Kisah ini menceritakan kemunculan Raden Gandawardaya dan Raden
Gandakusuma, yaitu putra Raden Arjuna yang lahir dari Dewi Jimambang dan Dewi
Gandawati. Kisah ini adalah kelanjutan dari lakon Sayembara Tasikmadu.
Kisah ini saya olah dan saya kembangkan dari sumber Serat Pustakaraja
Purwa (Ngasinan) yang disusun oleh Ki Tristuti Suryasaputra, yang dipadukan
dengan tulisan R. Subalidinata, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, Januari 2018
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
Raden Arjuna. |
------------------------------
ooo ------------------------------
BAMBANG GANDAWARDAYA DITIPU PATIH SANGKUNI
Di Kerajaan Hastina, Prabu
Duryudana dihadap Patih Sangkuni dari Plasajenar, Danghyang Druna dari
Sokalima, Adipati Karna dari Awangga, serta Raden Kartawarma dari Tirtatinalang.
Dalam pertemuan itu, Patih Sangkuni melaporkan bahwa, ia dan para Kurawa baru
saja bertemu seorang pemuda bernama Bambang Gandawardaya. Para Kurawa mengira
pemuda ini adalah mata-mata musuh dan mereka pun berusaha menangkapnya. Namun,
pemuda bernama Bambang Gandawardaya itu ternyata sangat sakti dan mampu mengatasi
para Kurawa.
Patih Sangkuni lalu bertanya
apa yang menjadi tujuan Bambang Gandawardaya memasuki wilayah Kerajaan Hastina.
Bambang Gandawardaya menjawab ia sedang mencari ayah kandungnya yang bernama
Raden Premadi. Patih Sangkuni bertanya apakah Bambang Gandawardaya sudah tahu seperti
apa wajah ayahnya itu. Bambang Gandawardaya menjawab dirinya sejak masih dalam
kandungan sudah ditinggal pergi oleh ayahnya, sehingga tidak pernah tahu
seperti apa wajah orang yang bernama Raden Premadi. Mendengar itu, akal licik
Patih Sangkuni segera bekerja. Ia pun berkata bahwa Raden Premadi sudah menjadi
raja di Kerajaan Hastina, bergelar Prabu Duryudana. Ia lalu mengajak Bambang Gandawardaya
untuk menghadap ke istana.
Demikianlah Patih Sangkuni
bercerita. Ia berkata Bambang Gandawardaya saat ini sudah berada di paseban
luar bersama para Kurawa. Hendaknya Prabu Duryudana pura-pura memiliki nama
asli Raden Premadi dan menerimanya sebagai putra. Danghyang Druna dan Adipati
Karna tidak setuju mendengar usulan Patih Sangkuni tersebut. Alangkah baiknya
berterus terang saja kepada Bambang Gandawardaya, bahwa Raden Premadi adalah nama
kecil Raden Arjuna yang saat ini berada di Kesatrian Madukara, wilayah Kerajaan
Amarta.
Patih Sangkuni menjelaskan
bahwa ini adalah kesempatan untuk mengadu domba antara para Pandawa dengan
keturunan mereka. Bambang Gandawardaya ini sangat sakti, dan kesaktiannya dapat
dimanfaatkan untuk menyerang Kerajaan Amarta. Apabila para Pandawa kalah, maka
ini adalah keuntungan bagi pihak Kurawa. Sebaliknya, apabila Bambang Gandawardaya
yang tewas, maka para Kurawa juga tidak dirugikan sama sekali. Adipati Karna
merasa cara ini licik dan tidak kesatria. Namun, Patih Sangkuni menjawab bahwa
perang itu tidak melulu menggunakan otot dan senjata, tetapi juga harus
menggunakan akal dan siasat. Tidak peduli disebut licik atau jantan, yang
penting hasil akhirnya adalah menang dan mengalahkan musuh.
Prabu Duryudana senang
mendengar rencana Patih Sangkuni. Ia pun menyetujui siasat tersebut dan
melarang Danghyang Druna serta Adipati Karna untuk membocorkannya kepada Bambang
Gandawardaya.
BAMBANG GANDAWARDAYA DITUGASI MEMBUNUH PARA PANDAWA
Karena Prabu Duryudana sudah
setuju, Patih Sangkuni pun keluar untuk menjemput Bambang Gandawardaya dan mengajaknya
masuk. Prabu Duryudana menyambut pemuda itu dan mengakuinya sebagai putra. Ia juga
berkata bahwa dulu semasa masih muda, ia memiliki nama Raden Premadi.
Bambang Gandawardaya merasa
bimbang. Ia berkata bahwa ibunya pernah bercerita tentang ciri-ciri Raden
Premadi, yaitu berwajah tampan dan berbadan sedang, tidak gemuk juga tidak kurus.
Namun, mengapa Prabu Duryudana bertubuh gemuk dan tinggi besar? Prabu Duryudana
menjawab, bahwa laki-laki setelah melewati usia empat puluh pada umumnya
berubah menjadi gemuk. Yang terpenting adalah wajahnya tetap tampan sesuai
ciri-ciri yang diceritakan ibu Bambang Gandawardaya.
Bambang Gandawardaya lalu
bertanya apakah ibunya masih sering diingat oleh Prabu Duryudana? Prabu
Duryudana langsung menjawab bahwa dirinya selalu ingat pada istrinya tersebut. Bambang
Gandawardaya segera bertanya siapakah nama ibunya. Prabu Duryudana seketika
bingung, karena pemuda ini ternyata sedang menjebaknya.
Patih Sangkuni tidak kurang
akal. Ia pun berkata bohong, bahwa Prabu Duryudana seorang raja agung yang
memiliki banyak istri dan selir di mana-mana. Sudah tentu Prabu Duryudana lupa
jika harus merinci satu persatu siapa saja wanita yang pernah ia nikahi. Oleh
sebab itu, Bambang Gandawardaya sebaiknya yang lebih dulu menceritakan asal
usulnya. Lagipula sungguh tidak sopan bila Bambang Gandawardaya main
tebak-tebakan dengan ayah sendiri.
Bambang Gandawardaya terbujuk
ucapan Patih Sangkuni yang lembut dan meyakinkan. Ia pun berterus terang bahwa
ibunya adalah Dewi Jimambang, putri dari Bagawan Wilawuk di Padepokan
Pringcendani. Ibunya itu pernah bercerita bahwa ayah kandung Bambang Gandawardaya
adalah Raden Premadi dari Kerajaan Hastina. Itulah sebabnya, Bambang Gandawardaya
hari ini datang untuk bisa bertemu ayahnya. Tak disangka, ayahnya kini telah
menjadi raja, bergelar Prabu Duryudana.
Prabu Duryudana berkata
dirinya tidak pernah lupa kepada Dewi Jimambang. Sayang sekali ia masih
memiliki urusan besar yang sampai saat ini belum beres. Andai urusan itu
terselesaikan, maka ia pasti akan pergi ke Padepokan Pringcendani untuk
menjemput Dewi Jimambang. Bambang Gandawardaya pun bertanya urusan apa kiranya
yang begitu memberatkan Prabu Duryudana. Sebagai anak, tentu ia ingin berbakti
membantu mengatasi masalah tersebut.
Prabu Duryudana berkata bahwa
ia memiliki dua orang musuh bernama Arya Wrekodara dan Raden Arjuna yang
tinggal di Kerajaan Amarta. Andai saja Bambang Gandawardaya bisa membantu
meringkus atau membunuh mereka, tentu Prabu Duryudana akan sangat berterima
kasih. Mendengar itu, Bambang Gandawardaya langsung menyatakan bersedia. Ia pun
mohon restu untuk berangkat menyerang Kerajaan Amarta. Prabu Duryudana sangat
senang mendengarnya dan ia pun menerima Bambang Gandawardaya sebagai pangeran
di Kerajaan Hastina. Mulai saat itu, Bambang Gandawardaya boleh disebut dengan
nama Raden Gandawardaya.
Raden Gandawardaya berterima
kasih atas kebaikan Prabu Duryudana. Sebelum berangkat, ia berniat menitipkan
istrinya di Kerajaan Hastina. Pemuda itu lalu mengheningkan cipta membaca
mantra. Tiba-tiba dari cincinnya keluar asap yang berubah menjadi seorang
perempuan cantik. Perempuan itu adalah istri Raden Gandawardaya yang bernama
Dewi Grantangsasi. Tadi ketika dikepung para Kurawa, ia sengaja menyembunyikan
istrinya itu di dalam cincin demi keamanan. Kini setelah bertemu Prabu
Duryudana, maka Dewi Grantangsasi hendak dititipkan kepadanya dan tentu akan
lebih aman jika tinggal di dalam Kerajaan Hastina.
Prabu Duryudana tidak
keberatan. Ia berkata memiliki dua orang anak bernama Raden Lesmana
Mandrakumara dan Dewi Lesmanawati. Biarlah Dewi Grantangsasi tinggal bersama
kedua iparnya tersebut di dalam istana.
Raden Gandawardaya berterima
kasih. Ia lalu pamit kepada istrinya untuk pergi menyerang Kerajaan Amarta.
Dewi Grantangsasi meminta diajak serta. Namun, Raden Gandawardaya keberatan
karena lawan yang dihadapi sangat kuat, sehingga lebih aman apabila istrinya
itu tinggal di istana Kerajaan Hastina. Lagipula jika Dewi Grantangsasi ikut
serta, maka perhatian Raden Gandawardaya akan terbagi dan ia tidak dapat
berperang dengan sepenuh hati.
Dewi Grantangsasi dapat
memahami maksud suaminya. Ia hanya bisa melepas kepergian Raden Gandawardaya
dengan disertai doa kemenangan. Prabu Duryudana pun memerintahkan Patih
Sangkuni agar mengawal kepergian pemuda itu bersama para Kurawa. Setelah dirasa
cukup, ia lalu membubarkan pertemuan dan membawa Dewi Grantangsasi masuk ke
dalam istana.
RADEN GANDAWARDAYA MENYERANG KERAJAAN AMARTA
Di tapal batas Kerajaan
Amarta, Arya Wrekodara sedang berlatih perang bersama Raden Antareja dan Raden
Gatutkaca. Ia melatih kedua putranya itu bagaimana cara memimpin pasukan besar,
cara menyusun formasi barisan, dan juga bagaimana caranya menembus barisan
lawan.
Tiba-tiba Raden Gandawardaya
datang bersama para Kurawa menyerang mereka. Arya Wrekodara dan kedua putranya
terkejut karena pihak Kerajaan Hastina tiba-tiba datang menyerang tanpa sebab
apa pun. Yang lebih mengejutkan lagi, ternyata para Kurawa memiliki jago
seorang pemuda yang begitu sakti. Pertempuran pun meletus. Setelah bertarung
cukup lama, Arya Wrekodara, Raden Antareja, dan Raden Gatutkaca akhirnya lumpuh
terkena Aji Pedut Wisa yang dikerahkan Raden Gandawardaya.
Raden Gandawardaya pun menyerahkan
ketiga lawannya itu kepada para Kurawa untuk dibawa ke hadapan Prabu Duryudana.
Seorang diri ia lalu melanjutkan perjalanan untuk mencari musuh yang kedua,
yaitu Raden Arjuna.
RADEN GANDAKUSUMA BERPAMITAN KEPADA IBU DAN KAKEKNYA
Di Kerajaan Tasikmadu, Prabu Gandasena
dihadap putri dan cucunya, yaitu Dewi Gandawati dan Raden Gandakusuma. Belasan
tahun yang lalu, Prabu Gandasena mengadakan sayembara untuk memperebutkan Dewi
Gandawati, yaitu melalui pertandingan melawan putra bungsunya yang bernama
Raden Citraganda. Dalam sayembara itu, Raden Citraganda berhasil dikalahkan
oleh Raden Arjuna dari keluarga Pandawa.
Raden Arjuna pun menikah
dengan Dewi Gandawati yang berwajah mirip Dewi Angraeni (istri Prabu Palgunadi
yang bunuh diri setelah menolak cinta Raden Arjuna). Setelah Dewi Gandawati
mengandung dan melahirkan seorang bayi laki-laki, Raden Arjuna pun pamit
kembali ke Kerajaan Amarta. Putranya itu diberi nama Raden Gandakusuma.
Raden Gandakusuma diasuh dan
dibesarkan sang paman, yaitu Raden Citraganda. Semua kasih sayang Raden
Citraganda tercurah pada keponakannya itu. Namun, setelah Raden Gandakusuma
tumbuh remaja, Raden Citraganda meninggal dunia karena sakit. Raden Gandakusuma
sangat kehilangan sosok paman yang selama ini sudah seperti ayahnya itu. Hal
ini membuatnya rindu kepada sosok ayah kandungnya. Maka, ia pun memberanikan
diri untuk bertanya kepada sang ibu tentang siapa dan di mana ayah kandungnya
berada.
Dewi Gandawati sebenarnya
keberatan apabila Raden Gandakusuma meninggalkan Kerajaan Tasikmadu. Namun,
Raden Gandakusuma berhasil meyakinkan ibunya bahwa ia hanya ingin bertemu
dengan sang ayah saja, dan setelah itu kembali lagi ke Kerajaan Tasikmadu. Mendengar
itu, Dewi Gandawati pun bercerita bahwa ayah kandung Raden Gandakusuma adalah
kesatria Panengah Pandawa dari Kerajaan Amarta, yang bernama Raden Arjuna.
Mendengar kisah tersebut, semakin mantab hati Raden Gandakusuma untuk bisa
bertemu dengannya.
Maka, di hari itu Raden
Gandakusuma pun berpamitan kepada Prabu Gandasena dan Dewi Gandawati untuk
berangkat ke Kerajaan Amarta. Prabu Gandasena dan Dewi Gandawati tidak bisa
mencegah dan hanya bisa memberikan restu kepada pemuda yang penuh semangat
tersebut.
RADEN LESMANA MANDRAKUMARA MERAYU DEWI GRANTANGSASI
Sementara itu di Kerajaan
Hastina, Dewi Grantangsasi istri Raden Gandawardaya sedang duduk di puri tamu, menunggu
kepulangan suaminya. Tiba-tiba datang sang pangeran mahkota, yaitu Raden
Lesmana Mandrakumara mendekati dirinya. Tidak sekadar mendekati, namun pemuda
cengeng itu juga berani menggoda macam-macam.
Dewi Grantangsasi merasa risih
karena Raden Lesmana Mandrakumara berani merayu ipar sendiri. Raden Lesmana
yang polos dan manja berkata terus terang bahwa Raden Gandawardaya sudah
dibohongi ayahnya. Prabu Duryudana dan Raden Premadi bukanlah orang yang sama,
atau dengan kata lain, Raden Gandawardaya bukanlah putra Prabu Duryudana, sehingga
bukan pula saudara Raden Lesmana Mandrakumara.
Dewi Grantangsasi terkejut
mendengarnya. Ternyata suaminya telah ditipu Prabu Duryudana dan Patih
Sangkuni. Melihat Dewi Grantangsasi bimbang dan ketakutan, Raden Lesmana Mandrakumara
semakin gencar merayu. Ia mendesak perempuan itu agar bersedia menikah
dengannya yang kaya raya dan juga calon raja. Ia juga menyarankan agar Dewi
Grantangsasi meninggalkan suami yang miskin macam Raden Gandawardaya itu.
Dewi Grantangsasi menolak
permintaan Raden Lesmana. Hal ini membuat Raden Lesmana marah dan berniat
memerkosa perempuan itu. Dewi Grantangsasi berusaha menghindar sambil membaca
mantra aji sirep yang pernah diajarkan suaminya. Begitu terkena ajian tersebut,
Raden Lesmana langsung jatuh tak sadarkan diri. Kesempatan ini segera digunakan
Dewi Grantangsasi untuk meloloskan diri dari Kerajaan Hastina.
Ilmu sirep yang dipelajari
Dewi Grantangsasi belumlah sempurna. Dalam waktu sebentar, Raden Lesmana
Mandrakumara sudah bangun dari tidur. Namun, ia kebingungan karena perempuan
yang hendak diperkosanya sudah kabur. Dengan merengek manja, ia lalu pergi
melapor kepada sang ayah, yaitu Prabu Duryudana.
RADEN GANDAWARDAYA MENGHADAPI RADEN ARJUNA
Sementara itu, Raden
Gandawardaya yang telah mengalahkan Arya Wrekodara dan kedua anaknya kini
bertemu dengan Raden Arjuna. Begitu mengetahui bahwa Raden Gandawardaya adalah
utusan Kerajaan Hastina yang hendak menangkap dirinya, Raden Arjuna pun marah
dan menerima tantangan pemuda tersebut.
Maka, terjadilah pertarungan
antara mereka berdua. Raden Arjuna pada mulanya meremehkan kemampuan Raden
Gandawardaya yang jauh lebih muda darinya. Karena sifat meremehkan itulah, ia
menjadi lengah dan terdesak oleh kesaktian lawan. Hingga akhirnya, Raden
Gandawardaya mengerahkan Aji Pedut Wisa ke arahnya. Raden Arjuna terkejut dan
hampir saja lumpuh terkena asap beracun milik lawan. Namun, dengan Aji Saipi
Angin ia berhasil meloloskan diri.
Raden Arjuna yang mundur dari
pertarungan kemudian bertemu Prabu Kresna yang datang dari Kerajaan Dwarawati
untuk mengunjungi para Pandawa. Raden Arjuna pun melaporkan adanya musuh yang
menyerang dirinya dan sudah berhasil menangkap Arya Wrekodara, Raden Antareja,
dan Raden Gatutkaca. Terus terang Raden Arjuna kalah dan ingin meminta bantuan kepada
Prabu Kresna. Namun, Prabu Kresna menolak turun tangan. Ia berkata bahwa
dirinya tidak ditakdirkan untuk menghadapi pemuda bernama Raden Gandawardaya itu.
Usai berkata demikian, Prabu
Kresna lalu mengajak Raden Arjuna pergi mencari jago yang dapat digunakan untuk
menghadapi utusan para Kurawa tersebut.
RADEN GANDAKUSUMA MENGHADAPI RADEN GANDAWARDAYA
Dalam perjalanan mencari jago,
Prabu Kresna dan Raden Arjuna berjumpa Raden Gandakusuma yang memperkenalkan
dirinya berasal dari Kerajaan Tasikmadu. Betapa terkejut hati Raden Arjuna
begitu mengetahui ternyata pemuda ini adalah putranya sendiri yang lahir dari
Dewi Gandawati. Namun, Prabu Kresna dengan tegas berkata, Raden Gandakusuma akan
diakui sebagai putra Pandawa apabila mampu mengalahkan Raden Gandawardaya.
Mendengar syarat tersebut,
Raden Gandakusuma segera bertindak. Ia bergegas maju dan bertemu Raden
Gandawardaya yang sedang mengejar Raden Arjuna. Kedua pemuda itu lalu saling
memperkenalkan diri. Raden Gandakusuma berkata bahwa dirinyalah yang akan
menghalangi Raden Gandawardaya apabila masih ingin menangkap Raden Arjuna. Raden
Gandawardaya marah dan menyerangnya. Kedua pemuda itu lalu terlibat pertarungan
sengit.
Raden Gandawardaya terkejut
melihat Raden Gandakusuma begitu cekatan dan mampu mengimbangi dirinya. Tidak
hanya itu, ilmu kesaktian Raden Gandakusuma ternyata sangat mirip dengan yang
ia pelajari. Ketika Raden Gandawardaya mengerahkan Aji Pedut Wisa, ternyata
Raden Gandakusuma juga mampu mengerahkan ilmu yang sama.
Raden Gandawardaya pun
terheran-heran, dari mana asalnya Raden Gandakusuma bisa menguasai Aji Pedut
Wisa. Karena melamun, Raden Gandawardaya menjadi lengah sesaat dan Raden Gandakusuma
pun bertindak cepat meringkus tubuhnya.
Raden Gandakusuma menghadapkan
Raden Gandawardaya kepada Prabu Kresna dan Raden Arjuna. Raden Gandawardaya
yang sudah kalah meminta dirinya dihukum mati saja. Prabu Kresna berkata soal
hukuman mati urusan mudah, yang penting ia lebih dulu ingin mengetahui dari
mana asal usul Raden Gandawardaya.
Raden Gandawardaya pun
bercerita bahwa dirinya adalah putra Raden Premadi dengan Dewi Jimambang.
Ayahnya berasal dari Kerajaan Hastina, dan ibunya adalah putri Bagawan Wilawuk
dari Padepokan Pringcendani. Prabu Kresna bertanya apakah Raden Gandawardaya
sudah mengetahui wajah ayah kandungnya itu. Raden Gandawardaya menjawab dirinya
telah bertemu Raden Premadi yang kini menjadi raja di Kerajaan Hastina,
bergelar Prabu Duryudana.
Prabu Kresna tersenyum dan
berkata bahwa Raden Premadi bukanlah nama lain Prabu Duryudana, melainkan nama
Raden Arjuna sewaktu muda. Dengan kata lain, orang yang hendak ditangkap Raden
Gandawardaya adalah ayahnya sendiri. Raden Gandawardaya tidak percaya. Ia
menuduh Prabu Kresna berbohong untuk menipu dirinya.
RADEN GANDAWARDAYA DIDATANGI BAGAWAN WILAWUK
Raden Gandawardaya masih
bersikeras ingin dihukum mati daripada malu bertemu Prabu Duryudana dengan
membawa kekalahan. Namun, sebelum mati ia ingin bertanya lebih dulu kepada
Raden Gandakusuma mengapa bisa mengerahkan Aji Pedut Wisa. Ia tidak ingin mati
penasaran karena dikalahkan oleh musuh yang memiliki ilmu kesaktian sama persis
dengan dirinya.
Raden Gandakusuma menjawab
sejak kecil ia diasuh dan dididik oleh pamannya yang bernama Raden Citraganda.
Termasuk Aji Pedut Wisa juga ia pelajari dari pamannya itu. Namun, kini sang
paman telah meninggal dan ia pun pergi mencari ayah kandungnya, yaitu Raden
Arjuna.
Raden Gandawardaya lalu
bertanya dari mana almarhum Raden Citraganda mempelajari Aji Pedut Wisa. Raden
Gandakusuma menjawab, pamannya itu pernah bercerita bahwa ia memiliki guru
bernama Bagawan Wilawuk dari Padepokan Pringcendani. Raden Arjuna membenarkan
hal itu. Ia berkata bahwa dulu Raden Citraganda memang pernah berguru kepada
Bagawan Wilawuk.
Tiba-tiba orang yang bernama
Bagawan Wilawuk datang. Raden Arjuna segera menyembah hormat kepada mertuanya
itu. Raden Gandawardaya heran melihat sikap Raden Arjuna dan ia pun bertanya
kepada sang kakek bagaimana cerita yang sebenarnya.
Bagawan Wilawuk berkata bahwa
Raden Premadi yang dicari-cari Raden Gandawardaya adalah Raden Arjuna yang ada
di depannya kini. Raden Gandawardaya bertanya mengapa tidak sejak awal Bagawan
Wilawuk menceritakan hal ini, sehingga dirinya tidak sampai tersesat salah
jalan. Bagawan Wilawuk meminta maaf karena ia sendiri juga tidak mengetahui
kalau Raden Premadi kini telah berganti nama menjadi Raden Arjuna.
Tiba-tiba datang pula Dewi
Grantangsasi yang menceritakan bahwa Prabu Duryudana bukanlah ayah kandung Raden
Gandawardaya. Itulah sebabnya Dewi Grantangsasi memilih kabur meninggalkan
Kerajaan Hastina. Raden Gandawardaya menangis penuh penyesalan setelah
mendengar penjelasan dari kakek dan istrinya. Ia pun menyembah kaki Raden
Arjuna memohon maaf atas segala kelancangannya tadi.
RADEN GANDAWARDAYA MEMBEBASKAN ARYA WREKODARA
Raden Arjuna membangunkan
Raden Gandawardaya yang bersujud di hadapannya. Namun, Prabu Kresna mencegah
mereka berpelukan. Dengan tegas Prabu Kresna berkata bahwa hukuman mati harus
tetap dilaksanakan. Raden Gandawardaya terkejut namun ia pasrah menyerahkan
lehernya untuk dipenggal. Prabu Kresna lalu berkata bahwa hukuman mati bisa
dihapuskan asalkan Raden Gandawardaya mampu membebaskan Arya Wrekodara dan
kedua putranya.
Mendengar itu, Raden
Gandawardaya segera bergegas mengejar para Kurawa. Raden Gandakusuma tidak mau
ketinggalan. Ia pun ikut mengejar di belakang kakaknya. Kedua pemuda itu akhirnya
berhasil menyusul Patih Sangkuni dan para Kurawa yang sedang dalam perjalanan
pulang menuju Kerajaan Hastina dengan membawa ketiga tawanan.
Di sepanjang jalan, para
Kurawa memukuli Arya Wrekodara, Raden Antareja, dan Raden Gatutkaca yang masih
lemas karena pengaruh Aji Pedut Wisa. Tiba-tiba muncul Raden Gandawardaya dan
Raden Gandakusuma menghadang mereka. Kedua pemuda itu bersama-sama mengerahkan
ilmu penawar Aji Pedut Wisa. Seketika Arya Wrekodara dan kedua putranya pun
pulih kembali dan segera berontak membebaskan diri dari ikatan.
Patih Sangkuni dan para Kurawa
terkejut ketakutan. Namun, dalam sekejap mereka sudah dihajar dan dipukuli Arya
Wrekodara beserta kedua putranya. Dalam keadaan babak belur, mereka pun memilih
lari meninggalkan tempat itu menuju Kerajaan Hastina.
Arya Wrekodara yang masih marah
berniat membalas perbuatan Raden Gandawardaya. Namun, Prabu Kresna dan Raden
Arjuna datang mencegahnya. Prabu Kresna lalu memperkenalkan siapa sebenarnya
Raden Gandawardaya dan kini semua kesalahpahaman telah berakhir.
Raden Arjuna maju memeluk
Raden Gandawardaya dan Raden Gandakusuma dengan perasaan haru. Dewi
Grantangsasi juga ikut gembira melihat sang suami telah berkumpul dengan ayah
dan saudaranya yang asli. Ia bercerita bahwa dirinya memiliki saudari kembar
bernama Dewi Grantangsari yang semoga bisa berjodoh dengan Raden Gandakusuma.
Raden Arjuna senang mendengarnya dan merestui hal itu. Ia lalu mengajak mereka
bertiga dan juga Bagawan Wilawuk untuk singgah di istana Indraprasta, bertemu
dengan para Pandawa lainnya.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Ada dua versi yang pernah saya baca mengenai ibu kandung
Gandawardaya dan Gandakusuma. Versi pertama, mereka adalah anak Gandawati,
sedangkan versi kedua adalah anak Jimambang. Saya pun memilih jalan tengah, di
mana Gandawardaya saya ceritakan sebagai anak Jimambang, sedangkan Gandakusuma
adalah anak Gandawati. Cerita pun saya kembangkan dengan mengisahkan bahwa
Citraganda adalah murid Bagawan Wilawuk.
Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dengan Dewi Gandawati dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar