Kisah ini menceritakan tentang kelahiran Batara Kala yang terjadi dari kama salah Batara Guru, dilanjutkan dengan peristiwa Batari Uma berubah wujud menjadi Batari Durga.
Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Paramayoga karya Raden Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.
Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Paramayoga karya Raden Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.
Kediri, 23 Juni 2014
Heri Purwanto
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
BATARA GURU MENGAJAK BATARI UMA BERPESIAR
Meskipun telah membangun Kahyangan Argadumilah yang tidak kalah indahnya dibanding Kahyangan Tengguru, namun perasaan Batara Guru masih sangat kecewa atas kekalahannya melawan mukjizat Nabi Isa. Ia hanya bisa menyesali perbuatannya yang telah menyerang Kerajaan Bani Israil dan melanggar nasihat Sanghyang Padawenang.
Untuk menghibur diri, Batara Guru mengajak Batari Uma pergi berpesiar menikmati keindahan Pulau Jawa. Batari Uma awalnya tidak bersedia karena ia mendapatkan firasat akan terjadi hal yang tidak baik. Namun Batara Guru terus-menerus mendesak sehingga Batari Uma akhirnya menurut juga.
LAHIRNYA KAMA SALAH
Batara Guru dan Batari Uma pun berangkat dengan mengendarai Lembu Andini. Mereka terbang di angkasa menikmati keindahan Pulau Jawa dari atas. Ketika melewati Laut Selatan, saat itu hari sudah menjelang senja. Sinar matahari terbenam yang kemerah-merahan menerpa tubuh Batari Uma sehingga membuatnya terlihat semakin cantik.
Tiba-tiba saja Batara Guru terbangkit nafsu birahinya. Maklum saja, sejak kelahiran Batara Wisnu yang melalui ajian Asmaragama, Asmaracipta, dan Asmaraturida, ia tidak pernah lagi melakukan persetubuhan dengan sang istri, sehingga kali ini nafsunya bagaikan meledak dan berkobar-kobar.
Batara Guru pun mengajak Batari Uma bersetubuh di atas punggung Lembu Andini saat itu juga. Batari Uma menolak karena malu, namun Batara Guru terus memaksa dan mengancam hendak menggunakan kekerasan. Batari Uma mengingatkan Batara Guru selaku raja dewata tidak sepantasnya bersikap seperti raksasa. Ucapan Batari Uma yang sedang terdesak itu berubah menjadi kutukan. Seketika, Batara Guru pun mendapatkan cacat ketiga, yaitu memiliki dua buah taring panjang seperti raksasa. Maka, sejak saat itu Batara Guru mendapatkan julukan baru, yaitu Sanghyang Randuwana, yang bermakna "memiliki taring seperti buah randu hutan".
Batara Guru sangat murka atas kutukan yang menimpa dirinya. Keinginannya bersetubuh pun berubah menjadi niat untuk memerkosa istri sendiri. Tubuh Batari Uma kemudian diangkat dan didudukkan di atas pangkuannya. Karena nafsu birahi sudah tak terkendalikan, air mani Batara Guru pun memancar keluar. Namun Batari Uma meronta menghindarinya sehingga air mani tersebut jatuh ke laut. Tiba-tiba saja air laut yang terkena tumpahan air mani sang raja dewata langsung mendidih dan mengepulkan asap.
KAMA SALAH BERUBAH WUJUD MENJADI RAKSASA
Dengan perasaan kecewa bercampur malu, Batara Guru memutuskan pulang ke Kahyangan Argadumilah. Tiba-tiba datang dewa penjaga lautan yang bernama Batara Baruna menghadap kepadanya. Batara Baruna ini adalah putra Batara Gangga, putra Batara Hermaya, putra Sanghyang Hening, yaitu paman Batara Guru.
Batara Baruna melaporkan bahwa di Laut Selatan telah tercipta api berkobar-kobar yang menewaskan banyak ikan dan binatang air. Batara Baruna mengaku kesulitan memadamkan api tersebut, karena semakin dipadamkan justru semakin bertambah besar. Kedatangannya ke Kahyangan Argadumilah ini adalah untuk memohon bantuan kepada Batara Guru supaya turun tangan menyelamatkan segenap binatang laut.
Batara Guru paham bahwa api tersebut sesungguhnya berasal dari "kama salah", yaitu luapan nafsu birahi salah tempat yang tadi tumpah dan membuat air laut mendidih. Rupanya gelembung kama salah tersebut kini telah berkembang dan tumbuh menjadi api yang berkobar-kobar. Batara Guru lalu memerintahkan Batara Sambu supaya memimpin para adik dan para sepupu untuk memadamkan kobaran Kama Salah tersebut.
Batara Sambu dan pasukan dewata telah tiba di Laut Selatan dan mengepung api yang berkobar-kobar itu. Mereka lantas mengerahkan segala cara untuk memadamkan api Kama Salah. Namun, bukannya padam, api tersebut justru berkobar semakin besar. Para dewa lantas melemparkan berbagai senjata pusaka ke dalam kobaran api. Namun, secara ajaib api itu justru berubah wujud menjadi raksasa mengerikan. Semakin para dewa menghujaninya dengan senjata, raksasa itu justru semakin bertambah besar dan kuat.
Raksasa Kama Salah itu lalu mengamuk melakukan serangan balasan. Para dewa pun kocar-kacir dibuatnya. Mereka berhamburan terbang kembali ke Kahyangan Argadumilah. Si Kama Salah terus mengejar sambil menanyakan siapa dirinya, dan siapa orang tuanya.
Meskipun telah membangun Kahyangan Argadumilah yang tidak kalah indahnya dibanding Kahyangan Tengguru, namun perasaan Batara Guru masih sangat kecewa atas kekalahannya melawan mukjizat Nabi Isa. Ia hanya bisa menyesali perbuatannya yang telah menyerang Kerajaan Bani Israil dan melanggar nasihat Sanghyang Padawenang.
Untuk menghibur diri, Batara Guru mengajak Batari Uma pergi berpesiar menikmati keindahan Pulau Jawa. Batari Uma awalnya tidak bersedia karena ia mendapatkan firasat akan terjadi hal yang tidak baik. Namun Batara Guru terus-menerus mendesak sehingga Batari Uma akhirnya menurut juga.
LAHIRNYA KAMA SALAH
Batara Guru dan Batari Uma pun berangkat dengan mengendarai Lembu Andini. Mereka terbang di angkasa menikmati keindahan Pulau Jawa dari atas. Ketika melewati Laut Selatan, saat itu hari sudah menjelang senja. Sinar matahari terbenam yang kemerah-merahan menerpa tubuh Batari Uma sehingga membuatnya terlihat semakin cantik.
Tiba-tiba saja Batara Guru terbangkit nafsu birahinya. Maklum saja, sejak kelahiran Batara Wisnu yang melalui ajian Asmaragama, Asmaracipta, dan Asmaraturida, ia tidak pernah lagi melakukan persetubuhan dengan sang istri, sehingga kali ini nafsunya bagaikan meledak dan berkobar-kobar.
Batara Guru pun mengajak Batari Uma bersetubuh di atas punggung Lembu Andini saat itu juga. Batari Uma menolak karena malu, namun Batara Guru terus memaksa dan mengancam hendak menggunakan kekerasan. Batari Uma mengingatkan Batara Guru selaku raja dewata tidak sepantasnya bersikap seperti raksasa. Ucapan Batari Uma yang sedang terdesak itu berubah menjadi kutukan. Seketika, Batara Guru pun mendapatkan cacat ketiga, yaitu memiliki dua buah taring panjang seperti raksasa. Maka, sejak saat itu Batara Guru mendapatkan julukan baru, yaitu Sanghyang Randuwana, yang bermakna "memiliki taring seperti buah randu hutan".
Batara Guru sangat murka atas kutukan yang menimpa dirinya. Keinginannya bersetubuh pun berubah menjadi niat untuk memerkosa istri sendiri. Tubuh Batari Uma kemudian diangkat dan didudukkan di atas pangkuannya. Karena nafsu birahi sudah tak terkendalikan, air mani Batara Guru pun memancar keluar. Namun Batari Uma meronta menghindarinya sehingga air mani tersebut jatuh ke laut. Tiba-tiba saja air laut yang terkena tumpahan air mani sang raja dewata langsung mendidih dan mengepulkan asap.
KAMA SALAH BERUBAH WUJUD MENJADI RAKSASA
Dengan perasaan kecewa bercampur malu, Batara Guru memutuskan pulang ke Kahyangan Argadumilah. Tiba-tiba datang dewa penjaga lautan yang bernama Batara Baruna menghadap kepadanya. Batara Baruna ini adalah putra Batara Gangga, putra Batara Hermaya, putra Sanghyang Hening, yaitu paman Batara Guru.
Batara Baruna melaporkan bahwa di Laut Selatan telah tercipta api berkobar-kobar yang menewaskan banyak ikan dan binatang air. Batara Baruna mengaku kesulitan memadamkan api tersebut, karena semakin dipadamkan justru semakin bertambah besar. Kedatangannya ke Kahyangan Argadumilah ini adalah untuk memohon bantuan kepada Batara Guru supaya turun tangan menyelamatkan segenap binatang laut.
Batara Guru paham bahwa api tersebut sesungguhnya berasal dari "kama salah", yaitu luapan nafsu birahi salah tempat yang tadi tumpah dan membuat air laut mendidih. Rupanya gelembung kama salah tersebut kini telah berkembang dan tumbuh menjadi api yang berkobar-kobar. Batara Guru lalu memerintahkan Batara Sambu supaya memimpin para adik dan para sepupu untuk memadamkan kobaran Kama Salah tersebut.
Batara Sambu dan pasukan dewata telah tiba di Laut Selatan dan mengepung api yang berkobar-kobar itu. Mereka lantas mengerahkan segala cara untuk memadamkan api Kama Salah. Namun, bukannya padam, api tersebut justru berkobar semakin besar. Para dewa lantas melemparkan berbagai senjata pusaka ke dalam kobaran api. Namun, secara ajaib api itu justru berubah wujud menjadi raksasa mengerikan. Semakin para dewa menghujaninya dengan senjata, raksasa itu justru semakin bertambah besar dan kuat.
Raksasa Kama Salah itu lalu mengamuk melakukan serangan balasan. Para dewa pun kocar-kacir dibuatnya. Mereka berhamburan terbang kembali ke Kahyangan Argadumilah. Si Kama Salah terus mengejar sambil menanyakan siapa dirinya, dan siapa orang tuanya.
Kama Salah. |
KAMA SALAH MENDAPAT NAMA BATARA KALA
Kama Salah mengejar para dewa sampai memasuki Kahyangan Argadumilah. Batara Guru dengan tenang menyambut kedatangannya dan menyuruhnya duduk di lantai. Kama Salah heran melihat wujud Batara Guru yang jauh lebih kecil dari dirinya namun berani memberikan perintah begitu saja. Batara Guru pun memperkenalkan diri sebagai raja dewata, penguasa seluruh dunia. Kama Salah merasa kebetulan, karena Batara Guru pasti bisa menceritakan siapa asal-usulnya, dan siapa orang tuanya.
Batara Guru bersedia menceritakan asal-usul Kama Salah apabila raksasa tersebut memberikan sembah bakti yang tulus kepadanya. Kama Salah pun membungkuk menghaturkan sembah. Pada saat itulah Batara Guru tiba-tiba memangkas rambut raksasa itu. Kama Salah terkejut dan mendongak. Secepat kilat Batara Guru memotong dua buah taringnya, dan menusuk lidahnya hingga semua bisa di dalam mulut raksasa itu mengalir keluar. Begitu kehilangan dua buah taring dan bisa di lidahnya, tubuh Kama Salah langsung lemas tak berdaya dan terkulai di lantai.
Batara Guru kemudian memperkenalkan dirinya sebagai ayah dari Kama Salah. Sejak hari itu Kama Salah diakuinya sebagai putra, dan diberi nama Batara Kala, karena lahir pada saat senjakala. Putra nomor enam itu lalu diperintahkan untuk tinggal di Pulau Nusakambangan yang terletak di Laut Selatan. Batara Kala berterima kasih dan berangkat menuruti perintah sang ayah.
Batara Guru kemudian menyerahkan kedua taring Batara Kala yang dipotongnya tadi kepada Batara Ramayadi dan Batara Anggajali supaya ditempa menjadi senjata. Kedua empu kahyangan itu lalu mengubah taring-taring tersebut menjadi dua bilah keris pusaka, yang diberi nama Keris Kalanadah dan Keris Kaladite.
BATARI UMA DIKUTUK MENJADI BATARI DURGA
Berita tentang Batara Guru memiliki anak berwujud raksasa besar dan mengerikan telah membuatnya merasa sangat malu. Ia pun menimpakan kesalahan kepada Batari Uma yang seharusnya tidak menolak sewaktu diajak bersetubuh di atas punggung Lembu Andini tadi. Batara Guru pun menemui Batari Uma dan menceritakan segalanya. Ia memarahi Batari Uma sebagai istri tidaklah pantas menolak perintah suami.
Batari Uma balas mengatakan bahwa terciptanya Batara Kala tidak lain karena kesalahan Batara Guru sendiri yang tidak dapat mengendalikan nafsu birahi. Jawaban ini membuat Batara Guru tersinggung dan semakin marah. Batara Guru lalu menjambak rambut sang istri dan memukuli badannya. Kedua kaki Batari Uma diangkat sehingga tubuhnya pun tergantung dengan kepala di bawah.
Batari Uma menjerit memohon ampun dengan suara yang melengking menyayat hati. Batara Guru tidak peduli dan menyebut jeritan Batari Uma itu seperti suara raksasi. Karena Batara Guru memiliki ajian Kawastrawam, membuat apa yang ia ucapkan menjadi kenyataan. Seketika wujud Batari Uma pun berubah menjadi raksasi buruk rupa.
Batara Guru menyesali kutukannya, namun semua sudah terlambat. Sejak saat itu Batari Uma diganti namanya menjadi Batari Durga dan diperintahkan untuk tinggal di Hutan Setragandamayit, memimpin para hantu dan siluman. Kelak ia akan berubah cantik kembali jika diruwat oleh seorang yang paling muda dari lima bersaudara Pandawa.
Batari Uma yang telah berganti nama menjadi Batari Durga itu pun menerima keputusan sang suami dengan perasaan sedih. Ia lalu berangkat meninggalkan Kahyangan Argadumilah dan pergi ke Hutan Setragandamayit untuk membangun kahyangan pribadi di sana.
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar