Selasa, 18 Agustus 2015

Dewabrata Prasetya

Kisah ini menceritakan kemunculan Raden Dewabrata putra Prabu Santanu yang sejak bayi ikut Batari Ganggawati untuk mendapatkan pendidikan. Kisah dilanjutkan dengan sumpah Raden Dewabrata untuk hidup wahdat dan setia melayani raja Hastina di hadapan Dewi Durgandini, sehingga ia pun memperoleh nama Bisma.

Kisah ini saya olah berdasarkan sumber wiracarita Mahabharata karya Resi Wyasa dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 18 Agustus 2015

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------
 

PRABU SANTANU DISERANG RADEN SALWARUKMA DARI SIWANDAPURA

Prabu Santanu di Kerajaan Hastina dihadap menteri utama Patih Basusara dan kepala pendeta Resi Jawalagni, beserta para punggawa lainnya. Mereka sedang membicarakan keadaan negara yang semakin hari semakin bertambah maju. Kerajaan Hastina kini menjadi negeri besar, bahkan menyamai Kerajaan Wirata yang dulu pernah menjadi atasannya. Jumlah penduduknya juga semakin banyak, dan wilayahnya pun semakin luas. Hal ini sesuai dengan ramalan Batari Ganggawati dulu sebelum berpisah dengan Prabu Santanu.

Prabu Santanu lalu teringat pada putranya, yaitu Raden Dewabrata, yang sejak bayi dibawa Batari Ganggawati ke kahyangan untuk dididik para dewa dan dipersiapkan menjadi pangeran mahkota Kerajaan Hastina. Tak terasa kini sudah lima belas tahun berlalu. Prabu Santanu berharap Raden Dewabrata telah menamatkan pendidikannya dan dapat berkumpul kembali dengannya.

Dalam pertemuan itu, Patih Basusara dan Resi Jawalagni mengusulkan agar Prabu Santanu menikah lagi, karena kurang baik jika seorang raja tidak memiliki permaisuri. Namun, Prabu Santanu tidak ingin memikirkan soal itu sebelum bisa berkumpul dengan Raden Dewabrata.

Tiba-tiba datanglah seorang pangeran yang mengaku bernama Raden Salwarukma, putra Prabu Bahlika dari Kerajaan Siwandapura. Kedatangannya adalah untuk meminta takhta Kerajaan Hastina dari tangan Prabu Santanu yang tidak lain adalah pamannya sendiri. Menurut Raden Salwarukma, ayahnya lebih tua daripada Prabu Santanu sehingga lebih berhak mewarisi Kerajaan Hastina. Apalagi Prabu Santanu bisa menjadi raja juga karena mengkhianati Prabu Pratipa (ayahnya) dan menyingkirkan Raden Dewapi (kakak sulungnya).

Prabu Santanu tersinggung atas sikap keponakannya itu. Ia pun mempersilakan Raden Salwarukma untuk menunggu di alun-alun jika ingin merebut takhta Kerajaan Hastina.

RADEN SALWARUKMA DIKALAHKAN RADEN DEWABRATA

Prabu Santanu dan Patih Basusara memimpin pasukan Hastina berangkat menghadapi tantangan Raden Salwarukma yang membawa sejumlah pasukan Siwandapura. Terjadilah pertempuran sengit di antara mereka. Dalam belasan tahun ini Kerajaan Siwandapura banyak menaklukkan negeri-negeri di tanah seberang, sehingga kekuatannya sekarang jauh lebih besar daripada dulu saat menyerang Kerajaan Wirata.

Raden Salwarukma yang masih muda juga memiliki kesaktian tinggi. Dalam pertempuran itu, ia berhasil menangkap Prabu Santanu beserta Patih Basusara. Padahal, ayahnya dulu pernah dikalahkan Prabu Santanu saat berperang melawan Kerajaan Wirata.

Pada saat itulah tiba-tiba muncul seorang pemuda lain yang dengan cekatan dapat membebaskan Prabu Santanu dan Patih Basusara, serta menyerang Raden Salwarukma dengan panah-panahnya. Raden Salwarukma kelabakan dan berusaha melawan, namun musuhnya kali ini jauh lebih tangguh. Ia akhirnya bertekuk lutut di hadapan pemuda yang baru datang itu.

Tidak lama kemudian muncul pula Batari Ganggawati yang memperkenalkan pemuda pahlawan tersebut sebagai Raden Dewabrata. Prabu Santanu sangat gembira sekaligus terharu menyaksikan putranya telah tumbuh remaja dan juga memiliki kesaktian tinggi, sehingga dapat membebaskan dirinya dari bahaya. Raden Dewabrata pun menyembah memberi hormat kepada Prabu Santanu, ayahnya yang selama lima belas tahun tak pernah ia jumpai.

Prabu Santanu lalu menyerahkan nasib Raden Salwarukma kepada Raden Dewabrata. Mengingat persaudaraan di antara Prabu Santanu dengan Prabu Bahlika, maka Raden Dewabrata pun membebaskan Raden Salwarukma yang terhitung sepupunya itu, dan mempersilakannya pulang ke Siwandapura. Raden Salwarukma merasa malu dan segera pergi tanpa pamit.

Batari Ganggawati lalu berkata kepada Prabu Santanu bahwa ia sudah memenuhi janjinya untuk memberikan pendidikan yang terbaik kepada Raden Dewabrata. Kini Raden Dewabrata telah menamatkan semua pelajaran ilmu kenegaraan dari Batara Wrehaspati, serta ilmu keprajuritan dari Batara Ramaparasu. Setelah dirasa cukup, Batari Ganggawati pun mohon pamit kembali ke kahyangan. Prabu Santanu meminta mantan istrinya itu tetap tinggal di Kerajaan Hastina dan membina rumah tangga seperti dulu lagi, namun Batari Ganggawati menolak. Ia harus kembali menjadi bidadari karena masa hukumannya di dunia telah berakhir. Ia juga menyarankan agar Prabu Santanu segera menikah lagi untuk mendapatkan permaisuri baru sebagai pendamping.

PRABU SANTANU MELANTIK RADEN DEWABRATA SEBAGAI PANGERAN MAHKOTA


Prabu Santanu menilai Raden Dewabrata telah matang secara usia dan pendidikan. Maka, pada hari yang dianggap baik, ia pun melantik putranya itu sebagai pangeran mahkota Kerajaan Hastina. Berita ini disambut dengan gembira oleh seluruh rakyat karena mereka merasa pengangkatan Raden Dewabrata sebagai calon raja adalah keputusan yang sangat tepat. Para penduduk yakin jika kelak Raden Dewabrata menjadi raja, maka Kerajaan Hastina akan lebih makmur dan semakin berwibawa.

Setelah upacara pelantikan putranya berakhir, Prabu Santanu mengajak Raden Dewabrata pergi berburu ke Hutan Mandalasara untuk bertamasya.  

PRABU SANTANU BERTEMU DEWI DURGANDINI

Dalam perburuan tersebut, Prabu Santanu terlalu asyik mengejar seekor kijang, sehingga tanpa terasa ia pun terpisah dari rombongan dan hanya ditemani pembantunya yang bernama Kyai Surarata. Mereka berdua naik kuda masing-masing, mengejar buruan tersebut hingga sampai di tepi Sungai Jamuna.

Di tepi sungai tersebut, Prabu Santanu terkesima melihat ada seorang tukang perahu cantik jelita, yang tidak lain adalah Dewi Durgandini. Seketika ia pun jatuh cinta dan berterus terang ingin memperistri tukang perahu tersebut. Dewi Durgandini menolak lamaran Prabu Santanu karena dirinya hanyalah seorang rakyat jelata yang tinggal di Desa Matsya, tentunya tidak pantas menjadi istri seorang raja besar dari Kerajaan Hastina. Apalagi ia juga seorang janda yang pernah melahirkan anak sekitar sepuluh tahun yang lalu.

Penolakan Dewi Durgandini ini membuat Prabu Santanu semakin penasaran. Prabu Santanu tidak peduli meskipun Dewi Durgandini sudah janda, karena ia sendiri juga seorang duda. Ia pun berjanji akan mengabulkan segala permintaan Dewi Durgandini apabila bersedia menjadi istrinya. Mendengar penawaran ini, Dewi Durgandini pun mengajukan syarat bahwa, ia bersedia menjadi istri Prabu Santanu asalkan kelak putranya yang ditetapkan sebagai raja di Kerajaan Hastina.

Prabu Santanu sangat terpukul mendengar syarat yang diajukan Dewi Durgandini itu. Ia pun pergi tanpa pamit meninggalkan Sungai Jamuna dengan perasaan sangat kecewa.

PRABU SANTANU JATUH SAKIT

Prabu Santanu dan Kyai Surarata bertemu Raden Dewabrata beserta Resi Jawalagni dan Patih Basusara yang sibuk mencari mereka. Tanpa banyak bicara, Prabu Santanu langsung mengajak rombongan tersebut kembali ke Kerajaan Hastina. Raden Dewabrata heran melihat perubahan sikap ayahnya yang kini menjadi murung selama perjalanan pulang.

Sesampainya di istana, Prabu Santanu lebih suka mengurung diri di dalam kamar. Perasaannya sedang bimbang. Di satu sisi ia seorang duda yang terlanjur jatuh cinta dan mengumbar janji kepada seorang wanita, dan di sisi lain ia tidak ingin menggantikan kedudukan Raden Dewabrata sebagai putra mahkota dengan orang lain. Karena terlalu keras berpikir, kesehatan Prabu Santanu menjadi buruk dan ia pun jatuh sakit.

Raden Dewabrata mencari tahu apa yang menyebabkan ayahnya sakit namun sang ayah hanya diam tak mau berterus terang. Ia lalu bertanya kepada Kyai Surarata perihal apa yang terjadi selama perburuan kemarin. Setelah didesak terus-menerus, Kyai Surarata akhirnya bercerita dari awal hingga akhir tentang pertemuan Prabu Santanu dengan Dewi Durgandini, perempuan tukang perahu di Sungai Jamuna.

RADEN DEWABRATA MELAMAR DEWI DURGANDINI UNTUK AYAHNYA

Setelah memahami duduk persoalannya, Raden Dewabrata pun berangkat ke Sungai Jamuna menemui Dewi Durgandini. Kepada wanita itu, ia memperkenalkan diri sebagai putra tunggal Prabu Santanu dan menyatakan ingin melamarnya sebagai istri sang ayah. Dewi Durgandini pun menyampaikan syarat bahwa ia bersedia menjadi istri Prabu Santanu asalkan keturunannya yang ditetapkan sebagai raja Hastina.

Tak disangka, Raden Dewabrata menerima syarat tersebut tanpa menawar dan ia rela melepaskan kedudukannya sebagai pangeran mahkota Kerajaan Hastina. Ia juga berjanji akan selalu setia seumur hidup melayani keturunan Dewi Durgandini yang menjadi raja Hastina, siapa pun orangnya.

Dewi Durgandini masih belum puas. Ia percaya Raden Dewabrata pasti akan menepati janjinya. Namun, bagaimana dengan keturunannya kelak? Dewi Durgandini khawatir keturunannya nanti akan diberontak oleh keturunan Raden Dewabrata.

Mendengar itu, Raden Dewabrata pun bersumpah akan menjalani hidup wahdat, yaitu tidak menikah seumur hidup. Dengan demikian, Dewi Durgandini tidak perlu khawatir terhadap keturunannya. Sumpah ini pun disambut dengan suara halilintar menggelegar memenuhi angkasa.

Pada saat itulah, Prabu Santanu datang bersama Kyai Surarata dan meminta Raden Dewabrata untuk membatalkan sumpahnya. Ia rela tidak jadi menikah dengan Dewi Durgandini daripada Raden Dewabrata yang harus melepaskan haknya serta menjalani hidup wahdat. Namun, Raden Dewabrata menolak membatalkan apa yang telah ia ucapkan. Ia menyatakan bahwa kebahagiaan sang ayah berada di atas segalanya.

Prabu Santanu sangat terharu atas ketulusan putranya tersebut. Ia pun memberikan nama baru untuk Raden Dewabrata, yaitu Raden Bisma yang berarti “mengerikan”. Itu karena sumpahnya tadi disambut oleh gelegar petir yang mengerikan.

RADEN BISMA MEMUKUL MUNDUR PRABU BAHLIKA

Pada hari yang ditentukan, dilaksanakanlah pernikahan antara Prabu Santanu dengan Dewi Durgandini. Pernikahan ini dihadiri pula oleh Prabu Wasupati dan Raden Durgandana dari Kerajaan Wirata, serta para raja lainnya, seperti Prabu Mandararya dari Kerajaan Gandaradesa, serta Prabu Mandrakiswara dari Kerajaan Mandraka.

Sembilan bulan kemudian, datang serangan dari Kerajaan Siwandapura yang dipimpin langsung oleh Prabu Bahlika dan Raden Salwarukma. Mendengar kabar itu, Raden Bisma Dewabrata segera berangkat memimpin pasukan Hastina untuk menghalau mereka.

Pertempuran sengit pun terjadi. Lagi-lagi Raden Bisma berhasil menunjukkan keunggulannya dalam melindungi Kerajaan Hastina. Dengan melepaskan panah angin, ia pun menghempaskan Prabu Bahlika dan Raden Salwarukma beserta seluruh pasukan Siwandapura sejauh-jauhnya meninggalkan Kerajaan Hastina.

Bersamaan dengan peristiwa kemenangan Raden Bisma tersebut, Dewi Durgandini melahirkan dua bayi laki-laki hasil perkawinannya dengan Prabu Santanu. Kedua putra itu pun diberi nama Raden Citranggada dan Raden Citrawirya.

Raden Dewabrata

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------


kisah sebelumnya ; daftar isi ; kisah selanjutnya










Tidak ada komentar:

Posting Komentar