Kisah ini menceritakan tentang Nala Gareng yang menjadi raja bernama
Prabu Pandupragolamanik dengan dukungan Dewi Sumbadra demi menyadarkan Raden
Arjuna yang berbuat khilaf. Juga dikisahkan awal mula panakawan Petruk menjadi
calon menantu Prabu Kresna.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pentas wayang orang Sekar
Budaya Nusantara, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 08 April 2017
Heri Purwanto
Untuk daftar judul
lakon wayang lainnya, klik di sini
------------------------------
ooo ------------------------------
Nala Gareng. |
PRABU KRESNA DAN PRABU BALADEWA HENDAK BERKUNJUNG KE MADUKARA
Prabu Kresna Wasudewa di
Kerajaan Dwarawati memimpin pertemuan yang dihadap para menteri dan punggawa,
antara lain Raden Samba (putra mahkota) serta Arya Setyaki dan Patih Udawa.
Hadir pula Prabu Baladewa yang datang berkunjung dari Kerajaan Mandura. Kedua
raja tersebut membicarakan tentang adik bungsu mereka, yaitu Dewi Wara Sumbadra
yang saat ini usia kandungannya hampir mencapai tujuh bulan. Raden Arjuna konon
telah mempersiapkan upacara siraman untuk istrinya tersebut. Kedua raja
sama-sama mendapatkan undangan ke Madukara, sehingga Prabu Baladewa sengaja
singgah ke istana Dwarawati untuk mengajak Prabu Kresna berangkat bersama.
Prabu Kresna dengan senang
hati bersedia berangkat bersama Prabu Baladewa. Namun, ada satu hal yang
mengganjal pikiran, yaitu Dewi Sumbadra kini sedang mengidam ingin dicarikan
ikan waderbang sisik kencana, yaitu ikan wader berwarna merah yang bersisik
keemasan. Demikianlah kabar yang ia terima dari Raden Sadewa (bungsu Pandawa)
saat menyampaikan undangan dari Kesatrian Madukara. Raden Sadewa sekaligus juga
bertanya apakah Prabu Kresna pernah mendengar soal ikan ajaib tersebut. Prabu
Kresna menjawab sama sekali tidak tahu-menahu tentang hal ini.
Prabu Baladewa terkejut
bercampur heran mendengar berita tersebut. Ia menganggap Dewi Sumbadra terlalu
aneh permintaannya dan ini jelas menyusahkan suami. Di dunia ini mana ada ikan
waderbang sisik kencana segala? Prabu Kresna berkata bahwa sesuatu yang tidak
pernah dijumpai belum tentu tidak ada. Dunia ini begitu luas dan tidak seluruhnya
pernah dijelajahi manusia. Bisa saja di suatu tempat entah di mana, ikan ajaib
tersebut menampakkan diri.
Prabu Baladewa membenarkan
ucapan adiknya. Ia lalu mengajak Prabu Kresna untuk segera berangkat menuju
Kesatrian Madukara. Prabu Kresna pun membubarkan pertemuan. Ia mengajak Arya
Setyaki ikut serta, sedangkan Patih Udawa dan Raden Samba ditugasi untuk
menjaga negara.
Prabu Kresna Wasudewa. |
PRABU PANDUPRAGOLA JATUH CINTA KEPADA DEWI SUMBADRA
Tersebutlah seorang raja
bernama Prabu Pandupragola di Kerajaan Paranggumiwang. Raja ini bertubuh gagah
perkasa namun belum memiliki istri. Pada suatu malam ia mimpi bertemu Dewi
Sumbadra dan seketika jatuh cinta kepadanya. Ketika bangun dari tidur segera ia
memanggil panakawan Kyai Togog dan Bilung Sarahita untuk mencari tahu tentang
siapa sebenarnya Dewi Sumbadra tersebut.
Kyai Togog pun bercerita bahwa
Dewi Sumbadra adalah adik Prabu Baladewa raja Mandura dan juga adik Prabu
Kresna raja Dwarawati. Saat ini Dewi Sumbadra sudah menjadi istri Raden Arjuna,
kesatria Panengah Pandawa yang tinggal di Kesatrian Madukara, wilayah Kerajaan
Amarta. Oleh sebab itu, apabila Prabu Pandupragola ingin menikah dengan Dewi
Sumbadra lebih baik dibatalkan saja.
Prabu Pandupragola tidak
peduli meskipun Dewi Sumbadra sudah bersuami. Ia berniat membunuh Raden Arjuna
dan merebut wanita pujaannya itu. Kyai Togog menasihati Prabu Pandupragola agar
jangan gegabah, karena Raden Arjuna adalah kesatria sakti pilih tanding, dan
menghadapinya sama saja dengan mencari mati. Tidak hanya itu, Prabu Baladewa
dan Prabu Kresna juga tidak mungkin tinggal diam apabila adik mereka diganggu
orang.
Prabu Pandupragola agak gentar
juga mendengarnya. Namun, ia membulatkan tekat tidak ingin menikah jika tidak
dengan Dewi Sumbadra. Usai berkata demikian, ia pun berangkat untuk menyerang
Kesatrian Madukara dengan ditemani Patih Jayadenda beserta segenap pasukan
Paranggumiwang.
Kyai Togog. |
PRABU PANDUPRAGOLA MENCULIK DEWI SUMBADRA
Prabu Pandupragola dan pasukannya
telah bergerak mendekati perbatasan Kerajaan Amarta. Mereka bertemu rombongan
dari Kerajaan Dwarawati yang hendak menuju Kesatrian Madukara pula. Arya
Setyaki yang mengetahui niat jahat Prabu Pandupragola segera bertempur menghadapi
mereka. Sungguh kebetulan Arya Wrekodara dan Raden Gatutkaca juga sedang
melintas untuk meronda perbatasan. Mereka segera menggabungkan diri dengan
pihak Dwarawati dan berhasil memukul mundur pasukan Paranggumiwang.
Prabu Pandupragola merasa
ngeri melihat kehebatan orang-orang Amarta dan Dwarawati. Ia pun meloloskan
diri dan berhasil menyusup masuk ke dalam Kesatrian Madukara. Setelah mengintai
dan mengamati dengan seksama, akhirnya ia pun berhasil menemukan Dewi Sumbadra
yang sedang duduk ditemani ketiga madunya, yaitu Dewi Srikandi, Niken Larasati,
dan Dewi Sulastri. Tanpa membuang waktu, Prabu Pandupragola pun menerjang masuk
dan segera menyambar tubuh Dewi Sumbadra.
Dewi Srikandi, Niken Larasati,
dan juga Patih Sucitra segera mengejar si penculik. Namun, Prabu Pandupragola
mengerahkan Aji Panglimunan sehingga para pengejarnya tidak dapat melihat di
mana ia berada.
Arya Setyaki. |
RADEN ARJUNA MENDAPATKAN PUSAKA JALASUTRA TAMPANG KENCANA
Sementara itu, Raden Arjuna
ditemani para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang
menghadap sang kakek di Padepokan Gunung Saptaarga, yaitu Bagawan Abyasa. Raden
Arjuna menceritakan persoalan yang ia hadapi, yaitu Dewi Sumbadra ingin memakan
daging ikan waderbang sisik kencana sebelum upacara siraman atas dirinya. Untuk
itulah, Raden Arjuna datang ke Gunung Saptaarga guna meminta petunjuk kepada
sang kakek di mana ikan ajaib tersebut dapat ditemukan.
Bagawan Abyasa seumur hidup
belum pernah mendengar ada ikan bernama waderbang sisik kencana. Namun, ia juga
tidak berani menuduh Dewi Sumbadra mengarang cerita. Karena tidak tega melihat cucunya
yang dilanda kebingungan, Bagawan Abyasa pun meminjamkan pusaka berwujud jaring
ikan, bernama Jalasutra Tampang Kencana, yang bermakna: jala terbuat dari sutra
dengan pemberat berupa emas.
Bagawan Abyasa berkata bahwa
jala pusaka ini lain daripada jala biasa. Nanti saat bertemu sungai, Raden
Arjuna tinggal melemparkan jala tersebut ke air dan jala pusaka ini seolah
punya mata sehingga bisa bergerak sendiri memerangkap ikan. Namun demikian, Bagawan
Abyasa berpesan jala pusaka tersebut jangan sampai rusak, karena hanya bisa
diperbaiki dengan mengorbankan nyawa orang yang telah merusakkannya. Raden
Arjuna merasa ngeri mendengarnya dan ia pun memberanikan diri menerima jala
pusaka tersebut.
Bagawan Abyasa. |
DEWI SUMBADRA MEMERDAYA PRABU PANDUPRAGOLA
Di lain tempat, Prabu
Pandupragola telah berhasil membawa kabur Dewi Sumbadra dan lolos dari kejaran
orang-orang Madukara. Di tengah hutan, ia pun menurunkan Dewi Sumbadra dari
gendongan dan berkata terus terang bahwa dirinya jatuh cinta kepada istri Raden
Arjuna tersebut. Dewi Sumbadra berusaha tetap tenang sambil memeras otak.
Apabila ia melawan dan menolak cinta Prabu Pandupragola, maka raja tersebut
justru akan berbuat jahat kepada dirinya. Tentu saja Dewi Sumbadra takut janin
dalam kandungannya yang akan menjadi korban.
Prabu Pandupragola berusaha
merayu Dewi Sumbadra dengan memamerkan bahwa dirinya adalah raja besar dari
Kerajaan Paranggumiwang. Ia juga memamerkan kesaktiannya untuk menakut-nakuti
wanita itu. Namun, Dewi Sumbadra bukan wanita sembarangan yang mudah untuk
ditakut-takuti. Dengan tenang ia berkata bahwa dirinya sama sekali tidak
tertarik pada harta kekayaan dan juga ilmu kesaktian. Yang ia inginkan hanyalah
memakan daging ikan waderbang sisik kencana, itu saja. Apabila Prabu
Pandupragola mampu menemukan ikan tersebut, maka Dewi Sumbadra bersedia menjadi
istrinya.
Prabu Pandupragola sangat
senang mendengarnya. Kebetulan di dekat tempat itu terdapat sebuah sungai. Ia
pun bersedia menyelam ke dalam sungai tersebut demi untuk mencari ikan yang
diinginkan Dewi Sumbadra. Namun, Dewi Sumbadra tidak boleh kabur melarikan
diri. Dewi Sumbadra setuju dan ia berjanji tidak akan pergi dari tempatnya kini
berada. Jika Prabu Pandupragola tidak percaya, maka ia boleh mengikat kedua
tangan dan kaki Dewi Sumbadra.
Prabu Pandupragola bagaikan
terkena ilmu guna-guna, sehingga percaya begitu saja pada ucapan Dewi Sumbadra.
Ia lalu melepas seluruh pakaiannya sampai yang tersisa hanya selembar cawat
saja. Dengan penuh percaya diri, Prabu Pandupragola pun mencebur ke dalam
sungai dan menyelam melawan arus untuk mencari ikan waderbang sisik kencana.
Dewi Sumbadra. |
NALA GARENG DITUDUH MERUSAKKAN JALA PUSAKA
Sementara itu, di sungai yang
sama dengan yang diselami Prabu Pandupragola, tampak Raden Arjuna dan para
panakawan sedang sibuk mencari ikan yang sama pula. Berkali-kali Raden Arjuna
melemparkan jala pusaka ke dalam air, namun yang terjaring hanyalah ikan-ikan
biasa. Para panakawan menerima ikan-ikan tersebut dengan senang hati untuk bekal
makan siang mereka.
Lama-lama Raden Arjuna merasa
letih. Ia menyerahkan Jalasutra Tampang Kencana kepada para panakawan agar
melanjutkan usaha mencari ikan waderbang sisik kencana, sedangkan dirinya pergi
beristirahat. Kyai Semar pun menyerahkan jala pusaka tersebut kepada Petruk
karena dirinya ikut pergi menemani Raden Arjuna.
Petruk ketakutan karena
teringat pada pesan Bagawan Abyasa bahwa Jalasutra Tampang Kencana apabila
rusak hanya bisa diperbaiki dengan mengorbankan nyawa orang yang merusakkannya.
Mereka lalu mengadakan undian siapa yang sebaiknya melemparkan jala tersebut ke
dalam air. Setelah diundi, ternyata Petruk mendapat giliran pertama, Bagong
kedua, dan Nala Gareng ketiga.
Demikianlah, Petruk pun
melemparkan Jalasutra Tampang Kencana ke dalam sungai. Selang beberapa saat ia
menarik jala tersebut ke atas dan ternyata yang terjaring tetaplah ikan-ikan
biasa. Karena jala tersebut baik-baik saja, Petruk pun lega dan menyerahkannya
kepada Bagong.
Bagong yang mendapat giliran
kedua segera melemparkan jala pusaka ke dalam air dan ketika ditarik ternyata
tidak mendapatkan apa-apa. Dengan perasaan lega, Bagong lalu menyerahkan jala pusaka
kepada Nala Gareng.
Kini tiba giliran Nala Gareng
melemparkan Jalasutra Tampang Kencana. Tepat pada saat itulah Prabu
Pandupragola yang sedang menyelam lewat di sungai dekat mereka. Akibatnya,
tubuh Prabu Pandupragola pun terperangkap ke dalam jaring. Ia meronta-ronta dan
jala tersebut justru semakin kencang menjerat dirinya. Akhirnya, Prabu
Pandupragola mengerahkan kesaktiannya dan jala pusaka itu pun robek sehingga ia
bisa meloloskan diri.
Nala Gareng tidak tahu kalau
lemparannya tadi sempat menjerat seseorang yang sedang menyelam. Ia hanya
merasa Jalasutra Tampang Kencana bertambah berat seperti sedang menjerat seekor
ikan besar. Perlahan ia menarik jala pusaka itu ke atas dan ternyata jala
tersebut telah robek menganga lebar.
Para Panakawan. |
NALA GARENG MENENGGELAMKAN DIRI KE DALAM SUNGAI
Nala Gareng pun ketakutan
karena jala pusaka itu robek saat berada di tangannya. Petruk dan Bagong ikut
ngeri karena itu berarti kakak mereka harus menebus dengan nyawa. Tidak lama
kemudian Raden Arjuna dan Kyai Semar datang. Raden Arjuna langsung marah-marah
dan menuduh Nala Gareng berbuat ceroboh hingga merusakkan Jalasutra Tampang
Kencana. Bagaimanapun juga jala pusaka ini harus bisa diperbaiki, dan itu
artinya Nala Gareng harus mengorbankan nyawa.
Nala Gareng menangis ketakutan
dan memohon ampun. Petruk dan Bagong hanya bisa bingung tidak tahu harus
berbuat apa. Begitu pula dengan Kyai Semar juga tidak bisa membela dirinya.
Raden Arjuna terpaksa harus menjalankan hukuman, meskipun dalam hati merasa
tidak tega terhadap Nala Gareng.
Nala Gareng merasa tidak ada
jalan lain lagi. Ia sangat sedih karena nyawanya ternyata tidak lebih berharga
daripada selembar jala ikan. Dengan perasaan putus asa, ia pun melompat terjun
ke dalam sungai. Dalam sekejap tubuhnya langsung lenyap terseret arus sungai
yang deras.
Raden Arjuna kemudian memeriksa
Jalasutra Tampang Kencana ternyata tetap rusak dan tidak berubah menjadi baik.
Itu artinya, nyawa Nala Gareng tidak dapat menebusnya. Raden Arjuna merasa
sedih dan menyesal karena ternyata Nala Gareng bukanlah orang yang merusakkan
jala pusaka tersebut. Namun, semuanya sudah terlambat. Nala Gareng sudah hanyut
terbawa arus, entah di mana jasadnya bisa ditemukan.
