Kisah
ini menceritakan masa remaja Bambang Sakri yang menjadi jago Kahyangan
Suralaya menghadapi Prabu Kunjanakresna raja raksasa dari Manimantaka.
Bambang Sakri lalu mendapatkan gelar Batara Sakri, dan ini pertama
kalinya seorang manusia memakai gelar seperti dewa.
Kisah ini saya perbaiki dari postingan terdahulu dengan judul yang sama, berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan sedikit pengembangan.
Patih Hiranyaka maju menghadapinya. Setelah bertempur sekian lama, Arya Manungkara akhirnya berhasil pula mengubah patih raksasa itu menjadi arca batu. Melihat pemimpinnya kalah, para prajurit raksasa pun berhamburan dan sebagian melarikan diri kembali ke Kerajaan Manimantaka.
PRABU KUNJANAKRESNA MENYERANG KAHYANGAN SURALAYA
Prabu Kunjanakresna di Kerajaan Manimantaka dihadap putranya yang bernama Ditya Mercukalakresna, seorang raksasa muda. Ditya Mercukalakresna bertanya mengapa sang ayah bersikeras ingin menikahi bidadari, padahal dulu sudah gagal menikah dengan Batari Ganggastini. Prabu Kunjanakresna menjawab bahwa dirinya adalah keturunan Batara Wisnu, dewa paling sakti, sehingga sangat pantas apabila memiliki istri seorang bidadari.
PRABU KUNJANAKRESNA MENGALAHKAN ARYA MANUNGKARA
Prabu Kunjanakresna telah sampai di Kahyangan Suralaya dan dihadang Arya Manungkara beserta pasukan yang ia pimpin. Pertempuran sengit pun terjadi di antara mereka. Kali ini giliran Arya Manungkara yang terdesak. Tubuhnya ditangkap Prabu Kunjanakresna dan pusakanya berupa Minyak Manihara dan Minyak Muksala berhasil direbut oleh raja raksasa tersebut.
Pada saat itulah tiba-tiba muncul Batara Narada yang segera menolong Arya Manungkara dan membawanya berlindung di balik dinding Kahyangan Suralaya.
Batara Indra menyambut kedatangan Batara Narada dengan penuh hormat. Batara Narada mengaku dikirim Batara Guru dari Kahyangan Jonggringsalaka untuk menyampaikan pesan, bahwa yang bisa mengalahkan Prabu Kunjanakresna adalah cucu Resi Manumanasa yang bernama Bambang Sakri. Setelah menyampaikan pesan tersebut, Batara Narada lalu berangkat menuju ke Gunung Saptaarga.
BATARA NARADA MENJEMPUT BAMBANG SAKRI
Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga sedang dihadap putra sulungnya, yaitu Resi Satrukem beserta Janggan Smara dan Putut Supalawa. Tidak lama kemudian datanglah Batara Narada yang membawa pesan dari Batara Guru untuk meminjam Bambang Sakri putra Resi Satrukem sebagai jago Kahyangan Suralaya menghadapi serangan Prabu Kunjanakresna.
Resi Manumanasa dan Resi Satrukem merasa ucapan Batara Narada tidak salah. Maka, mereka pun merelakan Bambang Sakri dibawa naik ke Kahyangan Suralaya dengan disertai Janggan Smara.
BAMBANG SAKRI MENGALAHKAN PRABU KUNJANAKRESNA
Sesampainya di Kahyangan Suralaya, Batara Narada menghadapkan Bambang Sakri kepada Batara Indra. Batara Indra lalu membisikkan ilmu kesaktian di telinga Bambang Sakri dan membekali pemuda itu dengan senjata berupa Besi Brahmakadali. Bambang Sakri pun mohon pamit berangkat menghadapi musuh.
Sesampainya di luar gerbang kahyangan, Bambang Sakri segera bertempur melawan Prabu Kunjanakresna. Setelah bertarung agak lama, Bambang Sakri akhirnya berhasil memukul kepala raja raksasa itu menggunakan Besi Brahmakadali hingga hancur berantakan.
Patih Hiranyaka yang telah dipulihkan wujudnya oleh Prabu Kunjanakresna menggunakan Minyak Muksala segera menyerahkan diri dan memohon ampun kepada Batara Indra. Ia pun mengembalikan Minyak Manihara dan Minyak Muskala yang tadi telah direbut oleh Prabu Kunjanakresna. Batara Indra pun menerima kedua pusaka itu dan menyerahkan kepada pemiliknya, yaitu Arya Manungkara.
BAMBANG SAKRI MENDAPAT GELAR BATARA
Batara Indra berterima kasih atas bantuan Bambang Sakri menumpas Prabu Kunjanakresna. Bambang Sakri pun mendapat bermacam-macam hadiah, serta diizinkan memakai gelar Batara Sakri seperti gelar para dewa.
Setelah mendapatkan perjamuan dari para bidadara dan bidadari, Batara Sakri pun kembali ke Gunung Saptaarga dengan diantarkan oleh Batara Narada serta Arya Manungkara dan Janggan Smara.
kisah sebelumnya ; daftar isi ; kisah selanjutnya
Kisah ini saya perbaiki dari postingan terdahulu dengan judul yang sama, berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan sedikit pengembangan.
Kediri, 23 Januari 2016
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
Bambang Sakri |
BAMBANG DANADEWA DAN
BAMBANG KINTAKA MENJADI PUNGGAWA WIRATA
Prabu Basukiswara di Kerajaan
Wirata dihadap Patih Wasita, Arya Sriati, dan Arya Manungkara. Mereka sedang
membicarakan rencana pembangunan taman sari di Kota Medangkawuri atau Wirata
Lama. Patih Wasita pun ditunjuk sebagai pemimpin pembangunan taman tersebut.
Tidak lama kemudian datanglah
dua orang laki-laki yang bernama Bambang Danadewa dan Bambang Kintaka. Mereka
memohon agar diterima mengabdi menjadi punggawa di Kerajaan Wirata. Bambang
Danadewa adalah putra Resi Artaetu, atau adik mendiang Dewi Retnadi. Dengan
demikian, ia merupakan adik ipar Prabu Basukiswara. Meskipun Resi Artaetu kini
telah menjadi raja Medang Kamulan dan bergelar Prabu Maheswara, namun Bambang
Danadewa tidak bersedia diangkat menjadi putra mahkota di sana. Ia memohon
kepada sang ayah agar diizinkan mengabdi kepada Prabu Basukiswara saja. Ia
mengaku telah bermimpi mendapat petunjuk dewa bahwa di Kerajaan Wirata ia akan
mendapat lebih banyak pengalaman berharga daripada tinggal di Medang Kamulan. Prabu
Maheswara pun mengizinkannya berangkat.
Dalam perjalanan menuju
Kerajaan Wirata, Bambang Danadewa bertemu Bambang Kintaka yang juga ingin
mengabdi kepada Prabu Basukiswara. Adapun Bambang Kintaka adalah putra bungsu
Resi Sakra di Padepokan Andongdadapan, atau adik dari Wasi Kistira. Sedangkan
Resi Sakra adalah adik sepupu Prabu Maheswara. Dengan demikian, Bambang
Danadewa dan Bambang Kintaka adalah saudara sepupu tingkat dua.
Prabu Basukiswara menerima
pengabdian mereka berdua. Keduanya pun diangkat sebagai punggawa, yang mana masing-masing
diberi gelar Arya Danadewa dan Arya Kintaka. Tugas pertama untuk mereka adalah
membantu Patih Wasita membangun taman sari di Kota Medangkawuri.
ARYA MANUNGKARA MENJADI JAGO
KAHYANGAN
Setelah Patih Wasita, Arya
Danadewa, dan Arya Kintaka berangkat melaksanakan tugas, tiba-tiba datang
Batara Wrehaspati yang diutus Batara Indra untuk meminta bantuan kepada Prabu
Basukiswara. Batara Wreshaspati bercerita bahwa saat ini Kahyangan Suralaya
sedang dikepung musuh raksasa dari Kerajaan Manimantaka. Awal mulanya ialah
datang utusan dari negeri tersebut yang bernama Patih Hiranyaka. Ia datang untuk
melamar bidadari tercantik, yaitu Batari Supraba sebagai istri rajanya yang
bernama Prabu Kunjanakresna. Hal ini karena Prabu Kunjanakresna adalah
keturunan Batara Wisnu, sehingga ia merasa pantas jika memiliki istri bidadari.
Batara Indra teringat bahwa
Prabu Kunjanakresna dulunya adalah raja Dwarawatiprawa yang kemudian pindah ke
Tirtakadasar, di mana ia dan ayahnya yang bernama Begawan Mangkara pernah
mengejar-ngejar Batari Ganggastini, putri Batara Ganggastana. Batari
Ganggastini akhirnya bisa diselamatkan oleh Wasi Kistira, putra Resi Sakra.
Dalam pertempuran itu Begawan Mangkara tewas dan Prabu Kunjanakresna melarikan
diri.
Ternyata Prabu Kunjanakresna
kini telah menjadi raja Manimantaka dan ia masih melanjutkan niatnya untuk
memperistri bidadari. Batara Indra pun menolak lamaran tersebut, meskipun Patih
Hiranyaka mengancam akan mengepung kahyangan. Tak disangka, Patih Hiranyaka
ternyata sangat sakti dan tidak ada seorang pun dewa yang dapat mengalahkannya.
Batara Indra lalu memerintahkan
Batara Wrehaspati untuk meminta bantuan Arya Manungkara, kakak ipar Prabu
Basukiswara di Kerajaan Wirata sebagai jago kahyangan. Itu karena Arya
Manungkara memiliki pusaka Minyak Manihara yang dapat digunakan untuk
mengalahkan Patih Hiranyaka.
Arya Manungkara pun
menyanggupi hal itu dan ia mohon izin kepada Prabu Basukiswara untuk segera
berangkat membantu Kahyangan Suralaya. Prabu Basukiswara mengizinkan dan ia pun
menyertakan pula satu pasukan untuk membantu Arya Manungkara.
ARYA MANUNGKARA MENGALAHKAN
PATIH HIRANYAKA
Arya Manungkara dan pasukannya
telah tiba di Kahyangan Suralaya dan segera terjun ke medan pertempuran
menghadapi pasukan raksasa Manimantaka. Pertempuran sengit pun terjadi. Arya
Manungkara banyak membunuh musuh raksasa dengan mengubah wujud mereka menjadi
arca batu menggunakan Minyak Manihara.
Patih Hiranyaka maju menghadapinya. Setelah bertempur sekian lama, Arya Manungkara akhirnya berhasil pula mengubah patih raksasa itu menjadi arca batu. Melihat pemimpinnya kalah, para prajurit raksasa pun berhamburan dan sebagian melarikan diri kembali ke Kerajaan Manimantaka.
PRABU KUNJANAKRESNA MENYERANG KAHYANGAN SURALAYA
Prabu Kunjanakresna di Kerajaan Manimantaka dihadap putranya yang bernama Ditya Mercukalakresna, seorang raksasa muda. Ditya Mercukalakresna bertanya mengapa sang ayah bersikeras ingin menikahi bidadari, padahal dulu sudah gagal menikah dengan Batari Ganggastini. Prabu Kunjanakresna menjawab bahwa dirinya adalah keturunan Batara Wisnu, dewa paling sakti, sehingga sangat pantas apabila memiliki istri seorang bidadari.
Ditya Mercukalakresna memohon
kepada sang ayah agar menghentikan niat tersebut karena semalam ia bermimpi
buruk, bahwa sang ayah tenggelam saat menyeberangi lautan. Prabu Kunjanakresna
bukannya gentar tapi justru marah mendengar saran putranya tersebut. Ia menuduh
Ditya Mercukalakresna mengarang cerita mimpi segala hanya untuk mencegah
niatnya memperistri bidadari. Prabu Kunjanakresna juga menuduh putranya itu cemburu
apabila kelak memiliki adik yang lahir dari bidadari. Ditya Mercukalakresna
memohon ampun dan sama sekali tidak ada niat seperti itu. Dengan tulus hati ia
berkata bahwa dirinya sangat menyayangi Prabu Kunjanakresna dan tidak ingin
ayahnya itu mengalami musibah akibat cita-cita yang terlalu tinggi.
Pada saat itulah datang Ditya
Sangkreta yang kembali dari Kahyangan Suralaya. Ia melaporkan bahwa Patih
Hiranyaka saat ini telah dikalahkan oleh jago Batara Indra yang bernama Arya
Manungkara, dan tubuhnya pun telah diubah menjadi patung.
Prabu Kunjanakresna sangat
marah mendengar laporan tersebut. Ia pun bergegas menggempur Kahyangan
Suralaya.
PRABU KUNJANAKRESNA MENGALAHKAN ARYA MANUNGKARA
Prabu Kunjanakresna telah sampai di Kahyangan Suralaya dan dihadang Arya Manungkara beserta pasukan yang ia pimpin. Pertempuran sengit pun terjadi di antara mereka. Kali ini giliran Arya Manungkara yang terdesak. Tubuhnya ditangkap Prabu Kunjanakresna dan pusakanya berupa Minyak Manihara dan Minyak Muksala berhasil direbut oleh raja raksasa tersebut.
Pada saat itulah tiba-tiba muncul Batara Narada yang segera menolong Arya Manungkara dan membawanya berlindung di balik dinding Kahyangan Suralaya.
Batara Indra menyambut kedatangan Batara Narada dengan penuh hormat. Batara Narada mengaku dikirim Batara Guru dari Kahyangan Jonggringsalaka untuk menyampaikan pesan, bahwa yang bisa mengalahkan Prabu Kunjanakresna adalah cucu Resi Manumanasa yang bernama Bambang Sakri. Setelah menyampaikan pesan tersebut, Batara Narada lalu berangkat menuju ke Gunung Saptaarga.
BATARA NARADA MENJEMPUT BAMBANG SAKRI
Resi Manumanasa di Gunung Saptaarga sedang dihadap putra sulungnya, yaitu Resi Satrukem beserta Janggan Smara dan Putut Supalawa. Tidak lama kemudian datanglah Batara Narada yang membawa pesan dari Batara Guru untuk meminjam Bambang Sakri putra Resi Satrukem sebagai jago Kahyangan Suralaya menghadapi serangan Prabu Kunjanakresna.
Resi Manumanasa agak keberatan
karena cucunya itu masih berusia lima belas tahun dan dianggap terlalu muda
untuk menjadi jago para dewa. Batara Narada pun mengingatkan bahwa Batara Guru
tidak mungkin salah memilih jago. Bukankah dulu Resi Manumanasa semasa muda juga
pernah bertanding di kahyangan melawan Prabu Kuramba dari Pringgadani? Bukankah
Resi Satrukem semasa bayi dalam bungkus juga pernah dibawa ke kahyangan untuk
menumpas Prabu Kalimantara dari Nusarukmi?
Resi Manumanasa dan Resi Satrukem merasa ucapan Batara Narada tidak salah. Maka, mereka pun merelakan Bambang Sakri dibawa naik ke Kahyangan Suralaya dengan disertai Janggan Smara.
BAMBANG SAKRI MENGALAHKAN PRABU KUNJANAKRESNA
Sesampainya di Kahyangan Suralaya, Batara Narada menghadapkan Bambang Sakri kepada Batara Indra. Batara Indra lalu membisikkan ilmu kesaktian di telinga Bambang Sakri dan membekali pemuda itu dengan senjata berupa Besi Brahmakadali. Bambang Sakri pun mohon pamit berangkat menghadapi musuh.
Sesampainya di luar gerbang kahyangan, Bambang Sakri segera bertempur melawan Prabu Kunjanakresna. Setelah bertarung agak lama, Bambang Sakri akhirnya berhasil memukul kepala raja raksasa itu menggunakan Besi Brahmakadali hingga hancur berantakan.
Patih Hiranyaka yang telah dipulihkan wujudnya oleh Prabu Kunjanakresna menggunakan Minyak Muksala segera menyerahkan diri dan memohon ampun kepada Batara Indra. Ia pun mengembalikan Minyak Manihara dan Minyak Muskala yang tadi telah direbut oleh Prabu Kunjanakresna. Batara Indra pun menerima kedua pusaka itu dan menyerahkan kepada pemiliknya, yaitu Arya Manungkara.
Batara Indra lalu bertanya
bagaimana awal mulanya Prabu Kunjanakresna bisa menjadi raja Manimantaka. Patih
Hiranyaka menjawab bahwa dulunya Prabu Kunjanakresna adalah raja raksasa dari
Kerajaan Dwarawatiprawa yang kemudian pindah ke Tirtakadasar. Setelah ayahnya
yang bernama Begawan Mangkara tewas di tangan Wasi Kistira, Prabu Kunjanakresna
pun meninggalkan Kerajaan Tirtakadasar untuk mengungsi ke Kerajaan Manimantaka.
Raja Manimantaka saat itu adalah
Prabu Kalakanda yang memiliki dua istri, yaitu Dewi Rukmi dan Dewi Mayi. Dewi
Rukmi adalah putra Prabu Kalarukma dari Kerajaan Kasipura yang masih keturunan
Prabu Hiranyakasipu. Dewi Rukmi ini adalah ibu kandung Ditya Hiranyaka.
Sementara itu, Dewi Mayi adalah adik kandung Begawan Mangkara yang melahirkan Ditya
Martikawata, yang kini telah menjadi pendeta di Padepokan Ima-ima. Dengan
demikian, Prabu Kunjanakresna adalah keponakan istri kedua Prabu Kalakanda.
Setelah Prabu Kalakanda
meninggal, takhta Kerajaan Manimantaka diduduki oleh Prabu Kunjanakresna. Ditya
Hiranyaka selaku putra sulung Prabu Kalakanda yang seharusnya menjadi ahli
waris takhta rela dijadikan sebagai patih asalkan bisa menikah dengan Dewi
Sasmreti, adik kandung Prabu Kunjanakresna. Prabu Kunjanakresna pun mengabulkan
permintaan itu.
Mendengar cerita Patih
Hiranyaka, Batara Indra mengampuninya dan mengizinkan ia menjadi raja
Manimantaka menggantikan Prabu Kunjanakresna yang telah tewas. Patih Hiranyaka
sangat berterima kasih dan segera mohon pamit kembali ke negerinya dengan membawa
jasad Prabu Kunjanakresna.
BAMBANG SAKRI MENDAPAT GELAR BATARA
Batara Indra berterima kasih atas bantuan Bambang Sakri menumpas Prabu Kunjanakresna. Bambang Sakri pun mendapat bermacam-macam hadiah, serta diizinkan memakai gelar Batara Sakri seperti gelar para dewa.
Setelah mendapatkan perjamuan dari para bidadara dan bidadari, Batara Sakri pun kembali ke Gunung Saptaarga dengan diantarkan oleh Batara Narada serta Arya Manungkara dan Janggan Smara.
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
kisah sebelumnya ; daftar isi ; kisah selanjutnya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar