Kisah ini menceritakan tentang Bambang Pramusinta yang dikirim Prabu
Tegalelana agar mati di tangan Raden Arjuna. Namun, bukannya tewas, ia justru
diterima sebagai anggota keluarga Pandawa.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pentas wayang kulit dengan
dalang Ki Anom Suroto, dengan sedikit pengembangan seperlunya.
Kediri, April 2018
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini
------------------------------
ooo ------------------------------
PRABU TEGALELANA JATUH CINTA PADA ISTRI PEGAWAINYA
Prabu Tegalelana adalah raja
Bulukatiga yang dulu pernah ditaklukkan Raden Arjuna palsu penjelmaan Batara
Kala. Raden Arjuna palsu itu lalu menduduki Kerajaan Bulukatiga, sedangkan
Prabu Tegalelana diturunkan jabatannya menjadi patih. Kemudian Raden Arjuna
palsu yang memakai gelar Prabu Janaka menyerang Kerajaan Amarta dan Kerajaan
Dwarawati, namun ia dapat dikalahkan oleh Resi Endrasekti, yaitu penjelmaan
Raden Arjuna yang asli. Setelah Prabu Janaka kembali ke kahyangan sebagai
Batara Kala, Raden Arjuna pun mengampuni Patih Tegalelana dan mengizinkannya
kembali menjadi raja di Bulukatiga.
Hari ini Prabu Tegalelana
duduk memimpin pertemuan yang dihadiri adiknya, yaitu Raden Tegamurti, dan juga
Patih Kuntalabahu. Pertemuan itu tidak membahas tentang kenegaraan, tetapi
membicarakan masalah pribadi yang dialami Prabu Tegalelana sendiri.
Dua bulan yang lalu, Prabu
Tegalelana sewaktu pulang dari Kerajaan Dwarawati, yaitu setelah mendapat
pengampunan dari Prabu Kresna dan Raden Arjuna, di tengah jalan dihadang seekor
harimau liar. Para prajurit yang kelelahan tidak ada yang mampu mengatasi
harimau tersebut. Bahkan, hampir saja harimau itu menerkam Prabu Tegalelana. Beruntung
saat itu muncul seorang pemuda yang menolong Prabu Tegalelana menaklukkan
harimau tersebut. Harimau itu kabur melarikan diri setelah beberapa kali
dibanting si pemuda. Prabu Tegalelana pun berterima kasih kepadanya. Pemuda itu
memperkenalkan dirinya bernama Bambang Pramusinta dari Desa Pandansurat.
Sebagai ungkapan rasa syukur, Prabu Tegalelana menerima Bambang Pramusinta
bekerja sebagai punggawa Kerajaan Bulukatiga.
Esok harinya, Bambang
Pramusinta datang ke istana Bulukatiga bersama istrinya dengan membawa palawija
hasil bumi Pandansurat. Rupanya istri Bambang Pramusinta yang bernama Endang
Rayungwulan ikut datang ke istana untuk berterima kasih kepada Prabu
Tegalelana, karena suaminya diterima bekerja setelah cukup lama menjadi
pengangguran. Menyaksikan paras Endang Rayungwulan yang cantik jelita, seketika
Prabu Tegalelana terkesima. Sejak kejadian itu, ia menjadi susah tidur karena
terbayang-bayang wajah istri Bambang Pramusinta tersebut. Dua bulan lamanya
Prabu Tegalelana memendam perasaan ini, hingga sekarang ia tidak mampu lagi
untuk tidak menceritakannya.
Raden Tegamurti mendengar
penuturan kakaknya dengan seksama. Ia dapat menyimpulkan bahwa Prabu Tegalelana
telah jatuh cinta kepada istri Bambang Pramusinta. Ia pun bertanya kepada
kakaknya mengapa tidak menggunakan kekuasaan saja untuk menceraikan mereka dan
mengambil Endang Rayungwulan ke istana? Prabu Tegalelana menjawab, jika ia
menggunakan kekuasaan untuk merebut Endang Rayungwulan, maka Bambang Pramusinta
akan benci kepadanya. Terus terang, Prabu Tegalelana gentar menyaksikan
kesaktian Bambang Pramusinta yang begitu terampil membanting seekor harimau
berkali-kali tanpa membunuh binatang tersebut.
Raden Tegamurti mengusulkan,
untuk menghadapi orang sakti maka gunakanlah orang sakti lainnya. Prabu
Tegalelana pun teringat pada Raden Arjuna yang pernah mengalahkannya. Ia yakin
Raden Arjuna pasti bisa mengalahkan Bambang Pramusinta. Namun, ia tidak tahu
bagaimana caranya meminta bantuan kepada Panengah Pandawa tersebut.
Raden Tegamurti berkata bahwa
ia pernah mendengar tentang sepak terjang Raden Arjuna. Konon, selain sakti
mandraguna, Raden Arjuna juga terkenal menyukai kecantikan wanita. Jumlah istri
Raden Arjuna di Kesatrian Madukara saja ada empat orang, yaitu Dewi Sumbadra,
Dewi Srikandi, Dewi Larasati, dan Dewi Sulastri. Itu belum ditambah istri-istri
lainnya yang tersebar di banyak tempat, misalnya Dewi Ulupi, Dewi Gandawati,
Dewi Manuhara, Dewi Jimambang, dan sebagainya. Oleh sebab itu, cara untuk
memancing Raden Arjuna agar bersedia membunuh Bambang Pramusinta adalah dengan
cara menawarkan perempuan kepadanya.
Prabu Tegalelana memuji
kepandaian Raden Tegamurti. Ia lalu bertanya siapakah perempuan yang akan
ditawarkan kepada Raden Arjuna. Raden Tegamurti menjawab, siapa lagi kalau
bukan adik bungsu mereka, yaitu Dewi Tegawati? Jika Dewi Tegawati ditawarkan
kepada Raden Arjuna, maka Prabu Tegalelana akan memperoleh dua keuntungan.
Pertama, Prabu Tegalelana akan menjadi kakak ipar Raden Arjuna yang perkasa.
Kedua, Bambang Pramusinta akan mati dan itu artinya Prabu Tegalelana dapat
menikahi Endang Rayungwulan.
Prabu Tegalelana
menimbang-nimbang perkataan adiknya. Tanpa butuh waktu lama, ia pun menjawab
setuju mengikuti rencana tersebut.
BAMBANG PRAMUSINTA DIUTUS MENGANTAR SURAT KE KESATRIAN MADUKARA
Karena sang kakak sudah
setuju, Raden Tegamurti pun melaksanakan rencananya. Ia menulis surat yang
isinya Prabu Tegalelana meminta bantuan Raden Arjuna untuk membunuh si pembawa
surat, karena si pembawa surat ini adalah punggawa durhaka yang sangat sakti,
hendak merebut takhta Kerajaan Bulukatiga. Padahal, jelas-jelas Kerajaan
Bulukatiga berada di bawah perlindungan Raden Arjuna. Apabila Raden Arjuna
berkenan menghukum mati si pembawa surat, maka Prabu Tegalelana ingin menjalin
persaudaraan dengan memberikan adiknya yang bernama Dewi Tegawati.
Prabu Tegalelana menandatangani
surat tersebut, kemudian memerintahkan Patih Kuntalabahu untuk memanggil
Bambang Pramusinta agar menghadap. Patih Kuntalabahu pun keluar istana dan memanggil
Bambang Pramusinta yang sedang memeriksa kelengkapan prajurit.
Bambang Pramusinta segera datang
menghadap Prabu Tegalelana. Prabu Tegalelana pun memerintahkannya untuk
mengantarkan surat kepada Raden Arjuna di Kesatrian Madukara, wilayah Kerajaan
Amarta. Surat tersebut terbungkus rapat dengan segel stempel Kerajaan
Bulukatiga. Apabila Bambang Pramusinta berani membuka pembungkus surat, maka
hukuman mati menunggu dirinya.
Bambang Pramusinta menjawab
dirinya tidak mungkin berani membuka surat tersebut. Ia pun menerima surat itu,
lalu mohon pamit melaksanakan tugas.
Setelah Bambang Pramusinta
pergi, Prabu Tegalelana merasa yakin pemuda itu pasti akan binasa. Kini rasa
rindunya bangkit dan ia ingin sekali bisa segera bertemu Endang Rayungwulan.
Raden Tegamurti mencoba menyabarkan kakaknya itu agar menunggu kepastian berita
tewasnya Bambang Pramusinta terlebih dulu. Namun, Prabu Tegalelana tidak bisa
menahan diri lagi. Ia pun bergegas meninggalkan istana Bulukatiga menuju Desa
Pandansurat.
PRABU TEGALELANA MERAYU ENDANG RAYUNGWULAN
Di Desa Pandansurat, Endang
Rayungwulan dihadap adiknya yang bernama Bambang Sabekti, serta istri adiknya
yang bernama Endang Pramuwati. Adapun Endang Pramuwati tidak lain adalah adik
kandung Bambang Pramusinta. Dalam kesempatan itu, Endang Rayungwulan bercerita bahwa
tadi malam ia bermimpi melihat sang suami, yaitu Bambang Pramusinta berjalan
seorang diri di tengah kegelapan, lalu ada seekor serigala besar menerkam
tubuhnya dari belakang. Endang Rayungwulan lalu terbangun dari tidurnya
gara-gara mimpi buruk tersebut. Endang Pramuwati dan Bambang Sabekti menghibur
kakak mereka agar jangan terlalu memikirkan mimpinya. Mimpi hanyalah bunga
tidur belaka, yang terpenting adalah mendoakan Bambang Pramusinta agar selalu
mendapat perlindungan Yang Mahakuasa dalam bekerja mencari nafkah untuk
keluarga.
Tidak lama kemudian datanglah
Prabu Tegalelana di tempat itu. Endang Rayungwulan yang pernah bertemu sekali
segera menyembah kepada rajanya tersebut. Ia juga memperkenalkan kedua adiknya
dan memerintahkan mereka untuk menyembah Prabu Tegalelana. Endang Rayungwulan
kemudian bertanya ada keperluan apa Prabu Tegalelana datang ke rumahnya yang
sederhana, apakah ada masalah menimpa suaminya saat bekerja? Prabu Tegalelana
menjawab bahwa sebuah musibah telah menimpa Bambang Pramusinta. Ada seorang
musuh dari Kerajaan Amarta bernama Raden Arjuna telah datang menyerang Kerajaan
Bulukatiga. Bambang Pramusinta dengan gagah berani menghadapi musuh tersebut,
namun ia gugur dalam pertempuran.
Endang Rayungwulan menangis
tidak percaya kalau suaminya meninggal. Endang Pramuwati dan Bambang Sabekti
ikut berduka. Mereka memohon kepada Prabu Tegalelana agar ditunjukkan jasad
Bambang Pramusinta. Prabu Tegalelana tentu saja tidak bisa menunjukkannya. Pada
dasarnya ia memang tidak pandai berbohong, sehingga sorot matanya terlihat
ragu-ragu.
Bambang Sabekti yang waspada
mulai menaruh curiga. Ia bertanya apa benar kakak iparnya telah meninggal?
Prabu Tegalelana menjawab belum tahu, tapi sepertinya sebentar lagi akan mati
di tangan Raden Arjuna. Bambang Sabekti semakin curiga dan mendesak Prabu
Tegalelana untuk menceritakan yang sebenarnya. Prabu Tegalelana tersinggung
dirinya sebagai raja tetapi didesak seperti itu oleh rakyat jelata. Ia pun
marah-marah dan berkata terus terang bahwa dirinya sengaja mengirim Bambang
Pramusinta untuk mati, agar Endang Rayungwulan menjadi janda dan bisa ia
nikahi.
Endang Rayungwulan sangat
terkejut mendengar rajanya berkata demikian. Ia pun memohon agar Prabu
Tegalelana jangan punya pikiran buruk seperti itu. Prabu Tegalelana tidak
peduli, dan ia justru balik merayu Endang Rayungwulan agar sudi menjadi
istrinya. Terus terang ia merasa kasihan melihat Endang Rayungwulan yang cantik
jelita tetapi hidup miskin di pedesaan. Bukankah sebaiknya ikut dengannya saja
tinggal di istana?
Bambang Sabekti tidak terima
kakak iparnya diperlakukan seperti itu. Ia pun menendang tubuh Prabu Tegalelana
hingga terpental keluar rumah.
BAMBANG SABEKTI DIKEROYOK PASUKAN BULUKATIGA
Prabu Tegalelana tidak menduga
Bambang Pramusinta memiliki seorang adik ipar yang perkasa. Tadinya ia mengira
cukup hanya dengan mengirim Bambang Pramusinta menjemput kematian, maka dirinya
bisa memboyong Endang Rayungwulan. Tak disangka, masih ada Bambang Sabekti yang
menjadi penghalang niat buruknya.
Prabu Tegalelana pun menyerang
Bambang Sabekti. Namun, Bambang Sabekti bukan pemuda sembarangan. Dengan
cekatan, ia menghadapi serangan rajanya itu. Mereka pun bertarung sengit. Prabu
Tegalelana merasa dirinya bukan tandingan pemuda itu. Dalam waktu singkat ia
sudah terdesak dan babak belur terkena pukulan Bambang Sabekti.
Tiba-tiba bantuan pun datang.
Raden Tegamurti dan Patih Kuntalabahu tiba dengan membawa pasukan Bulukatiga.
Mereka langsung mengeroyok Bambang Sabekti. Meskipun sakti dan cekatan, namun
Bambang Sabekti tidak mampu menghadapi lawan sebanyak itu. Akhirnya, ia pun
tewas dengan banyak luka tusukan di tubuhnya.
Prabu Tegalelana berterima
kasih adiknya datang tepat waktu. Raden Tegamurti berkata kakaknya terlalu
terburu nafsu. Harusnya nanti saja datang ke Desa Pandansurat setelah Bambang
Pramusinta benar-benar mati. Dengan demikian, Endang Rayungwulan tidak akan
menolak, dan pasti bersedia diboyong ke istana dengan sukarela.
Tidak lama kemudian datanglah
Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati menangisi jasad Bambang Sabekti. Raden
Tegamurti memuji kecantikan mereka berdua dan merasa wajar jika kakaknya tidak
sabaran. Sekarang semuanya sudah kepalang tanggung, tidak ada yang perlu
ditutup-tutupi lagi. Prabu Tegalelana pun menarik tubuh Endang Rayungwulan dan
memasukkannya ke dalam kereta, sedangkan Raden Tegamurti membawa Endang
Pramuwati.
BAMBANG PRAMUSINTA TIBA DI KESATRIAN MADUKARA
Sementara itu, perjalanan
Bambang Pramusinta telah sampai di wilayah Kerajaan Amarta. Ia melewati Desa
Karangkadempel dan berjumpa para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan
Bagong. Kepada mereka, Bambang Pramusinta bertanya arah jalan menuju Kesatrian
Madukara. Ia mengaku hendak mengantarkan surat dari rajanya yang bernama Prabu
Tegalelana kepada Raden Arjuna.
Kyai Semar ingat bahwa Raden
Arjuna pernah menaklukkan Prabu Tegalelana beberapa waktu yang lalu. Maka,
tanpa curiga ia dan anak-anaknya pun mengantar Bambang Pramusinta menuju
Kesatrian Madukara.
Sesampainya di sana, Kyai
Semar segera melapor kepada Raden Arjuna bahwa ada utusan dari Kerajaan
Bulukatiga hendak mengantarkan surat. Raden Arjuna pun menemui Bambang
Pramusinta dan menerima surat yang dibawa pemuda itu. Sungguh terkejut Raden
Arjuna membaca isinya, bahwa Prabu Tegalelana menyebut Bambang Pramusinta
adalah punggawa durhaka yang hendak merebut takhta Kerajaan Bulukatiga darinya.
Tidak hanya itu, Prabu Tegalelana sudah berkata bahwa ia memiliki pelindung
bernama Raden Arjuna, namun Bambang Pramusinta tidak peduli dan mengatakan
dirinya tidak takut pada orang yang bernama Raden Arjuna tersebut. Surat itu
juga menyebutkan bahwa, Prabu Tegalelana ingin menyerahkan adiknya yang bernama
Dewi Tegawati kepada Raden Arjuna apabila ia dibantu membunuh punggawa durhaka
bernama Bambang Pramusinta tersebut.
Wajah Raden Arjuna menjadi
merah padam setelah membaca surat tersebut. Beberapa waktu yang lalu Prabu
Tegalelana telah ia kalahkan dan telah memohon ampun kepadanya. Maka, apabila
ada orang lain yang berani mengganggu Prabu Tegalelana, itu berarti tidak
memandang kepada dirinya. Tanpa banyak bicara, ia pun menampar pipi Bambang
Pramusinta dan merobek-robek surat di tangannya.
Bambang Pramusinta jatuh
terpelanting karena tidak menduga akan ditampar seperti itu. Raden Arjuna maju
hendak membunuhnya. Bambang Pramusinta pun melawan sekuat tenaga. Dalam waktu
singkat, keduanya segera terlibat pertarungan sengit.
Kyai Semar curiga dan memungut
serpihan surat yang berserakan di bawah lalu menggabungkannya kembali. Setelah
membaca isinya, ia tidak percaya begitu saja dan meminta Raden Arjuna untuk
memeriksa Bambang Pramusinta terlebih dulu. Namun, Raden Arjuna justru menyuruh
Kyai Semar diam, tidak perlu ikut campur.
Kyai Semar menduga Raden
Arjuna gelap mata karena tergoda iming-iming Prabu Tegalelana yang akan
menyerahkan Dewi Tegawati. Maka, ia pun mengajak anak-anaknya untuk
bersorak-sorak memberi semangat kepada Bambang Pramusinta.
Raden Arjuna tersinggung dan
semakin keras menyerang Bambang Pramusinta. Sebenarnya kesaktian Bambang
Pramusinta masih di bawah Raden Arjuna. Namun, karena ia mendapat semangat dari
para panakawan, dan ditambah lagi Raden Arjuna bertarung membabi buta karena
dibakar amarah, membuatnya bisa mengimbangi kesatria Pandawa tersebut.
Raden Arjuna lama-lama
kewalahan menghadapi ketangkasan Bambang Pramusinta. Karena sudah gelap mata,
ia pun melepas panah pusaka Ardadedali ke arah lawannya itu. Kyai Semar melihat
ini sangat berbahaya. Maka, ia pun berdiri menghalangi di depan Bambang
Pramusinta. Begitu panah Ardadedali menyentuh kulit Kyai Semar seketika mental
dan terlempar jauh ke udara.
PRABU KRESNA MENEMUI BAMBANG PRAMUSINTA
Panah Ardadedali terlempar
sangat jauh akibat kesaktian Kyai Semar, hingga akhirnya jatuh di istana
Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna heran melihat pusaka milik Raden Arjuna
tiba-tiba jatuh di hadapannya. Jangan-jangan ada musuh sakti datang menyerang,
demikian pikirnya. Ia pun memungut panah pusaka tersebut lalu terbang menuju
Kesatrian Madukara dengan mengendarai Kereta Jaladara.
Sesampainya di Kesatrian
Madukara, Prabu Kresna melihat para panakawan sedang bersama seorang pemuda
asing. Ia pun bertanya di mana Raden Arjuna berada. Kyai Semar menjawab, Raden
Arjuna melarikan diri karena kalah bertarung melawan Bambang Pramusinta. Prabu
Kresna bertanya ada masalah apa di antara mereka. Kyai Semar pun menunjukkan
surat Prabu Tegalelana yang sudah ia sambung kembali. Prabu Kresna membaca
isinya dan tersenyum menyadari watak Raden Arjuna yang tergoda iming-iming hadiah
wanita cantik.
Prabu Kresna lalu mengajak
Bambang Pramusinta dan para panakawan mengejar Raden Arjuna yang tentunya meminta
bantuan para Pandawa lainnya di istana Indraprasta.
BAMBANG PRAMUSINTA BERJUMPA AYAHNYA
Di Kerajaan Amarta, Prabu
Puntadewa dihadap Arya Wrekodara dan si kembar Raden Nakula-Raden Sadewa. Tidak
lama kemudian datanglah Raden Arjuna yang meminta bantuan karena Kesatrian
Madukara diserang musuh sakti dari Kerajaan Bulukatiga. Arya Wrekodara marah
dan hendak melabrak musuh tersebut.
Tiba-tiba Prabu Kresna datang
bersama Bambang Pramusinta dan para panakawan. Ia melarang Arya Wrekodara
bertindak gegabah karena tidak ada hadiahnya. Arya Wrekodara bertanya hadiah
apa yang dimaksud. Prabu Kresna berkata, jika bisa membunuh Bambang Pramusinta,
maka Raden Arjuna akan mendapatkan Dewi Tegawati, adik Prabu Tegalelana.
Mendengar itu, Raden Arjuna tertunduk malu.
Prabu Kresna lalu memanggil
Raden Nakula dan menyuruhnya berdiri di sebelah Bambang Pramusinta. Raden
Nakula menurut dan semua orang pun terkejut karena mereka ternyata berwajah
mirip. Prabu Kresna lalu berkata, bahwa Bambang Pramusinta bisa jadi adalah putra
Raden Nakula sendiri.
Raden Nakula pun bertanya
siapa nama ibu Bambang Pramusinta. Bambang Pramusinta menjawab, ibunya bernama
Dewi Suyati, namun sudah meninggal saat melahirkan dirinya. Dengan begitu, ia
tidak tahu-menahu siapa nama ayah kandungnya. Raden Nakula terharu dan ia
berkata bahwa dirinyalah ayah kandung Bambang Pramusinta.
Bambang Pramusinta heran
mengapa ayah dan ibunya bisa berpisah? Mengapa pula Raden Nakula tidak pernah
mencari anak dan istrinya? Raden Nakula berkata bahwa dirinya sudah berusaha
mencari, namun nasib Dewi Suyati tidak jelas kabarnya seperti ditelan bumi.
Pada saat itulah Batara Narada
turun dari kahyangan untuk menjelaskan masalah ini. Para Pandawa dan yang lain
segera memberi hormat kepadanya. Batara Narada pun bercerita, sekitar dua puluh
tahun yang lalu Raden Sadewa memenangkan sayembara di Kerajaan Selamirah,
sehingga bisa menikah dengan putri Prabu Rasadewa yang bernama Dewi Rasawulan.
Tidak lama kemudian datang pula Raden Indrakerata dari Kerajaan Awu-awulangit yang
hendak mengikuti sayembara tetapi sudah terlambat. Ia mengamuk hendak merebut
Dewi Rasawulan, tetapi dapat dikalahkan oleh Raden Nakula. Sebagai tanda
takluk, Raden Indrakerata pun menyerahkan adiknya yang bernama Dewi Suyati
sebagai istri Raden Nakula.
Raden Nakula dan Raden Sadewa
lalu memboyong istri masing-masing ke Kerajaan Amarta. Dewi Suyati dan Dewi
Rasawulan pun mengandung bersamaan. Ketika kandungannya hendak berusia tujuh
bulan, Dewi Suyati dan Dewi Rasawulan sepakat ingin upacara siraman dilakukan
di negara asal masing-masing. Raden Nakula dan Raden Sadewa menuruti mereka. Raden
Nakula mengantar Dewi Suyati ke Kerajaan Awu-awulangit, sedangkan Raden Sadewa
mengantar Dewi Rasawulan ke Kerajaan Selamirah. Setelah upacara siraman, si
kembar pun kembali ke Kerajaan Amarta, sedangkan istri mereka tetap di negara masing-masing
hingga kelak melahirkan.
Tiba-tiba bencana pun terjadi.
Kerajaan Awu-awulangit diserang Prabu Bomantara raja Surateleng. Prabu
Kridamarkata dan Raden Indrakerata gugur mempertahankan negara, sedangkan Dewi
Suyati yang sudah hamil tua pergi mengungsi ke tempat Dewi Rasawulan di
Kerajaan Selamirah. Sesampainya di sana, Dewi Suyati melahirkan Raden
Pramusinta dan Dewi Pramuwati, kemudian meninggal dunia karena letih.
Dewi Rasawulan juga melahirkan
dua anak yang diberi nama Dewi Rayungwulan dan Raden Sabekti. Tiba-tiba Prabu
Bomantara datang menyerang Kerajaan Selamirah untuk dijadikan negeri jajahan.
Prabu Rasadewa menghadapi dengan sekuat tenaga, namun akhirnya gugur pula di tangan
raja Surateleng tersebut. Dewi Rasawulan hendak mengungsi ke Kerajaan Amarta
dengan membawa keempat bayi, namun ketika melewati Desa Pandasurat, ia jatuh
sakit dan akhirnya meninggal dunia.
Raden Pramusinta, Dewi
Pramuwati, Dewi Rayungwulan, dan Raden Sabekti yang masih bayi pun diasuh warga
Desa Pandansurat hingga mereka dewasa seperti sekarang ini. Demikianlah, Batara
Narada mengakhiri cerita.
Raden Nakula dan Raden Sadewa
terharu mendengar kisah hidup anak-istri mereka. Keduanya memang mendengar bahwa
Kerajaan Selamirah dan Kerajaan Awu-awulangit sudah hancur diserang Prabu
Bomantara. Kemudian, Prabu Bomantara juga tewas di tangan Raden Sitija putra
Prabu Kresna. Raden Nakula dan Raden Sadewa pergi berkelana mencari anak dan
istri masing-masing, namun tidak pernah berhasil menemukan keberadaan mereka.
Raden Nakula pun bertanya mengapa Batara Narada tidak dari dulu menceritakan
bahwa anak-anak mereka berada di Desa Pandansurat? Batara Narada menjawab,
memang sudah suratan takdir bahwa Bambang Pramusinta dan yang lain harus hidup
mandiri di desa. Kelak jika sudah tiba waktunya, yaitu saat ini, Batara Narada
pun turun menjelaskan semuanya.
Karena tugasnya telah selesai,
Batara Narada undur diri kembali ke kahyangan.
BAMBANG PRAMUSINTA MENYERANG PRABU TEGALELANA
Prabu Kresna lalu bertanya apa
kesalahan Bambang Pramusinta sehingga dituduh durhaka oleh Prabu Tegalelana dan
diusahakan kematiannya seperti ini. Bambang Pramusinta menjawab dirinya tidak
pernah membantah raja. Selama bekerja, ia selalu taat pada aturan dan berusaha
selalu menyenangkan hati Prabu Tegalelana.
Raden Sadewa yang cerdas segera
mendapat firasat bahwa Prabu Tegalelana ingin Bambang Pramusinta mati adalah
supaya Endang Rayungwulan menjadi janda. Bambang Pramusinta terkejut dan buru-buru
ingin kembali ke Desa Pandansurat. Prabu Kresna segera mengajaknya naik Kereta
Jaladara agar bisa lebih cepat. Raden Arjuna pun ikut serta.
Sesampainya di Desa
Pandansurat, Bambang Pramusinta melihat Bambang Sabekti telah meninggal dunia
dengan dikerumuni warga sekitar. Prabu Kresna segera mengeluarkan Kembang
Wijayakusuma sambil membaca mantra. Seketika Bambang Sabekti pun hidup kembali,
pertanda ajalnya memang bukan hari ini.
Bambang Sabekti lalu
menceritakan apa yang telah terjadi, yaitu Prabu Tegalelana datang merayu
Endang Rayungwulan agar mau menjadi istrinya. Bambang Sabekti berusaha
mencegah, namun ia tewas dikeroyok Raden Tegamurti dan Patih Kuntalabahu. Kini,
Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati pasti sudah dibawa ke istana
Bulukatiga.
Bambang Pramusinta sangat
marah. Ia pun bergegas menyerang Kerajaan Bulukatiga. Prabu Tegalelana terkejut
melihat Bambang Pramusinta masih hidup. Melihat Raden Arjuna juga ada di situ,
ia segera memohon perlindungan. Namun, Raden Arjuna menolak. Ia berkata bahwa
Bambang Pramusinta adalah keponakannya sendiri, dan ia tidak sudi melindungi
kelicikan Prabu Tegalelana.
Prabu Tegalelana merasa sudah
terdesak. Ia pun maju menyerang Bambang Pramusinta sekuat tenaga. Namun,
kesaktian Bambang Pramusinta jelas berada di atasnya. Maka, Prabu Tegalelana pun
tewas di tangan pemuda itu. Melihat rajanya terbunuh, Patih Kuntalabahu maju
menyerang. Namun, ia juga menemui ajal di tangan Bambang Pramusinta.
Sementara itu, Bambang Sabekti
masuk ke dalam istana dan melihat Raden Tegamurti sedang merayu Endang
Pramuwati. Namun, Endang Pramuwati selalu menolak dan mengancam akan bunuh diri
jika terus dipaksa. Bambang Sabekti marah dan segera menyerang Raden Tegamurti.
Keduanya lalu bertarung sengit. Raden Tegamurti akhirnya tewas pula di tangan
lawannya itu.
Endang Pramuwati terharu
bahagia melihat suaminya hidup kembali. Mereka lalu bergandengan tangan mencari
Endang Rayungwulan berada.
BAMBANG PRAMUSINTA MENJADI RAJA BULUKATIGA
Bambang Pramusinta mencari
keberadaan istrinya dan akhirnya ia melihat Endang Rayungwulan sedang bersama
Dewi Tegawati. Endang Rayungwulan menangis bahagia melihat suaminya selamat dan
mereka pun saling berpelukan.
Prabu Kresna dan Raden Arjuna
datang menanyakan apa saja yang telah terjadi. Dewi Tegawati menangis memohon
ampun atas kejahatan dua kakaknya. Sebagai sesama perempuan, ia tidak tega
melihat nasib Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati. Maka, Dewi Tegawati pun
berusaha melindungi mereka sekuat tenaga. Ia meminta kedua kakaknya bersabar
jangan buru-buru menikahi Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati apabila belum
ada kejelasan nasib Bambang Pramusinta.
Bambang Pramusinta berterima
kasih atas kebaikan hati Dewi Tegawati yang telah melindungi istri dan adiknya.
Ia lalu mohon pamit pulang ke Desa Pandansurat, namun Dewi Tegawati
mencegahnya. Sekarang kedua kakaknya telah tewas, sehingga dirinya yang menjadi
ahli waris Kerajaan Bulukatiga. Namun, ia merasa tidak sanggup memimpin negara,
dan meminta Bambang Pramusinta saja yang mewakilinya sebagai raja. Bambang
Pramusinta merasa keberatan, namun Dewi Tegawati terus memaksa, karena kasihan
rakyat Bulukatiga apabila tidak ada yang memimpin.
Bambang Pramusinta akhirnya mengabulkan
keinginan Dewi Tegawati. Ia menjawab bersedia menjadi raja wakil di Kerajaan
Bulukatiga. Dewi Tegawati merasa lega dan ia pun menyatakan hendak hidup
menyepi sebagai pendeta untuk menebus dosa kedua kakaknya. Prabu Kresna
tersenyum dan menyindir Raden Arjuna yang gagal mendapat hadiah. Raden Arjuna
tertunduk malu dan meminta agar masalah ini jangan pernah diungkit-ungkit lagi.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
CATATAN : Kisah Bambang Pramusinta ini saya susun sebagai satu rangkaian
dengan kisah Endang Sugatawati. Mengenai kisah Prabu Bomantara menyerang
Kerajaan Awu-awulangit dan Selamirah, serta kebaikan Dewi Tegawati adalah
tambahan dari saya.
Untuk kisah perkawinan Raden Nakula dengan Dewi Suyati serta Raden
Sadewa dengan Dewi Rasawulan dapat dibaca di sini
Untuk kisah Prabu Tegalelana ditaklukkan Raden Arjuna dapat dibaca di sini
Untuk kisah Prabu Bomantara dikalahkan Raden Sitija dapat dibaca di sini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar