Kisah ini menceritakan tentang perkawinan antara Raden Samba putra Prabu
Kresna dengan Dewi Sugatawati putri Raden Arjuna. Perkawinan ini kelak
melahirkan Patih Dwara yang menjadi patih pada era pemerintahan Prabu Parikesit.
Kisah ini saya olah dari sumber Ensiklopedia Wayang Purwa karya Rio
Sudibyoprono, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, 27 Maret 2018
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
Raden Samba Wisnubrata. |
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU KRESNA HENDAK MENIKAHKAN RADEN SAMBA DENGAN DEWI SUGATAWATI
Di Kerajaan Dwarawati, Prabu Kresna
Wasudewa dihadap putra mahkota Raden Samba Wisnubrata, Arya Setyaki, dan Patih
Udawa. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura, yaitu Prabu Baladewa yang datang
berkunjung. Dalam pertemuan itu, Prabu Kresna berniat menikahkan Raden Samba
dengan putri Raden Arjuna di Kesatrian Madukara yang bernama Dewi Sugatawati.
Di antara para putra Prabu
Kresna, yang paling disayang dan dimanjakan adalah Raden Samba tersebut. Karena
terlalu dimanjakan itulah, Raden Samba tumbuh menjadi pemuda yang suka
bertindak sesuka hati. Umurnya sudah matang tetapi belum ingin menikah.
Sehari-hari ia lebih suka bermain-main dengan para gundik di Kesatrian
Paranggaruda. Padahal, para sepupunya seperti Raden Pancawala, Raden Abimanyu,
Raden Antareja, Raden Gatutkaca, Raden Sumitra, sudah menikah semua. Namun
demikian, sejak berkenalan dengan Dewi Sugatawati beberapa waktu yang lalu,
sikap Raden Samba berubah menjadi lebih dewasa dan menyatakan siap berumah
tangga.
Prabu Baladewa juga ikut
menasihati keponakannya itu, bahwa rumah tangga bukan sekadar ajang
melampiaskan nafsu. Istri bukan sekadar teman tidur, tetapi merupakan teman
hidup untuk dimintai pertimbangan dalam menyelesaikan masalah. Rumah tangga
adalah ujian bagi Raden Samba untuk menjadi calon pemimpin. Kelak, Raden Samba
adalah calon raja Dwarawati apabila ayahnya sudah turun takhta. Sebagai
pemimpin negara, maka terlebih dahulu harus bisa membuktikan diri dengan cara
memimpin rumah tangga.
Raden Samba mematuhi nasihat
kedua orang tuanya itu tanpa berani membantah. Prabu Baladewa lalu berkata
kepada Prabu Kresna bahwa urusan melamar Dewi Sugatawati ke Madukara biarlah
dirinya saja yang berangkat. Prabu Kresna berterima kasih dan menawari Prabu
Baladewa untuk makan terlebih dulu. Namun, Prabu Baladewa menolak. Ia berkata
urusan makan bisa dilakukan nanti saja. Yang penting saat ini adalah pergi
meminang Dewi Sugatawati sebelum keduluan orang lain.
Prabu Kresna pun mengantar
kepergian Prabu Baladewa hingga ke halaman istana. Ia juga memerintahkan Arya
Setyaki agar ikut menemani keberangkatan kakaknya itu menuju Kesatrian Madukara.
PRABU KALADURGANGSA INGIN MENIKAHI DEWI SUGATAWATI
Tersebutlah seorang raja
raksasa bernama Prabu Kaladurgangsa dari Kerajaan Garbapura. Pada suatu malam
ia mimpi bertemu seorang putri cantik bernama Dewi Sugatawati. Setelah bangun dari
tidurnya, ia pun memanggil panakawan Kyai Togog dan Bilung Sarahita untuk meminta
keterangan pada mereka.
Kyai Togog yang berwawasan
luas menceritakan bahwa Dewi Sugatawati adalah putri Raden Arjuna, kesatria
Panengah Pandawa yang tinggal di Kesatrian Madukara, masuk wilayah Kerajaan
Amarta. Raden Arjuna ini adalah sosok pria sempurna di masa kini. Kaum
laki-laki membicarakan kesaktian dan kepandaiannya, sedangkan kaum perempuan
membicarakan ketampanannya.
Prabu Kaladurgangsa tertarik
mendengarnya. Dewi Sugatawati yang ia temui dalam mimpi berwajah cantik jelita,
tentunya wajar karena ayahnya juga tampan rupawan. Karena tekadnya sudah bulat,
Prabu Kaladurgangsa pun memerintahkan Patih Kalagora untuk pergi melamar Dewi
Sugatawati kepada Raden Arjuna. Apabila Raden Arjuna tidak mengizinkan, maka
Patih Kalagora boleh menggunakan kekerasan. Patih Kalagora mematuhi dan segera mohon
pamit melaksanakan perintah.
PASUKAN DWARAWATI BENTROK DENGAN PASUKAN GARBAPURA
Pasukan Garbapura yang
dipimpin Patih Kalagora pun berangkat menuju Kesatrian Madukara. Di tengah
jalan mereka bertemu rombongan dari Kerajaan Dwarawati. Ketika mengetahui bahwa
tujuan kedua pihak tersebut adalah sama-sama hendak melamar Dewi Sugatawati,
maka mereka pun saling menyerang dan terjadilah bentrokan.
Patih Kalagora maju mengamuk
membuat Arya Setyaki terdesak. Melihat itu, Prabu Baladewa turun dari Gajah Puspadenta
dan ikut bertempur. Patih Kalagora pun terdesak kalah dan terpaksa mundur kembali
ke Kerajaan .
Setelah pihak musuh tercerai
berai, Prabu Baladewa dan rombongan pun melanjutkan perjalanan menuju Kesatrian
Madukara.
PRABU BALADEWA DAN DANGHYANG DRUNA MELAMAR DEWI SUGATAWATI
Di Kesatrian Madukara, Raden
Arjuna menerima kunjungan Danghyang Druna dan Patih Sangkuni yang keduanya
mengemban amanat dari Prabu Duryudana di Kerajaan Hastina untuk melamar Dewi
Sugatawati sebagai calon istri Raden Lesmana Mandrakumara. Raden Arjuna merasa
bimbang handak menjawab karena ia tahu Dewi Sugatawati sudah diinginkan Prabu
Kresna untuk menjadi calon istri Raden Samba. Namun, apabila menolak juga Raden
Arjuna merasa segan karena yang mengajukan lamaran adalah gurunya sendiri,
yaitu Danghyang Druna.
Raden Arjuna semakin bertambah
bingung ketika Prabu Baladewa datang pula untuk melamar Dewi Sugatawati sebagai
istri Raden Samba. Patih Sangkuni menyarankan agar Raden Arjuna tidak perlu
bingung, karena rombongan dari Kerajaan Hastina yang datang lebih dulu,
sehingga lebih berhak jika lamaran mereka yang diterima. Lagipula Prabu
Baladewa juga biasanya melamar gadis untuk calon istri Raden Lesmana
Mandrakumara. Maka, apabila Raden Arjuna menerima lamaran pihak Hastina, maka Prabu
Baladewa pasti tidak akan keberatan.
Prabu Baladewa marah mendengar
ucapan Patih Sangkuni. Memang benar biasanya ia melamar gadis untuk calon istri
Raden Lesmana Mandrakumara. Akan tetapi, kali ini yang memberikan mandat
kepadanya bukan Prabu Duryudana, melainkan Prabu Kresna. Maka,
pertanggungjawabannya kali ini adalah kepada Kerajaan Dwarawati, bukan kepada
Kerajaan Hastina. Bagaimanapun juga tugas harus dilaksanakan dengan baik. Memang
benar Raden Lesmana ataupun Raden Samba, kedua-duanya adalah keponakan. Namun, Prabu
Baladewa saat ini bertindak sebagai wakil Prabu Kresna, bukan sebagai wakil
Prabu Duryudana.
Raden Arjuna melerai
perdebatan Prabu Baladewa dan Patih Sangkuni. Ia lalu memanggil Dewi Sugatawati
agar menentukan pilihan. Dewi Sugatawati pun datang menghadap. Ia menyembah
hormat kepada semua yang hadir. Raden Arjuna lalu menceritakan semua kepada
putrinya itu, bahwa telah datang dua lamaran dari Kerajaan Hastina. Dewi
Sugatawati menjawab, meskipun dirinya sudah saling kenal dengan Raden Samba,
namun ia tidak tahu apakah sepupunya itu benar-benar mencintainya atau tidak.
Patih Sangkuni menyela, kalau begitu dengan Raden Lesmana saja. Dewi Sugatawati
menjawab, apalagi dengan Raden Lesmana, ia sama sekali belum tahu orangnya.
