Kisah ini menceritakan kemunculan Endang Sugatawati putri Raden Arjuna
yang kelak menjadi istri Raden Samba putra Prabu Kresna dan melahirkan Patih
Dwara.
Kisah ini saya olah dari sumber media sosial Kaskus dan beberapa blog wayang lainnya, dengan sedikit
pengembangan seperlunya.
Kediri, 10 Maret 2018
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU KRESNA DAN PRABU BALADEWA MEMBAHAS HILANGNYA RADEN ARJUNA
Di Kerajaan Dwarawati, Prabu
Kresna Wasudewa dihadap putra mahkota Raden Samba Wisnubrata, beserta Arya
Setyaki, dan Patih Udawa. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura, yaitu
Prabu Baladewa yang datang berkunjung untuk menanyakan arti mimpinya. Prabu Baladewa
bercerita bahwa tadi malam ia mimpi melihat Kesatrian Madukara diselubungi
kabut tebal. Karena khawatir pada keselamatan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra,
ia pun bergegas pergi ke Kerajaan
Dwarawati untuk menanyakan arti mimpi tersebut kepada Prabu Kresna.
Prabu Kresna menjawab, beberapa
hari yang lalu memang Raden Nakula dan Raden Sadewa datang dari Kerajaan
Amarta, membawa kabar bahwa Raden Arjuna sudah dua bulan lamanya menghilang
dari Kesatrian Madukara, yaitu setelah menikahkan Raden Sumitra dengan Dewi
Asmarawati putri Prabu Suryaasmara. Konon setelah memboyong menantu barunya ke
Kesatrian Madukara, Raden Arjuna tiba-tiba saja menghilang tanpa pamit. Para
istri dan para putra tidak seorang pun yang mengetahui kepergiannya.
Prabu Baladewa menyela. Ia
berpendapat bahwa Raden Arjuna menghilang dari Kesatrian Madukara bukanlah sesuatu
yang baru. Sudah berkali-lali sepupunya itu pergi tanpa pamit, tahu-tahu pulang
sudah membawa pusaka baru, memperoleh wahyu, bahkan sering juga mendapat istri
baru.
Prabu Kresna menjawab memang
benar demikian. Namun, kali ini adik mereka, yaitu Dewi Sumbadra mendapat
firasat buruk atas kepergian sang suami. Dewi Sumbadra mendapat firasat bahwa Raden
Arjuna mendapat kecelakaan dalam perjalanan, sehingga ia pun mengutus Raden
Nakula dan Raden Sadewa untuk pergi ke Dwarawati, meminta petunjuk di manakah
keberadaan suaminya itu.
Waktu itu Prabu Kresna
mengheningkan cipta sejenak dan mengatakan kepada si kembar bahwa Raden Arjuna
tidak perlu dicari, karena tidak lama lagi ia akan pulang sendiri. Setelah
mendapat petunjuk demikian, Raden Nakula dan Raden Sadewa pun bergegas pulang
untuk melapor kepada Dewi Sumbadra di Kesatrian Madukara.
DEWI SUMBADRA DAN RADEN GATUTKACA MENGUNGSI KE KERAJAAN DWARAWATI
Ketika Prabu Kresna dan Prabu
Baladewa sedang membicarakan tentang hilangnya Raden Arjuna, tiba-tiba datang
adik mereka, yaitu Dewi Sumbadra bersama Raden Gatutkaca. Kedua orang itu
tampak tergesa-gesa seperti baru dikejar musuh. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa
pun bertanya, apa yang sebenarnya telah terjadi.
Dewi Sumbadra menjawab,
ramalan Prabu Kresna memang benar bahwa Raden Arjuna tidak perlu dicari karena
sebentar lagi akan pulang sendiri. Akan tetapi, suaminya itu bukan pulang
sebagai keluarga, melainkan sebagai musuh. Raden Arjuna kini telah menjadi raja
di Kerajaan Bulukatiga, dengan gelar Prabu Janaka. Ia datang ke Kerajaan Amarta
menagih takhta kepada Prabu Puntadewa. Prabu Janaka berkata bahwa dirinya dulu
telah mendapatkan Wahyu Makutarama, sehingga merasa lebih berhak menjadi raja
daripada Prabu Puntadewa.
Prabu Puntadewa yang welas
asih tidak keberatan jika takhta Kerajaan Amarta diminta Prabu Janaka. Ia pun
dengan sukarela menyerahkan kedudukannya sebagai raja, dan meminta kepada Arya
Wrekodara serta si kembar untuk tidak mempersulit Prabu Janaka. Sampai di situ
ketiga adiknya masih bisa menerima. Namun, Prabu Janaka ternyata berbuat
lancang menjebloskan Prabu Puntadewa ke dalam penjara, hal inilah yang membuat
Arya Wrekodara dan lainnya marah besar.
Dewi Sumbadra menceritakan
bagaimana Arya Wrekodara bertarung melawan Prabu Janaka. Sungguh aneh, baru
pergi dua bulan tiba-tiba saja kesaktian Prabu Janaka sudah meningkat puluhan
kali lipat. Dalam pertarungan itu Arya Wrekodara terdesak kalah dan dijebloskan
pula ke dalam penjara. Dewi Sumbadra kemudian datang untuk meminta Prabu Janaka
agar membebaskan Prabu Puntadewa dan Arya Wrekodara. Namun, Prabu Janaka
memukul Dewi Sumbadra dan menyuruhnya pergi. Dewi Sumbadra heran melihat suaminya
berubah menjadi kasar. Padahal, sejak menikah dahulu hingga sekarang, baru kali
ini ia merasakan pukulan Raden Arjuna.
Prabu Janaka lalu menangkap si
kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa, juga Raden Antareja, Raden Raden Abimanyu,
Raden Bratalaras, dan Raden Sumitra, yang semuanya tidak bisa mengalahkan
kesaktiannya. Prabu Janaka pun memasukkan mereka semua ke dalam penjara. Saat
itu hanya tinggal Raden Gatutkaca yang tersisa. Karena tidak mampu menghadapi
kesaktian pamannya itu, ia terpaksa pergi dengan membawa serta Dewi Sumbadra.
Mendengar cerita itu, Prabu
Baladewa marah sekali. Ia pun mohon pamit kepada Prabu Kresna untuk berangkat
menghukum Prabu Janaka. Ia menyebut Raden Arjuna pasti sudah mengalami gangguan
jiwa sehingga berani berbuat lancang seperti itu. Prabu Kresna meminta kakaknya
bersabar, karena ia merasa ada misteri di balik semua ini. Namun, amarah Prabu
Baladewa terlanjur memuncak. Ia tidak dapat disabarkan lagi dan segera bergegas
meninggalkan istana Dwarawati mencari Prabu Janaka.
Prabu Kresna termangu-mangu
melihatnya. Ia pun memerintahkan Arya Setyaki untuk membantu Prabu Baladewa. Raden
Gatutkaca juga ikut serta. Prabu Kresna lalu membubarkan pertemuan dan membawa
Dewi Sumbadra masuk ke dalam Taman Banoncinawi.
PRABU JANAKA MENYERANG KERAJAAN DWARAWATI
Sementara itu, Prabu Janaka
alias Raden Arjuna telah berangkat meninggalkan Kerajaan Amarta untuk mengejar
larinya Dewi Sumbadra dan Arya Wrekodara. Yang ikut bersamanya adalah Patih
Tegalelana bersama pasukan Kerajaan Bulukatiga. Patih Tegalelana ini adalah
mantan raja Bulukatiga yang direbut kedudukannya oleh Raden Arjuna, lalu
jabatannya diturunkan menjadi patih. Selain itu, Patih Tambakganggeng dan
pasukan Amarta juga dipaksa tunduk dan bergabung di bawah perintah Prabu
Janaka.
Prabu Baladewa didampingi Arya
Setyaki dan Raden Gatutkaca datang menghadang mereka. Prabu Baladewa memaki
Raden Arjuna hilang ingatan, mengalami gangguan jiwa, dan sebagainya. Prabu
Janaka balik menyebut Prabu Baladewa sebagai raja yang tidak punya sopan santun,
karena bertemu sesama raja tidak memberi salam, tetapi justru melabrak tanpa
sebab.
Prabu Baladewa semakin marah.
Ia pun maju menyerang Prabu Janaka. Pasukan masing-masing ikut maju pula. Maka,
terjadilah pertempuran antara kedua pihak. Setelah bertempur agak lama, Prabu
Baladewa barulah menyadari kebenaran ucapan Dewi Sumbadra, bahwa setelah
menghilang dua bulan, kesaktian Raden Arjuna meningkat pesat berkali-kali lipat.
Raden Gatutkaca dan Arya
Setyaki maju membantu Prabu Baladewa. Prabu Janaka sama sekali tidak gentar.
Tiba-tiba saja ia berubah wujud menjadi raksasa tinggi besar seperti gunung.
Prabu Baladewa, Raden Gatutkaca, dan Arya Setyaki tidak mampu menghadapi
kekuatannya. Mereka bertiga pun dilemparkan kembali ke arah Kerajaan Dwarawati.
RESI ENDRASEKTI SAKIT PARAH DAN MENGUTUS PUTRINYA MENCARI OBAT
Tersebutlah di Gunung
Indragiri ada seorang pendeta bernama Resi Endrasekti yang sedang sakit keras.
Ia berkata kepada putrinya yang bernama Endang Sugatawati, bahwa penyakitnya
ini bisa sembuh apabila memakan jenang madumangsa buatan Dewi Sumbadra, istri Raden
Arjuna di Kesatrian Madukara. Untuk itu, Resi Endrasekti pun memberikan
bungkusan berisi ketan hitam mentah kepada Endang Sugatawati agar diserahkan
kepada Dewi Sumbadra tersebut.
Endang Sugatawati berkata
dirinya tidak tahu di mana letak Kesatrian Madukara, dan bagaimana caranya bisa
bertemu dengan Dewi Sumbadra. Resi Endrasekti menerangkan bahwa Endang
Sugatawati hendaknya pergi ke Desa Karangkadempel menemui Kyai Semar dan
meminta kepadanya agar diantarkan menemui Dewi Sumbadra. Bilang saja bahwa Endang
Sugatawati adalah putri Resi Endrasekti, pasti Kyai Semar bersedia membantu.
Endang Sugatawati mematuhi perintah ayahnya, lalu ia pun berangkat dengan
membawa bungkusan tersebut.
DEWI SUMBADRA PINGSAN MENERIMA BUNGKUSAN DARI ENDANG SUGATAWATI
Endang Sugatawati berangkat
menuju Desa Karangkadempel hingga akhirnya bisa bertemu Kyai Semar, Nala
Gareng, Petruk, dan Bagong. Begitu mengetahui bahwa Endang Sugatawati adalah
anak Resi Endrasekti, Kyai Semar langsung mengatakan dirinya siap membantu.
Mereka lalu berangkat bersama-sama menuju Kerajaan Dwarawati, karena Dewi
Sumbadra sudah mengungsi ke sana sejak Kerajaan Amarta direbut oleh Prabu
Janaka dari Kerajaan Bulukatiga.
Sesampainya di Kerajaan
Dwarawati, Kyai Semar dan Endang Sugatawati langsung masuk ke Taman
Banoncinawi. Dewi Sumbadra yang duduk ditemani para dayang segera menyambut
mereka. Ia pun bertanya apakah Kyai Semar membawa kabar terbaru tentang keadaan
Kerajaan Amarta. Kyai Semar menjawab, dirinya datang ke Dwarawati untuk mengantar
putri Resi Endrasekti yang bernama Endang Sugatawati.
Endang Sugatawati maju
mendekat dan menceritakan bahwa ayahnya sedang sakit keras. Menurut petunjuk
dewata, Resi Endrasekti bisa sembuh apabila memakan jenang madumangsa buatan
Dewi Sumbadra. Itulah sebabnya, Endang Sugatawati datang menghadap Dewi
Sumbadra adalah untuk menyerahkan sebungkus ketan hitam sebagai bahan pembuatan
jenang madumangsa tersebut.
Dewi Sumbadra merasa tidak
kenal pada Resi Endrasekti. Namun, karena penasaran ia pun menerima bungkusan itu
dan melihat isinya. Sungguh terkejut perasaan Dewi Sumbadra karena yang ada di
dalam bungkusan itu ternyata bukan ketan hitam, melainkan pakaian milik Raden
Arjuna. Seketika badan Dewi Sumbadra gemetar dan ia pun jatuh pingsan tak
sadarkan diri.
PRABU BALADEWA MELAMPIASKAN KEMARAHAN PADA ENDANG SUGATAWATI
Prabu Baladewa yang kalah
perang melawan Prabu Janaka akhirnya kembali ke Kerajaan Dwarawati. Ia terkejut
melihat para dayang bertangisan dan mengatakan bahwa Dewi Sumbadra jatuh
pingsan setelah menerima bungkusan dari seorang perempuan bernama Endang
Sugatawati.
Prabu Baladewa yang baru saja
kalah perang itu pun semakin bertambah marah. Ia lalu mendatangi Endang
Sugatawati dan menuduhnya sebagai mata-mata yang dikirim Prabu Janaka untuk
membunuh Dewi Sumbadra. Endang Sugatawati mengaku tidak mengenal Prabu Janaka.
Namun, Prabu Baladewa tidak peduli. Ia yang sudah gelap mata langsung memukul
kepala Endang Sugatawati. Seketika gadis itu pun roboh di tanah kehilangan
nyawa.
Kyai Semar hendak mencegah namun
terlambat. Gadis yang diantarkannya kini telah tewas di tangan Prabu Baladewa.
Tidak lama kemudian Prabu Kresna muncul didampingi Raden Samba. Mereka terkejut
melihat Dewi Sumbadra pingsan dan ada pula mayat seorang gadis muda tergeletak
dikelilingi para panakawan.
ENDANG SUGATAWATI DIHIDUPKAN KEMBALI OLEH PRABU KRESNA
Prabu Kresna pun bertanya apa
yang sebenarnya telah terjadi. Kyai Semar menceritakan semuanya dari awal
hingga akhir. Perlahan-lahan Dewi Sumbadra bangun dari pingsan dan terkejut
melihat Endang Sugatawati telah meninggal. Prabu Baladewa juga menyesal telah
bertindak ceroboh dan terburu-buru karena tidak dapat mengendalikan amarah,
sehingga menyebabkan tewasnya seorang gadis remaja.
Raden Samba merasa berduka
melihat nasib Endang Sugatawati. Ia pun memohon kepada sang ayah agar
menghidupkan gadis itu kembali. Prabu Kresna lalu mengangkat Kembang
Wijayakusuma dan membaca mantra di atas kepala Endang Sugatawati. Seketika
gadis itu pun hidup kembali seperti bangun dari tidur. Prabu Kresna berkata
bahwa ajal Endang Sugatawati memang belum saatnya, sehingga masih bisa
dihidupkan kembali menggunakan Kembang Wijayakusuma.
Dewi Sumbadra lalu bertanya
apa yang harus ia lakukan saat ini. Prabu Kresna menjawab, sebaiknya Dewi
Sumbadra memasak jenang madumangsa dan menyerahkan makanan itu secara langsung
kepada Resi Endrasekti. Ia yakin bahwa Resi Endrasekti itulah yang bisa
mengalahkan Prabu Janaka dan membebaskan Prabu Puntadewa beserta para Pandawa
lainnya.
Dewi Sumbadra mematuhi. Ia
lalu masuk ke dapur. Prabu Kresna melihat Raden Samba menyukai Endang
Sugatawati. Maka, ia pun menugasi putranya itu agar menjaga dan menemani si
gadis di dalam Taman Banoncinawi. Raden Samba mematuhi perintah ayahnya dengan
senang hati.
RESI ENDRASEKTI SEMBUH DARI SAKITNYA
Jenang madumangsa telah
matang. Karena Kerajaan Dwarawati masih dalam keadaan perang melawan Prabu
Janaka dan pasukannya, maka Prabu Kresna ikut berangkat mengawal Dewi Sumbadra menuju
Gunung Indragiri untuk menyerahkan jenang tersebut kepada Resi Endrasekti.
Sesampainya di sana, mereka melihat Resi Endrasekti yang sudah tua terbaring lemah tidak
berdaya. Pendeta itu tersenyum gembira melihat Prabu Kresna dan Dewi Sumbadra
datang ke tempatnya.
Prabu Kresna berkata bahwa
Dewi Sumbadra telah memasak jenang madumangsa menggunakan tangannya sendiri
untuk mengobati penyakit Resi Endrasekti. Dewi Sumbadra lalu maju dan menyuapi
Resi Endrasekti. Begitu memakan jenang tersebut, Resi Endrasekti merasa
tubuhnya segar dan juga pulih dari sakitnya.
Kini Resi Endrasekti telah
sembuh dan bisa bangkit berdiri. Ia berterima kasih kepada Prabu Kresna dan
berterus terang ingin meminang Dewi Sumbadra sebagai istri, untuk menggantikan
ibu Endang Sugatawati yang sudah meninggal. Prabu Kresna menyebut Resi
Endrasekti sebagai orang tua tidak tahu diri, ibarat “diberi hati meminta jantung”. Namun, rumah tangga Dewi
Sumbadra dengan Raden Arjuna memang sedang ada masalah, dan kemungkinan mereka
akan bercerai. Saat ini Raden Arjuna sedang mengalami gangguan jiwa dan menjadi
raja di Bulukatiga, bergelar Prabu Janaka. Apabila Resi Endrasekti dapat
mengalahkan Prabu Janaka, maka lamarannya terhadap Dewi Sumbadra pasti dikabulkan
Prabu Kresna.
Resi Endrasekti menyanggupi
tantangan tersebut. Ia pun berangkat menuju tempat di mana Prabu Janaka dan
pasukannya sedang berkemah.
RESI ENDRASEKTI MENGHADAPI PRABU JANAKA
Resi Endrasekti bersama Prabu
Kresna dan Dewi Sumbadra telah sampai di hadapan Prabu Janaka dan pasukannya
yang berkemah di luar ibu kota Kerajaan Dwarawati. Mereka pun saling menantang.
Prabu Janaka minta istrinya dikembalikan, sedangkan Resi Endrasekti
memperkenalkan dirinya sebagai calon suami Dewi Sumbadra yang baru.
Prabu Janaka marah dan maju
menyerang Resi Endrasekti. Keduanya lalu terlibat pertarungan seru. Mereka
sama-sama lincah, sama-sama kuat, dan sama-sama terampil memainkan senjata.
Hingga akhirnya kedua orang itu pun saling melepas panah. Panah-panah mereka
saling bertabrakan di udara membuat kagum para prajurit yang menyaksikan.
Prabu Janaka lalu melepas
panah yang disertai mantra, begitu pula dengan Resi Endrasekti. Panah-panah
mereka saling mengenai sasaran masing-masing. Panah bermantra yang ditembakkan
Resi Endrasekti mengenai dada Prabu Janaka. Seketika wujud Prabu Janaka musnah
dan berubah menjadi Batara Kala. Rupanya selama ini yang memerangi Kerajaan
Amarta dan Kerajaan Dwarawati adalah Raden Arjuna palsu.
Sementara itu, panah yang
dilepaskan Prabu Janaka juga mengenai tubuh Resi Endrasekti. Seketika wujud
Resi Endrasekti pun musnah dan berubah menjadi Raden Arjuna yang asli. Melihat
rencananya menaklukkan Kerajaan Dwarawati telah gagal, Batara Kala pun terbang
ke udara, kembali ke Kahyangan Selamangumpeng.
PRABU PUNTADEWA DIBEBASKAN DARI PENJARA
Pasukan gabungan yang
mengepung Kerajaan Dwarawati kebingungan melihat raja mereka telah musnah. Kesempatan
ini dimanfaatkan Patih Tambakganggeng untuk segera kembali ke Kerajaan Amarta,
membebaskan Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara, dan yang lain dari dalam penjara.
Sementara itu, Patih
Tegalelana maju mengamuk membela sang raja. Raden Arjuna dengan cekatan mengalahkan
dan meringkusnya. Patih Tegalelana pun mohon ampun dan mulai hari ini ingin
mengabdi kepada Raden Arjuna. Ia menjelaskan bahwa dirinya adalah raja
Bulukatiga yang asli, namun telah dikalahkan oleh Raden Arjuna palsu, kemudian
diturunkan jabatannya menjadi patih.
Raden Arjuna asli merasa
kasihan pada Patih Tegalelana. Ia pun mempersilakan orang itu untuk kembali
menjadi raja Bulukatiga, namun jangan pernah lagi mengganggu Kerajaan Amarta.
Patih Tegalelana menjawab dirinya tidak mungkin berani. Karena mendapat
pengampunan, ia pun kembali memakai nama Prabu Tegalelana dan mohon pamit
bersama pasukannya untuk pulang ke Kerajaan Bulukatiga.
Prabu Kresna lalu mengajak
Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra kembali ke Kerajaan Dwarawati. Prabu Baladewa,
Arya Setyaki, Raden Gatutkaca, dan juga Raden Samba serta Endang Sugatawati
menyambut mereka dengan gembira. Tidak lama kemudian datang pula Prabu
Puntadewa, Arya Wrekodara, dan si kembar yang telah dibebaskan oleh Patih
Tambakganggeng dari dalam penjara.
RADEN ARJUNA MENCERITAKAN PENGALAMANNYA
Di hadapan semua orang, Raden
Arjuna pun menceritakan pengalamannya. Setelah menikahkan Raden Sumitra dengan
Dewi Asmarawati dua bulan yang lalu, tiba-tiba ia mimpi melihat salah satu
istrinya yang bernama Endang Saptarini sedang sakit keras. Maka, diam-diam
Raden Arjuna pun pergi tanpa pamit menuju Gunung Indragiri, tempat tinggal istrinya
itu.
Dahulu kala Raden Arjuna memang
pernah berkelana dan belajar kepada Resi Indrasukma di Gunung Indragiri
tersebut. Kemudian, Raden Arjuna menikahi putri sang guru yang bernama Endang Saptarini.
Ketika istrinya itu mengandung, Raden Arjuna mohon pamit kembali ke Kerajaan
Amarta. Kini ia kembali ke Gunung Indragiri dan melihat Endang Saptarini sedang
sakit, seperti yang tergambar dalam mimpinya. Adapun Resi Indrasukma sudah lama
meninggal.
Endang Saptarini pun
memperkenalkan putri mereka yang kini telah tumbuh remaja, bernama Endang
Sugatawati. Endang Saptarini merasa ajalnya segera tiba. Ia pun menitipkan
Endang Sugatawati kepada Raden Arjuna agar dicarikan jodoh yang tepat. Raden
Arjuna menyanggupi dan berkata agar istrinya itu percaya kepadanya.
Demikianlah, Endang Saptarini
pun meninggal dunia dengan tenang. Setelah memakamkan istrinya itu, Raden
Arjuna tinggal di Gunung Indragiri selama empat puluh hari. Setelah itu, ia
mengajak Endang Sugatawati untuk pindah ke Kesatrian Madukara. Namun, di tengah
jalan mereka bertemu Batara Kala yang mempunyai niat jahat. Raden Arjuna
diserang secara mendadak menggunakan ilmu sihir sehingga jatuh sakit dan
wajahnya berubah menjadi tua. Endang Sugatawati lalu memapah ayahnya kembali ke
Gunung Indragiri. Karena wajahnya berubah tua akibat ilmu sihir Batara Kala,
maka Raden Arjuna pun mengganti namanya menjadi Resi Endrasekti.
Sementara itu, Batara Kala
mengubah wujudnya menjadi Raden Arjuna palsu, lalu pergi menaklukkan Kerajaan
Bulukatiga dan melorot rajanya yang bernama Prabu Tegalelana menjadi patih.
Raden Arjuna palsu kemudian menjadi raja di sana, bergelar Prabu Janaka. Ia
lalu pergi menyerang Kerajaan Amarta dan Kerajaan Dwarawati sebagaimana yang
telah diketahui bersama.
Prabu Kresna dan yang lain
bersyukur segala persoalan telah selesai. Mengenai jodoh untuk Endang
Sugatawati sesuai wasiat mendiang ibunya sebelum meninggal, maka lebih baik
Raden Samba saja yang memenuhi hal itu. Sepertinya Raden Samba dan Endang
Sugatawati bisa menjadi pasangan yang serasi. Raden Arjuna tidak keberatan. Ia
pun menerima lamaran Prabu Kresna tersebut dengan senang hati. Semua orang
gembira mendengarnya dan ikut merayakan perjodohan ini.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Catatan : Untuk kisah pertemuan Raden Arjuna dengan ibu Endang
Sugatawati adalah tambahan dari saya. Serta kisah Prabu Tegalelana yang
diturunkan menjadi patih juga tambahan dari saya, dengan tujuan supaya nanti
bisa menyambung dengan lakon Pramusinta-Rayungwulan.
visit me
BalasHapusvisit me
visit me
visit me
visit me