Raden Arjuna. |
NALA GARENG DITEMUKAN DEWI SUMBADRA
Nala Gareng sebenarnya belum
mati. Tubuhnya hanyut terseret arus hingga akhirnya tersangkut di antara batu-batuan
kali. Kebetulan Dewi Sumbadra berada di dekat situ dan melihatnya. Ia hendak
terjun ke air namun takut kandungannya bermasalah. Maka, ia hanya memanggil-manggil
Nala Gareng dari tepi sungai untuk memastikan panakawan tersebut masih hidup
atau sudah meninggal. Mendengar suara sang majikan perempuan memanggil dirinya,
Nala Gareng pun bangun dari pingsan dan segera merangkak naik ke daratan.
Dewi Sumbadra bertanya apa
sebabnya Nala Gareng bisa hanyut terbawa arus sungai. Sungguh beruntung
tubuhnya tersangkut di antara bebatuan kali sehingga Dewi Sumbadra bisa
menemukannya. Jika tidak, mungkin ia sudah hanyut entah ke mana. Nala Gareng
pun menyembah hormat dan berterima kasih kepada sang majikan wanita, lalu menceritakan
semuanya dari awal sampai akhir, yaitu ia sengaja menceburkan diri ke dalam
sungai karena dituduh Raden Arjuna merusakkan pusaka Jalasutra Tampang Kencana.
Dewi Sumbadra kesal mendengar
perbuatan suaminya yang menjatuhkan hukuman kepada Nala Gareng tanpa
menyelidiki kesalahannya terlebih dulu. Tiba-tiba ia mempunyai rencana ingin
menyadarkan suaminya. Nala Gareng lalu diperintahkan untuk mengenakan pakaian
milik Prabu Pandupragola yang ditinggalkan pemiliknya di tepi sungai. Nala
Gareng pun dengan senang hati mengenakan pakaian tersebut. Dewi Sumbadra
kemudian merias Nala Gareng sehingga wajahnya sulit dikenali lagi.
Tiba-tiba Prabu Pandupragola
muncul dari dalam sungai naik ke daratan. Ia marah-marah meminta Nala Gareng
mengembalikan pakaiannya. Nala Gareng pun balik menuduh Prabu Pandupragola
sebagai orang gila yang hanya memakai cawat tetapi mengaku sebagai raja segala.
Dewi Sumbadra juga pura-pura tidak kenal dan ikut menuduh Prabu Pandupragola
sebagai orang gila dan menyebut Nala Gareng sebagai Prabu Pandupragola yang
asli.
Prabu Pandupragola marah dan
menyerang Nala Gareng. Dengan cekatan Nala Gareng pun menghadapi serangan
tersebut. Setelah bertarung agak lama, Prabu Pandupragola akhirnya terdesak dan
tubuhnya jatuh tercebur ke dalam sungai.
Prabu Pandupragola. |
NALA GARENG MENJADI RAJA PARANGGUMIWANG
Setelah tubuh Prabu
Pandupragola hanyut terbawa arus sungai, Dewi Sumbadra dan Nala Gareng bertemu
dengan Patih Jayadenda beserta sisa-sisa pasukan Paranggumiwang. Karena tidak
mengenali Nala Gareng yang mengenakan pakaian rajanya, Patih Jayadenda pun
menyembah kepadanya dan menyebutnya sebagai Prabu Pandupragola. Ia bersyukur
ternyata rajanya masih hidup setelah mereka terpisah saat bertempur melawan
rombongan dari Kerajaan Dwarawati tadi.
Sesuai rencana di awal tadi, Nala
Gareng pun mengaku sebagai Prabu Pandupragola dan berkata bahwa dirinya memang
masih hidup, bahkan berhasil menculik Dewi Sumbadra. Tidak hanya itu, Nala
Gareng juga mengumumkan bahwa nama gelarnya kini ditambahi menjadi Prabu
Pandupragolamanik, karena tubuhnya menjadi lebih mungil daripada semula. Ia
berkata bahwa dirinya belum puas jika hanya mendapatkan Dewi Sumbadra saja,
karena kini yang ia inginkan adalah menaklukkan Kerajaan Amarta.
Demikianlah, Prabu
Pandupragolamanik alias Nala Gareng lalu mengajak Patih Jayadenda dan pasukan
Paranggumiwang untuk menyerbu negeri tersebut. Patih Jayadenda merasa gentar
karena tadi ia sudah melihat sendiri seperti apa kesaktian Arya Wrekodara,
Raden Gatutkaca, dan Arya Setyaki. Namun, Prabu Pandupragolamanik terus mendesak
dan meyakinkan Patih Jayadenda bahwa kali ini ia akan mengerahkan kemampuannya yang
asli untuk menaklukkan Pandawa Lima beserta para sekutunya tersebut.
Tanpa membuang waktu lagi,
Prabu Pandupragolamanik pun memerintahkan Patih Jayadenda dan para prajurit Paranggumiwang
untuk mengikutinya.
Prabu Pandupragolamanik. |
PRABU PANDUPRAGOLAMANIK MENYERANG KERAJAAN AMARTA
Prabu Puntadewa di Kerajaan
Amarta menerima kedatangan Prabu Kresna dan Prabu Baladewa beserta rombongan.
Ia berkata bahwa upacara siraman untuk Dewi Sumbadra terancam batal karena saat
ini adik iparnya tersebut telah hilang diculik orang, sebagaimana yang
dilaporkan Dewi Srikandi. Prabu Kresna mengatakan tidak perlu mencari Dewi
Sumbadra karena ia mendapat firasat bahwa adik bungsunya itu akan segera
kembali ke Kerajaan Amarta.
Tidak lama kemudian datang
pula Raden Arjuna bersama Kyai Semar, Petruk, dan Bagong. Sambil meratap sedih,
Raden Arjuna mengaku telah berbuat kejam menghukum mati Nala Gareng tanpa
penyelidikan lebih mendalam. Kini Nala Gareng telah meninggal dan jasadnya
hanyut di sungai tanpa diketahui keberadaannya.
Tiba-tiba Patih Tambakganggeng
datang melapor bahwa Prabu Pandupragolamanik bersama pasukan Paranggumiwang
telah datang menyerang Kerajaan Amarta. Mendengar itu, Arya Wrekodara segera
keluar dan memimpin pasukan untuk menghadapinya.
Pertempuran pun meletus di
antara kedua pihak. Arya Wrekodara yang gagah perkasa ternyata tidak mampu
menghadapi Prabu Pandupragolamanik yang kecil mungil, bahkan berhasil dipukul
mundur. Raden Gatutkaca, Arya Setyaki, bahkan Prabu Baladewa juga kalah melawan
raja Paranggumiwang tersebut.
Raden Arjuna kemudian maju
menghadapi Prabu Pandupragolamanik. Sungguh terkejut hatinya melihat Dewi
Sumbadra ternyata berada di belakang raja bertubuh mungil tersebut. Anehnya,
Dewi Sumbadra tidak bersedia kembali kepada Raden Arjuna dan lebih memilih
Prabu Pandupragolamanik sebagai suaminya. Raden Arjuna marah dan menyerang raja
itu. Keduanya lalu bertarung seru. Namun sama seperti yang lain, Raden Arjuna
juga kalah dan dapat dipukul mundur oleh Prabu Pandupragolamanik.
Arya Wrekodara. |
PETRUK MENGHADAPI PRABU PANDUPRAGOLAMANIK
Prabu Puntadewa prihatin
melihat pihak Amarta terdesak menghadapi kesaktian Prabu Pandupragolamanik. Ia
lalu meminta petunjuk kepada Prabu Kresna untuk mengatasi masalah ini. Prabu
Kresna mengamati dengan seksama lalu memanggil panakawan Petruk dan memerintahkannya
maju menghadapi Prabu Pandupragolamanik.
Petruk keberatan dengan tugas
ini karena Arya Wrekodara, Raden Arjuna, dan yang lain saja kalah melawan raja
tersebut, apalagi dirinya. Prabu Kresna merayu Petruk agar tetap maju dan ia
berjanji akan memberikan hadiah apa saja kepada panakawan tersebut. Petruk pun
bersedia maju perang asalkan diberi hadiah berupa anak ayam cemani. Prabu
Kresna paham maksud perkataan Petruk. Ayam cemani adalah kiasan untuk dirinya
yang berkulit hitam legam. Dengan kata lain, Petruk meminta putrinya sebagai
istri.
Prabu Kresna pun berjanji akan
mengabulkan permintaan tersebut. Ia berkata bahwa dirinya mempunyai anak
perempuan bernama Dewi Prantawati yang lahir dari selir dan saat ini masih
kecil. Kelak jika sudah dewasa, Dewi Prantawati akan dinikahkan dengan Petruk.
Namun syaratnya, Petruk harus bisa mengalahkan Prabu Pandupragolamanik terlebih
dulu. Jika tidak, maka perjanjian batal.
Petruk sangat gembira
mendengarnya. Ia pun maju menyerang Prabu Pandupragolamanik. Keduanya bertarung
sengit namun dengan diselingi menyanyi dan menari jenaka. Demikianlah, Petruk
akhirnya berhasil membongkar wujud asli Prabu Pandupragolamanik yang tidak lain
adalah penyamaran Nala Gareng, kakaknya sendiri.
Petruk Kantongbolong. |
RADEN ARJUNA MEMINTA MAAF KEPADA NALA GARENG
Melihat Prabu
Pandupragolamanik telah kembali ke wujud asalnya, Raden Arjuna segera maju dan
meminta maaf kepada Nala Gareng atas perbuatannya yang terburu nafsu tadi. Nala
Gareng dengan lapang dada memaafkan majikannya itu, karena ia paham Raden
Arjuna sedang banyak pikiran karena Dewi Sumbadra mengidam sesuatu hal yang di
luar nalar.
Prabu Kresna, Prabu Puntadewa,
Prabu Baladewa, dan yang lain ikut mengerumuni Nala Gareng dan Dewi Sumbadra.
Prabu Kresna pun bertanya apa maksud Dewi Sumbadra meminta ikan waderbang sisik
kencana yang di dunia ini tidak pernah ada. Dewi Sumbadra pun menjawab bahwa ia
hanya ingin menguji cinta kasih sang suami. Selama ini dirinya mengandung
tetapi Raden Arjuna lebih suka berkelana menuruti kehendak hati, bahkan yang
terakhir membawa pulang istri baru bernama Dewi Sulastri. Sama sekali Dewi
Sumbadra tidak cemburu kepada Dewi Sulastri, hanya saja ia ingin lebih
diperhatikan karena dalam rahimnya terdapat janin yang kelak menjadi masa depan
Raden Arjuna.
Oleh sebab itu, Dewi Sumbadra
pun pura-pura mengidam minta dicarikan ikan waderbang sisik kencana. Tak
disangka, Raden Arjuna benar-benar berangkat untuk mewujudkan keinginan
palsunya itu. Hingga akhirnya, Raden Arjuna menghukum mati Nala Gareng karena
merusakkan Jalasutra Tampang Kencana, pertanda bahwa permintaan Dewi Sumbadra
dianggap benar-benar penting olehnya.
Kini di hadapan semua orang,
Dewi Sumbadra pun meminta maaf telah menyusahkan sang suami atas permintaan
palsunya. Sebaliknya, Raden Arjuna juga meminta maaf karena selama Dewi
Sumbadra mengandung, dirinya memang kurang perhatian dan lebih suka mencari
hiburan sendiri.
Prabu Puntadewa. |
RADEN ARJUNA MENEWASKAN PRABU PANDUPRAGOLA
Tidak lama kemudian Prabu
Pandupragola yang asli datang untuk menantang Raden Arjuna bertarung demi
memperebutkan Dewi Sumbadra. Rupanya ia berhasil menyelamatkan diri saat tadi tubuhnya
tercebur ke dalam sungai akibat bertarung melawan Nala Gareng. Melihat rajanya
yang asli datang, Patih Jayadenda segera menggabungkan diri dan ia merasa
tertipu karena raja yang didukungnya tadi ternyata penyamaran Nala Gareng.
Dewi Sumbadra berkata kepada
Raden Arjuna bahwa bukan Nala Gareng yang merusakkan Jalasutra Tampang Kencana,
tetapi Prabu Pandupragola. Itu semua karena ia telah menyuruh raja tersebut menyelam
ke dalam sungai untuk mencari ikan waderbang sisik kencana. Kemungkinan besar Prabu
Pandupragola terperangkap ke dalam jala pusaka yang sedang dibentangkan Nala
Gareng dan memberontak hingga jala itu pun robek.
Mendengar itu, Raden Arjuna segera
maju menerima tantangan Prabu Pandupragola. Keduanya lalu bertanding di halaman
istana Kerajaan Amarta. Dalam pertarungan tersebut, Prabu Pandupragola akhirnya
tewas tertusuk Keris Pulanggeni milik Raden Arjuna.
Sungguh ajaib, begitu Prabu
Pandupragola terbunuh, Jalasutra Tampang Kencana yang robek seketika pulih
kembali seperti sedikala. Ternyata benar apa yang dikatakan Bagawan Abyasa,
bahwa jala pusaka tersebut apabila rusak, maka hanya bisa diperbaiki dengan
mengorbankan nyawa orang yang telah merusakkannya.
Melihat rajanya tewas, Patih
Jayadenda segera mengamuk untuk melakukan bela pati. Namun, ia akhirnya tewas
pula di tangan Raden Gatutkaca.
Raden Gatutkaca. |
RADEN ARJUNA MENGADAKAN UPACARA SIRAMAN UNTUK DEWI SUMBADRA
Demikianlah, suasana Kerajaan
Amarta kini telah aman kembali. Raden Arjuna pun melangsungkan upacara siraman
untuk Dewi Sumbadra di Kesatrian Madukara, dengan disaksikan Prabu Kresna,
Prabu Puntadewa, Prabu Baladewa, beserta para Pandawa lainnya. Ketiga istri
padmi Raden Arjuna yang lain, yaitu Dewi Srikandi, Dewi Sulastri, dan Niken
Larasati bertugas mempersiapkan segala keperluan upacara.
Setelah upacara siraman selesai,
Prabu Kresna dan Prabu Baladewa pun menginap selama beberapa hari di Kesatrian
Madukara, kemudian mereka mohon pamit pulang kembali ke negeri masing-masing
dengan perasaan penuh sukacita.
Prabu Baladewa. |
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
CATATAN : lakon Gareng Dadi Ratu ini sebenarnya hasil modifikasi dari
lakon wayang gedog : Bancak Dadi Ratu, di mana dikisahkan Dewi Galuh
Candrakirana mengidam ikan waderbang sisik kencana kepada Raden Panji
Asmarabangun. Bancak yang menjadi raja akhirnya dapat dibongkar penyamarannya
oleh Doyok, sesama panakawan. Saya sendiri kurang tahu siapa dalang pertama
yang telah mengubah lakon ini menjadi lakon wayang purwa : Gareng Dadi Ratu.
Namun demikian, lakon ini dapat diletakkan sebelum lakon Abimanyu Lahir, karena
mengisahkan Dewi Sumbadra sedang mengandung.
Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra dapat dibaca di sini
Semangat posting terus mas
BalasHapusPelajaran hidup serta maknanya
BalasHapusterima Kasih sudah menuliskan Kisah - kisah lakon Wayang.. Kiranya Gusti kang Maha Kuasa selalu memberi Jenengan dan Keluarga Keselamatan, Rahmat dan Berkah.. Rahayu Mas..
BalasHapusBacanya serem-serem ngakak wkwk
BalasHapus