Dewi Sugatawati lalu berkata,
bahwa ia ingin menguji lebih dulu sedalam apa kesungguhan mereka berdua. Maka,
ia pun mengadakan sayembara, yaitu Raden Samba dan Raden Lesmana harus pergi
mencari dan menangkap kijang kencana berkaki merah untuk menjadi binatang
peliharaannya. Kedua pangeran itu harus menangkap kijang tersebut dengan tangan
mereka sendiri, tidak boleh diwakili orang lain.
Prabu Baladewa menyatakan
sanggup memenuhi keinginan Dewi Sugatawati. Melihat pihak lawan sudah
menyanggupi, mau tidak mau Danghyang Druna dan Patih Sangkuni pun demikian
pula. Kedua rombongan itu lalu mohon pamit kembali ke negara masing-masing.
RADEN SAMBA MEMINTA PETUNJUK RESI JEMBAWAN
Prabu Baladewa telah kembali
ke Kerajaan Dwarawati dan menyampaikan apa yang menjadi sayembara Dewi
Sugatawati. Raden Samba termangu-mangu mendengarnya dan ia merasa persyaratan
tersebut berat sekali. Di dunia ini mana ada hewan yang berwujud kijang kencana
berkaki merah?
Prabu Kresna menasihati
putranya itu agar menjadi kesatria yang tangguh, tidak mudah putus asa sebelum
mencoba. Ia lalu menyarankan agar Raden Samba meminta petunjuk sang kakek,
yaitu Resi Jembawan di Astana Gandamadana. Resi Jembawan seorang pendeta
berwujud wanara, tentunya lebih mengetahui seluk beluk dunia hewan yang
aneh-aneh sekalipun.
Raden Samba merasa mendapat
pencerahan. Ia pun mengajak Arya Setyaki untuk menemaninya mencari kijang
tersebut. Namun, Prabu Baladewa mengingatkan bahwa sayembara Dewi Sugatawati
harus ditempuh sendiri, tidak boleh melibatkan orang lain. Raden Samba tidak
berani membantah. Ia pun mohon restu kemudian berangkat menuju Astana
Gandamadana.
Sesampainya di Astana
Gandamadana, Raden Samba segera menghadap sang kakek, yaitu Resi Jembawan, beserta
kakak kandungnya, yaitu Raden Gunadewa. Resi Jembawan yang sudah berusia
ratusan tahun itu sedang mendidik Raden Gunadewa agar kelak bisa melanjutkan
pekerjaannya sebagai juru kunci Astana Gandamadana, tempat pemakaman para
leluhur Kerajaan Mandura dan Dwarawati.
Raden Samba pun menceritakan
apa yang menjadi permintaan calon istrinya, yaitu ingin dibawakan seekor kijang
kencana berkaki merah. Resi Jembawan berkata bahwa di dunia ini hanya ada satu
hewan kijang kencana berkaki merah seperti itu, dan hewan tersebut berkeliaran
di kaki Gunung Untarayana sebelah barat. Namun, kijang kencana ini tidak dapat
ditangkap dengan cara kasar, melainkan harus dengan cara yang lembut.
Raden Samba berterima kasih
kepada sang kakek, lalu mohon restu berangkat menuju ke gunung tersebut.
RADEN SAMBA MENANGKAP KIJANG KENCANA BERKAKI MERAH
Singkat cerita, Raden Samba
telah tiba di kaki Gunung Untarayana sebelah barat. Setelah menyusuri jalur
yang diceritakan Resi Jembawan, ia akhirnya melihat gerak-gerik seekor kijang
berbulu emas, berkaki merah. Raden Samba sempat terpukau tak percaya
menyaksikan di dunia ini ternyata ada binatang sejenis itu. Ia lalu melompat
menyergap, namun si kijang ternyata lincah dan gesit, mampu menghindar dari
tangkapannya.
Raden Samba lalu berlari
mengejar kijang kencana berkaki merah itu. Namun, semakin dikejar, kijang
kencana tersebut justru semakin kencang larinya. Raden Samba lalu teringat pada
pesan kakeknya agar jangan menangkap kijang ini menggunakan kekerasan. Ia pun
berhenti mengejar dan duduk di atas batuan gunung.
Raden Samba lalu bernyanyi, melagukan
tembang-tembang indah dengan suaranya yang merdu. Sungguh ajaib, kijang kencana
itu berhenti berlari. Ia lalu berjalan mendekat seolah tertarik pada lagu yang
dinyanyikan Raden Samba.
Raden Samba memang putra Prabu
Kresna yang paling dimanja, sehingga ia suka hidup santai dan bersenang-senang.
Maka, Raden Samba pun pandai bernyanyi segala macam jenis lagu. Sedangkan
putra-putra Prabu Kresna yang lain memiliki kegemaran masing-masing. Raden
Gunadewa yang berbulu lebat seperti wanara lebih suka hidup menyepi di Gunung
Gandamadana memperdalam ilmu agama kepada Resi Jembawan; Raden Partajumena
lebih suka berkelana meninggalkan istana, mengasah ilmu kesaktian seperti Prabu
Kresna di masa muda; sedangkan si bungsu Raden Setyaka lebih suka membaca kitab-kitab
ilmu pengetahuan. Bisa dikatakan, Prabu Kresna yang memiliki kepandaian bermacam-macam
ternyata tidak ada satu pun putranya yang mewarisi secara keseluruhan. Raden
Gunadewa hanya mewarisi kebijaksanaannya, Raden Partajumena mewarisi
kesaktiannya, Raden Setyaka mewarisi kecerdasannya, sedangkan Raden Samba
mewarisi keluwesan dan pesonanya.
Kini kijang kencana berkaki
merah telah semakin dekat dengan tempat Raden Samba duduk. Ia tampak begitu
penasaran ingin mendengar setiap bait lagu yang dinyanyikan Raden Samba. Di
lain pihak, Raden Samba terus menyanyi dengan penuh semangat, sambil dalam hati
membaca mantra yang diajarkan Resi Jembawan. Tangannya lalu bergerak membelai
kepala kijang tersebut. Seketika kijang itu pun tunduk dan berubah menjadi
jinak, tidak liar lagi seperti sebelumnya.
Raden Samba tertawa senang,
lalu merangkul leher kijang kencana tersebut dan mengajaknya pergi menuju
Kerajaan Dwarawati.
PRABU BOMA NARAKASURA MERASA IRI PADA RADEN SAMBA
Sementara itu di Kerajaan
Trajutresna, Prabu Boma Narakasura duduk di takhta dengan dihadap Patih
Pancadnyana, Ditya Yayahgriwa, dan Ditya Ancakogra. Hari itu Prabu Boma baru
saja mendengar kabar bahwa Prabu Kresna hendak menikahkan Raden Samba dengan
Dewi Sugatawati putri Raden Arjuna. Terus terang Prabu Boma merasa iri kepada Raden
Samba yang selalu diperhatikan sang ayah. Dulu ketika Prabu Boma masih bernama
Raden Sitija dan datang pertama kali ke Kerajaan Dwarawati, saat itu Prabu
Kresna dengan tegas mengatakan bahwa takhta Kerajaan Dwarawati sudah menjadi
hak Raden Samba. Sehingga, apabila Raden Sitija hendak mencari kemuliaan, maka
harus berusaha sendiri. Raden Sitija tidak masalah diperlakukan seperti itu,
karena baginya yang terpenting adalah mendapat pengakuan sebagai anak Prabu
Kresna, bukan mendapat warisan Kerajaan Dwarawati.
Kala itu Raden Sitija akhirnya
mampu mengalahkan Prabu Bomantara raja Surateleng dan Prabu Narakasura raja
Prajatisa. Ia lalu menggabungkan kedua negara mereka menjadi satu, yang
kemudian dikenal sebagai Kerajaan Trajutresna. Ia pun menjadi raja di gabungan
dua negara tersebut dengan gelar Prabu Boma Narakasura.
Patih Pancadnyana mendengar
curahan hati rajanya dengan seksama. Prabu Boma melanjutkan ceritanya, bahwa ia
tidak iri apabila Raden Samba kelak menjadi raja Dwarawati, karena ia sudah
memiliki Kerajaan Trajutresna yang diperoleh dari hasil usahanya sendiri, bukan
dari warisan orang tua. Namun, yang membuatnya iri adalah Prabu Kresna
mencarikan jodoh untuk Raden Samba, sedangkan untuknya tidak sama sekali.
Sebagai putra yang lebih tua, harusnya ia yang lebih dulu dinikahkan, bukannya
Raden Samba.
Patih Pancadnyana berkata
bahwa soal jodoh, Prabu Boma tidak perlu khawatir, juga tidak perlu iri pada
Raden Samba. Ia memiliki keponakan yang cantik jelita, bernama Dewi Agnyanawati,
putra kakaknya, yaitu Prabu Krentagnyana di Kerajaan Giyantipura. Prabu Boma
keberatan, karena Patih Pancadnyana berwujud raksasa, pasti keponakannya juga berparas
raksasi. Patih Pancadnyana berkata bahwa keponakannya yang bernama Dewi Agnyanawati
itu sangat cantik, karena ibunya dari golongan manusia, bukan dari golongan
raksasi. Begitu bersemangat Patih Pancadnyana menceritakan tentang kecantikan
keponakannya yang bernama Dewi Agyanawati, membuat Prabu Boma merasa tertarik
dan berniat kapan-kapan akan berkunjung ke Kerajaan Giyantipura.
Sekarang, Prabu Boma lebih
dulu ingin pergi ke Kesatrian Madukara, menyaksikan perkawinan antara Raden
Samba dengan Dewi Sugatawati. Patih Pancadnyana pun ikut menemani.
RADEN SAMBA DIKEROYOK PARA KURAWA
Sementara itu, Raden Samba
dalam perjalanan kembali ke Kerajaan Dwarawati sambil menuntun kijang kencana
berkaki merah yang sudah jinak kepadanya. Di tengah jalan, tiba-tiba ia
dihadang Patih Sangkuni bersama para Kurawa. Mereka berniat merebut kijang
kencana itu dari tangan Raden Samba untuk diserahkan kepada Raden Lesmana
Mandrakumara.
Raden Samba menuduh para
Kurawa berbuat curang, karena menurut ketentuan sayembara, antara dirinya dan
Raden Lesmana harus berusaha sendiri menangkap kijang kencana berkaki merah,
tanpa boleh dibantu orang lain. Patih Sangkuni menjawab persetan dengan
peraturan itu. Raden Arjuna dan Dewi Sugatawati tidak akan tahu kijang kencana
ditangkap oleh siapa. Yang paling penting saat pernikahan nanti adalah Raden
Lesmana menuntun kijang kencana berkaki merah.
Patih Sangkuni lalu
memerintahkan para Kurawa untuk maju merebut kijang kencana. Raden Samba
berusaha mencegah, namun ia jelas bukan tandingan para Kurawa, apalagi dengan
jumlah sebanyak itu. Kijang kencana pun melompat ke sana kemari berusaha
menghindar. Para Kurawa berusaha menangkapnya tetapi tidak ada satu pun yang mampu
menandingi kelincahan hewan itu.
Para Kurawa sebagian
mengeroyok Raden Samba, dan sebagian lagi berusaha mengepung kijang kencana
berkaki merah. Kijang tersebut berusaha melawan mati-matian, daripada ditangkap
oleh mereka. Pada saat itulah tiba-tiba muncul Arya Setyaki dan Patih Udawa
datang membantu. Mereka langsung terjun menghalau para Kurawa yang berani
mengganggu Raden Samba dan kijang tersebut.
Para Kurawa tidak menyangka
kalau Raden Samba memperoleh bala bantuan. Karena terdesak oleh kesaktian dua
orang itu, Patih Sangkuni pun memerintahkan para keponakannya untuk mundur,
kembali ke Kerajaan Hastina.
Raden Samba berterima kasih
atas bantuan Arya Setyaki dan Patih Udawa yang datang tepat pada waktunya. Ia
bertanya mengapa mereka menyusul, bukankah peraturan sayembara mengatakan,
kijang kencana berkaki merah harus ditangkap olehnya sendiri, tidak boleh
dibantu orang lain. Arya Setyaki menjawab memang benar demikian. Raden Samba
memang harus menangkap kijang kencana sendiri. Namun, jika membantu mengusir
para pengacau, bukan membantu menangkap kijang, jelas tidak melanggar
peraturan. Prabu Kresna mendapat firasat pihak Hastina pasti berbuat curang,
maka ia pun mengutus Arya Setyaki dan Patih Udawa untuk menyusul dan melindungi
putra kesayangannya.
Raden Samba terkesan mendengar
perhatian sang ayah kepadanya. Ia pun berterima kasih kepada Arya Setyaki dan
Patih Udawa, lalu menuntun kijang kencana melanjutkan perjalanan pulang bersama
mereka.
DEWI SUGATAWATI DICULIK PRABU KALADURGANGSA
Di Kesatrian Madukara, Raden
Arjuna dan para Pandawa lainnya menerima kedatangan rombongan pengantin pria
dari Kerajaan Dwarawati. Tampak Raden Samba menuntun kijang kencana berkaki
merah, diiringi Prabu Kresna, Prabu Baladewa, Dewi Jembawati, Arya Setyaki,
Patih Udawa, Patih Pragota, dan Arya Prabawa.
Tiba-tiba Dewi Sumbadra muncul
dan melaporkan bahwa pengantin perempuan, Dewi Sugatawati hilang diculik orang.
Menurut kesaksian para dayang, ada seorang raja raksasa menyusup ke dalam Taman
Maduganda dan berhasil menculik Dewi Sugatawati.
Raden Samba terkejut bercampur
marah. Ia pun mengajak Arya Setyaki mengejar penculik itu. Raden Gatutkaca juga
ikut pergi membantu.
Raja raksasa yang menculik
Dewi Sugatawati tidak lain adalah Prabu Kaladurgangsa. Setelah mendapat laporan
tentang kekalahan Patih Kalagora, ia pun berangkat sendiri menculik Dewi
Sugatawati di Kesatrian Madukara. Kini usahanya berhasil. Ia membawa Dewi
Sugatawati yang meronta-ronta menuju Kerajaan Garbapura.
Namun, di tengah jalan ia
bertemu Prabu Boma dan Patih Pancadnyana yang sedang dalam perjalanan menuju
Kesatrian Madukara. Prabu Boma segera melesat menerjang Prabu Kaladurgangsa.
Pertarungan sengit pun terjadi. Dewi Sugatawati diletakkan di tanah agar bisa
lebih leluasa. Namun demikian, tetap saja Prabu Kaladurgangsa kalah dan
akhirnya tewas di tangan Prabu Boma.
Raden Samba, Arya Setyaki, dan
Raden Gatutkaca tiba di tempat itu. Mereka menuduh Prabu Boma sebagai penculik
Dewi Sugatawati. Namun, Dewi Sugatawati menjelaskan bahwa Prabu Boma justru
telah menolong dirinya terbebas dari penculik yang sebenarnya. Ia pun
menunjukkan mayat Prabu Kaladurgangsa yang merupakan pelaku penculikan atas
dirinya.
Raden Samba segera meminta
maaf kepada Prabu Boma. Mereka lalu bersama-sama kembali menuju Kesatrian
Madukara.
PERKAWINAN RADEN SAMBA DENGAN DEWI SUGATAWATI
Para Pandawa beserta Prabu
Kresna dan Prabu Baladewa menyambut kembalinya Dewi Sugatawati bersama Raden
Samba, Prabu Boma, dan juga yang lain. Dewi Sugatawati melihat persyaratan
kijang kencana berkaki merah telah terpenuhi, dan ia juga dapat mengetahui bahwa
hewan tersebut benar-benar ditangkap sendiri oleh Raden Samba.
Prabu Baladewa bertanya dari
mana Dewi Sugatawati tahu kalau kijang tersebut ditangkap sendiri oleh Raden
Samba, bukankah bisa saja memakai bantuan orang lain? Dewi Sugatawati menjawab,
dirinya pertama kali tahu tentang kijang kencana berkaki merah adalah dari
dongeng kakeknya. Kakeknya bercerita bahwa, kijang kencana berkaki merah ini
adalah hewan liar yang sulit ditangkap. Namun, jika ada manusia yang bisa
menangkapnya, maka ia akan selalu bersikap jinak kepada orang itu. Dewi
Sugatawati kini melihat sendiri bahwa kijang kencana berkaki merah tampak
selalu berada di dekat Raden Samba, pertanda Raden Samba adalah orang yang
telah menangkapnya dengan tangan sendiri.
Prabu Baladewa memuji
kepandaian gadis itu. Andai saja pihak Kurawa tadi berhasil merebut kijang
kencana berkaki merah, tetap saja mereka tidak mampu membohongi Dewi
Sugatawati. Kini segalanya telah terpenuhi. Raden Arjuna pun meresmikan
pernikahan antara Raden Samba dengan Dewi Sugatawati. Semua orang ikut
berbahagia merayakannya.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar