Kisah ini menceritakan perkawinan Wasi Kistira putra Resi Sakra dengan bidadari bernama Batari Ganggastini. Adapun tokoh Wasi Kistira ini kelak menurunkan Dewi Gandari, ibu para Kurawa.
Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan pengembangan seperlunya.
BATARI GANGGASTINI DIKEJAR-KEJAR PARA RAKSASA TIRTAKADASAR
Batara Indra di Kahyangan Suralaya dihadap para dewata, antara lain Batara Wrehaspati, Batara Kartika, dan Batara Ardana. Mereka sedang membicarakan adanya kaum masyarakat yang berperilaku menyimpang di sekitar Gunung Kusara, yaitu mencintai sesama jenis. Para laki-laki di sana menolak berkumpul dengan istri-istri mereka, melainkan lebih memilih berhubungan badan dengan sesama laki-laki. Batara Indra selaku wakil Batara Guru di Tanah Jawa merasa berkewajiban untuk mengembalikan masyarakat ini ke jalan yang benar.
Batara Ardana mengusulkan agar saudara iparnya saja yang ditugasi untuk menyadarkan mereka, yaitu Bambang Manumadewa putra Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga. Batara Indra mempertimbangkan usulan tersebut dan akhirnya menyetujui. Ia pun mengutus Batara Ardana supaya pergi ke Gunung Saptaarga untuk menyampaikan tugas ini kepada Bambang Manumadewa.
Sepeninggal Batara Ardana, tiba-tiba datang dua orang dewa penguasa ikan kakak beradik, yaitu Batara Baruna dan Batara Wahana. Ikut serta bersama mereka seorang bidadari cantik yang merupakan cucu Batara Wahana, bernama Batari Ganggastini. Batara Wahana bercerita bahwa putranya, yaitu Batara Ganggastana telah ditangkap oleh raja raksasa bernama Prabu Kunjanakresna dari Kerajaan Tirtakadasar.
Awal mulanya ialah Prabu Kunjanakresna ingin memiliki istri seorang bidadari, mengingat dirinya masih keturunan Batara Wisnu. Maka, ia pun ditemani ayahnya yang bernama Begawan Mangkara berangkat melamar Batari Ganggastini putri Batara Ganggastana. Namun, lamaran tersebut ditolak Batara Ganggastana. Hal ini membuat Begawan Mangkara murka dan menyerangnya. Terjadilah pertempuran di mana Batara Ganggastana kalah dan menjadi tawanan Prabu Kunjanakresna.
Sementara itu, Batari Ganggastini berhasil meloloskan diri dan berlindung di tempat kakeknya, yaitu Batara Wahana. Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna mengejar dan berusaha menangkapnya. Batara Wahana berusaha melindungi cucunya namun ia juga terdesak dan membawa Batari Ganggastini berlindung ke tempat Batara Baruna, kakaknya. Namun, Batara Baruna juga tidak mampu menahan serangan Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara. Bersama Batara Wahana dan Batari Ganggastini, Batara Baruna pun mengungsi ke Kahyangan Suralaya untuk meminta perlindungan Batara Indra.
Mendengar kisah tersebut, Batara Indra segera memerintahkan para dewata untuk bersiaga karena kemungkinan besar Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara sebentar lagi akan datang mengejar ke Kahyangan Suralaya.
PERTEMPURAN PARA DEWATA MELAWAN PASUKAN TIRTAKADASAR
Sesuai dugaan, pasukan raksasa dari Tirtakadasar yang dipimpin Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna datang juga menyerang Kahyangan Suralaya untuk merebut Batari Ganggastini. Batara Indra dan para dewata segera menghadapi serangan mereka. Pertempuran sengit pun terjadi di antara kedua belah pihak.
Tak disangka, kekuatan pihak raksasa sungguh besar, membuat para dewata terdesak kewalahan. Batara Indra pun menarik mundur pasukannya dan menutup pintu gerbang Selamatangkep untuk kemudian berlindung di dalam Kahyangan Suralaya.
Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna yang tidak dapat memasuki Kahyangan Suralaya mengumumkan akan membawa Batara Ganggastana ke Kerajaan Tirtakadasar sebagai tawanan. Batara Ganggastana akan dibebaskan asalkan Batara Indra menyerahkan Batari Ganggastini kepada Prabu Kunjanakresna. Akan tetapi, jika Batara Indra tetap bersikukuh, maka Batara Ganggastana akan disiksa dengan kejam dalam penjara.
Setelah mengancam demikian, Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna lalu menarik mundur pasukan untuk kembali ke Kerajaan Tirtakadasar.
BATARA KARTIKA MEMASUKKAN BATARI GANGGASTINI KE DALAM KACA
Batara Indra dan para dewata di dalam Kahyangan Suralaya berunding mencari cara untuk dapat mengalahkan Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna. Batara Wrehaspati meramalkan bahwa Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara hanya bisa dikalahkan oleh sesama keturunan Batara Wisnu yang bernama Wasi Kistira, pendeta muda dari Andongdadapan.
Batara Indra heran bagaimana bisa Batara Wisnu memiliki keturunan berwujud raksasa? Batara Wrehaspati pun menjelaskan bahwa Batara Wisnu pernah mengutuk salah satu putranya yang berbuat kesalahan, bernama Batara Arnapurna menjadi raksasa, yang kemudian berganti nama menjadi Ditya Sudramurti. Kemudian Ditya Sudamurti menjadi resi dan memiliki tiga putra berwujud raksasa pula, bernama Ditya Simparawan, Ditya Triwinggati, dan Ditya Wisnungkara. Putra yang bungsu, yaitu Ditya Wisnungkara berputra Ditya Mayangkara yang tewas dipenggal Prabu Pulaswa karena gagal menangkap Dewi Sri dan Raden Sadana, putra Prabu Sri Mahapunggung.
Ditya Mayangkara yang tewas itu meninggalkan seorang istri yang sedang hamil, bernama Dewi Wikayi. Putra yang lahir dari kandungan tersebut bernama Prabu Kalakresna, pendiri Kerajaan Dwarawatiprawa. Prabu Kalakresna lalu digantikan putranya yang bernama Prabu Mangkara, yang setelah tua menjadi pendeta bergelar Begawan Mangkara. Adapun takhta Dwarawatiprawa diserahkan kepada putranya, yaitu Prabu Kunjanakresna, yang kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya ke dasar samudera, dan diberi nama Kerajaan Tirtakadasar.
Menurut ramalan Batara Wrehaspati, yang bisa mengalahkan Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna adalah sesama keturunan Batara Wisnu, sekaligus yang menjadi jodoh Batari Ganggastini pula, yaitu Wasi Kistira putra Resi Sakra dari Padepokan Andongdadapan. Adapun Resi Sakra adalah putra Prabu Srikala raja Purwacarita. Prabu Srikala adalah putra Prabu Sri Mahawan, sedangkan Prabu Sri Mahawan adalah putra Prabu Sri Mahapunggung, dan Prabu Sri Mahapunggung adalah putra Batara Wisnu. Adapun asal mula Batara Arnapurna dikutuk ayahnya menjadi raksasa adalah karena iri hati kepada Prabu Sri Mahapunggung yang merupakan adiknya lain ibu itu.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Batara Kartika pun mengusulkan agar Batari Ganggastini sendiri yang menentukan takdirnya. Batara Indra dan para dewa lainnya setuju pada usulan tersebut. Batara Kartika lalu memasukkan tubuh Batari Ganggastini ke dalam sebidang kaca pusaka bernama Maherakaca, kemudian kaca tersebut dilemparkan sejauh-jauhnya ke arah Padepokan Andongdadapan, di mana Wasi Kistira tinggal bersama ayahnya.
BATARI GANGGASTINI DITEMUKAN WASI KISTIRA
Pusaka Maherakaca yang berisi Batari Ganggastini jatuh di hadapan Wasi Kistira yang sedang bersamadi. Ketika kaca tersebut memantulkan cahaya, Wasi Kistira merasa silau dan membuka mata. Ia heran melihat ada bidadari cantik tinggal di dalam kaca tersebut. Seketika ia pun jatuh cinta kepada Batari Ganggastini dan segera melaporkan hal ini kepada sang ayah, yaitu Resi Sakra.
Resi Sakra terkejut mendengar soal penemuan kaca aneh tersebut. Dari dalam kaca, Batari Ganggastini lalu bercerita tentang segala apa yang ia alami kepada Resi Sakra dan Wasi Kistira. Ia memohon supaya mereka bersedia membantu membebaskan ayahnya dari sekapan Prabu Kunjanakresna.
Resi Sakra dan Wasi Kistira prihatin mendengar penuturan Batari Ganggastini, namun mereka tidak tahu bagaimana caranya mengalahkan Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara. Maka, Resi Sakra pun mengajak Wasi Kistira pergi ke Gunung Saptaarga untuk meminta petunjuk Resi Manumanasa, yang merupakan guru sekaligus sepupunya.
RESI MANUMANASA MENGANGKAT KEDUA PUTRANYA MENJADI RESI
Sementara itu, Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga dihadap ketiga putranya, yaitu Bambang Satrukem, Arya Sriati, dan Bambang Manumadewa. Arya Sriati datang mengunjungi sang ayah untuk mengabarkan bahwa dirinya telah diterima mengabdi di Kerajaan Wirata sebagai punggawa.
Tiba-tiba datang Batara Ardana yang juga kakak ipar Bambang Manumadewa. Kedatangan Batara Ardana adalah untuk menyampaikan perintah dari Batara Indra yang menugasi Bambang Manumadewa untuk menyadarkan penduduk di sekitar Gunung Kusara yang mengidap kelainan seksual, yaitu mencintai sesama jenis. Kebetulan, Resi Manumanasa merasa ketiga putranya telah menamatkan semua ilmu yang ia ajarkan. Jika Arya Sriati telah menjadi punggawa di Kerajaan Wirata, maka Bambang Satrukem dan Bambang Manumadewa akan diangkat Resi Manumanasa sebagai pendeta. Mulai hari itu Bambang Satrukem boleh memakai gelar Resi Satrukem dan menjadi ahli waris Gunung Saptaarga, sedangkan Bambang Manumadewa bergelar Resi Manumadewa dan diperintahkan membangun padepokan di Gunung Kusara sesuai perintah dari Batara Indra tersebut.
Resi Manumadewa mematuhi perintah sang ayah, lalu ia pun mohon pamit berangkat menuju ke Gunung Kusara dengan disertai Batara Ardana.
RESI MANUMANASA MEMBERIKAN PETUNJUK KEPADA RESI SAKRA
Tidak lama kemudian datanglah Resi Sakra dan Wasi Kistira yang membawa pusaka Maherakaca berisi Batari Ganggastini. Resi Sakra pun menceritakan kepada Resi Manumanasa dan Resi Satrukem perihal riwayat Batari Ganggastini dari awal sampai akhir, serta ia memohon petunjuk bagaimana caranya untuk bisa mengalahkan Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara.
Resi Manumanasa mengheningkan cipta dan mendapatkan petunjuk bahwa di Desa Kagaluhan terdapat ayah dan anak bernama Resi Srahuka dan Ajar Walutru yang memiliki pusaka bernama Cundamanik. Pusaka inilah yang bisa digunakan untuk mengalahkan para raksasa tersebut.
Resi Sakra dan Wasi Kistira berterima kasih lalu mohon pamit menuju ke Desa Kagaluhan. Resi Manumanasa pun memerintahkan Resi Satrukem beserta Janggan Smara dan Putut Supalawa untuk ikut membantu perjuangan mereka.
RESI SRAHUKA MEMINJAMKAN CUNDAMANIK KEPADA RESI SAKRA
Resi Sakra dan rombongan telah sampai di Desa Kagaluhan menemui Resi Srahuka dan Ajar Walutru. Resi Sakra menceritakan semua kisah yang dialami Batari Ganggastini. Untuk itu, ia meminta tolong supaya Resi Srahuka bersedia meminjamkan pusaka Cundamanik untuk membebaskan Batara Ganggastana dan mengalahkan Prabu Kunjanakresna serta Begawan Mangkara.
Resi Srahuka ikut prihatin mendengar kisah tersebut dan ia bersedia meminjamkan pusaka Cundamanik. Putranya, yaitu Ajar Walutru sangat tertarik untuk ikut pergi membantu membebaskan Batara Ganggastana. Karena sang ayah mengizinkan, Ajar Walutru segera bergabung dalam rombongan Resi Sakra.
BEGAWAN MANGKARA TEWAS DI TANGAN WASI KISTIRA
Resi Sakra dan rombongannya telah sampai di Kerajaan Tirtakadasar. Mereka dipergoki para prajurit raksasa yang dipimpin Patih Kalakrida. Terjadilah pertempuran di antara kedua pihak. Resi Sakra menggunakan pusaka Cundamanik yang bisa menyemburkan api dan membakar hangus para raksasa tersebut, sedangkan Patih Kalakrida tewas di tangan Putut Supalawa sang kera putih.
Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara mendengar keributan itu dan segera datang menyerbu. Wasi Kistira maju menghadapi Begawan Mangkara, sedangkan Resi Satrukem menghadapi Prabu Kunjanakresna. Terjadilah pertempuran sengit di antara mereka. Melihat Wasi Kistira bukan tandingan Begawan Mangkara, Ajar Salutru pun ikut maju membantu.
Begawan Mangkara tetaplah unggul meskipun dikeroyok Wasi Kistira dan Ajar Salutru sekaligus. Melihat putranya terdesak, Resi Sakra segera melemparkan pusaka Cundamanik. Wasi Kistira menangkap pusaka tersebut lalu memukulkannya ke arah Begawan Mangkara. Seketika Begawan Mangkara pun tewas dengan tubuh terbakar habis menjadi abu.
Melihat ayahnya tewas mengenaskan, Prabu Kunjanakresna merasa ngeri dan ia pun lari meninggalkan pertempuran. Dengan disertai sisa-sisa prajuritnya, Prabu Kunjanakresna meninggalkan Kerajaan Tirtakadasar sejauh-jauhnya.
RESI SAKRA MEMBEBASKAN BATARA GANGGASTANA DAN BATARA ARDANA
Resi Sakra dan rombongannya lalu bertemu seorang raksasi yang mengaku bernama Dewi Sasmreti, adik kandung Prabu Kunjanakresna. Ia menyerah kepada Resi Sakra dan pasrah jika harus mati seperti ayahnya. Resi Sakra berjanji tidak akan menyakiti Dewi Sasmreti asalkan diberi tahu di mana Batara Ganggastana disekap. Dewi Sasmreti lalu mengantarkan rombongan itu ke gedung penjara Kerajaan Tirtakadasar. Resi Sakra segera menggunakan pusaka Cundamanik untuk melelehkan pintu penjara tersebut. Ternyata di dalam penjara tidak hanya terdapat Batara Ganggastana saja, tetapi juga terdapat Batara Ardana yang ikut disekap pula.
Batara Ardana bercerita kepada Resi Satrukem bahwa ia telah mengantarkan Resi Manumadewa sampai ke Gunung Kusara. Dalam perjalanan pulang ke Kahyangan Suralaya, ia bertemu rombongan Begawan Mayangkara dan Prabu Kunjanakresna yang sedang menuju ke negeri mereka di Tirtakadasar dengan membawa Batara Ganggastana sebagai tawanan. Batara Ardana diam-diam menyusup ke dalam istana untuk membebaskan Batara Ganggastana, tetapi justru dirinya yang tertangkap dan dimasukkan pula ke dalam penjara.
Sementara itu, Batara Ganggastana sangat bersyukur bisa bebas dari sekapan Prabu Kunjanakresna. Batari Ganggastini pun keluar dari dalam pusaka Maherakaca untuk menemui ayahnya. Batara Ganggastana semakin bahagia melihat putrinya tersebut selamat dari kejaran para raksasa.
PERNIKAHAN WASI KISTIRA DAN BATARI GANGGASTINI
Batari Ganggastini lalu bercerita bahwa ia telah berjanji untuk menjadi istri Wasi Kistira apabila dibantu membebaskan ayahnya dari sekapan Prabu Kunjanakresna. Batara Ganggastana sama sekali tidak keberatan atas perjanjian tersebut. Ia pun merestui jika Wasi Kistira menjadi menantunya.
Sementara itu, Batara Ardana juga tertarik melihat keberanian Ajar Salutru yang membantu Wasi Kistira menewaskan Begawan Mangkara. Ia lalu mengheningkan cipta memanggil putrinya yang bernama Batari Widasari. Seketika Batari Widasari pun hadir di hadapannya. Batara Ardana lalu meminta Ajar Walutru menjadi menantunya, yaitu dengan menikahi Batari Widasari tersebut. Batari Widasari menurut dan mematuhi keputusan sang ayah. Di lain pihak, Ajar Walutru juga sangat senang dan berterima kasih atas kebaikan Batara Ardana.
Demikianlah, setelah peristiwa itu dilaksanakanlah perkawinan antara Wasi Kistira dengan Batari Ganggastini, serta Ajar Salutru dengan Batari Widasari. Resi Manumanasa dan Resi Manumadewa, serta Resi Srahuka ikut menghadiri upacara pernikahan tersebut yang digelar sederhana di Padepokan Andongdadapan.
Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan pengembangan seperlunya.
Kediri, 07 Januari 2016
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
BATARI GANGGASTINI DIKEJAR-KEJAR PARA RAKSASA TIRTAKADASAR
Batara Indra di Kahyangan Suralaya dihadap para dewata, antara lain Batara Wrehaspati, Batara Kartika, dan Batara Ardana. Mereka sedang membicarakan adanya kaum masyarakat yang berperilaku menyimpang di sekitar Gunung Kusara, yaitu mencintai sesama jenis. Para laki-laki di sana menolak berkumpul dengan istri-istri mereka, melainkan lebih memilih berhubungan badan dengan sesama laki-laki. Batara Indra selaku wakil Batara Guru di Tanah Jawa merasa berkewajiban untuk mengembalikan masyarakat ini ke jalan yang benar.
Batara Ardana mengusulkan agar saudara iparnya saja yang ditugasi untuk menyadarkan mereka, yaitu Bambang Manumadewa putra Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga. Batara Indra mempertimbangkan usulan tersebut dan akhirnya menyetujui. Ia pun mengutus Batara Ardana supaya pergi ke Gunung Saptaarga untuk menyampaikan tugas ini kepada Bambang Manumadewa.
Sepeninggal Batara Ardana, tiba-tiba datang dua orang dewa penguasa ikan kakak beradik, yaitu Batara Baruna dan Batara Wahana. Ikut serta bersama mereka seorang bidadari cantik yang merupakan cucu Batara Wahana, bernama Batari Ganggastini. Batara Wahana bercerita bahwa putranya, yaitu Batara Ganggastana telah ditangkap oleh raja raksasa bernama Prabu Kunjanakresna dari Kerajaan Tirtakadasar.
Awal mulanya ialah Prabu Kunjanakresna ingin memiliki istri seorang bidadari, mengingat dirinya masih keturunan Batara Wisnu. Maka, ia pun ditemani ayahnya yang bernama Begawan Mangkara berangkat melamar Batari Ganggastini putri Batara Ganggastana. Namun, lamaran tersebut ditolak Batara Ganggastana. Hal ini membuat Begawan Mangkara murka dan menyerangnya. Terjadilah pertempuran di mana Batara Ganggastana kalah dan menjadi tawanan Prabu Kunjanakresna.
Sementara itu, Batari Ganggastini berhasil meloloskan diri dan berlindung di tempat kakeknya, yaitu Batara Wahana. Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna mengejar dan berusaha menangkapnya. Batara Wahana berusaha melindungi cucunya namun ia juga terdesak dan membawa Batari Ganggastini berlindung ke tempat Batara Baruna, kakaknya. Namun, Batara Baruna juga tidak mampu menahan serangan Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara. Bersama Batara Wahana dan Batari Ganggastini, Batara Baruna pun mengungsi ke Kahyangan Suralaya untuk meminta perlindungan Batara Indra.
Mendengar kisah tersebut, Batara Indra segera memerintahkan para dewata untuk bersiaga karena kemungkinan besar Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara sebentar lagi akan datang mengejar ke Kahyangan Suralaya.
PERTEMPURAN PARA DEWATA MELAWAN PASUKAN TIRTAKADASAR
Sesuai dugaan, pasukan raksasa dari Tirtakadasar yang dipimpin Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna datang juga menyerang Kahyangan Suralaya untuk merebut Batari Ganggastini. Batara Indra dan para dewata segera menghadapi serangan mereka. Pertempuran sengit pun terjadi di antara kedua belah pihak.
Tak disangka, kekuatan pihak raksasa sungguh besar, membuat para dewata terdesak kewalahan. Batara Indra pun menarik mundur pasukannya dan menutup pintu gerbang Selamatangkep untuk kemudian berlindung di dalam Kahyangan Suralaya.
Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna yang tidak dapat memasuki Kahyangan Suralaya mengumumkan akan membawa Batara Ganggastana ke Kerajaan Tirtakadasar sebagai tawanan. Batara Ganggastana akan dibebaskan asalkan Batara Indra menyerahkan Batari Ganggastini kepada Prabu Kunjanakresna. Akan tetapi, jika Batara Indra tetap bersikukuh, maka Batara Ganggastana akan disiksa dengan kejam dalam penjara.
Setelah mengancam demikian, Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna lalu menarik mundur pasukan untuk kembali ke Kerajaan Tirtakadasar.
BATARA KARTIKA MEMASUKKAN BATARI GANGGASTINI KE DALAM KACA
Batara Indra dan para dewata di dalam Kahyangan Suralaya berunding mencari cara untuk dapat mengalahkan Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna. Batara Wrehaspati meramalkan bahwa Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara hanya bisa dikalahkan oleh sesama keturunan Batara Wisnu yang bernama Wasi Kistira, pendeta muda dari Andongdadapan.
Batara Indra heran bagaimana bisa Batara Wisnu memiliki keturunan berwujud raksasa? Batara Wrehaspati pun menjelaskan bahwa Batara Wisnu pernah mengutuk salah satu putranya yang berbuat kesalahan, bernama Batara Arnapurna menjadi raksasa, yang kemudian berganti nama menjadi Ditya Sudramurti. Kemudian Ditya Sudamurti menjadi resi dan memiliki tiga putra berwujud raksasa pula, bernama Ditya Simparawan, Ditya Triwinggati, dan Ditya Wisnungkara. Putra yang bungsu, yaitu Ditya Wisnungkara berputra Ditya Mayangkara yang tewas dipenggal Prabu Pulaswa karena gagal menangkap Dewi Sri dan Raden Sadana, putra Prabu Sri Mahapunggung.
Ditya Mayangkara yang tewas itu meninggalkan seorang istri yang sedang hamil, bernama Dewi Wikayi. Putra yang lahir dari kandungan tersebut bernama Prabu Kalakresna, pendiri Kerajaan Dwarawatiprawa. Prabu Kalakresna lalu digantikan putranya yang bernama Prabu Mangkara, yang setelah tua menjadi pendeta bergelar Begawan Mangkara. Adapun takhta Dwarawatiprawa diserahkan kepada putranya, yaitu Prabu Kunjanakresna, yang kemudian memindahkan ibu kota kerajaannya ke dasar samudera, dan diberi nama Kerajaan Tirtakadasar.
Menurut ramalan Batara Wrehaspati, yang bisa mengalahkan Begawan Mangkara dan Prabu Kunjanakresna adalah sesama keturunan Batara Wisnu, sekaligus yang menjadi jodoh Batari Ganggastini pula, yaitu Wasi Kistira putra Resi Sakra dari Padepokan Andongdadapan. Adapun Resi Sakra adalah putra Prabu Srikala raja Purwacarita. Prabu Srikala adalah putra Prabu Sri Mahawan, sedangkan Prabu Sri Mahawan adalah putra Prabu Sri Mahapunggung, dan Prabu Sri Mahapunggung adalah putra Batara Wisnu. Adapun asal mula Batara Arnapurna dikutuk ayahnya menjadi raksasa adalah karena iri hati kepada Prabu Sri Mahapunggung yang merupakan adiknya lain ibu itu.
Setelah mendengar penjelasan tersebut, Batara Kartika pun mengusulkan agar Batari Ganggastini sendiri yang menentukan takdirnya. Batara Indra dan para dewa lainnya setuju pada usulan tersebut. Batara Kartika lalu memasukkan tubuh Batari Ganggastini ke dalam sebidang kaca pusaka bernama Maherakaca, kemudian kaca tersebut dilemparkan sejauh-jauhnya ke arah Padepokan Andongdadapan, di mana Wasi Kistira tinggal bersama ayahnya.
BATARI GANGGASTINI DITEMUKAN WASI KISTIRA
Pusaka Maherakaca yang berisi Batari Ganggastini jatuh di hadapan Wasi Kistira yang sedang bersamadi. Ketika kaca tersebut memantulkan cahaya, Wasi Kistira merasa silau dan membuka mata. Ia heran melihat ada bidadari cantik tinggal di dalam kaca tersebut. Seketika ia pun jatuh cinta kepada Batari Ganggastini dan segera melaporkan hal ini kepada sang ayah, yaitu Resi Sakra.
Resi Sakra terkejut mendengar soal penemuan kaca aneh tersebut. Dari dalam kaca, Batari Ganggastini lalu bercerita tentang segala apa yang ia alami kepada Resi Sakra dan Wasi Kistira. Ia memohon supaya mereka bersedia membantu membebaskan ayahnya dari sekapan Prabu Kunjanakresna.
Resi Sakra dan Wasi Kistira prihatin mendengar penuturan Batari Ganggastini, namun mereka tidak tahu bagaimana caranya mengalahkan Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara. Maka, Resi Sakra pun mengajak Wasi Kistira pergi ke Gunung Saptaarga untuk meminta petunjuk Resi Manumanasa, yang merupakan guru sekaligus sepupunya.
RESI MANUMANASA MENGANGKAT KEDUA PUTRANYA MENJADI RESI
Sementara itu, Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga dihadap ketiga putranya, yaitu Bambang Satrukem, Arya Sriati, dan Bambang Manumadewa. Arya Sriati datang mengunjungi sang ayah untuk mengabarkan bahwa dirinya telah diterima mengabdi di Kerajaan Wirata sebagai punggawa.
Tiba-tiba datang Batara Ardana yang juga kakak ipar Bambang Manumadewa. Kedatangan Batara Ardana adalah untuk menyampaikan perintah dari Batara Indra yang menugasi Bambang Manumadewa untuk menyadarkan penduduk di sekitar Gunung Kusara yang mengidap kelainan seksual, yaitu mencintai sesama jenis. Kebetulan, Resi Manumanasa merasa ketiga putranya telah menamatkan semua ilmu yang ia ajarkan. Jika Arya Sriati telah menjadi punggawa di Kerajaan Wirata, maka Bambang Satrukem dan Bambang Manumadewa akan diangkat Resi Manumanasa sebagai pendeta. Mulai hari itu Bambang Satrukem boleh memakai gelar Resi Satrukem dan menjadi ahli waris Gunung Saptaarga, sedangkan Bambang Manumadewa bergelar Resi Manumadewa dan diperintahkan membangun padepokan di Gunung Kusara sesuai perintah dari Batara Indra tersebut.
Resi Manumadewa mematuhi perintah sang ayah, lalu ia pun mohon pamit berangkat menuju ke Gunung Kusara dengan disertai Batara Ardana.
RESI MANUMANASA MEMBERIKAN PETUNJUK KEPADA RESI SAKRA
Tidak lama kemudian datanglah Resi Sakra dan Wasi Kistira yang membawa pusaka Maherakaca berisi Batari Ganggastini. Resi Sakra pun menceritakan kepada Resi Manumanasa dan Resi Satrukem perihal riwayat Batari Ganggastini dari awal sampai akhir, serta ia memohon petunjuk bagaimana caranya untuk bisa mengalahkan Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara.
Resi Manumanasa mengheningkan cipta dan mendapatkan petunjuk bahwa di Desa Kagaluhan terdapat ayah dan anak bernama Resi Srahuka dan Ajar Walutru yang memiliki pusaka bernama Cundamanik. Pusaka inilah yang bisa digunakan untuk mengalahkan para raksasa tersebut.
Resi Sakra dan Wasi Kistira berterima kasih lalu mohon pamit menuju ke Desa Kagaluhan. Resi Manumanasa pun memerintahkan Resi Satrukem beserta Janggan Smara dan Putut Supalawa untuk ikut membantu perjuangan mereka.
RESI SRAHUKA MEMINJAMKAN CUNDAMANIK KEPADA RESI SAKRA
Resi Sakra dan rombongan telah sampai di Desa Kagaluhan menemui Resi Srahuka dan Ajar Walutru. Resi Sakra menceritakan semua kisah yang dialami Batari Ganggastini. Untuk itu, ia meminta tolong supaya Resi Srahuka bersedia meminjamkan pusaka Cundamanik untuk membebaskan Batara Ganggastana dan mengalahkan Prabu Kunjanakresna serta Begawan Mangkara.
Resi Srahuka ikut prihatin mendengar kisah tersebut dan ia bersedia meminjamkan pusaka Cundamanik. Putranya, yaitu Ajar Walutru sangat tertarik untuk ikut pergi membantu membebaskan Batara Ganggastana. Karena sang ayah mengizinkan, Ajar Walutru segera bergabung dalam rombongan Resi Sakra.
BEGAWAN MANGKARA TEWAS DI TANGAN WASI KISTIRA
Resi Sakra dan rombongannya telah sampai di Kerajaan Tirtakadasar. Mereka dipergoki para prajurit raksasa yang dipimpin Patih Kalakrida. Terjadilah pertempuran di antara kedua pihak. Resi Sakra menggunakan pusaka Cundamanik yang bisa menyemburkan api dan membakar hangus para raksasa tersebut, sedangkan Patih Kalakrida tewas di tangan Putut Supalawa sang kera putih.
Prabu Kunjanakresna dan Begawan Mangkara mendengar keributan itu dan segera datang menyerbu. Wasi Kistira maju menghadapi Begawan Mangkara, sedangkan Resi Satrukem menghadapi Prabu Kunjanakresna. Terjadilah pertempuran sengit di antara mereka. Melihat Wasi Kistira bukan tandingan Begawan Mangkara, Ajar Salutru pun ikut maju membantu.
Begawan Mangkara tetaplah unggul meskipun dikeroyok Wasi Kistira dan Ajar Salutru sekaligus. Melihat putranya terdesak, Resi Sakra segera melemparkan pusaka Cundamanik. Wasi Kistira menangkap pusaka tersebut lalu memukulkannya ke arah Begawan Mangkara. Seketika Begawan Mangkara pun tewas dengan tubuh terbakar habis menjadi abu.
Melihat ayahnya tewas mengenaskan, Prabu Kunjanakresna merasa ngeri dan ia pun lari meninggalkan pertempuran. Dengan disertai sisa-sisa prajuritnya, Prabu Kunjanakresna meninggalkan Kerajaan Tirtakadasar sejauh-jauhnya.
RESI SAKRA MEMBEBASKAN BATARA GANGGASTANA DAN BATARA ARDANA
Resi Sakra dan rombongannya lalu bertemu seorang raksasi yang mengaku bernama Dewi Sasmreti, adik kandung Prabu Kunjanakresna. Ia menyerah kepada Resi Sakra dan pasrah jika harus mati seperti ayahnya. Resi Sakra berjanji tidak akan menyakiti Dewi Sasmreti asalkan diberi tahu di mana Batara Ganggastana disekap. Dewi Sasmreti lalu mengantarkan rombongan itu ke gedung penjara Kerajaan Tirtakadasar. Resi Sakra segera menggunakan pusaka Cundamanik untuk melelehkan pintu penjara tersebut. Ternyata di dalam penjara tidak hanya terdapat Batara Ganggastana saja, tetapi juga terdapat Batara Ardana yang ikut disekap pula.
Batara Ardana bercerita kepada Resi Satrukem bahwa ia telah mengantarkan Resi Manumadewa sampai ke Gunung Kusara. Dalam perjalanan pulang ke Kahyangan Suralaya, ia bertemu rombongan Begawan Mayangkara dan Prabu Kunjanakresna yang sedang menuju ke negeri mereka di Tirtakadasar dengan membawa Batara Ganggastana sebagai tawanan. Batara Ardana diam-diam menyusup ke dalam istana untuk membebaskan Batara Ganggastana, tetapi justru dirinya yang tertangkap dan dimasukkan pula ke dalam penjara.
Sementara itu, Batara Ganggastana sangat bersyukur bisa bebas dari sekapan Prabu Kunjanakresna. Batari Ganggastini pun keluar dari dalam pusaka Maherakaca untuk menemui ayahnya. Batara Ganggastana semakin bahagia melihat putrinya tersebut selamat dari kejaran para raksasa.
PERNIKAHAN WASI KISTIRA DAN BATARI GANGGASTINI
Batari Ganggastini lalu bercerita bahwa ia telah berjanji untuk menjadi istri Wasi Kistira apabila dibantu membebaskan ayahnya dari sekapan Prabu Kunjanakresna. Batara Ganggastana sama sekali tidak keberatan atas perjanjian tersebut. Ia pun merestui jika Wasi Kistira menjadi menantunya.
Sementara itu, Batara Ardana juga tertarik melihat keberanian Ajar Salutru yang membantu Wasi Kistira menewaskan Begawan Mangkara. Ia lalu mengheningkan cipta memanggil putrinya yang bernama Batari Widasari. Seketika Batari Widasari pun hadir di hadapannya. Batara Ardana lalu meminta Ajar Walutru menjadi menantunya, yaitu dengan menikahi Batari Widasari tersebut. Batari Widasari menurut dan mematuhi keputusan sang ayah. Di lain pihak, Ajar Walutru juga sangat senang dan berterima kasih atas kebaikan Batara Ardana.
Demikianlah, setelah peristiwa itu dilaksanakanlah perkawinan antara Wasi Kistira dengan Batari Ganggastini, serta Ajar Salutru dengan Batari Widasari. Resi Manumanasa dan Resi Manumadewa, serta Resi Srahuka ikut menghadiri upacara pernikahan tersebut yang digelar sederhana di Padepokan Andongdadapan.
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar