Rabu, 30 Desember 2015

Gandamana Lahir


Kisah ini menceritakan lahirnya Raden Gandamana yang kelak menjadi patih Kerajaan Hastina, yang mengabdi kepada Prabu Pandu Dewanata. Juga saya sisipkan kisah pertama kali bertemunya Raden Pandu dengan Dewi Madrim yang kelak menjadi jodohnya.

Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pentas Ki Anom Suroto yang saya padukan dengan buku Kempalan Balungan karya Ki Suratno Guno Wihardjo, serta buku Ensiklopedia Wayang Purwa terbitan Balai Pustaka.

Kediri, 30 Desember 2015

Heri Purwanto


------------------------------ ooo ------------------------------

Raden Gandamana


PRABU GANDABAYU MENGUNDANG PARA RAJA SAHABAT

Prabu Gandabayu di Kerajaan Pancala didampingi Patih Jayarana dan para punggawa, menerima kedatangan para raja sahabat, yaitu Prabu Kresna Dwipayana dari Kerajaan Hastina dan Prabu Mandrapati Naradenta dari Kerajaan Mandraka. Kedua raja tersebut sengaja diundang untuk membantu permasalahan Prabu Gandabayu, di mana sang permaisuri Dewi Trilaksmi sudah tiga belas bulan mengandung anak kedua namun belum juga melahirkan. Adapun anak pertama mereka seorang perempuan, bernama Dewi Gandawati yang kini telah tumbuh menjadi gadis remaja.

Prabu Mandrapati mengaku tidak memiliki kemampuan untuk membantu soal kelahiran tersebut. Namun, ia yakin Prabu Kresna Dwipayana sebagai seorang raja-pandita pasti memiliki cara untuk mengatasi masalah ini. Prabu Kresna Dwipayana pun menyatakan sanggup membantu, membuat Prabu Gandabayu merasa lega dan menaruh harapan besar kepadanya.

Pada saat itulah datang seorang raksasa dari Kerajaan Candi Bungalan di Pulau Nusabelah yang bernama Patih Kurandayaksa. Ia datang diutus rajanya yang bernama Prabu Bagaskara untuk melamar permaisuri Kerajaan Pancala, yaitu Dewi Trilaksmi. Hal ini tentu saja membuat Prabu Gandabayu sangat marah dan langsung menolak permintaan aneh tersebut. Prabu Mandrapati memintanya bersabar, dan ia mengajukan diri melayani permintaan Patih Kurandayaksa. Raja Mandraka itu mempersilakan Patih Kurandayaksa memboyong Dewi Trilaksmi asalkan bisa melangkahi mayatnya terlebih dulu. Patih Kurandayaksa menerima tantangan tersebut lalu undur diri kembali ke induk pasukannya.

Prabu Mandrapati segera pamit keluar istana untuk menghadapi Patih Kurandayaksa dan mempersilakan Prabu Gandabayu dan Prabu Kresna Dwipayana supaya tetap tenang demi mencari cara untuk membantu Dewi Trilaksmi supaya bisa segera melahirkan. Prabu Gandabayu berterima kasih atas bantuan Prabu Mandrapati, dan ia pun membubarkan pertemuan lalu masuk ke dalam kedaton bersama Prabu Kresna Dwipayana.

DEWI TRILAKSMI MELAHIRKAN BAYI LAKI-LAKI

Prabu Gandabayu dan Prabu Kresna Dwipayana masuk ke dalam kedaton menemui Dewi Trilaksmi yang ditunggui putri sulungnya, yaitu Dewi Gandawati. Usia kandungan Dewi Trilaksmi sudah mencapai tiga belas bulan namun belum juga melahirkan. Prabu Kresna Dwipayana yang sudah menyatakan sanggup membantu segera mengajak Prabu Gandabayu dan Dewi Trilaksmi bersama-sama mengheningkan cipta meminta kemurahan dewata demi kelancaran persalinan.

Prabu Kresna Dwipayana lalu mempersiapkan sesaji dan memulai upacara memohon supaya bayi yang dikandung Dewi Trilaksmi segera lahir tanpa halangan. Permohonan Prabu Kresna Dwipayana dikabulkan dewata. Seketika Dewi Trilaksmi merasa perutnya sakit dan ia pun dibawa masuk ke dalam kamar untuk ditangani para bidan istana. Tidak lama kemudian lahirlah seorang bayi laki-laki berbadan sehat yang segera digendong Prabu Gandabayu. Sebagai ungkapan terima kasih, Prabu Gandabayu mempersilakan Prabu Kresna Dwipayana memberikan nama untuk putranya yang baru lahir tersebut. Prabu Kresna Dwipayana pun memberinya nama, Raden Gandamana.

PRABU MANDRAPATI MEMUKUL MUNDUR MUSUH

Prabu Mandrapati Naradenta yang juga disebut Prabu Artayana telah bersiaga di alun-alun dengan didampingi Patih Tuhayana beserta segenap pasukan yang ia bawa dari Kerajaan Mandraka. Ikut bergabung pula bersama mereka yaitu Patih Jayarana yang memimpin pasukan Pancala, serta Patih Jayayatna yang memimpin pasukan Hastina.

Di lain pihak, Patih Kurandayaksa yang disertai panakawan Kyai Togog dan Bilung juga bersiaga bersama pasukan raksasa dari Kerajaan Candi Bungalan. Kedua pihak kemudian berhadapan dan saling menyerang. Pertempuran sengit pun terjadi. Setelah lewat tengah hari, pihak Candi Bungalan mulai terdesak. Patih Kurandayaksa segera memerintahkan pasukannya mundur meninggalkan Kerajaan Pancala.

Prabu Gandabayu menyambut kemenangan Prabu Mandrapati dan mengajaknya masuk ke dalam istana untuk merayakan kelahiran Raden Gandamana. Prabu Mandrapati ikut berbahagia dan berniat akan menunda kepulangannya ke Mandraka sampai selapan hari kedepan (selapan adalah sebutan untuk tiga puluh lima hari).

RADEN PANDU BERTEMU DEWI JARWATI

Sementara itu, putra kedua Prabu Kresna Dwipayana, yaitu Raden Pandu sedang dalam perjalanan menyusul sang ayah ke Kerajaan Pancala. Perjalanannya itu ditemani para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Di tengah jalan mereka kehausan dan singgah di sebuah padepokan yang dihuni kakak beradik, bernama Dewi Jarwati dan Resi Jarwada.

Saat itu Resi Jarwada sedang keluar untuk mandi di sungai. Dewi Jarwati yang tinggal sendirian menjamu Raden Pandu dan para panakawan dengan makanan dan minuman ala kadarnya. Diam-diam Dewi Jarwati terpesona dan jatuh hati melihat ketampanan Raden Pandu. Karena tak kuasa menahan perasaannya, ia pun berterus terang ingin diperistri pangeran dari Kerajaan Hastina tersebut.

Raden Pandu menolak permintaan Dewi Jarwati dan mengatakan bahwa tidak pantas seorang wanita berterus terang ingin dinikahi laki-laki. Raden Pandu menasihati agar Dewi Jarwati bisa menjaga harga dirinya sebagai seorang perempuan terhormat. Perkataan Raden Pandu tersebut membuat Dewi Jarwati tersinggung dan sangat malu. Tak kuasa menahan kekecewaannya, ia pun bunuh diri menggunakan patrem (keris kecil).

Melihat Dewi Jarwati bunuh diri, Raden Pandu sangat menyesal dan menangisinya. Pada saat itulah datang Resi Jarwada yang sangat terkejut melihat kakaknya telah meninggal. Ia pun marah dan hendak melampiaskan sakit hatinya kepada Raden Pandu. Buru-buru Kyai Semar melerai mereka. Ia pun membujuk Resi Jarwada supaya naik ke kahyangan meminta kepada para dewa agar menghidupkan kembali Dewi Jarwati. Resi Jarwada menerima saran tersebut dan segera berangkat menuju Kahyangan Suralaya sambil menggendong jasad kakaknya.

Setelah Resi Jarwada pergi, Raden Pandu dan para panakawan pun berangkat melanjutkan perjalanan menuju ibu kota Pancala.

RESI JARWADA MENGAMUK DI KAHYANGAN

Resi Jarwada yang telah sampai di Kahyangan Suralaya langsung meminta para dewa agar menghidupkan kembali Dewi Jarwati. Permintaan tersebut ditolak membuat Resi Jarwada mengamuk menantang para dewa. Batara Indra pun memerintahkan pasukan Dorandara untuk meringkus pendeta muda tersebut. Namun, Resi Jarwada ternyata sangat sakti. Begitu ia meraba pusakanya yang bernama Kalung Robyong Mustikarawis, seketika tubuhnya berubah menjadi raksasa tinggi besar dan menyeramkan. Para dewa tidak mampu menangkapnya, justru mereka yang terdesak mundur oleh amukan raksasa tersebut.

Batara Guru di Kahyangan Jonggringsalaka telah mendengar bahwa Kahyangan Suralaya diserang pendeta muda bernama Resi Jarwada. Ia pun memanggil roh Dewi Jarwati untuk ditanyai apakah bersedia kembali dihidupkan demi meredam amarah Resi Jarwada. Roh Dewi Jarwati menolak karena percuma ia dihidupkan lagi jika menanggung malu karena ditolak cintanya oleh Raden Pandu. Batara Guru menjelaskan bahwa Dewi Jarwati bukanlah jodoh Raden Pandu. Namun, jika Dewi Jarwati benar-benar mencintai pangeran Hastina tersebut, maka hendaknya ia bersatu jiwa raga dengan Dewi Madrim putri Kerajaan Mandraka. Karena, wanita inilah yang ditakdirkan menjadi jodoh sehidup semati Raden Pandu. Arwah Dewi Jarwati menyatakan bersedia dan menerima nasihat tersebut dengan senang hati.

Batara Guru lalu mengutus Batara Narada untuk melaksanakan dua tugas, yaitu mengantarkan arwah Dewi Jarwati agar bisa bersatu dengan Dewi Madrim, serta menjemput jago kahyangan untuk mengalahkan Resi Jarwada. Adapun yang bernama Dewi Madrim saat ini sedang dalam perjalanan menuju Kerajaan Pancala untuk menyusul ayahnya (Prabu Mandrapati), sedangkan jago yang bisa mengahadapi Resi Jarwada juga berada di Pancala, yaitu putra Prabu Gandabayu yang baru lahir.

Batara Narada mematuhi perintah tersebut dan segera berangkat menuju Kerajaan Pancala bersama roh Dewi Jarwati tersebut.

BATARA NARADA MENCULIK RADEN GANDAMANA

Sementara itu, Raden Pandu dan para panakawan telah sampai di istana Pancala dan ikut berbahagia atas upacara selapanan Raden Gandamana. Datang pula putra dan putri Prabu Mandrapati dari Kerajaan Mandraka, yaitu Raden Narasoma dan Dewi Madrim. Antara Raden Pandu dan Dewi Madrim diam-diam ada perasaan saling menyukai sejak pertemuan pertama tersebut. Raden Narasoma mengetahui hal ini dan berharap adiknya bisa berjodoh dengan Raden Pandu.

Tidak lama kemudian, Batara Narada dan roh Dewi Jarwati tiba di istana Pancala tanpa menampakkan diri. Batara Narada kemudian memasukkan roh Dewi Jarwati ke dalam diri Dewi Madrim sehingga bersatu jiwa dengan putri Kerajaan Mandraka tersebut.

Setelah tugas pertamanya selesai, Batara Narada segera mengambil bayi Raden Gandamana yang sedang dipangku Raden Pandu dan buru-buru membawanya pergi ke kahyangan. Seketika para hadirin pun geger karena Raden Gandamana tiba-tiba musnah, terutama Prabu Gandabayu yang meminta Raden Pandu untuk bertanggung jawab atas peristiwa ini.

Prabu Kresna Dwipayana yang berpandangan tajam dapat mengetahui kalau bayi Raden Gandamana sebenarnya telah dibawa oleh Batara Narada naik ke kahyangan. Mendengar penjelasan sang ayah, Raden Pandu segera berangkat dengan disertai para panakawan menyusul Batara Narada.

RESI JARWADA BERSATU DENGAN RADEN GANDAMANA

Batara Narada telah kembali ke Kahyangan Suralaya dan menyerahkan bayi Raden Gandamana kepada Batara Bayu supaya dijedi, yaitu dibesarkan secara mendadak. Batara Bayu segera mengerahkan kesaktiannya dan membuat Raden Gandamana seketika berubah dari wujud bayi menjadi seorang pemuda gagah perkasa. Tidak hanya itu, Batara Bayu juga mengajarkan ilmu kesaktian kepadanya, berupa Aji Bandung Bandawasa dan Aji Seipi Angin sebagai bekal untuk menghadapi Resi Jarwada.

Batara Narada lalu memerintahkan Raden Gandamana maju menghadapi Resi Jarwada yang masih mengamuk dalam wujud raksasa, merusak bangunan kahyangan. Maka, terjadilah pertarungan di antara mereka. Dengan mengerahkan Aji Sepi Angin, Raden Gandamana dapat bergerak secepat angin menghindari serangan raksasa tersebut, dan dengan Aji Bandung Bandawasa ia dapat melipatgandakan kekuatannya sehingga seimbang dengan kekuatan raksasa yang menjadi lawannya.

Raksasa perwujudan Resi Jarwada akhirnya terdesak kewalahan. Dalam suatu kesempatan, Raden Gandamana berhasil memecahkan kepala raksasa tersebut. Resi Jarwada pun tewas dengan jasad musnah. Arwahnya lalu masuk bersatu jiwa dengan Raden Gandamana, sekaligus kalung pusaka Robyong Mustikarawis ikut bersatu pula di dalam tubuh Raden Gandamana.

Kahyangan Suralaya kini telah aman kembali. Pada saat itulah Raden Pandu dan para panakawan datang menyusul. Batara Narada memberi tahu Raden Pandu bahwa Raden Gandamana kini telah tumbuh dewasa dan boleh dibawa pulang. Raden Pandu gembira melihatnya dan mohon pamit kembali ke Kerajaan Pancala dengan mengajak serta Raden Gandamana.

KEMATIAN PRABU BAGASKARA DAN MENYERAHNYA RESI BAGASPATI

Sementara itu, Prabu Bagaskara raja raksasa dari Candi Bungalan di Pulau Nusabelah dihadap adiknya yang bernama Resi Bagaspati. Mereka menerima kedatangan Patih Kurandayaksa yang melaporkan kegagalannya merebut Dewi Trilaksmi. Prabu Bagaskara sangat marah dan berniat berangkat sendiri menyerang Kerajaan Pancala. Resi Bagaspati menasihati kakaknya itu agar membatalkan niatnya untuk merebut istri orang. Prabu Bagaskara tidak peduli pada nasihat adiknya. Ia pun mengajak Patih Kurandayaksa kembali menyerang Pancala. Karena mendapat firasat buruk, mau tidak mau Resi Bagaspati pun mengikuti dari belakang.

Prabu Bagaskara akhirnya tiba di Kerajaan Pancala bersamaan dengan datangnya Raden Pandu dan Raden Gandamana. Pertempuran kembali terjadi. Raden Gandamana berhasil menewaskan raja raksasa dari Candi Bungalan tersebut.

Sementara itu, Resi Bagaspati bertarung menghadapi Prabu Mandrapati, yang dibantu Prabu Kresna Dwipayana. Resi Bagaspati memiliki kesaktian aneh, bernama Aji Candabirawa. Dari jarinya tiba-tiba muncul sesosok raksasa kerdil yang ganas dan beringas. Ketika raksasa itu dilukai oleh Prabu Mandrapati, tiba-tiba jumlahnya bertambah banyak menjadi sepuluh kali lipat. Semakin dilukai akan semakin bertambah banyak. Menyadari hal ini, Prabu Mandrapati merasa bingung, tidak tahu harus berbuat apa.

Prabu Kresna Dwipayana menyarankan supaya Prabu Mandrapati menghadapi raksasa-raksasa itu dengan sikap mengheningkan cipta, pasrah tanpa perlawanan. Sungguh aneh, begitu Prabu Mandrapati melaksanakan saran tersebut, secara ajaib raksasa-raksasa kerdil itu berkurang jumlahnya, hingga akhirnya kembali menjadi seorang saja dan masuk kembali ke dalam jari Resi Bagaspati.

Resi Bagaspati pun mengakui kekalahannya di hadapan Prabu Mandrapati, dan ia rela menerima hukuman mati. Prabu Mandrapati bertanya mengapa Prabu Bagaskara melamar Dewi Trilaksmi yang sudah bersuami, bukannya mencari wanita lain yang masih gadis.

Resi Bagaspati bercerita bahwa ia dan kakaknya itu semula memiliki istri bidadari. Istri Prabu Bagaskara bernama Batari Satapi, putri Batara Siwah. Dari perkawinan itu lahir seorang putri yang kini telah tubuh remaja bernama Dewi Tapayati. Sementara itu, istri Resi Bagaspati bernama Batari Pudyastuti, putri Batara Darmastuti. Dari perkawinan tersebut lahir seorang putri pula bernama Dewi Pujawati. Pada suatu hari Batari Satapi dan Batari Pudyastuti kembali ke kahyangan, membuat Dewi Tapayati merengek ingin memiliki ibu baru. Prabu Bagaskara tidak tahu harus menikah dengan siapa, hingga akhirnya ia bermimpi berjumpa istri Prabu Gandabayu yang bernama Dewi Trilaksmi. Begitu terbangun, Prabu Bagaskara pun mengutus Patih Kurandayaksa untuk merebut Dewi Trilaksmi dari suaminya.

Kini, Prabu Bagaskara telah tewas karena perbuatannya sendiri. Mendengar cerita tersebut, Prabu Mandrapati menjadi terkesan dan membebaskan Resi Bagaspati. Permusuhan di antara mereka pun berubah menjadi pertemanan. Resi Bagaspati lalu mohon pamit kepada Prabu Mandrapati dan Prabu Kresna Dwipayana untuk kembali ke Pulau Nusabelah menjemput putrinya yang bernama Dewi Pujawati, serta keponakannya, yaitu Dewi Tapayati. Setelah itu, Resi Bagaspati berniat membangun pertapaan di puncak Gunung Argabelah.

Sementara itu, Patih Kurandayaksa sangat kecewa melihat rajanya tewas, sedangkan Resi Bagaspati menyerah kalah dan kini berteman dengan musuh. Ia pun mengumpulkan sisa-sisa prajurit raksasa yang masih hidup dan mengajak mereka pergi untuk membangun sebuah kerajaan baru. Namun sebelum itu, ia berniat menculik Dewi Tapayati dan menjadikannya sebagai istri, karena sudah sejak lama ia jatuh cinta kepada putri rajanya tersebut.

RADEN GANDAMANA BERKUMPUL DENGAN KELUARGANYA

Kerajaan Pancala kini telah aman kembali. Raden Pandu pun memperkenalkan Raden Gandamana kepada keluarganya, yaitu Prabu Gandabayu (ayah) dan Dewi Trilaksmi (ibu), serta Dewi Gandawati (kakak). Mereka sangat bahagia melihat Raden Gandamana kini telah tumbuh dewasa dalam waktu singkat. Tadinya usia antara Dewi Gandawati dengan Raden Gandamana selisih jauh, namun kini seolah-olah menjadi sepantaran.

Prabu Kresna Dwipayana dan Prabu Mandrapati, serta Raden Narasoma dan Dewi Madrim ikut berbahagia melihatnya. Prabu Gandabayu pun mengadakan pesta syukuran untuk merayakan kemenangan ini.
 
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
















7 komentar:

  1. Eh mas Heri Purwanto .. . terusin gimana Gandamana kok tidak jadi pewaris tahta Pancala.

    BalasHapus
    Balasan
    1. dalam pewayangan jawa Gandamana itu hanya menjadi patih di kerajaan Hastinapura pada masa pemerintahan Pandu. dan tahta dari Pancala diserahkan kepada suami Gandawati (kakak perempuan Gandamana) yang bernama Drupada. lalu gandamana meninggal saat persiapan saymbara pernikahan Drupadi (keponakan)
      kurang lebihnya begitu :)

      Hapus
  2. Itu nanti ceritanya ada di lakon Drupada Kawisuda, pak... sekarang masih ada di ruang tunggu. Matur nuwun.

    BalasHapus
  3. Mantap...
    Untungnya jaman itu tidak butuh cv buat ngelamar kerja... :-D

    BalasHapus
  4. kayaknya begitu deh... tidak perlu SKCK

    BalasHapus
  5. Apakah Ada e-book tentang cerber segment cerita dg judul Ken Sagopi?
    Atau Ada pdf file yg bisa diunduh?
    Terima kasih

    BalasHapus
  6. Cerita pewayangan memang bagus sebagai refleksi kehidupan manusia. Sayangnya generasi muda kurang menyukai. Bisa" kelak jk ada yg minat hrsbelajar ke negeri tetangga. Semoga tidak. Aamiin...

    BalasHapus