Sabtu, 25 Februari 2017

Srikandi Meguru Manah



Kisah ini menceritakan tentang Dewi Srikandi putri Prabu Drupada yang berguru memanah kepada Raden Arjuna. Hubungan mereka berubah menjadi kekasih namun dipisahkan oleh Dewi Drupadi. Dewi Srikandi pun kembali ke negerinya dan berusaha menaikkan harga diri melalui peperangan melawan Prabu Jungkungmardeya yang menginginkannya.

Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pagelaran wayang orang Sekar Budaya Nusantara, yang saya padukan dengan rubrik pedhalangan di Majalah Panjebar Semangat, serta buku Srikandi Berguru Memanah karya Sunardi D.M. dengan disertai pengembangan seperlunya.

Kediri, 25 Februari 2017

Heri Purwanto
 
------------------------------ ooo ------------------------------

Dewi Srikandi

DEWI SRIKANDI MENGHILANG DARI ISTANA

Prabu Drupada di Kerajaan Cempalareja (Pancala Selatan) dihadap para menteri dan punggawa, antara lain Raden Drestajumena (putra mahkota), Patih Drestaketu, Arya Yudamanyu, dan Arya Utamayuda. Mereka sedang membicarakan putri raja nomor dua, yaitu Dewi Srikandi yang sudah tiga bulan ini menghilang entah ke mana.

Prabu Drupada teringat kisah masa lalu, di mana pernikahannya dengan sang permaisuri Dewi Gandawati tidak dikaruniai anak sama sekali. Hingga pada suatu hari Kerajaan Pancala diserang musuh lama Prabu Drupada, yaitu Resi Druna bersama murid-muridnya. Prabu Drupada dan Arya Gandamana (adik iparnya) kalah di tangan Raden Arjuna dan Raden Bimasena. Resi Druna pun merebut kekuasaan atas Kerajaan Pancala dan membaginya menjadi dua. Wilayah bagian utara termasuk istana lama menjadi milik Resi Druna, sedangkan wilayah selatan diserahkan pada Prabu Drupada. Sejak saat itu, Prabu Drupada sekeluarga pindah ke selatan dan membangun ibu kota baru di Desa Cempala. Oleh sebab itulah, Kerajaan Pancala Selatan pun dikenal pula dengan nama Kerajaan Cempalareja.

Prabu Drupada merasa iri pada Resi Druna yang memiliki seorang putra dan seratus lima murid yang selalu patuh pada perintahnya. Karena Dewi Gandawati mandul, Prabu Drupada pun pergi bertapa agar bisa memiliki keturunan. Setelah sekian lama bertapa, muncul dua orang pendeta bernama Resi Yodya dan Resi Upayodya yang dikirim dewata untuk membantu kesulitan Prabu Drupada. Kedua pendeta itu lalu mengadakan sesaji api, yang mana kobaran api tersebut mampu menghisap benih dari dalam tubuh Prabu Drupada. Dari kobaran api itulah, muncul seorang gadis remaja yang diberi nama Dewi Drupadi. Prabu Drupada belum puas dan meminta upacara dilanjutkan. Tak lama kemudian muncullah seorang gadis yang bersifat kelaki-lakian, diberi nama Dewi Srikandi. Prabu Drupada masih belum puas juga dan meminta sesaji tetap dilanjutkan agar mendapatkan anak yang benar-benar laki-laki. Akhirnya, muncul seorang pemuda dari dalam kobaran api yang diberi nama Raden Drestajumena.

Demikianlah awal mulanya Prabu Drupada memiliki tiga orang anak. Yang tertua Dewi Drupadi telah menjadi istri Prabu Puntadewa raja Amarta, melalui sayembara yang mereggut nyawa Arya Gandamana. Sekarang tiba saatnya Prabu Drupada memikirkan putri keduanya, yaitu Dewi Srikandi yang sudah waktunya untuk menikah. Namun, Dewi Srikandi tidak tertarik berumah tangga. Sifatnya yang kelaki-lakian membuatnya lebih suka berlatih perang-perangan daripada mempelajari bagaimana caranya menjadi calon istri yang baik.

Prabu Drupada sengaja membangun sebuah taman yang sangat indah bernama Taman Maherakaca sebagai tempat tinggal Dewi Srikandi, dengan harapan semoga putrinya itu berubah sifat menjadi perempuan sejati. Namun, taman indah tersebut justru digunakan Dewi Srikandi sebagai tempat berlatih memanah dan ilmu keprajuritan lainnya. Dewi Srikandi juga pernah berkata bahwa dirinya iri kepada sang adik, yaitu Raden Drestajumena yang pernah berguru ilmu perang kepada Resi Druna. Namun, hal itu justru membuat Prabu Drupada marah dan menyuruhnya untuk melupakan semua keinginannya menjadi wanita petarung.

Sejak kejadian itu Dewi Srikandi tiba-tiba menghilang entah ke mana. Prabu Drupada sangat menyesal telah memarahi putri keduanya itu. Patih Drestaketu segera menyebarkan orang-orangnya untuk mencari ke segala penjuru, namun Dewi Srikandi tidak juga dapat ditemukan. Tak terasa kini sudah tiga bulan lamanya sang putri menghilang dan tidak diketahui keberadaannya.

Prabu Drupada

PRABU DRUPADA MENDAPAT SURAT LAMARAN DARI KERAJAAN PARANGGUBARJA

Ketika Patih Drestaketu sedang menyampaikan laporan tentang pencarian Dewi Srikandi, tiba-tiba datang seorang laki-laki bertampang seram memasuki balai penghadapan. Laki-laki itu mengaku bernama Patih Jayasudarga dari Kerajaan Paranggubarja di tanah seberang. Dengan sikap angkuh, ia pun menyampaikan surat dari rajanya yang bernama Prabu Jungkungmardeya kepada Prabu Drupada.

Prabu Drupada membaca surat itu yang berisi keinginan Prabu Jungkungmardeya untuk memperistri Dewi Srikandi. Melalui suratnya, Prabu Jungkungmardeya juga memamerkan bahwa dirinya seorang raja yang masih muda, tampan, sakti, dan juga kaya raya. Ia berharap Prabu Drupada menerima lamarannya, karena dirinya tidak ingin jika Dewi Srikandi terpaksa direbut melalui peperangan.

Raden Drestajumena sang putra mahkota sangat tersinggung mendengar isi surat yang dibaca ayahnya. Ia pun bertanya apa benar sosok Prabu Jungkungmardeya sama seperti apa yang tertulis dalam surat tersebut, atau jangan-jangan wajahnya sama menyeramkan seperti patih yang sekarang datang. Patih Jayasudarga menjawab isi surat tersebut sangat benar. Pada mulanya, Patih Jayasudarga adalah raja Paranggubarja yang sebenarnya. Hingga suatu hari datang seorang pemuda bernama Bambang Jungkung yang menantangnya bertanding. Prabu Jayasudarga kalah dan terpaksa menyerahkan takhta kerajaannya kepada pemuda itu. Bambang Jungkung pun menjadi raja baru di Paranggubarja, bergelar Prabu Jungkungmardeya. Adapun Prabu Jayasudarga kemudian diturunkan pangkatnya menjadi patih.

Patih Jayasudarga bercerita bahwa Prabu Jungkungmardeya tidak hanya sakti, tetapi juga tampan dan masih muda. Raden Drestajumena tidak peduli. Ia berkata bahwa hari ini Dewi Srikandi sedang menghilang entah ke mana. Andaikan telah ditemukan, tetap saja ia tidak rela jika kakaknya itu menikah dengan seorang raja sombong semacam Prabu Jungkungmardeya. Patih Jayasudarga berkata bahwa dirinya telah diberi wewenang oleh rajanya untuk membawa Dewi Srikandi, baik itu melalui cara sopan, ataupun cara kasar. Raden Drestajumena pun mempersilakannya untuk menunggu di luar, lengkap dengan segenap pasukan dari Paranggubarja, apabila memang ingin menempuh cara kasar.

Patih Jayasudarga pun undur diri meninggalkan pertemuan. Prabu Drupada segera menegur putranya yang bertindak gegabah, menantang Patih Jayasudarga beserta pasukannya. Jika perang sampai terjadi, maka yang menjadi korban pastilah para prajurit rendahan dan rakyat kecil yang tidak tahu apa-apa. Raden Drestajumena mohon maaf atas sikapnya yang lancang. Namun, ia tidak rela apabila kakak keduanya menjadi istri seorang raja sombong. Bagaimanapun juga lamaran ini harus ditolak. Lagipula ini adalah kesempatan bagi Raden Drestajumena untuk menguji hasil bergurunya kepada Resi Druna beberapa tahun yang lalu. Ia pun mohon restu kepada sang ayah untuk berangkat menghadapi tantangan Patih Jayasudarga tersebut.

Patih Drestaketu

PERTEMPURAN ANTARA PIHAK CEMPALAREJA MELAWAN PARANGGUBARJA

Patih Jayasudarga telah kembali ke induk pasukannya dan kemudian mereka bersiaga di alun alun Kerajaan Cempalareja. Tidak lama kemudian Raden Drestajumena datang bersama pasukannya. Pertempuran pun terjadi antara kedua pihak. Setelah agak lama, Raden Drestajumena akhirnya terdesak dan dapat dikalahkan oleh Patih Jayasudarga.

Melihat putranya dalam bahaya, Prabu Drupada segera melerai kedua pihak yang sedang berperang. Ia berkata kepada Patih Jayasudarga agar membawa pasukannya beristirahat di Kesatrian Mandirajajar, yaitu bekas kediaman mendiang Arya Gandamana. Ia berjanji apabila Dewi Srikandi telah ditemukan, maka urusan pernikahan bisa dibicarakan lagi. Patih Jayasudarga terkesan dengan sikap bijak Prabu Drupada. Ia pun mohon pamit mundur dan membawa pasukannya menuju ke arah Mandirajajar dengan dipandu Patih Drestaketu.

Sepeninggal orang-orang Paranggubarja, Raden Drestajumena bertanya kepada sang ayah mengapa pertempuran tadi dihentikan, padahal dirinya belum kalah. Prabu Drupada pun menasihati putranya itu yang mudah sekali menyebut Prabu Jungkungmardeya sebagai raja sombong, padahal ia sendiri tidak kalah sombong. Dalam peperangan tadi, Raden Drestajumena bersikap terlalu meremehkan lawan, sehingga menjadi kurang waspada dan dapat dikalahkan oleh Patih Jayasudarga yang lebih berpengalaman.

Raden Drestajumena mengakui bahwa dirinya memang takabur. Andai saja tadi ia lebih waspada, tentu segala ilmu pelajaran dari Resi Druna dapat dikerahkan dengan sebaik-baiknya. Prabu Drupada pun memaklumi bahwa putranya itu memang baru pertama kali ini terjun dalam pertempuran, sehingga masih kurang pengalaman. Namun, ia mendapat firasat bahwa suatu saat nanti nama Raden Drestajumena pasti tercatat dalam sejarah sebagai seorang panglima besar yang ahli dalam memimpin pertempuran.

Prabu Drupada lalu memerintahkan Raden Drestajumena agar berangkat ke Gunung Saptaarga untuk meminta petunjuk kepada Bagawan Abyasa, di mana kiranya Dewi Srikandi berada. Raden Drestajumena menerima tugas tersebut dan segera mohon pamit saat itu juga.

Setelah Raden Drestajumena berangkat, Prabu Drupada pun menulis surat kepada putri sulungnya, yaitu Dewi Drupadi perihal menghilangnya Dewi Srikandi. Prabu Drupada kemudian memerintahkan Arya Yudamanyu untuk membawa surat tersebut menuju Kerajaan Amarta.

Patih Jayasudarga

DEWI SRIKANDI BERGURU PANAH KEPADA RADEN ARJUNA

Dewi Srikandi yang dicari-cari oleh keluarganya ternyata sudah tiga bulan ini berada di Kesatrian Madukara, tepatnya di dalam Taman Maduganda, yaitu sedang berguru ilmu memanah kepada Raden Arjuna.

Awal mulanya ialah peristiwa sayembara memperebutkan Dewi Drupadi beberapa tahun yang lalu, di mana Dewi Srikandi menyaksikan sang paman Arya Gandamana gugur di tangan Wasi Balawa, yaitu penyamaran Arya Wrekodara, sang Panenggak Pandawa. Saat itu Raden Drestajumena tidak terima kakaknya berjodoh dengan pendeta miskin, sehingga menantang para Pandawa untuk mengikuti sayembara yang ia adakan, yaitu memanah sehelai rambut di puncak tiang. Sayembara tersebut pun dapat dimenangkan pula oleh Wasi Parta, yang ternyata penyamaran Raden Arjuna. Maka, Dewi Drupadi kemudian diserahkan kepada para Pandawa, dan menjadi istri Raden Puntadewa, sang Pandawa tertua.

Sejak itulah tertanam dalam benak Dewi Srikandi bahwa Raden Arjuna adalah pemanah terbaik di dunia. Pada dasarnya Dewi Srikandi bersifat kelaki-lakian yang lebih suka bermain perang-perangan daripada berlatih menari atau membuat batik. Dalam hatinya ia ingin sekali berguru ilmu panah kepada Pandawa nomor tiga tersebut, tetapi hatinya malu bercampur takut, dan tidak tahu bagaimana caranya harus memulai. Baru setelah mendapat marah dari ayahnya untuk tidak lagi bermain perang-perangan, Dewi Srikandi pun membulatkan tekad untuk pergi tanpa pamit menuju Kerajaan Amarta. Sesampainya di sana, ia langsung masuk ke dalam Kesatrian Madukara dan bertemu dengan Raden Arjuna.

Tak disangka, Raden Arjuna menyambut ramah kedatangan Dewi Srikandi dan bersedia menerimanya sebagai murid. Mereka pun meminta izin kepada Dewi Sumbadra selaku istri padmi tertua untuk berlatih di dalam Taman Maduganda. Dewi Sumbadra tanpa membantah langsung mengizinkan mereka. Ia pun memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada sang suami untuk mengajar dan melatih Dewi Srikandi segala hal yang berkaitan dengan ilmu perang.

Demikianlah, tak terasa Dewi Srikandi sudah tiga bulan lamanya berada di Kesatrian Madukara untuk berguru kepada Raden Arjuna. Segala macam ilmu keprajuritan telah ia pelajari, terutama seni memanah. Berbagai sasaran sudah ia coba, mulai dari memanah telur ayam, telur puyuh, buah ranti, bahkan sampai sehelai rambut sekalipun. Betapa lembut dan sabar Raden Arjuna dalam membimbing Dewi Srikandi membuat gadis itu sangat terkesan kepadanya. Seumur hidup Dewi Srikandi selalu bersikap kelaki-lakian, namun sejak berada di dekat Raden Arjuna, ia berubah menjadi layaknya wanita yang sedang dimabuk asmara. Ia kini berubah menjadi perempuan yang memerhatikan penampilan, suka berdandan, memakai wangi-wangian, serta cara berjalannya pun ditata menjadi lebih anggun dan berirama.

Sebaliknya, Raden Arjuna diam-diam juga menaruh hati kepada Dewi Srikandi. Rasa cinta pun tumbuh bersemi di antara mereka karena selalu bersama. Jika dulu pada awalnya Raden Arjuna mengarahkan Dewi Srikandi hanya melalui lisan, namun kini ia tidak segan-segan menyentuh tangan gadis itu sambil memeluk dari belakang. Tidak jarang Raden Arjuna menempelkan pipinya pada pipi Dewi Srikandi dengan alasan untuk mengarahkan pandangan mata gadis itu agar lebih lurus menuju sasaran. Tentu saja jantung Dewi Srikandi berdebar kencang dan keringatnya pun bercucuran. Hingga ia pun membayangkan betapa bahagia seandainya bisa menjadi istri muda kesatria Panengah Pandawa tersebut.

Pucuk dicinta, ulam pun tiba. Raden Arjuna akhirnya berterus terang menyatakan perasaannya bahwa ia telah jatuh cinta kepada Dewi Srikandi dan ingin menikah dengannya. Dewi Srikandi sangat bahagia dan ia pun menyatakan bersedia, namun tentunya harus meminta izin terlebih dahulu kepada Dewi Sumbadra dan Niken Larasati.

Raden Arjuna

DEWI DRUPADI MEMERGOKI DEWI SRIKANDI BERMESRAAN DENGAN RADEN ARJUNA

Sang permaisuri Kerajaan Amarta, yaitu Dewi Drupadi menerima kedatangan Arya Yudamanyu yang membawa surat dari ayahnya, yaitu Prabu Drupada. Dalam surat itu tertulis bahwa Dewi Srikandi telah menghilang tiga bulan lamanya dan hingga kini belum juga ditemukan. Dewi Drupadi yang berpikiran cerdas segera menghubungkan peristiwa ini dengan Raden Arjuna yang sudah tiga bulan tidak pernah hadir menghadap Prabu Puntadewa. Apalagi Dewi Drupadi ingat bahwa Dewi Srikandi dari dulu gemar bermain perang-perangan dan menaruh iri kepada Raden Drestajumena yang pernah berguru kepada Resi Druna. Ia pun menduga adiknya itu pasti menghilang dari istana karena ingin berguru kepada Raden Arjuna, yang merupakan pemanah terbaik murid Resi Druna.

Maka, Dewi Drupadi pun bergegas menuju Kesatrian Madukara dan melihat para panakawan Nala Gareng, Petruk, dan Bagong sedang berjaga di luar Taman Maduganda. Para panakawan itu segera menghalang-halangi Dewi Drupadi dengan alasan Raden Arjuna sedang bertapa di dalam taman dan tidak ingin diganggu. Hal ini membuat Dewi Drupadi semakin curiga. Ia pun nekat menerobos taman dan melihat Dewi Srikandi sedang berpelukan mesra dengan Raden Arjuna. Ia pun marah-marah melabrak mereka. Tangannya bergerak menampar pipi dan menjambak rambut Dewi Srikandi. Raden Arjuna sangat malu dan segera lari menghindar, meninggalkan Taman Maduganda.

Dewi Srikandi jatuh terduduk sambil menangis sedih bercampur malu. Dewi Drupadi pun memaki-maki adiknya itu sebagai wanita murahan yang hendak merebut suami orang. Pada saat itulah Dewi Sumbadra dan Niken Larasati datang untuk melerai. Dewi Drupadi memberi tahu mereka bahwa Raden Arjuna telah berselingkuh dengan Dewi Srikandi. Namun, Dewi Sumbadra dengan lembut menolong Dewi Srikandi bangkit sambil berkata bahwa ia sudah tahu semuanya. Dirinya sudah mengetahui bahwa hubungan guru dan murid di antara Raden Arjuna dan Dewi Srikandi telah berubah menjadi pasangan kekasih. Namun sayangnya, mereka belum juga berterus terang soal ini kepada Dewi Sumbadra. Andaikan mereka berterus terang untuk menikah, pasti Dewi Sumbadra memberikan izin.

Dewi Drupadi heran mengapa Dewi Sumbadra tidak marah melihat suaminya mencintai wanita lain. Dewi Sumbadra pun menjelaskan bahwa Raden Arjuna memang dikaruniai Tuhan memiliki kasih sayang melimpah ruah, sehingga pantas saat masih remaja dijuluki sebagai Sang Permadi. Seorang laki-laki yang memiliki kasih sayang berlebih sangat wajar apabila mencintai wanita lebih dari satu. Dewi Sumbadra pun yakin, andaikata Raden Arjuna menikah lagi, cintanya kepada para istri yang lain tidak akan pernah berkurang.

Dewi Srikandi yang mendapat pembelaan dari Dewi Sumbadra justru merasa sangat malu. Ia pun meronta dan lari meninggalkan Kesatrian Madukara sambil menangis berlinang air mata. Dewi Drupadi berusaha mengejar, namun adiknya itu sudah menghilang entah ke mana.

Dewi Drupadi

DEWI SRIKANDI MENDERITA GANGGUAN JIWA

Dewi Srikandi telah berlari jauh meninggalkan Kerajaan Amarta. Ia sangat marah bercampur sedih, karena laki-laki yang ia cintai ternyata mencari selamat sendiri saat dirinya dilabrak sang kakak sulung. Perasaan sedih yang mendalam membuat pikiran Dewi Srikandi agak terganggu. Kadang-kadang ia bicara tak keruan, menantang-nantang, menjerit-jerit, kadang pula menangis tanpa sebab.

Dewi Srikandi yang kini menderita sakit jiwa terus berjalan tak tentu arah. Namun demikian, penampilannya yang lusuh dan rambutnya yang acak-acakan sama sekali tidak mengurangi kecantikannya. Kadang muncul beberapa laki-laki yang berniat jahat kepadanya, namun dengan cekatan Dewi Srikandi dapat meringkus mereka sambil tertawa riang.

Hingga akhirnya, Raden Drestajumena muncul dan menemukan kakaknya itu. Rupanya Raden Drestajumena telah mendapat petunjuk dari Bagawan Abyasa di Gunung Saptaarga agar berjalan lurus ke arah barat apabila ingin bertemu dengan Dewi Srikandi.

Dewi Srikandi marah-marah dan mengamuk karena tidak mengenali adiknya. Raden Drestajumena terkejut namun dengan cekatan berhasil meringkus kakaknya itu. Berangsur-angsur, ingatan Dewi Srikandi akhirnya pulih kembali. Ia pun menangis memeluk adiknya dan bersedia dibawa pulang ke Kerajaan Pancala Selatan.

Raden Drestajumena

PRABU JUNGKUNGMARDEYA TEWAS MELAWAN DEWI SRIKANDI

Prabu Drupada di Kerajaan Pancala Selatan sangat bahagia karena putri keduanya berhasil ditemukan. Ia pun meminta maaf karena telah memarahi Dewi Srikandi yang menyebabkan putrinya itu kabur dari istana. Mulai saat ini, Prabu Drupada mengizinkan apabila Dewi Srikandi ingin lebih mendalami seni memanah dan ilmu keprajuritan lainnya.

Tidak lama kemudian datang pula Patih Jayasudarga bersama rajanya yang masih muda dan tampan, yaitu Prabu Jungkungmardeya dari Paranggubarja. Prabu Jungkungmardeya berkata bahwa dirinya tidak sabar menunggu laporan dari Patih Jayasudarga. Karena didesak oleh perasaan ingin segera menikahi Dewi Srikandi, Prabu Jungkungmardeya pun berangkat menyusul ke Kerajaan Cempalareja (Pancala Selatan). Patih Jayasudarga yang beberapa hari ini tinggal di Kesatrian Mandirajajar segera menyambut kedatangan rajanya itu. Mereka lalu bersama-sama menghadap Prabu Drupada untuk menanyakan bagaimana keputusan yang diambil, apakah lamaran terhadap Dewi Srikandi diterima ataukah ditolak.

Prabu Drupada berkata bahwa yang hendak menjalani rumah tangga adalah Dewi Srikandi, maka biarlah putrinya itu yang memberikan jawaban. Adapun Dewi Srikandi sendiri baru saja ditemukan setelah menghilang dari istana tiga bulan lamanya. Prabu Drupada pun mempersilakan putri keduanya itu untuk menjawab lamaran Prabu Jungkungmardeya.

Dewi Srikandi mengamati sosok raja yang melamar dirinya ternyata memang tampan dan masih muda. Namun, sayang sekali lagaknya sombong dan angkuh, sangat berbeda dengan Raden Arjuna yang lembut dan sederhana. Meskipun hatinya kecewa, namun Dewi Srikandi masih menyimpan cinta yang mendalam terhadap kesatria dari Madukara tersebut. Maka, ia pun berkata kepada Prabu Jungkungmardeya, apabila ingin menikah dengannya harus bertanding terlebih dahulu. Apabila Dewi Srikandi dapat dikalahkan, maka ia bersedia menjadi istri raja Paranggubarja tersebut.

Prabu Jungkungmardeya tertawa meremehkan. Ia pun menerima tantangan Dewi Srikandi dan berniat ingin mempermalukan wanita pujaannya itu. Keduanya lalu bertanding di halaman istana. Prabu Jungkungmardeya bertarung sambil merayu genit. Sesekali tangannya berhasil mencolek dagu Dewi Srikandi, membuat gadis itu semakin benci kepadanya.

Dewi Srikandi merasa jika bertarung adu kekuatan jelas dirinya tidak mungkin menang melawan Prabu Jungkungmardeya yang perkasa dan lebih berpengalaman. Maka, ia pun menantang lawannya itu bertanding adu panah. Mereka berdua harus sama-sama melepaskan panah ke arah masing-masing. Prabu Jungkungmardeya keberatan karena hal ini sangat berbahaya dan bisa-bisa Dewi Srikandi terluka nantinya. Namun, Dewi Srikandi terus memaksa sambil mengejek Prabu Jungkungmardeya pengecut, sehingga membuat lawannya itu tersinggung dan menerima tantangannya.

Maka, Prabu Jungkungmardeya pun melepaskan panah ke arah Dewi Srikandi, sedangkan Dewi Srikandi melepaskan panah ke arah Prabu Jungkungmardeya. Demikianlah, kedua panah itu sama-sama meluncur dan akhirnya bertemu di udara. Sungguh luar biasa hasil pelajaran yang diberikan Raden Arjuna. Anak panah yang dilepaskan oleh Dewi Srikandi begitu dahsyat dan berhasil membelah panah lawan menjadi dua. Kemudian, panah itu terus meluncur hingga menancap di leher Prabu Jungkungmardeya.

Prabu Jungkungmardeya melotot tidak percaya. Sekejap kemudian, ia pun roboh kehilangan nyawa. Patih Jayasudarga terkejut melihat pemandangan ini. Ia pun segera pergi sambil mengancam akan melakukan balas dendam atas kematian rajanya.

Prabu Jungkungmardeya

DEWI SUMBADRA BERANGKAT MELAMAR DEWI SRIKANDI

Sementara itu, Raden Arjuna jatuh sakit sejak peristiwa kepergian Dewi Srikandi meninggalkan Kesatrian Madukara. Para Pandawa lainnya datang menjenguk dan memberikan penghiburan. Prabu Puntadewa berjanji akan memberikan seperangkat gamelan baru asalkan adiknya itu bisa segera sembuh. Arya Wrekodara berjanji akan memberikan sebilah keris baru, begitu pula si kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa berjanji akan memberikan pakaian baru untuk Raden Arjuna. Namun, Raden Arjuna tetap saja terkulai lemah di atas ranjang.

Dewi Sumbadra yang memahami suami segera berjanji akan meminang calon istri baru dari Kerajaan Cempalareja asalkan Raden Arjuna segera pulih. Mendengar itu, Raden Arjuna membuka mata dan segera bangun dari tempat tidur. Dewi Sumbadra tersenyum dan segera mengajak Niken Larasati berangkat membawa segala perlengkapan lamaran. Raden Arjuna didampingi Raden Gatutkaca dan para panakawan pun berjalan di belakang mereka.

Dewi Wara Sumbadra

DEWI SRIKANDI MENGAJUKAN SYARAT

Singkat cerita, rombongan yang dipimpin Dewi Sumbadra telah sampai di istana Cempalareja dan langsung menghadap Prabu Drupada dan Dewi Gandawati. Dewi Sumbadra berterus terang bahwa dirinya ingin melamar Dewi Srikandi menjadi madu, yaitu sebagai istri muda Raden Arjuna, suaminya sendiri.

Prabu Drupada sangat terkejut mendengar lamaran aneh ini. Biasanya wanita akan marah-marah apabila suaminya menikah lagi, tetapi Dewi Sumbadra justru mencarikan istri baru untuk Raden Arjuna. Dewi Sumbadra menjawab dirinya sudah mengenal bagaimana watak suaminya. Raden Arjuna mendapat karunia Tuhan memiliki kasih sayang yang berlimpah. Suaminya itu mampu mencintai istri baru tanpa mengurangi sedikit pun kasih sayangnya terhadap istri yang lama.

Prabu Drupada tertawa senang bercampur heran. Ia pun mempersilakan Dewi Srikandi untuk menjawab lamaran tersebut. Dewi Srikandi dalam hati sangat mencintai Raden Arjuna. Namun, ia menjawab ketus bahwa Raden Arjuna adalah laki-laki yang tidak bertanggung jawab dan memikirkan keselamatan diri sendiri. Saat dirinya dilabrak dan dicaci-maki oleh Dewi Drupadi, Raden Arjuna justru kabur tanpa melakukan pembelaan.

Dewi Srikandi menyatakan dirinya tidak butuh laki-laki. Ia merasa mampu melindungi diri sendiri, bahkan Prabu Jungkungmardeya yang sakti saja tewas di tangannya. Dewi Sumbadra pun menasihati agar Dewi Srikandi jangan takabur. Sehebat-hebatnya perempuan tetap saja butuh kasih sayang laki-laki. Perempuan tidak dapat hidup sendiri, demikian pula dengan laki-laki. Keduanya saling membutuhkan. Kini Raden Arjuna datang bersama dirinya ke istana Cempalareja adalah untuk memperbaiki kesalahan tersebut.

Dewi Srikandi merasa bimbang hendak menerima atau menolak. Namun, dirinya teringat caci maki sang kakak sulung yang menyebutnya sebagai wanita murahan. Maka, demi untuk menaikkan harga diri, ia pun menantang Dewi Sumbadra untuk memenuhi syarat yang diajukannya. Ia menyatakan bersedia menikah asalkan ada perempuan lain yang bisa mengalahkan dirinya.

Sungguh tak disangka, Dewi Sumbadra menjawab bersedia. Ia berkata bahwa di dunia ini wanita petarung bukan hanya Dewi Srikandi seorang, karena adiknya yang sekaligus menjadi madunya juga seorang prajurit terlatih. Usai berkata demikian, Dewi Sumbadra pun mempersilakan Niken Larasati untuk maju melayani tantangan Dewi Srikandi.

PERTARUNGAN NIKEN LARASATI DENGAN DEWI SRIKANDI

Niken Larasati dan Dewi Srikandi kini telah berhadap-hadapan di halaman istana. Keduanya pun mulai bertarung dengan disaksikan banyak orang, antara lain Prabu Drupada, Dewi Gandawati, Raden Arjuna, Dewi Sumbadra, Raden Drestajumena, dan Raden Gatutkaca.

Meskipun hanya tiga bulan Dewi Srikandi berlatih pada Raden Arjuna, namun keterampilannya bertarung sungguh luar biasa. Ia mampu membuat Niken Larasati terdesak oleh serangannya yang gencar. Namun, Niken Larasati adalah murid Prabu Kresna saat masih bernama Raden Narayana dulu. Meskipun terdesak, ia tetap pantang menyerah dengan semangat membara demi kemenangan Dewi Sumbadra. Pertahanannya sangat kuat, membuat Dewi Srikandi lama-lama merasa lelah juga.

Dewi Srikandi menghentikan pertarungan dan ganti menantang Niken Larasati adu keterampilan memanah. Prabu Drupada meminta kepada putrinya itu agar jangan sampai jatuh korban seperti Prabu Jungkungmardeya. Maka, yang menjadi sasaran hendaknya bukan tubuh lawan, tetapi sebutir telur burung pipit yang diletakkan di atas tiang. Dewi Srikandi setuju dan segera meminta Raden Drestajumena untuk membuatkan sasaran tersebut.

Dewi Srikandi mendapat giliran pertama membidik. Dengan perasaan takabur karena telah berhasil menewaskan Prabu Jungkungmardeya, ia pun melepaskan panahnya dan tepat mengenai telur burung pipit tersebut, hingga terpental dan jatuh di tanah. Para penonton pun bersorak memuji kehebatan Dewi Srikandi.

Ketika giliran Niken Larasati membidik, Raden Arjuna pun berbisik kepada istrinya itu agar jangan sampai menjatuhkan telur dari tiang. Niken Larasati paham dan segera membidik dengan tenang. Ia pun mengheningkan cipta, memohon kepada dewata agar mendapat kemenangan untuk Dewi Sumbadra, dan juga demi kebahagiaan sang suami.

Setelah hatinya mantap, Niken Larasati pun melepaskan panahnya. Anak panah itu melesat dan tepat menancap pada telur burung pipit di atas tiang tersebut. Telur itu tetap berada pada tempatnya, tidak goyah sedikit pun, hanya isinya yang menetes ke tanah.

Sungguh kagum para hadirin menyaksikan keterampilan Niken Larasati dalam memanah. Dewi Srikandi berkali-kali memuji sekaligus merasa malu karena merasa dirinya adalah satu-satunya wanita yang pandai bertarung dan memanah. Ia lalu memeluk Niken Larasati dan mengakui kekalahannya di hadapan semua orang.


Niken Larasati


RESI DEWANGKARA MEMBAKAR TAMAN MAHERAKACA

Tiba-tiba Patih Drestaketu datang melapor bahwa Patih Jayasudarga dan pasukan Paranggubarja datang kembali untuk mengacau Kerajaan Cempalareja. Kali ini mereka datang bersama seorang pendeta sakti bernama Resi Dewangkara. Kedatangan mereka adalah untuk membalas kematian Prabu Jungkungmardeya di tangan Dewi Srikandi tempo hari.

Raden Arjuna dan Raden Gatutkaca segera mohon izin untuk menghadapi serangan tersebut. Mereka lalu bahu-membahu bersama pasukan Cempalareja melawan gempuran musuh. Resi Dewangkara ternyata ayah kandung sekaligus guru Prabu Jungkungmardeya. Dahulu kala Prabu Jungkungmardeya memiliki nama asli Bambang Jungkung, hanya seorang pemuda gunung biasa. Berkat pendidikan keras dari ayahnya, ia mampu mengalahkan Prabu Jayasudarga dan merebut takhta Kerajaan Paranggubarja.

Prabu Jayasudarga yang telah turun pangkat menjadi patih, hari ini akhirnya tewas di tangan Raden Gatutkaca. Kepalanya ditarik putus dan dilemparkan ke arah pasukan Paranggubarja. Para prajurit pun berhamburan melihat pemimpin mereka gugur. Sementara itu, Resi Dewangkara masih bertarung melawan Raden Arjuna. Meskipun kesaktiannya di atas Prabu Jungkungmardeya, tetapi menghadapi Raden Arjuna jelas tidak mudah. Keduanya pun bertarung sengit berusaha saling menjatuhkan. Hingga pada suatu kesempatan, Keris Pulanggeni di tangan Raden Arjuna berhasil merobek perut Resi Dewangkara.

Resi Dewangkara pun terluka parah. Menjelang ajal ia sempat mengheningkan cipta sambil membaca mantra. Seketika tubuhnya pun musnah dan berubah menjadi seberkas cahaya seukuran kunang-kunang. Cahaya tersebut melesat kencang dan jatuh di dalam Taman Maherakaca. Seketika taman indah itu pun terbakar hebat.

Raden Gatutkaca

DEWI SRIKANDI MENGADAKAN SAYEMBARA MEMBANGUN TAMAN

Patih Drestaketu dan para prajurit segera berjuang memadamkan kebakaran. Tidak lama kemudian api pun telah padam. Namun, Taman Maherakaca kini hanya tinggal puing-puing belaka. Segala macam tanaman indah dan pepohonan asri telah berubah menjadi arang dan abu mengenaskan.

Dewi Srikandi sangat sedih melihat keadaan taman tersebut. Taman Maherakaca dulu dibangun sang ayah khusus untuk dirinya. Waktu itu Prabu Drupada prihatin melihat Dewi Srikandi yang bersifat kelaki-lakian, sehingga ia pun membangun taman indah sebagai tempat putrinya belajar cara menjadi perempuan yang anggun. Namun tetap saja, Dewi Srikandi menggunakan Taman Maherakaca sebagai tempat untuk berlatih perang-perangan.

Kini Dewi Srikandi sangat berduka melihat taman miliknya telah hangus terbakar. Karena terbawa amarah, ia pun bersumpah tidak ingin menikah, kecuali dengan laki-laki yang mampu memperbaiki Taman Maherakaca hanya dalam waktu semalam saja. Raden Arjuna terkejut mendengar sumpah tersebut. Ia pun mohon pamit kepada Prabu Drupada dan bergegas pergi mencari sarana untuk mewujudkan syarat yang diajukan Dewi Srikandi itu.

Prabu Drupada sebenarnya senang jika Dewi Srikandi menjadi istri Raden Arjuna, namun putrinya sudah terlanjur bersumpah demikian. Maka, ia tidak dapat berbuat apa-apa lagi selain memberikan doa restu semoga semuanya berjalan lancar. Setelah dirasa cukup, Dewi Sumbadra didampingi Niken Larasati dan Raden Gatutkaca pun mohon pamit kembali ke Kerajaan Amarta, sedangkan panakawan Kyai Semar beserta anak-anaknya berangkat menyusul kepergian Raden Arjuna.

Para panakawan Raden Arjuna
 
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------




Untuk kisah kelahiran putra-putri Prabu Drupada dapat dibaca di sini

Untuk kisah sayembara Dewi Drupadi dapat dibaca di sini















Tidak ada komentar:

Posting Komentar