Kisah ini menceritakan lahirnya Raden Gandamana yang kelak menjadi
patih Kerajaan Hastina, yang mengabdi kepada Prabu Pandu Dewanata. Juga saya sisipkan
kisah pertama kali bertemunya Raden Pandu dengan Dewi Madrim yang kelak menjadi
jodohnya.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pentas Ki Anom Suroto yang saya
padukan dengan buku Kempalan Balungan karya Ki Suratno Guno Wihardjo, serta buku
Ensiklopedia Wayang Purwa terbitan Balai Pustaka.
Kediri, 30 Desember 2015
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
Raden Gandamana |
PRABU GANDABAYU MENGUNDANG PARA RAJA SAHABAT
Prabu Gandabayu di Kerajaan
Pancala didampingi Patih Jayarana dan para punggawa, menerima kedatangan para
raja sahabat, yaitu Prabu Kresna Dwipayana dari Kerajaan Hastina dan Prabu
Mandrapati Naradenta dari Kerajaan Mandraka. Kedua raja tersebut sengaja
diundang untuk membantu permasalahan Prabu Gandabayu, di mana sang permaisuri
Dewi Trilaksmi sudah tiga belas bulan mengandung anak kedua namun belum juga
melahirkan. Adapun anak pertama mereka seorang perempuan, bernama Dewi
Gandawati yang kini telah tumbuh menjadi gadis remaja.
Prabu Mandrapati mengaku tidak
memiliki kemampuan untuk membantu soal kelahiran tersebut. Namun, ia yakin
Prabu Kresna Dwipayana sebagai seorang raja-pandita pasti memiliki cara untuk
mengatasi masalah ini. Prabu Kresna Dwipayana pun menyatakan sanggup membantu,
membuat Prabu Gandabayu merasa lega dan menaruh harapan besar kepadanya.
Pada saat itulah datang
seorang raksasa dari Kerajaan Candi Bungalan di Pulau Nusabelah yang bernama
Patih Kurandayaksa. Ia datang diutus rajanya yang bernama Prabu Bagaskara untuk
melamar permaisuri Kerajaan Pancala, yaitu Dewi Trilaksmi. Hal ini tentu saja
membuat Prabu Gandabayu sangat marah dan langsung menolak permintaan aneh
tersebut. Prabu Mandrapati memintanya bersabar, dan ia mengajukan diri melayani
permintaan Patih Kurandayaksa. Raja Mandraka itu mempersilakan Patih Kurandayaksa
memboyong Dewi Trilaksmi asalkan bisa melangkahi mayatnya terlebih dulu. Patih Kurandayaksa
menerima tantangan tersebut lalu undur diri kembali ke induk pasukannya.
Prabu Mandrapati segera pamit
keluar istana untuk menghadapi Patih Kurandayaksa dan mempersilakan Prabu
Gandabayu dan Prabu Kresna Dwipayana supaya tetap tenang demi mencari cara untuk
membantu Dewi Trilaksmi supaya bisa segera melahirkan. Prabu Gandabayu berterima
kasih atas bantuan Prabu Mandrapati, dan ia pun membubarkan pertemuan lalu masuk
ke dalam kedaton bersama Prabu Kresna Dwipayana.
DEWI TRILAKSMI MELAHIRKAN BAYI LAKI-LAKI
Prabu Gandabayu dan Prabu
Kresna Dwipayana masuk ke dalam kedaton menemui Dewi Trilaksmi yang ditunggui
putri sulungnya, yaitu Dewi Gandawati. Usia kandungan Dewi Trilaksmi sudah
mencapai tiga belas bulan namun belum juga melahirkan. Prabu Kresna Dwipayana
yang sudah menyatakan sanggup membantu segera mengajak Prabu Gandabayu dan Dewi
Trilaksmi bersama-sama mengheningkan cipta meminta kemurahan dewata demi
kelancaran persalinan.
Prabu Kresna Dwipayana lalu
mempersiapkan sesaji dan memulai upacara memohon supaya bayi yang dikandung
Dewi Trilaksmi segera lahir tanpa halangan. Permohonan Prabu Kresna Dwipayana
dikabulkan dewata. Seketika Dewi Trilaksmi merasa perutnya sakit dan ia pun
dibawa masuk ke dalam kamar untuk ditangani para bidan istana. Tidak lama
kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki berbadan sehat yang segera digendong
Prabu Gandabayu. Sebagai ungkapan terima kasih, Prabu Gandabayu mempersilakan
Prabu Kresna Dwipayana memberikan nama untuk putranya yang baru lahir tersebut.
Prabu Kresna Dwipayana pun memberinya nama, Raden Gandamana.
PRABU MANDRAPATI MEMUKUL MUNDUR MUSUH
Prabu Mandrapati Naradenta yang
juga disebut Prabu Artayana telah bersiaga di alun-alun dengan didampingi Patih
Tuhayana beserta segenap pasukan yang ia bawa dari Kerajaan Mandraka. Ikut
bergabung pula bersama mereka yaitu Patih Jayarana yang memimpin pasukan
Pancala, serta Patih Jayayatna yang memimpin pasukan Hastina.
Di lain pihak, Patih Kurandayaksa
yang disertai panakawan Kyai Togog dan Bilung juga bersiaga bersama pasukan
raksasa dari Kerajaan Candi Bungalan. Kedua pihak kemudian berhadapan dan
saling menyerang. Pertempuran sengit pun terjadi. Setelah lewat tengah hari,
pihak Candi Bungalan mulai terdesak. Patih Kurandayaksa segera memerintahkan
pasukannya mundur meninggalkan Kerajaan Pancala.
Prabu Gandabayu menyambut
kemenangan Prabu Mandrapati dan mengajaknya masuk ke dalam istana untuk
merayakan kelahiran Raden Gandamana. Prabu Mandrapati ikut berbahagia dan
berniat akan menunda kepulangannya ke Mandraka sampai selapan hari kedepan
(selapan adalah sebutan untuk tiga puluh lima hari).
RADEN PANDU BERTEMU DEWI JARWATI
Sementara itu, putra kedua
Prabu Kresna Dwipayana, yaitu Raden Pandu sedang dalam perjalanan menyusul sang
ayah ke Kerajaan Pancala. Perjalanannya itu ditemani para panakawan Kyai Semar,
Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Di tengah jalan mereka kehausan dan singgah di
sebuah padepokan yang dihuni kakak beradik, bernama Dewi Jarwati dan Resi
Jarwada.
Saat itu Resi Jarwada sedang
keluar untuk mandi di sungai. Dewi Jarwati yang tinggal sendirian menjamu Raden
Pandu dan para panakawan dengan makanan dan minuman ala kadarnya. Diam-diam
Dewi Jarwati terpesona dan jatuh hati melihat ketampanan Raden Pandu. Karena
tak kuasa menahan perasaannya, ia pun berterus terang ingin diperistri pangeran
dari Kerajaan Hastina tersebut.
Raden Pandu menolak permintaan
Dewi Jarwati dan mengatakan bahwa tidak pantas seorang wanita berterus terang
ingin dinikahi laki-laki. Raden Pandu menasihati agar Dewi Jarwati bisa menjaga
harga dirinya sebagai seorang perempuan terhormat. Perkataan Raden Pandu
tersebut membuat Dewi Jarwati tersinggung dan sangat malu. Tak kuasa menahan
kekecewaannya, ia pun bunuh diri menggunakan patrem (keris kecil).
Melihat Dewi Jarwati bunuh
diri, Raden Pandu sangat menyesal dan menangisinya. Pada saat itulah datang
Resi Jarwada yang sangat terkejut melihat kakaknya telah meninggal. Ia pun
marah dan hendak melampiaskan sakit hatinya kepada Raden Pandu. Buru-buru Kyai
Semar melerai mereka. Ia pun membujuk Resi Jarwada supaya naik ke kahyangan
meminta kepada para dewa agar menghidupkan kembali Dewi Jarwati. Resi Jarwada
menerima saran tersebut dan segera berangkat menuju Kahyangan Suralaya sambil
menggendong jasad kakaknya.
Setelah Resi Jarwada pergi,
Raden Pandu dan para panakawan pun berangkat melanjutkan perjalanan menuju ibu
kota Pancala.
RESI JARWADA MENGAMUK DI KAHYANGAN
Resi Jarwada yang telah sampai
di Kahyangan Suralaya langsung meminta para dewa agar menghidupkan kembali Dewi
Jarwati. Permintaan tersebut ditolak membuat Resi Jarwada mengamuk menantang
para dewa. Batara Indra pun memerintahkan pasukan Dorandara untuk meringkus
pendeta muda tersebut. Namun, Resi Jarwada ternyata sangat sakti. Begitu ia
meraba pusakanya yang bernama Kalung Robyong Mustikarawis, seketika tubuhnya
berubah menjadi raksasa tinggi besar dan menyeramkan. Para dewa tidak mampu
menangkapnya, justru mereka yang terdesak mundur oleh amukan raksasa tersebut.
Batara Guru di Kahyangan
Jonggringsalaka telah mendengar bahwa Kahyangan Suralaya diserang pendeta muda
bernama Resi Jarwada. Ia pun memanggil roh Dewi Jarwati untuk ditanyai apakah
bersedia kembali dihidupkan demi meredam amarah Resi Jarwada. Roh Dewi Jarwati
menolak karena percuma ia dihidupkan lagi jika menanggung malu karena ditolak cintanya
oleh Raden Pandu. Batara Guru menjelaskan bahwa Dewi Jarwati bukanlah jodoh
Raden Pandu. Namun, jika Dewi Jarwati benar-benar mencintai pangeran Hastina
tersebut, maka hendaknya ia bersatu jiwa raga dengan Dewi Madrim putri Kerajaan
Mandraka. Karena, wanita inilah yang ditakdirkan menjadi jodoh sehidup semati
Raden Pandu. Arwah Dewi Jarwati menyatakan bersedia dan menerima nasihat tersebut
dengan senang hati.
Batara Guru lalu mengutus
Batara Narada untuk melaksanakan dua tugas, yaitu mengantarkan arwah Dewi
Jarwati agar bisa bersatu dengan Dewi Madrim, serta menjemput jago kahyangan
untuk mengalahkan Resi Jarwada. Adapun yang bernama Dewi Madrim saat ini sedang
dalam perjalanan menuju Kerajaan Pancala untuk menyusul ayahnya (Prabu
Mandrapati), sedangkan jago yang bisa mengahadapi Resi Jarwada juga berada di
Pancala, yaitu putra Prabu Gandabayu yang baru lahir.
Batara Narada mematuhi perintah
tersebut dan segera berangkat menuju Kerajaan Pancala bersama roh Dewi Jarwati
tersebut.
BATARA NARADA MENCULIK RADEN GANDAMANA
Sementara itu, Raden Pandu dan
para panakawan telah sampai di istana Pancala dan ikut berbahagia atas upacara
selapanan Raden Gandamana. Datang pula putra dan putri Prabu Mandrapati dari
Kerajaan Mandraka, yaitu Raden Narasoma dan Dewi Madrim. Antara Raden Pandu dan
Dewi Madrim diam-diam ada perasaan saling menyukai sejak pertemuan pertama tersebut.
Raden Narasoma mengetahui hal ini dan berharap adiknya bisa berjodoh dengan
Raden Pandu.
Tidak lama kemudian, Batara
Narada dan roh Dewi Jarwati tiba di istana Pancala tanpa menampakkan diri.
Batara Narada kemudian memasukkan roh Dewi Jarwati ke dalam diri Dewi Madrim
sehingga bersatu jiwa dengan putri Kerajaan Mandraka tersebut.
Setelah tugas pertamanya
selesai, Batara Narada segera mengambil bayi Raden Gandamana yang sedang
dipangku Raden Pandu dan buru-buru membawanya pergi ke kahyangan. Seketika para
hadirin pun geger karena Raden Gandamana tiba-tiba musnah, terutama Prabu
Gandabayu yang meminta Raden Pandu untuk bertanggung jawab atas peristiwa ini.
Prabu Kresna Dwipayana yang
berpandangan tajam dapat mengetahui kalau bayi Raden Gandamana sebenarnya telah
dibawa oleh Batara Narada naik ke kahyangan. Mendengar penjelasan sang ayah,
Raden Pandu segera berangkat dengan disertai para panakawan menyusul Batara
Narada.
RESI JARWADA BERSATU DENGAN RADEN GANDAMANA
Batara Narada telah kembali ke
Kahyangan Suralaya dan menyerahkan bayi Raden Gandamana kepada Batara Bayu
supaya dijedi, yaitu dibesarkan secara mendadak. Batara Bayu segera mengerahkan
kesaktiannya dan membuat Raden Gandamana seketika berubah dari wujud bayi
menjadi seorang pemuda gagah perkasa. Tidak hanya itu, Batara Bayu juga
mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya, berupa Aji Bandung Bandawasa dan Aji Seipi
Angin sebagai bekal untuk menghadapi Resi Jarwada.
Batara Narada lalu
memerintahkan Raden Gandamana maju menghadapi Resi Jarwada yang masih mengamuk
dalam wujud raksasa, merusak bangunan kahyangan. Maka, terjadilah pertarungan
di antara mereka. Dengan mengerahkan Aji Sepi Angin, Raden Gandamana dapat
bergerak secepat angin menghindari serangan raksasa tersebut, dan dengan Aji
Bandung Bandawasa ia dapat melipatgandakan kekuatannya sehingga seimbang dengan
kekuatan raksasa yang menjadi lawannya.
Raksasa perwujudan Resi
Jarwada akhirnya terdesak kewalahan. Dalam suatu kesempatan, Raden Gandamana
berhasil memecahkan kepala raksasa tersebut. Resi Jarwada pun tewas dengan
jasad musnah. Arwahnya lalu masuk bersatu jiwa dengan Raden Gandamana,
sekaligus kalung pusaka Robyong Mustikarawis ikut bersatu pula di dalam tubuh
Raden Gandamana.
Kahyangan Suralaya kini telah
aman kembali. Pada saat itulah Raden Pandu dan para panakawan datang menyusul.
Batara Narada memberi tahu Raden Pandu bahwa Raden Gandamana kini telah tumbuh
dewasa dan boleh dibawa pulang. Raden Pandu gembira melihatnya dan mohon pamit
kembali ke Kerajaan Pancala dengan mengajak serta Raden Gandamana.
KEMATIAN PRABU BAGASKARA DAN MENYERAHNYA RESI BAGASPATI
Sementara itu, Prabu Bagaskara
raja raksasa dari Candi Bungalan di Pulau Nusabelah dihadap adiknya yang
bernama Resi Bagaspati. Mereka menerima kedatangan Patih Kurandayaksa yang
melaporkan kegagalannya merebut Dewi Trilaksmi. Prabu Bagaskara sangat marah
dan berniat berangkat sendiri menyerang Kerajaan Pancala. Resi Bagaspati
menasihati kakaknya itu agar membatalkan niatnya untuk merebut istri orang.
Prabu Bagaskara tidak peduli pada nasihat adiknya. Ia pun mengajak Patih
Kurandayaksa kembali menyerang Pancala. Karena mendapat firasat buruk, mau tidak
mau Resi Bagaspati pun mengikuti dari belakang.
Prabu Bagaskara akhirnya tiba
di Kerajaan Pancala bersamaan dengan datangnya Raden Pandu dan Raden Gandamana.
Pertempuran kembali terjadi. Raden Gandamana berhasil menewaskan raja raksasa
dari Candi Bungalan tersebut.
Sementara itu, Resi Bagaspati
bertarung menghadapi Prabu Mandrapati, yang dibantu Prabu Kresna Dwipayana.
Resi Bagaspati memiliki kesaktian aneh, bernama Aji Candabirawa. Dari jarinya
tiba-tiba muncul sesosok raksasa kerdil yang ganas dan beringas. Ketika raksasa
itu dilukai oleh Prabu Mandrapati, tiba-tiba jumlahnya bertambah banyak menjadi
sepuluh kali lipat. Semakin dilukai akan semakin bertambah banyak. Menyadari
hal ini, Prabu Mandrapati merasa bingung, tidak tahu harus berbuat apa.
Prabu Kresna Dwipayana
menyarankan supaya Prabu Mandrapati menghadapi raksasa-raksasa itu dengan sikap
mengheningkan cipta, pasrah tanpa perlawanan. Sungguh aneh, begitu Prabu
Mandrapati melaksanakan saran tersebut, secara ajaib raksasa-raksasa kerdil itu
berkurang jumlahnya, hingga akhirnya kembali menjadi seorang saja dan masuk
kembali ke dalam jari Resi Bagaspati.
Resi Bagaspati pun mengakui
kekalahannya di hadapan Prabu Mandrapati, dan ia rela menerima hukuman mati.
Prabu Mandrapati bertanya mengapa Prabu Bagaskara melamar Dewi Trilaksmi yang
sudah bersuami, bukannya mencari wanita lain yang masih gadis.
Resi Bagaspati bercerita bahwa
ia dan kakaknya itu semula memiliki istri bidadari. Istri Prabu Bagaskara
bernama Batari Satapi, putri Batara Siwah. Dari perkawinan itu lahir seorang
putri yang kini telah tubuh remaja bernama Dewi Tapayati. Sementara itu, istri
Resi Bagaspati bernama Batari Pudyastuti, putri Batara Darmastuti. Dari
perkawinan tersebut lahir seorang putri pula bernama Dewi Pujawati. Pada suatu
hari Batari Satapi dan Batari Pudyastuti kembali ke kahyangan, membuat Dewi Tapayati
merengek ingin memiliki ibu baru. Prabu Bagaskara tidak tahu harus menikah
dengan siapa, hingga akhirnya ia bermimpi berjumpa istri Prabu Gandabayu yang
bernama Dewi Trilaksmi. Begitu terbangun, Prabu Bagaskara pun mengutus Patih Kurandayaksa
untuk merebut Dewi Trilaksmi dari suaminya.
Kini, Prabu Bagaskara telah tewas
karena perbuatannya sendiri. Mendengar cerita tersebut, Prabu Mandrapati
menjadi terkesan dan membebaskan Resi Bagaspati. Permusuhan di antara mereka pun
berubah menjadi pertemanan. Resi Bagaspati lalu mohon pamit kepada Prabu
Mandrapati dan Prabu Kresna Dwipayana untuk kembali ke Pulau Nusabelah menjemput
putrinya yang bernama Dewi Pujawati, serta keponakannya, yaitu Dewi Tapayati.
Setelah itu, Resi Bagaspati berniat membangun pertapaan di puncak Gunung
Argabelah.
Sementara itu, Patih Kurandayaksa
sangat kecewa melihat rajanya tewas, sedangkan Resi Bagaspati menyerah kalah
dan kini berteman dengan musuh. Ia pun mengumpulkan sisa-sisa prajurit raksasa
yang masih hidup dan mengajak mereka pergi untuk membangun sebuah kerajaan baru.
Namun sebelum itu, ia berniat menculik Dewi Tapayati dan menjadikannya sebagai
istri, karena sudah sejak lama ia jatuh cinta kepada putri rajanya tersebut.
RADEN GANDAMANA BERKUMPUL DENGAN KELUARGANYA
Kerajaan Pancala kini telah aman
kembali. Raden Pandu pun memperkenalkan Raden Gandamana kepada keluarganya,
yaitu Prabu Gandabayu (ayah) dan Dewi Trilaksmi (ibu), serta Dewi Gandawati
(kakak). Mereka sangat bahagia melihat Raden Gandamana kini telah tumbuh dewasa
dalam waktu singkat. Tadinya usia antara Dewi Gandawati dengan Raden Gandamana
selisih jauh, namun kini seolah-olah menjadi sepantaran.
Prabu Kresna Dwipayana dan Prabu Mandrapati, serta Raden Narasoma dan Dewi Madrim ikut berbahagia melihatnya. Prabu Gandabayu pun mengadakan pesta syukuran untuk merayakan kemenangan ini.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Eh mas Heri Purwanto .. . terusin gimana Gandamana kok tidak jadi pewaris tahta Pancala.
BalasHapusdalam pewayangan jawa Gandamana itu hanya menjadi patih di kerajaan Hastinapura pada masa pemerintahan Pandu. dan tahta dari Pancala diserahkan kepada suami Gandawati (kakak perempuan Gandamana) yang bernama Drupada. lalu gandamana meninggal saat persiapan saymbara pernikahan Drupadi (keponakan)
Hapuskurang lebihnya begitu :)
Itu nanti ceritanya ada di lakon Drupada Kawisuda, pak... sekarang masih ada di ruang tunggu. Matur nuwun.
BalasHapusMantap...
BalasHapusUntungnya jaman itu tidak butuh cv buat ngelamar kerja... :-D
kayaknya begitu deh... tidak perlu SKCK
BalasHapusApakah Ada e-book tentang cerber segment cerita dg judul Ken Sagopi?
BalasHapusAtau Ada pdf file yg bisa diunduh?
Terima kasih
Cerita pewayangan memang bagus sebagai refleksi kehidupan manusia. Sayangnya generasi muda kurang menyukai. Bisa" kelak jk ada yg minat hrsbelajar ke negeri tetangga. Semoga tidak. Aamiin...
BalasHapus