Kamis, 16 Februari 2017

Udawa Sayembara



Kisah ini menceritakan tentang Patih Udawa yang mengadakan sayembara tanding untuk memperebutkan adiknya, yaitu Niken Larasati. Sayembara ini akhirnya dimenangkan oleh Dewi Sumbadra yang menyerahkan Niken Larasati kepada Raden Arjuna. Kelak dari perkawinan mereka lahir seorang putra yang diberi nama Raden Bratalaras.

Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pentas wayang kulit dengan dalang Ki Nartosabdo yang saya padukan dengan rubrik pedhalangan di Majalah Panjebar Semangat, disertai pengembangan seperlunya.

Kediri, 16 Februari 2017

------------------------------ ooo ------------------------------

Patih Udawa

PRABU BALADEWA MENJENGUK RADEN BURISRAWA YANG SAKIT DI HASTINA

Prabu Duryudana di Kerajaan Hastina dihadap Resi Druna dari Sokalima, Patih Sangkuni dari Plasajenar, Adipati Karna dari Awangga, dan Raden Kartawarma dari Tirtatinalang. Di paseban luar, para Kurawa yang dipimpin Arya Dursasana satria Banjarjunut juga telah duduk bersiaga menunggu perintah. Hari itu Prabu Duryudana tampak menerima pula kedatangan Prabu Baladewa, sang kakak ipar dari Kerajaan Mandura.

Prabu Baladewa telah menerima surat dari Prabu Duryudana yang mengabarkan tentang adik ipar mereka, yaitu Raden Burisrawa, yang saat ini sedang sakit dan tinggal di Kerajaan Hastina. Prabu Duryudana bercerita bahwa sejak gagal menikah dengan Dewi Wara Sumbadra, Raden Burisrawa tidak pernah lagi pulang ke Kerajaan Mandraka, melainkan pergi berkelana tak tentu arah seperti orang gila. Hingga akhirnya pada suatu hari ia ditemukan di jalan oleh para Kurawa. Raden Burisrawa ditawari hendak diantarkan pulang ke Mandraka tetapi menolak. Ia memilih lebih baik tinggal di Kerajaan Hastina bersama kakaknya, yaitu Dewi Banuwati.

Sesampainya di istana Hastina, Raden Burisrawa selalu saja menyebut-nyebut nama Dewi Sumbadra. Dewi Banuwati menasihatinya agar melupakan wanita itu karena sudah menjadi istri Raden Arjuna. Nasihat tersebut justru membuat Raden Burisrawa semakin kurang waras dan tubuhnya ikut sakit pula.

Prabu Duryudana melihat sumber penyakit adik iparnya itu berhubungan dengan Dewi Sumbadra. Maka, ia pun berkirim surat kepada Prabu Baladewa di Kerajaan Mandura yang merupakan kakak sulung Dewi Sumbadra, agar segera datang ke Kerajaan Hastina untuk menjenguk dan membantu mengupayakan kesembuhan Raden Burisrawa.

PRABU BALADEWA BERNIAT MELAMARKAN NIKEN LARASATI UNTUK RADEN BURISRAWA

Prabu Baladewa kini telah datang dan ia merasa prihatin atas keadaan Raden Burisrawa. Prabu Duryudana pun mengajaknya masuk ke dalam kedaton. Kedua raja itu masuk bersama-sama hingga mereka sampai di kamar tempat Raden Burisrawa sedang tidur dengan ditunggui Dewi Banuwati.

Melihat kedua raja itu datang, Dewi Banuwati segera menyambut mereka dan juga membangunkan adiknya. Raden Burisrawa bangun tetapi tidak memberi hormat, melainkan bicara tak keruan dengan menyebut-nyebut nama Dewi Sumbadra yang gagal ia nikahi.

Prabu Baladewa menasihati Raden Burisrawa agar melupakan Dewi Sumbadra. Ia juga bersedia mengantarkan adik iparnya itu pulang ke Kerajaan Mandraka. Namun, Raden Burisrawa menolak karena sejak awal dirinya tidak suka tinggal di dalam istana. Meskipun sang ayah, yaitu Prabu Salya telah membuatkan kesatrian bernama Madyapura untuknya, namun Raden Burisrawa lebih suka tinggal di dalam hutan. Hal itu karena ia memiliki wajah raksasa, mirip seperti mendiang kakeknya, yaitu Resi Bagaspati. Mulutnya yang bertaring sering menjadi bahan pembicaraan para abdi, sehingga membuat Raden Burisrawa tidak betah tinggal di kesatrian dan lebih senang hidup di hutan. Sehari-hari ia pun berlatih tarung melawan segala macam binatang buas.

Hingga pada suatu hari Raden Burisrawa dipanggil ke istana untuk menyaksikan upacara pernikahan kakak sulungnya, yaitu Dewi Erawati dengan Prabu Baladewa. Saat itulah pertama kalinya ia melihat Dewi Sumbadra yang bertindak sebagai patah sakembaran, memegang kembar mayang bersama Dewi Jembawati, mengiringi kedua mempelai. Seketika Raden Burisrawa pun jatuh cinta, tetapi dipendam dalam hati karena kurang percaya diri pada wajahnya yang buruk rupa. Pertemuan kedua adalah saat Dewi Sumbadra hadir menyaksikan upacara pernikahan Dewi Banuwati dengan Prabu Duryudana, saat itulah Raden Burisrawa berani menunjukkan perasaannya kepada Dewi Sumbadra.

Sayang sekali, Dewi Sumbadra sejak kecil sudah dijodohkan dengan sepupunya, yaitu Raden Arjuna dari keluarga Pandawa. Maka, Raden Burisrawa pun meminta tolong kepada Prabu Baladewa agar membantu dirinya. Prabu Baladewa yang segan terhadap mertuanya (Prabu Salya), terpaksa mencari cara agar perjodohan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra bisa dibatalkan. Ia pun mengajukan berbagai macam syarat berat, namun semuanya ternyata bisa diwujudkan oleh Raden Arjuna. Prabu Baladewa tidak bisa berbuat apa-apa lagi, melainkan ikut memberikan restu kepada kedua pengantin tersebut. Hal itulah yang membuat Raden Burisrawa sakit hati. Ia pun mengamuk mengacau pesta, namun dirinya dapat diringkus oleh Arya Setyaki dan diserahkan kepada Raden Gatutkaca. Kemudian Raden Gatutkaca mengangkat tubuh Raden Burisrawa ke angkasa dan menjatuhkannya di dalam hutan agar tidak membuat kekacauan lagi.

Demikianlah kisah sedih Raden Burisrawa yang membuatnya enggan pulang ke Kerajaan Mandraka. Selama berbulan-bulan ini dirinya berkelana tak tentu arah, hingga akhirnya ditemukan oleh para Kurawa dan dibawa ke istana Kerajaan Hastina.

Prabu Baladewa mendengar semua keluhan Raden Burisrawa dengan seksama dan berkata bahwa dirinya sudah berusaha keras untuk menggagalkan lamaran Raden Arjuna. Akan tetapi, yang terjadi justru sebaliknya. Raden Arjuna berhasil mewujudkan semua persyaratan berat yang diajukan, dan itu berarti dewata memang menghendakinya sebagai jodoh Dewi Sumbadra. Oleh sebab itu, Prabu Baladewa menyarankan agar Raden Burisrawa menikah dengan wanita lain saja, karena hanya dengan cara itulah kenangan pada Dewi Sumbadra dapat terhapus dari pikiran.

Dewi Banuwati mendukung nasihat yang diucapkan Prabu Baladewa. Ia berkata bahwa tidak ada gunanya memikirkan kekasih yang sudah menikah dengan orang lain. Apabila Raden Burisrawa menikah dengan wanita lain, maka dengan sendirinya bayangan Dewi Sumbadra akan terhapus dari ingatan. Raden Burisrawa pasti akan terhibur oleh cinta dan perhatian yang diberikan oleh istrinya kelak.

Prabu Duryudana senang mendengar ucapan Dewi Banuwati. Ia pun bertanya apakah dirinya sudah bisa menggantikan sosok Raden Arjuna yang dulu pernah ada dalam pikiran Dewi Banuwati. Dewi Banuwati pun menjawab dengan ketus bahwa hal seperti itu tidak pantas ditanyakan. Dirinya sudah sah menjadi istri Prabu Duryudana, lantas untuk apa lagi memikirkan Raden Arjuna segala?

Prabu Duryudana semakin gembira mendengar jawaban istrinya. Ia pun ikut menasihati Raden Burisrawa untuk segera menikah dengan wanita lain agar bisa melupakan sosok Dewi Sumbadra. Raden Burisrawa menimbang-nimbang saran tersebut dan akhirnya ia bersedia mencoba. Namun, ia mengajukan syarat bahwa wanita tersebut harus sama cantiknya dengan Dewi Sumbadra, dan juga memiliki latar belakang kehidupan yang sama pula.

Prabu Baladewa menjawab di dunia ini ada seorang perempuan yang memenuhi syarat Raden Burisrawa. Ia berkata bahwa semasa kecil dirinya bersama Prabu Kresna dan Dewi Sumbadra tinggal di Desa Widarakandang dalam asuhan Buyut Antyagopa dan Nyai Sagopi. Kedua pasangan tersebut juga memiliki dua orang anak, yaitu Patih Udawa dan Niken Larasati.

Meskipun hanya seorang gadis desa, namun Niken Larasati berwajah sangat cantik, tidak kalah dengan Dewi Sumbadra. Mereka dulu sama-sama dibesarkan di Desa Widarakandang bagaikan saudara kandung. Saat masih kecil, Dewi Sumbadra bernama Rara Ireng, sedangkan Niken Larasati bernama Rara Sati. Memang ada desas-desus bahwa Niken Larasati bukanlah putri kandung Buyut Antyagopa, melainkan hasil hubungan Nyai Sagopi dengan salah seorang sentana Kerajaan Mandura. Namun, Prabu Baladewa tidak mau membahas soal itu. Yang paling penting baginya ialah, Niken Larasati adalah wanita yang sangat tepat untuk menggantikan sosok Dewi Sumbadra dari dalam pikiran Raden Burisrawa. Mereka sama-sama cantik dan juga memiliki latar belakang yang sama persis, yaitu sama-sama hidup dalam asuhan Buyut Antyagopa dan Nyai Sagopi.

Raden Burisrawa masih ragu-ragu dan ia pun bertanya apa saja yang menjadi kelebihan Niken Larasati. Prabu Baladewa menjelaskan bahwa Niken Larasati tidak hanya pandai dalam urusan mengelola rumah tangga, tetapi juga gemar mempelajari ilmu keprajuritan, antara lain menunggang kuda dan berlatih panah. Mendengar itu, Raden Burisrawa merasa tertarik. Ia membayangkan kelak jika dirinya sudah menikah dengan Niken Larasati, tentu mereka bisa mengisi hari-hari dengan berlatih tanding bersama. Tanpa pikir lagi, ia pun menyatakan bersedia menikah dengan gadis tersebut.

Prabu Duryudana dan Dewi Banuwati segera memohon kepada Prabu Baladewa agar membantu melamarkan Niken Larasati untuk menjadi istri Raden Burisrawa. Prabu Baladewa berkata bahwa Niken Larasati telah diboyong Dewi Sumbadra untuk menemaninya tinggal di Kesatrian Madukara, karena Raden Arjuna sering pergi berkelana. Namun, berita terbaru mengatakan, Patih Udawa telah menjemput pulang Niken Larasati ke Desa Widarakandang untuk dicarikan suami. Bahkan, Patih Udawa juga telah membagi-bagikan selebaran di mana-mana bahwa ia mengadakan sayembara tanding demi memperebutkan adiknya tersebut.

Prabu Duryudana merasa yakin bahwa Patih Udawa tentu segan bila berhadapan dengan Prabu Baladewa, dan Niken Larasati pasti akan langsung diserahkan tanpa perlu bertanding segala. Prabu Baladewa pun berharap demikian. Ia lalu mohon pamit kepada Prabu Duryudana dan Dewi Banuwati untuk berangkat ke Desa Widarakandang saat itu juga.

PRABU KRESNA MENGUNJUNGI DESA WIDARAKANDANG

Sementara itu di Desa Widarakandang, Nyai Sagopi sedang menegur putranya, yaitu Patih Udawa yang sudah cukup lama tidak menghadap ke Kerajaan Dwarawati dan melalaikan tugasnya sebagai menteri utama. Selain itu, Patih Udawa juga sibuk membangun sebuah gelanggang tanding, di mana sebelumnya ia telah membagi-bagikan banyak selebaran yang ditempel di pepohonan ataupun di tempat-tempat keramaian. Selebaran itu berbunyi: Barangsiapa bisa mengalahkan dirinya dalam sayembara tanding, maka berhak memboyong adiknya yang bernama Niken Larasati sebagai istri.

Nyai Sagopi merasa perbuatan Patih Udawa terlalu berlebihan. Niken Larasati hanyalah gadis desa biasa, mengapa harus dibuatkan sayembara seperti layaknya seorang putri raja segala? Bukankah hal ini hanya akan menjadi bahan tertawaan banyak orang?

Patih Udawa tidak setuju pada ibunya karena Niken Larasati bukanlah seorang gadis desa biasa. Ia mengaku sudah tahu kalau adiknya itu bukan anak kandung Buyut Antyagopa, melainkan buah perbuatan Prabu Bismaka raja Kumbina (saat masih bernama Aryaprabu Rukma) kepada Nyai Sagopi. Sekarang Buyut Antyagopa sudah meninggal, sedangkan Prabu Bismaka juga dilarang oleh dewata untuk mengakui Niken Larasati sebagai anaknya. Oleh sebab itu, mau tidak mau Patih Udawa harus bertindak sebagai wali bagi adiknya tersebut. Sudah menjadi tradisi bahwa seorang kakak harus mencarikan jodoh yang tepat bagi adiknya. Maka, sayembara tanding adalah salah satu cara untuk mewujudkan hal itu.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba datang Prabu Kresna Wasudewa didampingi Arya Setyaki dari Kerajaan Dwarawati. Nyai Sagopi dan Patih Udawa segera menyambut hormat kedatangan mereka. Setelah saling bertanya kabar, Prabu Kresna langsung memberikan teguran kepada Patih Udawa karena sudah cukup lama melalaikan tugasnya sebagai menteri utama Kerajaan Dwarawati. Sudah satu bulan ini Patih Udawa tidak hadir di balai penghadapan, juga tidak hadir memimpin para menteri dan punggawa untuk menjalankan roda pemerintahan. Apabila tetap demikian, maka Prabu Kresna tidak segan-segan menjatuhkan hukuman setimpal kepadanya.

Patih Udawa memohon ampun dan menjawab terus terang bahwa dirinya masih sibuk memikirkan nasib sang adik, yaitu Niken Larasati. Kelima putra-putri yang diasuh Buyut Antyagopa dan Nyai Sagopi kini telah dewasa semua, dan empat di antaranya sudah mendapatkan derajat tinggi. Patih Udawa yang paling tua menjadi menteri utama di Kerajaan Dwarawati; Kakrasana telah mewarisi takhta Kerajaan Mandura dengan bergelar Prabu Baladewa; Narayana telah menjadi raja di Kerajaan Dwarawati dengan bergelar Prabu Kresna Wasudewa; sedangkan Rara ireng kini bernama Dewi Wara Sumbadra telah menjadi istri padmi satria Panengah Pandawa di Madukara, yaitu Raden Arjuna. Hanya si bungsu Niken Larasati yang belum mendapatkan derajat layak, melainkan hanya menjadi pelayan di Kesatrian Madukara saja. Patih Udawa merasa prihatin dan memberanikan diri untuk menjemput pulang adiknya itu untuk dicarikan jodoh yang pantas, entah itu seorang pangeran ataupun raja sekalian.

Prabu Kresna memuji niat baik Patih Udawa. Namun, sebagai seorang raja ia harus tegas terhadap patihnya yang lalai menjalankan kewajiban. Maka, Prabu Kresna pun mengizinkan Patih Udawa mengambil cuti untuk mengadakan sayembara mencari jodoh bagi Niken Larasati, tetapi hanya satu hari ini saja. Apabila nanti matahari telah terbenam tetapi tidak ada jodoh yang dianggap cocok, maka Patih Udawa harus rela Niken Larasati menjadi perawan tua.

PRABU BALADEWA MENGIKUTI SAYEMBARA TANDING

Tidak lama kemudian terdengar suara Prabu Baladewa datang dari kejauhan. Prabu Kresna merasa segan jika dirinya sampai terlihat oleh sang kakak. Maka, ia pun bersembunyi di dalam rumah bersama Arya Setyaki. Begitu Prabu Baladewa datang, Nyai Sagopi dan Patih Udawa segera menyambut dengan penuh hormat.

Prabu Baladewa datang hanya bertiga didampingi Patih Pragota dan Arya Prabawa. Kedua pendamping tersebut adalah keponakan Nyai Sagopi juga, karena mereka putra Patih Saragupita (patih Kerajaan Mandura zaman Prabu Basudewa) yang merupakan kakak kandung Nyai Sagopi.

Prabu Baladewa mengaku hendak melamar Niken Larasati. Patih Udawa pun berkata jika memang sang raja Mandura ingin menikahi adiknya, maka harus mengikuti sayembara tanding terlebih dulu. Prabu Baladewa marah-marah dan menjelaskan bahwa ia melamar Niken Larasati untuk Raden Burisrawa, bukannya untuk diri sendiri. Patih Udawa pun bertanya mengapa Raden Burisrawa tidak datang secara langsung. Prabu Baladewa menjawab adik iparnya itu sedang sakit, sehingga dirinya yang bertindak sebagai jago mengikuti sayembara tanding. Patih Udawa akhirnya mempersilakan Prabu Baladewa untuk segera naik ke atas gelanggang.

Prabu Baladewa dan Patih Udawa kini telah berhadapan di atas panggung. Banyak orang berdatangan dari segala arah untuk menyaksikan mereka bertanding. Keduanya pun bertarung mengerahkan kesaktian masing-masing. Patih Udawa memang perkasa, tetapi ia jelas bukan tandingan Prabu Baladewa yang jauh lebih sakti dan berpengalaman. Merasa terdesak, Patih Udawa pun minta izin turun minum barang sejenak.

Setelah Prabu Baladewa mempersilakan, Patih Udawa segera masuk ke dalam rumah menemui Prabu Kresna yang sedang bersembunyi. Ia berterus terang ingin meminjam pusaka dari rajanya itu. Prabu Kresna bertanya mengapa Patih Udawa tidak menyerah kalah saja kepada Prabu Baladewa. Patih Udawa menjawab dirinya sedang mencarikan jodoh yang tepat untuk Niken Larasati. Andaikan Prabu Baladewa bertanding untuk diri sendiri, tentu Patih Udawa akan mengaku kalah. Namun, Prabu Baladewa ternyata bertanding untuk Raden Burisrawa, jelas ia tidak tega jika adiknya sampai diperistri oleh pangeran kurang waras tersebut.

Prabu Kresna menjawab jelas tidak mungkin Prabu Baladewa bertanding untuk diri sendiri karena kakaknya itu pernah bersumpah hanya akan memiliki satu orang istri saja, yaitu Dewi Erawati. Lagipula Prabu Baladewa dan Prabu Kresna sudah menganggap Niken Larasati seperti adik kandung sendiri. Patih Udawa pun memanfaatkan ucapan itu. Jika benar Niken Larasati dianggap sebagai adik kandung, maka Prabu Kresna juga harus ikut melindungi. Untuk itu, Patih Udawa pun meminta Prabu Kresna meminjamkan Senjata Cakra sebagai sarana mengalahkan Prabu Baladewa.

Prabu Kresna tertawa geli karena Senjata Cakra tidak boleh digunakan sembarangan. Ia pun meminjamkan senjata yang lain, yaitu Keris Gandawisa, namun dengan syarat, Patih Udawa tidak boleh menyombongkan diri dan tidak boleh menggores kulit Prabu Baladewa. Patih Udawa setuju dan segera menerima keris pusaka tersebut.

Dengan bersenjata keris, Patih Udawa kembali ke gelanggang menghadapi Prabu Baladewa. Keduanya pun melanjutkan pertandingan. Prabu Baladewa agak meremehkan senjata Patih Udawa sehingga dirinya pun lengah. Sesuai pesan Prabu Kresna, maka Patih Udawa tidak mengarahkan kerisnya ke kulit Prabu Baladewa, melainkan ke arah kain kampuh yang dipakai raja Mandura tersebut. Seketika kain itu pun robek dan paha Prabu Baladewa terlihat oleh para penonton. Prabu Baladewa merasa sangat malu dan segera melarikan diri meninggalkan gelanggang. Patih Pragota dan Arya Prabawa segera mengikuti kepergian raja mereka.

PATIH SANGKUNI MENGAMBIL PATIH UDAWA SEBAGAI MENANTU

Pertandingan antara Prabu Baladewa dan Patih Udawa tersebut juga disaksikan oleh Patih Sangkuni dan para Kurawa yang mengintai dari kejauhan. Rupanya Prabu Duryudana diam-diam memerintahkan mereka agar mengawasi keberangkatan Prabu Baladewa dan memberikan bantuan seperlunya apabila sang raja Mandura gagal memboyong Niken Larasati. Maka, begitu melihat Prabu Baladewa meninggalkan gelanggang, Patih Sangkuni segera memerintahkan para keponakannya untuk maju menyerang Patih Udawa.

Begitu mendapat perintah, Arya Dursasana, Raden Kartawarma, Raden Surtayu, Raden Durmagati, Raden Durmuka, Raden Durjaya, Raden Citraksa, Raden Citraksi, serta Adipati Jayadrata dan Bambang Aswatama segera naik ke atas gelanggang dan langsung mengeroyok Patih Udawa. Melihat ulah para Kurawa yang licik, Arya Setyaki segera maju membantu. Maka, terjadilah pertempuran seru di atas panggung, bukan lagi pertandingan satu lawan satu seperti tadi.

Berkat bantuan Arya Setyaki, Patih Udawa dapat meloloskan diri dari kepungan para Kurawa dan melesat cepat menyerang Patih Sangkuni yang menyaksikan di bawah panggung. Patih Sangkuni tidak sempat menghindar dan tubuhnya dapat diringkus oleh Patih Udawa. Ia pun meronta-ronta meminta tolong para keponakan, tetapi cengkeraman Patih Udawa semakin erat. Akhirnya ia tidak lagi meminta tolong, tetapi memerintahkan para Kurawa untuk mundur kembali ke Kerajaan Hastina.

Patih Udawa belum juga melepaskan cengkeramannya kepada Patih Sangkuni. Hari itu ia ingin sekali memberi pelajaran untuk patih Kerajaan Hastina yang terkenal licik tersebut. Sebaliknya, Patih Sangkuni sendiri sedang berpikir keras untuk menyelamatkan diri. Ia pun mengajak Patih Udawa berdamai. Ia berjanji akan menyerahkan putrinya yang bernama Dewi Antiwati, apabila dirinya dibebaskan.

Patih Udawa menolak tawaran Patih Sangkuni yang dianggapnya sebagai penyuapan. Lagipula anak Patih Sangkuni pasti berwajah jelek seperti ayahnya. Patih Sangkuni berkata dirinya berwajah jelek itu karena dihajar Patih Gandamana zaman pemerintahan Prabu Pandu dulu, jadi bukan karena bawaan lahir. Ia pun bersumpah bahwa putrinya yang bernama Dewi Antiwati berwajah cantik dan sangat serasi jika bersanding dengan Patih Udawa yang gagah perkasa. Apa gunanya Patih Udawa mencarikan suami untuk adiknya, kalau dirinya sendiri belum menikah?

Patih Udawa merasa ucapan Patih Sangkuni ada benarnya juga. Ia berusaha mencarikan jodoh untuk Niken Larasati, padahal ia sendiri belum mempunyai istri. Maka, ia pun melepaskan cengkeramannya dan membebaskan Patih Sangkuni tetapi menegaskan bahwa ini semua bukan karena suap. Patih Sangkuni pun berterima kasih dan berjanji akan segera pulang ke Plasajenar untuk menjemput Dewi Antiwati. Patih Udawa agak tidak percaya karena Patih Sangkuni terkenal sangat licik. Namun, Patih Sangkuni menegaskan bahwa dirinya kali ini tidak berbohong. Ia sudah menyaksikan dan mengalami sendiri seperti apa kekuatan Patih Udawa dan tentunya ia akan sangat senang jika menjadikannya sebagai menantu.

Demikianlah, Patih Sangkuni pun dibebaskan dan segera pamit pulang ke Plasajenar. Dalam hati ia berharap jika Patih Udawa menjadi menantunya, maka Prabu Kresna dan Kerajaan Dwarawati akan ikut pula menjadi sekutu Prabu Duryudana dan para Kurawa.

RADEN ARJUNA JATUH SAKIT SETELAH DITINGGAL NIKEN LARASATI

Sementara itu di Kerajaan Amarta, tepatnya di Kesatrian Madukara, Raden Arjuna sedang sakit dengan ditunggui sang istri, Dewi Wara Sumbadra. Para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong juga ikut hadir menjenguk. Dewi Sumbadra sudah berusaha memanggil tabib, mecarikan obat, namun sang suami tetap saja sakit, tidak kunjung sembuh.

Dewi Sumbadra mengingat-ingat Raden Arjuna mulai jatuh sakit adalah sejak Niken Larasati dijemput pulang oleh Patih Udawa. Awal mula Niken Larasati tinggal di Kesatrian Madukara ialah karena Dewi Sumbadra merasa sering kesepian ditinggal Raden Arjuna yang gemar berkelana. Oleh sebab itu, Dewi Sumbadra pun meminta izin agar boleh mengajak Niken Larasati tinggal bersama di Madukara sebagai kawan. Mereka berdua dulu dibesarkan bersama-sama di Desa Widarakandang saat masih bernama Rara Ireng dan Rara Sati, dan kini tetap saling merindukan. Raden Arjuna mengizinkan dan sejak itulah Niken Larasati tinggal di Madukara sebagai kawan Dewi Sumbadra, sekaligus menjadi pimpinan para pelayan.

Niken Larasati ternyata pandai memasak dan membuat Raden Arjuna lebih betah tinggal di rumah. Sejak saat itu Raden Arjuna tidak mau makan jika bukan Niken Larasati yang memasak untuknya. Selain itu, Niken Larasati juga berbakat dalam ilmu keprajuritan dan pandai merawat kuda, membuat Raden Arjuna semakin sayang kepadanya. Ingin rasanya Raden Arjuna menjadikan Niken Larasati sebagai istri muda, namun ia tidak berani bicara kepada Dewi Sumbadra, hanya memendam perasaannya di dalam hati saja.

Hingga akhirnya, Patih Udawa datang dari Kerajaan Dwarawati untuk menjemput Niken Larasati agar pulang ke Desa Widarakandang. Dengan berat hati, Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra melepaskan kepergian mereka. Sejak itulah Raden Arjuna jatuh sakit karena memendam perasaan. Ia juga tidak mau makan karena rindu pada masakan Niken Larasati yang lezat.

Para panakawan hari itu datang menjenguk. Kyai Semar bercerita bahwa dirinya mendengar berita tentang Patih Udawa yang menggelar sayembara tanding, barangsiapa bisa mengalahkan dirinya, maka berhak memboyong Niken Larasati sebagai istri. Mendengar itu, Raden Arjuna seketika bersemangat dan ia pun bangkit dari tidurnya. Rasa sakit yang dideritanya beberapa hari ini seolah terlupakan begitu saja. Dewi Sumbadra baru paham apa penyebab sakit suaminya, ternyata karena memendam cinta kepada Niken Larasati. Raden Arjuna dengan malu-malu mengakui hal itu, bahwa dirinya memang jatuh hati kepada gadis dari Desa Widarakandang tersebut, dan ingin menjadikannya sebagai istri muda.

Dewi Sumbadra menimbang-nimbang sejenak dan akhirnya ia pun mengizinkan suaminya menikah lagi. Niken Larasati adalah kawan sepermainannya sejak kecil, dan sudah seperti adik kandung baginya. Bahkan, ada cerita rahasia bahwa Niken Larasati sesungguhnya bukan anak kandung Buyut Antyagopa, melainkan hasil hubungan gelap antara Nyai Sagopi dengan Prabu Bismaka saat masih bernama Aryaprabu Rukma. Itu artinya, Niken Larasati bukan orang lain, tetapi masih sepupu Dewi Sumbadra dan Raden Arjuna juga.

Raden Arjuna berterima kasih atas kerelaan hati Dewi Sumbadra. Ia pun mohon pamit dan melesat pergi dengan mengerahkan Aji Seipi Angin. Namun, Dewi Sumbadra tiba-tiba mendapat firasat yang kurang baik. Ia pun mengajak para panakawan untuk menyusul sang suami ke Desa Widarakandang.

DEWI BANUWATI MEMINTA PERTOLONGAN RADEN ARJUNA

Raden Arjuna yang sedang dalam perjalanan tiba-tiba melihat seorang wanita yang tidak asing baginya sedang diganggu laki-laki. Wanita itu tidak lain adalah Dewi Banuwati, mantan kekasihnya sendiri yang kini menjadi istri Prabu Duryudana. Tanpa berpikir lagi, Raden Arjuna pun melabrak laki-laki yang berani mengganggu tersebut. Laki-laki itu bernama Prabu Brawirasembada dari Kerajaan Parangsumirat. Setelah bertanding cukup lama melawan Raden Arjuna, laki-laki tersebut merasa terdesak dan akhirnya kabur melarikan diri.

Dewi Banuwati berterima kasih atas pertolongan Raden Arjuna. Tadinya ia hendak pergi ke Kesatrian Madukara namun di tengah jalan bertemu Prabu Brawirasembada yang sedang berjalan sendiri tanpa pengawal. Raja tersebut bertanya ke mana arah jalan menuju Desa Widarakandang, karena dirinya tertarik ingin mengikuti sayembara tanding memperebutkan Niken Larasati. Dewi Banuwati tidak mau menjawab. Tiba-tiba Prabu Brawirasembada hendak berbuat kurang ajar, namun untungnya Raden Arjuna datang menolong.

Raden Arjuna lalu bertanya ada keperluan apa Dewi Banuwati hendak berkunjung ke Kesatrian Madukara. Apakah baru bertengkar dengan Prabu Duryudana sehingga ingin meminta cerai? Jika benar demikian, dirinya bersedia menampung dan memberikan perlindungan. Dewi Banuwati berkata Raden Arjuna jangan salah paham, jangan pula terbawa perasaan. Hubungan asmara di antara mereka biarlah menjadi masa lalu, jangan sampai dihidupkan kembali. Raden Arjuna pun meminta maaf karena telah salah paham. Ia lalu bertanya apa sebenarnya yang menjadi keperluan Dewi Banuwati. Apa pun itu, dirinya berjanji siap untuk membantu sekuat tenaga.

Dewi Banuwati berkata bahwa adiknya, yaitu Raden Burisrawa, jatuh sakit karena gagal menikah dengan Dewi Sumbadra. Prabu Baladewa pun datang menawarkan Niken Larasati sebagai gantinya. Apabila Raden Burisrawa menikah dengannya, maka perasaan rindu kepada Dewi Sumbadra pasti akan hilang dengan sendirinya. Prabu Baladewa lalu berangkat ke Desa Widarakandang, namun kabarnya ia kalah bertanding melawan Patih Udawa.

Dewi Banuwati yang sangat kasihan melihat penyakit Raden Burisrawa pun mengajak Prabu Duryudana untuk meminta pertolongan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra. Menurut kabar, Niken Larasati pernah bekerja sebagai kepala pelayan di Kesatrian Madukara sebelum dijemput pulang oleh Patih Udawa. Maka, apabila Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra yang dimintai bantuan untuk melamar Niken Larasati sebagai istri Raden Burisrawa, pasti langsung dikabulkan oleh Patih Udawa. Prabu Duryudana menolak saran tersebut karena cemburu jika Dewi Banuwati sampai berkunjung ke tempat Raden Arjuna. Karena sang suami menolak, maka Dewi Banuwati pun berangkat sendiri tanpa pamit.

Kini Dewi Banuwati telah bertemu Raden Arjuna di jalan. Ia pun memohon bantuan agar Raden Arjuna pergi ke Desa Widarakandang melamar Niken Larasati untuk adiknya. Seketika Raden Arjuna merasa gemetar. Sejak awal ia sudah berniat hendak mengikuti sayembara tanding untuk dirinya sendiri, namun sekarang Dewi Banuwati justru meminta pertolongan kepadanya. Karena tadi Raden Arjuna terlanjur berjanji akan membantu sekuat tenaga apa pun yang menjadi keperluan Dewi Banuwati, mau tidak mau ia harus menepati hal itu. Maka dengan berat hati, Raden Arjuna akhirnya menyatakan bersedia untuk melamarkan Niken Larasati sebagai istri Raden Burisrawa.

Tiba-tiba Prabu Duryudana datang menyusul sambil marah-marah menuduh istrinya berbuat serong dengan Raden Arjuna. Dewi Banuwati pun membela diri dengan berkata ketus bahwa Raden Arjuna justru baru saja menyelamatkan dirinya dari gangguan laki-laki jahat bernama Prabu Brawirasembada. Prabu Duryudana balik bertanya mengapa istrinya itu pergi sendirian sehingga diganggu orang jahat. Dewi Banuwati balas memaki karena suaminya tidak mau mengantar, maka ia pun pergi sendirian. Demikianlah, pasangan suami-istri itu pun bertengkar di tengah jalan.

Raden Arjuna teringat dirinya tidak boleh terlalu mencampuri urusan rumah tangga mereka. Maka, ia pun mohon pamit dan melesat pergi menuju Desa Widarakandang.

RADEN ARJUNA BERTANDING MELAWAN PATIH UDAWA

Patih Udawa di Desa Widarakandang menyambut kedatangan Raden Arjuna dengan ramah. Raden Arjuna pun berterus terang bahwa dirinya hendak mengikuti sayembara tanding demi memperebutkan Niken Larasati. Patih Udawa dengan senang hati mempersilakan, bahkan ia berharap kalah sehingga adiknya bisa menjadi istri Raden Arjuna. Namun, Raden Arjuna berkata dirinya hanya menjadi wakil bagi Raden Burisrawa saja. Jika dirinya menang, maka Niken Larasati akan diserahkan kepada sepupunya tersebut.

Patih Udawa merasa terkejut dan sangat kecewa. Ia pun mempersilakan Raden Arjuna untuk menyerang. Keduanya lalu bertanding di atas panggung. Pertarungan sengit pun terjadi. Lama-lama Patih Udawa terdesak oleh kesaktian Raden Arjuna. Namun, dirinya pantang menyerah karena tidak rela jika adiknya sampai menjadi istri kesatria buruk rupa yang sakit jiwa bernama Raden Burisrawa.

Sama seperti tadi saat melawan Prabu Baladewa, lagi-lagi Patih Udawa meminta izin turun minum. Ia lalu masuk ke dalam rumah dan menemui Prabu Kresna yang masih bersembunyi di sana. Kepada Prabu Kresna, ia meminta izin meminjam Keris Gandawisa lagi. Namun, Prabu Kresna keberatan karena Keris Gandawisa adalah hadiah pemberian Raden Arjuna sebagai tali persahabatan di antara mereka. Jika Patih Udawa bertanding menggunakan keris tersebut, maka Raden Arjuna akan langsung paham kalau Prabu Kresna diam-diam memberikan bantuan.

Patih Udawa kecewa dan ia berniat untuk bertanding sampai mati daripada melihat adiknya bersanding dengan Raden Burisrawa. Prabu Kresna merasa tidak tega mendengarnya. Ia pun menyelipkan Kembang Wijayakusuma di balik pakaian patihnya itu dan menyuruhnya kembali maju untuk mengalahkan Raden Arjuna.

Demikianlah, Patih Udawa kembali naik ke atas panggung menghadapi Raden Arjuna. Keduanya pun melanjutkan pertandingan. Kali ini Patih Udawa berbekal Kembang Wijayakusuma, membuat badannya tidak bisa terluka. Setiap kali tubuhnya terkena pukulan Raden Arjuna, seketika langsung sembuh kembali. Lama-lama Raden Arjuna merasa letih dan ia pun lengah. Patih Udawa segera meringkusnya dengan sekuat tenaga.

Raden Arjuna merasa sesak tidak bisa bernapas karena dipeluk erat oleh Patih Udawa. Ia teringat dirinya sudah membantu Dewi Banuwati sekuat tenaga dan ternyata Patih Udawa memang sulit dikalahkan. Karena merasa sudah memenuhi janji, maka ia pun menyatakan kalah dalam pertandingan ini.

DEWI SUMBADRA MENGALAHKAN PATIH UDAWA

Setelah Raden Arjuna mengaku kalah, Patih Udawa pun masuk ke dalam rumah untuk mengembalikan Kembang Wijayakusuma kepada Prabu Kresna. Saat itu matahari sudah hampir terbenam dan Niken Larasati belum juga bertemu jodohnya. Patih Udawa memohon kepada Prabu Kresna agar cutinya diperpanjang, tetapi Prabu Kresna menolak. Besok Patih Udawa harus kembali bertugas di Kerajaan Dwarawati dan biarlah Niken Larasati menjadi perawan tua selamanya.

Tiba-tiba terdengar suara Dewi Sumbadra datang bersama para panakawan memanggil Patih Udawa agar segera keluar. Patih Udawa pun bergegas menemui dan menyambut mereka dengan ramah. Dewi Sumbadra berkata bahwa dirinya hendak mengikuti sayembara tanding untuk memperebutkan Niken Larasati. Patih Udawa heran dan bertanya apakah Dewi Sumbadra benar ingin menikahi adiknya? Dewi Sumbadra menjelaskan bahwa dirinya adalah masih normal dan tidak berkelakuan menyimpang. Tujuannya mengikuti sayembara adalah untuk mewakili Raden Arjuna, suaminya sendiri.

Raden Arjuna yang masih berada di tempat itu sangat terkejut mendengarnya. Ia melarang Dewi Sumbadra mengikuti sayembara karena dirinya saja kalah bertanding melawan Patih Udawa. Dewi Sumbadra pun menjawab ia dibesarkan bersama Patih Udawa sejak kecil tentunya sudah paham kekuatan dan kelemahan masing-masing.

Melihat Dewi Sumbadra tidak main-main, Patih Udawa pun mempersilakannya naik ke atas panggung. Keduanya kini saling berhadap-hadapan. Dewi Sumbadra segera melepas anting-anting di telinganya sambil membaca mantra Aji Pengabaran seperti yang dulu pernah diajarkan Prabu Kresna kepadanya. Setelah itu, anting-anting tersebut pun dilemparkan dan tepat mengenai dahi Patih Udawa. Seketika Patih Udawa merasa gemetar dan tubuhnya jatuh terduduk, tidak bisa bangun lagi.

Prabu Kresna keluar dari rumah dan menyuruh Patih Udawa bangkit, jangan pura-pura kalah. Patih Udawa menjawab dirinya tidak pura-pura, melainkan benar-benar kehilangan daya akibat serangan Dewi Sumbadra. Prabu Kresna pun bertanya apakah pemenang sayembara sudah bisa ditentukan. Patih Udawa menjawab bahwa sayembara ini telah dimenangkan Dewi Sumbadra, dan oleh sebab itu Raden Arjuna berhak memboyong Niken Larasati sebagai istri.

Raden Arjuna sangat gembira mendengarnya dan segera berterima kasih kepada Dewi Sumbadra. Selama ini ia mengira istrinya itu seorang wanita lemah yang tidak memiliki kekuatan apa-apa. Tak disangka, ternyata Dewi Sumbadra menyimpan banyak kesaktian berkat bimbingan Prabu Kresna di masa lalu.

Demikianlah, karena pemenang sayembara telah ditentukan, maka Prabu Kresna pun membaca mantra penolak untuk menyembuhkan Patih Udawa. Seketika Patih Udawa kembali bertenaga dan segera bangkit untuk mengucapkan selamat kepada Dewi Sumbadra dan Raden Arjuna.

RADEN ARJUNA MENYELAMATKAN NIKEN LARASATI DARI PENCULIKAN

Tiba-tiba Nyai Sagopi muncul sambil menangis meminta tolong. Ia berkata bahwa Niken Larasati baru saja diculik seorang laki-laki yang bernama Prabu Brawirasembada. Raden Arjuna teringat bahwa laki-laki itu adalah yang tadi telah mengganggu perjalanan Dewi Banuwati. Dewi Sumbadra pun berkata bahwa dirinya sudah membantu memenangkan sayembara, kini saatnya Raden Arjuna berjuang sendiri menolong calon istrinya. Raden Arjuna menyanggupi. Ia pun segera melesat mengerahkan Aji Seipi Angin untuk mengejar si penculik.

Dengan kecepatan kilat, Raden Arjuna berhasil menyusul dan menghadang Prabu Brawirasembada yang memanggul tubuh Niken Larasati. Keduanya lalu bertarung seru. Raden Arjuna berhasil merebut Niken Larasati dan menewaskan Prabu Brawirasembada menggunakan Keris Pulanggeni.

NIKEN LARASATI MENJADI ISTRI PADMI RADEN ARJUNA

Raden Arjuna dan Niken Larasati telah kembali ke rumah Nyai Sagopi. Prabu Kresna, Patih Udawa, dan yang lain bersyukur karena semua masalah telah teratasi. Kini Patih Udawa bisa kembali lagi bertugas di Kerajaan Dwarawati, sedangkan Niken Larasati juga telah mendapatkan suami yang terbaik, sesuai harapan kakaknya.

Dewi Sumbadra juga terlihat senang jika dirinya dimadu dengan Niken Larasati, yang mana sejak kecil mereka telah dibesarkan bersama-sama bagaikan saudara kandung. Bahkan, Dewi Sumbadra meminta agar Raden Arjuna menjadikan Niken Larasati sebagai istri padmi seperti dirinya, bukan sekadar istri paminggir. Maka, sebagai istri padmi, Niken Larasati bisa tinggal di Kesatrian Madukara setiap hari, bukan tinggal di kampung halaman seperti Endang Manuhara.

Demikianlah, hari itu juga Raden Arjuna dan Niken Larasati diresmikan sebagai suami-istri dengan upacara pernikahan yang sederhana. Lima hari kemudian, Raden Arjuna memboyong istri barunya itu pindah ke Kesatrian Madukara. 

Niken Larasati

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------



Untuk kisah hubungan orang tua kandung Niken Larasati dapat dibaca di sini

Untuk kisah masa muda Rara Ireng dan Rara Sati dapat dibaca di sini

Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra dapat dibaca di sini











Tidak ada komentar:

Posting Komentar