerajaan Hastina, di mana ada seorang pemuda yang berani menyusup ke dalam kaputren untuk menggoda Dewi Lesmanawati. Pemuda itu bernama Bambang Danasalira yang mengaku sebagai putra Raden Arjuna dengan Endang Renggawati. Sampai sekarang, pemuda itu belum tertangkap dan masih buron.

Adipati Karna sangat marah dan menuduh Raden Arjuna mengacau rencana pernikahan putranya. Raden Arjuna menjawab dirinya tidak punya anak bernama Bambang Danasalira. Yang ia ingat, anak Endang Renggawati diberi nama Bambang Saptarengga. Adipati Karna pun meminta Raden Arjuna membuktikan ucapannya dengan menangkap pemuda itu. Raden Arjuna menyanggupi dan segera melesat pergi mengejar si penyusup.

Sudah suratan takdir, Raden Arjuna langsung bertemu Bambang Danasalira. Begitu mengetahui nama pria yang hendak menangkapnya itu, Bambang Danasalira segera berlutut menyembah dan memanggil ayah kepada Raden Arjuna. Namun, Raden Arjuna tidak percaya dan menuduh Bambang Danasalira mengaku-ngaku sebagai keturunan Pandawa. Ia pun tetap menangkap pemuda itu dan menghadapkannya kepada Adipati Karna.

Adipati Karna senang melihat keberhasilan Raden Arjuna. Mereka lalu bersama-sama menuju Kerajaan Hastina dengan membawa Bambang Danasalira dalam keadaan terikat.

Sesampainya di Kerajaan Hastina, rombongan dari Awangga itu pun disambut Prabu Duryudana. Melihat Bambang Danasalira sudah tertangkap, Prabu Duryudana segera menanyai asal usul pemuda itu. Bambang Danasalira mengaku dirinya benar-benar putra Raden Arjuna. Namun, Raden Arjuna menjawab tidak memiliki anak bernama Danasalira. Adipati Karna hilang kesabaran dan ia pun menikam dada pemuda itu hingga tewas.

Pada saat Bambang Danasalira roboh bersimbah darah, tiba-tiba Raden Arjuna merasa gemetar. Jangan-jangan pemuda itu adalah benar putranya. Namun, semuanya sudah terlambat karena Bambang Danasalira telah tewas.

BAMBANG DANASALIRA DIHIDUPKAN KEMBALI

Sesuai pesan Adipati Karna kemarin, Raden Gatutkaca dari Kerajaan Singgela langsung menuju Kerajaan Hastina. Sesampainya di sana ia terkejut melihat Bambang Danasalira telah tewas. Ia pun menangis dan segera menggendong jasad adik angkatnya itu kemudian dibawanya terbang pulang menuju Pringgadani. Di tengah jalan ia bertemu Resi Anoman yang mengikuti dari belakang karena merasa bersalah.

Resi Anoman segera mengeluarkan daun pusaka peninggalan Prabu Sri Rama yang bernama Daun Mahasandilata. Daun ajaib ini berkhasiat mampu menyembuhkan segala macam penyakit dan luka, bahkan mampu menghidupkan orang mati sebelum ajal.

Begitu ditempeli Daun Mahasandilata, seketika luka pada dada Bambang Danasalira tertutup dan ia pun hidup kembali. Tidak lama kemudian datang pula Raden Arjuna yang menyusul karena curiga melihat Raden Gatutkaca menangis sambil menggendong jasad Bambang Danasalira. Raden Gatutkaca pun menceritakan semuanya dari awal hingga akhir, bahwa Bambang Danasalira memang memiliki nama asli Bambang Saptarengga.

Raden Arjuna menyesal telah meringkus anaknya sendiri. Ia pun memeluk Bambang Danasalira dan berterima kasih kepada Resi Anoman karena telah menghidupkan kembali putranya. Raden Gatutkaca meminta maaf karena gagal membawa Balai Kencana Asaka Domas. Raden Arjuna menjawab hal itu tidak perlu dihiraukan. Terus terang ia sakit hati kepada Adipati Karna yang menghukum mati Bambang Danasalira tanpa proses pengadilan.

Karena terdorong rasa sakit hatinya tersebut, Raden Arjuna pun tidak mau menyaksikan perkawinan Raden Warsakusuma dengan Dewi Lesmanawati. Ia lebih suka mengajak Raden Gatutkaca, Resi Anoman, dan Bambang Danasalira untuk pulang ke Kesatrian Madukara.

KERAJAAN HASTINA DISERANG PRABU KALAWERDATA

Sementara itu, Prabu Duryudana dihasut Patih Sangkuni agar membatalkan pernikahan Raden Warsakusuma dan Dewi Lesmanawati karena kekacauan yang disebabkan Bambang Danasalira, dan juga karena Adipati Karna gagal mewujudkan Balai Kencana Asaka Domas. Adipati Karna merasa kecewa namun tidak dapat menentang keputusan tersebut.

Tiba-tiba Raden Kartawarma datang melapor bahwa Kerajaan Hastina diserang musuh dari Kerajaan Paranggumiwang yang dipimpin langsung oleh Prabu Kalawerdata. Tujuan raja raksasa ini adalah hendak merebut paksa Dewi Lesmanawati. Tidak seorang pun Kurawa yang mampu mengalahkannya. Mendengar itu, Prabu Duryudana segera keluar istana untuk melihat seperti apa wujud raja raksasa yang berani menyerang negaranya.

Sesampainya di halaman, Prabu Duryudana melihat para Kurawa banyak yang terluka oleh amukan Prabu Kalawerdata. Prabu Duryudana segera maju, namun ia terdesak oleh kekuatan raja raksasa tersebut. Hingga akhirnya Prabu Duryudana dapat tertangkap dan hendak digigit lehernya oleh Prabu Kalawerdata.

Menyaksikan hal itu, Adipati Karna tidak dapat berpangku tangan. Meskipun ia kecewa karena anaknya gagal menikah, namun hati nuraninya sebagai panglima perang Kerajaan Hastina terpanggil untuk menyelamatkan nyawa sang raja yang dalam bahaya. Maka, ia segera melepaskan panah yang tepat menembus jantung Prabu Kalawerdata. Raja raksasa itu pun roboh dan tewas seketika.

Menyaksikan rajanya gugur, Patih Pradaksa mengamuk untuk melakukan bela pati. Ia menggempur para Kurawa yang sedang bersorak-sorak memuji kemenangan Adipati Karna. Melihat itu, Prabu Puntadewa segera memerintahkan Arya Wrekodara untuk membantu. Tanpa banyak bicara, Arya Wrekoda pun maju dan membunuh Patih Pradaksa dalam waktu singkat.

PERKAWINAN RADEN WARSAKUSUMA DAN DEWI LESMANAWATI

Prabu Duryudana sangat berterima kasih karena nyawanya telah diselamatkan oleh Adipati Karna. Sebagai ungkapan rasa syukur, ia tidak jadi membatalkan perkawinan antara Raden Warsakusuma dengan Dewi Lesmanawati. Patih Sangkuni bertanya apakah perkawinan ini bisa dilakukan, karena pihak mempelai pria gagal mewujudkan Balai Kencana Asaka Domas? Prabu Duryudana menjawab, nyawanya telah diselamatkan Adipati Karna, dan sangat pantas apabila ia menyerahkan putrinya sebagai menantu Kadipaten Awangga. Patih Sangkuni bertanya apakah Prabu Duryudana tidak malu jika digunjingkan orang banyak sebagai raja plin-plan yang tidak menepati ucapan. Prabu Duryudana menjawab tidak peduli. Ini bukan pertama kalinya ia melanggar ucapan. Kalau sekarang melanggar ucapan sekali lagi rasanya tidak ada masalah baginya.

Demikianlah keputusan Prabu Duryudana sudah bulat. Ia pun menikahkan Dewi Lesmanawati dengan Raden Warsakusuma tanpa harus menggunakan Balai Kencana Asaka Domas. Dewi Lesmanawati merasa sangat kecewa, tetapi ia tidak berani membantah keputusan sang ayah.

Setelah upacara pernikahan usai, Dewi Kunti, Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara, dan Raden Antareja pun pamit kembali ke Kerajaan Amarta.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------

 


Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dengan Dewi Sumbadra dapat dibaca di sini

Untuk kisah Prabu Pandu semasa muda membantu kesulitan Kerajaan Singgela dapat dibaca di sini


















3 komentar: