Selasa, 23 Mei 2017

Abimanyu Kerem



Kisah ini menceritakan tentang para Pandawa yang kehilangan sejumlah pusaka, serta Dewi Sumbadra juga hilang diculik orang. Raden Abimanyu yang masih kecil jatuh ke sungai ketika hendak mencari ayah dan ibunya, di mana Raden Gatutkaca tidak dapat terbang menolong karena dirinya pun kehilangan Kotang Antrakusuma.

Kisah ini saya olah dari sumber balungan lakon wayang versi Jombor, yang dipadukan dengan lakon wayang dari blog abimanyu kerem, dengan disertai pengembangan seperlunya.

Kediri, 23 Mei 2017

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini

Raden Abimanyu muda.

------------------------------ ooo ------------------------------

LIMA PUSAKA AMARTA DAN DEWI SUMBADRA HILANG DICULIK ORANG

Prabu Kresna Wasudewa di Kerajaan Dwarawati dihadap Raden Samba Wisnubrata (putra mahkota), Arya Setyaki (adik ipar), dan juga Patih Udawa. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura, yaitu Prabu Baladewa. Kedatangan Prabu Baladewa adalah karena menerima surat undangan dari Prabu Kresna yang isinya ingin membicarakan sesuatu hal yang penting.

Prabu Baladewa pun bertanya ada hal penting apa yang ingin dibicarakan Prabu Kresna sampai harus mengundang dirinya datang dari Kerajaan Mandura. Prabu Kresna bercerita bahwa beberapa hari yang lalu bungsu para Pandawa, yaitu Raden Sadewa baru saja datang dari Kerajaan Amarta untuk menyampaikan surat kepadanya. Surat tersebut ditulis Prabu Puntadewa yang isinya mengabarkan bahwa saat ini Kerajaan Amarta sedang mengalami musibah. Musibah yang pertama ialah gedung pusaka Kerajaan Amarta dibobol pencuri dan lima macam pusaka negara hilang, antara lain Tombak Karawelang, Payung Tunggulnaga, Gada Rujakpolo, Keris Pulanggeni, dan Kotang Antrakusuma. Kemudian disusul pula datangnya musibah yang kedua, yaitu Dewi Sumbadra hilang diculik orang dan sampai sekarang belum diketahui keberadaannya. Itulah yang membuat para Pandawa sangat terpukul dan mereka mengirim surat ke Kerajaan Dwarawati untuk meminta petunjuk kepada Prabu Kresna.

Prabu Baladewa terkejut mendengar kedua berita tersebut. Ia merasa heran mengapa ada maling yang begitu hebat berani menyusup masuk ke istana Amarta dan membobol gedung pusaka. Ia mengibaratkan mencuri di kediaman para Pandawa sama seperti memasuki kandang macan. Yang lebih mengherankan lagi mengapa Kotang Antrakusuma yang setiap hari melekat di tubuh Raden Gatutkaca juga bisa ikut menghilang.

Prabu Kresna tidak bisa memberikan jawaban. Sepertinya ada yang aneh dengan hilangnya kelima pusaka Kerajaan Amarta tersebut.

Prabu Kresna.

RADEN PRETIWANGGANA MELAMAR DEWI SUMBADRA

Ketika Prabu Kresna dan Prabu Baladewa sedang sibuk berunding, tiba-tiba muncul seorang pangeran tampan datang menghadap. Prabu Kresna mengenali pangeran tersebut tidak lain adalah adik iparnya sendiri yang bernama Raden Pretiwanggana.

Prabu Baladewa heran dan bertanya Raden Pretiwanggana ini adik ipar dari istri yang mana. Bukankah Prabu Kresna hanya memiliki tiga orang permaisuri, yaitu Dewi Jembawati, Dewi Rukmini, dan Dewi Setyaboma saja? Dewi Jembawati tidak memiliki saudara, Dewi Rukmini memiliki adik bernama Raden Rukmaka, sedangkan Dewi Setyaboma memiliki adik bernama Arya Setyaki. Selain mereka tidak ada lagi. Ataukah mungkin Raden Pretiwanggana ini saudara dari salah satu selir Prabu Kresna? Kalau saudara dari selir apakah masih bisa disebut ipar?

Prabu Kresna bercerita bahwa dirinya adalah titisan Batara Wisnu. Sewaktu di kahyangan, Batara Wisnu memiliki banyak istri, antara lain Dewi Sri Laksmi, Dewi Sri Laksmita, Dewi Sri Setyawarna, dan Dewi Pretiwi. Ketika Batara Wisnu terlahir ke dunia menjadi Prabu Kresna, para istri tersebut ikut menitis pula. Dewi Sri Laksmi menitis menjadi Dewi Jembawati, Dewi Sri Laksmita menjadi Dewi Rukmini, dan Dewi Sri Setyawarna menjadi Dewi Setyaboma. Adapun Dewi Pretiwi tidak ikut menitis, melainkan kembali tinggal bersama orang tuanya, yaitu Batara Nagaraja Ekawarna di Kahyangan Ekapratala.

Ketika Prabu Kresna masih muda dan bernama Raden Narayana, ia pernah berkelana sampai ke kahyangan tersebut dan bertemu kembali dengan Dewi Pretiwi. Batara Nagaraja menikahkan mereka berdua, atau istilah lebih tepatnya adalah “bangun nikah”, yaitu Dewi Pretiwi dinikahkan kembali dengan Batara Wisnu, tetapi dalam wujud Raden Narayana. Dari situ pula Raden Narayana berkenalan dengan Raden Pretiwanggana, adik Dewi Pretiwi.

Prabu Baladewa paham dan ia baru tahu kalau Prabu Kresna pernah menikah dengan Dewi Pretiwi, sebelum menikahi Dewi Jembawati, Dewi Rukmini, dan Dewi Setyaboma. Prabu Krena membenarkan hal itu, namun Dewi Pretiwi tetap tinggal bersama ayahnya, tidak tinggal di Kerajaan Dwarawati sebagai permaisuri.

Raden Pretiwanggana memberi hormat kepada Prabu Baladewa. Ia kemudian menyampaikan maksud kedatangannya. Yang pertama, ia mengabarkan bahwa Dewi Pretiwi telah melahirkan dua orang anak, satu laki-laki, satu perempuan. Yang laki-laki diberi nama Raden Sitija, dan yang perempuan diberi nama Dewi Sitisundari. Prabu Kresna menyambut gembira berita itu dan berkata apabila mereka sudah dewasa silakan berkunjung ke Kerajaan Dwarawati.

Raden Pretiwanggana kemudian menyampaikan maksud yang kedua, yaitu ia ingin mempererat persaudaraan dengan Prabu Kresna melalui perkawinan. Ia mendengar Prabu Kresna memiliki adik perempuan yang cantik jelita bernama Dewi Sumbadra. Oleh sebab itu, ia pun datang untuk melamar putri tersebut sebagai istrinya. Dengan demikian, hubungan persaudaraan antara dirinya dengan Prabu Kresna menjadi semakin erat.

Prabu Kresna menjawab ia tidak dapat menerima lamaran Raden Pretiwanggana karena Dewi Sumbadra sudah menjadi istri Raden Arjuna, kesatria panengah Pandawa. Raden Pretiwanggana berkata dirinya sudah mengetahui berita itu, bahkan ia juga tahu kalau Dewi Sumbadra dan Raden Arjuna telah memiliki seorang putra bernama Raden Abimanyu atau Raden Angkawijaya. Namun demikian, Raden Pretiwanggana tidak putus harapan karena ia tahu Raden Arjuna seorang mata keranjang yang memiliki banyak istri. Mana mungkin Dewi Sumbadra bahagia bersanding dengan laki-laki semacam itu?

Prabu Baladewa marah dan berkata Raden Pretiwanggana tidak sepantasnya mengurusi rumah tangga orang lain, apalagi itu adalah rumah tangga adik bungsunya. Meskipun orang luar melihat Dewi Sumbadra dimadu oleh Raden Arjuna dengan banyak perempuan lain, tetapi ia tahu adiknya hidup bahagia. Raden Pretiwanggana menjawab hal itu belum tentu. Terbukti saat ini Dewi Sumbadra hilang diculik orang dan Raden Arjuna tidak berangkat mencari. Itu artinya, Raden Arjuna tidak sepenuh hati mencintai Dewi Sumbadra. Perkawinan seperti itu apa bagusnya dipertahankan?

Prabu Baladewa hampir saja termakan ucapan Raden Pretiwanggana dan ia turut membenarkan bahwa Raden Arjuna tidak sepenuh hati mencintai adik bungsunya. Prabu Kresna berkata bahwa Raden Arjuna tidak seperti itu. Ia mendengar dari penuturan Raden Sadewa, bahwa Raden Arjuna sudah berangkat mencari Dewi Sumbadra dengan ditemani Dewi Srikandi.

Raden Pretiwanggana tertawa mengejek bahwa Raden Arjuna sungguh manusia tidak berbudi, yaitu pergi mencari istri yang hilang dengan ditemani istrinya yang lain. Itu namanya bukan mencari Dewi Sumbadra, tetapi pergi tamasya, bersenang-senang sendiri. Prabu Kresna tersinggung mendengar Raden Arjuna dihina seperti itu. Ia pun mempersilakan Raden Pretiwanggana sebaiknya pulang saja, daripada membuat kekacauan di Dwarawati. Raden Pretiwanggana bersedia pergi, tetapi ia pergi untuk mencari Dewi Sumbadra, bukannya pulang ke Kahyangan Ekapratala. Apabila ia berhasil menemukan Dewi Sumbadra, maka Prabu Kresna dan Prabu Baladewa harus bersedia menceraikan adik mereka itu dengan Raden Arjuna. Setelah menjadi janda, Dewi Sumbadra harus diizinkan menjadi istrinya.

Prabu Baladewa mempersilakan apabila Raden Pretiwanggana mempunyai niat demikian. Dewata yang akan menentukan takdir apakah Dewi Sumbadra tetap menjadi istri Raden Arjuna ataukah menjadi janda dan menikah dengan Raden Pretiwanggana.

Raden Pretiwanggana yakin dirinya pasti menang. Ia pun mohon pamit berangkat meninggalkan Kerajaan Dwarawati. Setelah adik iparnya itu pergi, Prabu Kresna pun membubarkan pertemuan. Ia mengajak Prabu Baladewa berangkat menuju Kerajaan Amarta untuk membantu kesulitan yang sedang dialami para Pandawa. 

Raden Pretiwanggana.

DEWI SUMBADRA BERADA DALAM TAWANAN PRABU TUNGGULWIJAYA

Tersebutlah seorang raja gagah bernama Prabu Tunggulwijaya dari Kerajaan Nrancangakik. Ia memiliki menteri utama bernama Patih Karawijaya, serta para senapati bernama Arya Pulangjiwa, Arya Lukitapala, dan Arya Kusumantara. Hari itu Prabu Tunggulwijaya sedang menemui wanita yang ia tawan, yaitu Dewi Sumbadra. Sudah beberapa hari ini dirinya berhasil menculik istri Raden Arjuna tersebut, tetapi si wanita selalu saja menolak ketika akan dinikahi.

Dewi Sumbadra sendiri merasa terdesak. Jika terus-terusan menolak, bisa-bisa Prabu Tunggulwijaya marah dan berbuat jahat kepadanya. Maka, untuk mengulur waktu sampai pertolongan tiba, ia pura-pura menerima lamaran Prabu Tunggulwijaya tetapi dengan syarat, yaitu dirinya minta dicarikan sebuah mainan yang tidak membosankan seumur hidup.

Prabu Tunggulwijaya merasa syarat yang diajukan Dewi Sumbadra ini agak kekanak-kanakan, tetapi ia paham bahwa wanita tersebut memang sejak kecil dimanja oleh keluarganya sehingga wajar jika memiliki permintaan seperti itu. Maka, Prabu Tunggulwijaya pun memerintahkan Patih Karawijaya dan yang lain agar berangkat mencari benda tersebut.

Dewi Sumbadra.

PASUKAN NRANCANGAKIK BENTROK DENGAN PASUKAN DWARAWATI

Demikianlah, Patih Karawijaya pun memimpin pasukan Nrancangakik berangkat mencari benda yang diinginkan Dewi Sumbadra. Di tengah jalan mereka berpapasan dengan pasukan Dwarawati yang sedang dalam perjalanan menuju Kerajaan Amarta. Arya Setyaki yang berada di ujung barisan terlibat kesalahpahaman dengan Patih Karawijaya sehingga mengakibatkan meletus pertempuran di antara kedua pihak.

Arya Setyaki melihat kekuatan lawan sungguh dahsyat. Bahkan, senapati musuh yang bernama Arya Kusumantara ternyata bisa terbang di angkasa seperti burung. Lama-lama Arya Setyaki mundur karena terdesak. Prabu Baladewa pun maju dan mengamuk, tetapi ia sendiri juga terdesak menghadapi kepungan Patih Karawijaya, Arya Pulangjiwa, Arya Lukitapala, dan Arya Kusumantara.

Prabu Kresna yang menyaksikan pertempuran melihat ada hal yang tidak beres. Ia pun turun dari Kereta Jaladara dan maju sambil menghunus Senjata Cakra. Prabu Baladewa tidak ketinggalan, ikut mengeluarkan Senjata Nanggala. Melihat kedua pusaka tersebut, Patih Karawijaya merasa gentar dan segera memerintahkan pasukannya untuk mundur mencari jalan lain.

Setelah merasa aman dan jauh dari musuh, Patih Karawijaya lalu membagi rombongan menjadi dua. Dirinya bersama Arya Kusumantara mencari mainan yang diinginkan Dewi Sumbadra ke arah barat, sedangkan Arya Pulangjiwa dan Arya Lukitapala mencari ke arah timur.

Prabu Baladewa.

RADEN ARJUNA DAN DEWI SRIKANDI BERTEMU RADEN PRETIWANGGANA

Di lain tempat, Raden Arjuna sedang berkelana mencari Dewi Sumbadra dengan ditemani Dewi Srikandi dan para panakawan. Raden Arjuna sendiri sedang sakit sejak kehilangan Keris Pulanggeni. Namun, ia memaksakan diri berjalan tertatih-tatih demi mencari Dewi Sumbadra yang hilang diculik orang.

Perjalanan mereka akhirnya terhenti karena bertemu Raden Pretiwanggana yang juga sedang mencari Dewi Sumbadra. Raden Pretiwanggana melihat Raden Arjuna sedang sakit dan ini menjadi kesempatan baik baginya. Ia berniat membunuh kesatria tersebut untuk melenyapkan saingan, sehingga pemenang sayembara menemukan Dewi Sumbadra sudah pasti tinggal dirinya.

Maka, Raden Pretiwanggana pun menantang Raden Arjuna bertarung. Dewi Srikandi maju menggantikan suaminya bertanding. Raden Pretiwanggana tertawa mengejek Raden Arjuna sebagai pengecut yang bersembunyi di bawah ketiak istrinya. Ia menyebut Raden Arjuna mencari Dewi Sumbadra hanya alasan yang dibuat-buat, padahal yang sebenarnya ialah ingin mengajak Dewi Srikandi pergi bertamasya.

Dewi Srikandi marah dituduh demikian. Ia menjelaskan bahwa suaminya berangkat sendiri mencari Dewi Sumbadra yang hilang. Karena tidak tega, ia pun pergi menyusul untuk mengawal. Jadi, tidak benar jika Raden Arjuna mengajak dirinya bertamasya, karena yang benar ialah dirinya sendiri yang berniat menyusul.

Raden Arjuna meminta Dewi Srikandi minggir dan tidak perlu menjelaskan panjang lebar pada musuh yang berniat jahat. Namun, Dewi Srikandi sudah berniat melindungi Raden Arjuna. Ia pun maju menyerang Raden Pretiwanggana mendahului suaminya. Terjadilah pertarungan sengit di antara mereka. Raden Pretiwanggana melepaskan panah untuk melukai Raden Arjuna, tetapi Dewi Srikandi balas memanah untuk mematahkan panah-panah tersebut. Raden Arjuna sambil menonton juga memberikan petunjuk kepada Dewi Srikandi bagaimana caranya mengalahkan Raden Pretiwanggana.

Raden Pretiwanggana merasa jera, baru menghadapi Dewi Srikandi saja ia sudah terdesak, apalagi menghadapi Raden Arjuna. Karena berpikir demikian, ia pun lengah dan kakinya terluka oleh panah Dewi Srikandi. Raden Pretiwanggana sangat malu dan memilih kabur. Raden Arjuna melarang istrinya mengejar karena bagaimanapun juga Raden Pretiwanggana adalah adik ipar Prabu Kresna, sebaiknya jangan dibunuh.

Raden Arjuna.

DEWI SRIKANDI MENYAMAR SEBAGAI KLETING BINATUR

Setelah menyaksikan pertarungan dan memberikan petunjuk kepada istrinya dalam melawan musuh, Raden Arjuna merasa letih dan tidak kuat untuk berjalan lagi. Dewi Srikandi mengajaknya lebih baik pulang saja ke Kesatrian Madukara daripada menderita dalam perjalanan. Raden Arjuna menolak pulang sebelum Dewi Sumbadra ditemukan. Ia hanya merasa lapar tetapi sayangnya perbekalan sudah habis. Dewi Srikandi tanggap atas keluhan sang suami. Ia pun berangkat mencari makan dan menitipkan Raden Arjuna kepada Kyai Semar dan Nala Gareng.

Dewi Srikandi berjalan ditemani Petruk dan Bagong untuk mencari makanan tetapi tidak juga bertemu. Mereka lalu menyamar menjadi pengamen keliling, di mana Dewi Srikandi memakai nama samaran Kleting Binatur. Ketiganya berniat menjual suara untuk ditukar dengan makanan dan minuman secukupnya.

Demikianlah, Dewi Srikandi alias Kleting Binatur mengamen menyanyikan lagu-lagu indah sedangkan Petruk dan Bagong menabuh alat musik sambil menari. Mereka mengamen dari rumah ke rumah untuk mendapatkan uang. Setelah terkumpul, uang tersebut akan dibelikan makanan untuk Raden Arjuna. Namun kemudian, mereka berjumpa dengan Arya Pulangjiwa dan Arya Lukitapala. Melihat Kleting Binatur memiliki suara merdu dan pandai bernyanyi, keduanya berniat membawa pengamen itu ke Kerajaan Nrancangakik sebagai mainan yang tidak membosankan untuk Dewi Sumbadra.

Kleting Binatur tersinggung karena dirinya hendak dijadikan sebagai mainan. Arya Pulangjiwa terpaksa bercerita, bahwa raja mereka yang bernama Prabu Tunggulwijaya berusaha mewujudkan permintaan calon istrinya, yaitu ingin dicarikan mainan yang tidak membosankan seumur hidup. Calon istri Prabu Tunggulwijaya tersebut sangat cantik tiada tanding sehingga semua orang Nrancangakik rela bersusah payah mewujudkan keinginannya.

Kleting Binatur curiga jangan-jangan calon istri Prabu Tunggulwijaya tersebut adalah Dewi Sumbadra yang hilang diculik. Berpikir demikian, ia pun bersedia dibawa ke Nrancangakik asalkan Arya Pulangjiwa memberikan sejumlah uang untuk membelikan suaminya makan. Arya Pulangjiwa setuju. Setelah menerima uang tersebut, Kleting Binatur menyerahkannya kepada Petruk dan Bagong agar berangkat membelikan makanan untuk Raden Arjuna, sedangkan dirinya mengikuti kepergian Arya Pulangjiwa dan Arya Lukitapala menuju Kerajaan Nrancangakik.

Dewi Srikandi.

RADEN ABIMANYU TENGGELAM DI SUNGAI

Sementara itu, Raden Abimanyu yang masih berusia tujuh tahun menangis karena ditinggal pergi ayah dan ibunya. Raden Gatutkaca yang ditugasi mengasuh tidak tahan mendengar tangisannya. Ia pun menggendong sepupunya itu untuk diajak pergi menyusul Raden Arjuna.

Raden Gatutkaca yang kehilangan pusaka Kotang Antrakusuma terpaksa menempuh jalur darat sehingga perjalanannya menjadi lebih lambat. Ketika mereka sampai di atas jembatan sempit yang melintasi Sungai Jamuna, Raden Abimanyu melonjak-lonjak dalam gendongan. Raden Gatutkaca menjadi kurang goyah dan kakinya pun terpeleset. Sesaat kemudian, mereka berdua pun tercebur ke dalam sungai yang arusnya deras.

Raden Gatutkaca segera berenang menepi, tetapi ia terkejut Raden Abimanyu sudah hilang dari gendongan. Adik sepupunya itu telah tenggelam dan hanyut dibawa arus sungai. Raden Gatutkaca pun menangis meratapi keteledorannya. Ia berlari menyusuri tepi sungai menuju ke hilir untuk mencari Raden Abimanyu sambil mengeluh.

Setelah berjalan cukup lama mengikuti aliran sungai, Raden Gatutkaca akhirnya bertemu Raden Arjuna yang baru saja pulih setelah makan. Raden Gatutkaca pun menceritakan semua pengalaman buruk kehilangan Raden Abimanyu dari awal hingga akhir dan dirinya siap menerima hukuman. Raden Arjuna merasa lemas mendengar berita itu. Ia hendak ikut mengejar arus air tetapi dilarang Kyai Semar. Rupanya Kyai Semar mendapat firasat bahwa Raden Abimanyu sudah ada yang menyelamatkan. Alangkah baiknya mereka menyusul Dewi Srikandi ke Kerajaan Nrancangakik saja.

Raden Arjuna setuju dan ia pun berangkat bersama Raden Gatutkaca, Petruk, dan Bagong menuju ke negeri tersebut. Adapun Kyai Semar dan Nala Gareng kembali ke Kerajaan Amarta untuk melapor kepada Prabu Puntadewa.

Raden Gatutkaca.

RADEN ABIMANYU DIBAWA KE KERAJAAN NRANCANGAKIK

Raden Abimanyu yang hanyut terbawa arus sungai telah ditemukan oleh Patih Karawijaya dan Arya Kusumantara. Saat itu Patih Karawijaya dan rombongan sedang melewati Sungai Jamuna dan mereka melihat ada anak kecil hanyut terbawa arus. Patih Karawijaya segera memerintahkan Arya Kusumantara untuk menolong. Dengan mengandalkan kemampuan terbangnya, Arya Kusumantara berhasil mengentaskan Raden Abimanyu dari sungai.

Patih Karawijaya memeriksa Raden Abimanyu ternyata masih hidup. Setelah diobati, anak itu pun sadar dari pingsan. Patih Karawijaya dan Arya Kusumantara melihat Raden Abimanyu berwajah tampan dan menyenangkan, mungkin bisa digunakan untuk memenuhi permintaan Dewi Sumbadra. Keduanya pun sepakat membawa anak itu pulang ke Kerajaan Nrancangakik.

Raden Abimanyu muda.

DEWI SUMBADRA MENERIMA KLETING BINATUR DAN RADEN ABIMANYU

Prabu Tunggulwijaya di Kerajaan Nrancangakik telah menerima kedatangan Patih Karawijaya dan Arya Kusumantara yang membawa Raden Abimanyu, serta Arya Pulangjiwa dan Arya Lukitapala yang membawa Kleting Binatur. Masing-masing kelompok membanggakan apa yang mereka bawa pasti sesuai dengan keinginan Dewi Sumbadra.

Prabu Tunggulwijaya tidak dapat menentukan pilihan, melainkan membawa Kleting Binatur dan Raden Abimanyu ke tempat Dewi Sumbadra. Keduanya pun diserahkan kepada wanita yang ia sekap itu bahwa mereka adalah mainan yang tidak akan membosankan seumur hidup. Dewi Sumbadra sangat senang melihat Raden Abimanyu dan segera menggendong putra kandungnya itu. Saat melihat Kleting Binatur pun ia merasa suka. Maka, keduanya diterima dan sesuai dengan keinginan Dewi Sumbadra.

Prabu Tunggulwijaya gembira dan menagih janji Dewi Sumbadra untuk menerima pinangannya. Dewi Sumbadra berusaha mengulur waktu lagi. Ia pura-pura bersedia menjadi istri Prabu Tunggulwijaya apabila bisa mengalahkan suaminya, yaitu Raden Arjuna. Prabu Tunggulwijaya sama sekali tidak takut dan menyatakan bersedia. Sungguh kebetulan, tiba-tiba Arya Kusumantara datang menghadap dan melaporkan bahwa di luar istana ada dua orang musuh datang menantang, yaitu Raden Arjuna dan Raden Gatutkaca. Prabu Tunggulwijaya merasa senang karena tidak perlu susah payah menyerang Kerajaan Amarta. Ia pun bergegas keluar untuk menghadapi tantangan tersebut.

Setelah Prabu Tunggulwijaya pergi, Kleting Binatur membuka penyamaran, bahwa ia sesungguhnya adalah Dewi Srikandi. Dewi Sumbadra sangat gembira dan segera memeluk madunya tersebut. Dewi Srikandi lalu menggandeng tangan Dewi Sumbadra dan mengajaknya pergi melarikan diri.

Para panakawan.

PARA PANDAWA MENYERANG KERAJAAN NRANCANGAKIK

Raden Arjuna dan Raden Gatutkaca sudah berada di halaman istana Kerajaan Nrancangakik dan menantang Prabu Tunggulwijaya. Arya Pulangjiwa dan Arya Kusumantara segera maju menghadapi mereka. Terjadilah pertempuran seru. Raden Arjuna yang belum sepenuhnya pulih dari sakit agak terdesak menghadapi gempuran Arya Pulangjiwa, sedangkan Raden Gatutkaca yang tidak dapat terbang harus menjadi bulan-bulanan Arya Kusumantara yang menyerangnya dari udara.

Untunglah bantuan tiba pada waktunya. Kyai Semar telah datang bersama Prabu Puntadewa, Prabu Kresna, Prabu Baladewa, Arya Wrekodara, dan Arya Setyaki. Arya Wrekodara segera maju menghadapi Arya Lukitapala yang juga berbadan tinggi besar seperti dirinya, sedangkan Arya Setyaki menghadapi Patih Karawijaya.

Pertempuran tersebut berlangsung sengit dan tampaknya pihak Kerajaan Amarta mulai terdesak. Prabu Kresna teringat dirinya pernah menakut-nakuti pasukan Nrancangakik menggunakan Senjata Cakra dan Nanggala. Ia pun menceritakan hal itu kepada Prabu Puntadewa. Tampaknya Prabu Puntadewa pun mencurigai siapa sebenarnya Prabu Tunggulwijaya dan pasukannya. Perlahan ia maju ke medan perang sambil memegang pusaka Jamus Kalimahusada.

Prabu Tunggulwijaya maju menyerang Prabu Puntadewa. Sambil membaca mantra, Prabu Puntadewa pun melemparkan Jamus Kalimahusada ke arah Prabu Tunggulwijaya. Sungguh ajaib, begitu terkena pusaka tersebut, tubuh Prabu Tunggulwijaya musnah dan kembali ke wujud aslinya, yaitu Payung Tunggulnaga, pusaka Kerajaan Amarta yang hilang dicuri orang.

Jamus Kalimahusada kembali melayang dan menghantam Patih Karawijaya. Seketika wujud Patih Karawijaya pun kembali menjadi Tombak Karawelang. Kemudian berturut-turut Jamus Kalimahusada menghantam Arya Pulangjiwa, Arya Lukitapala, dan Arya Kusumantara, yang mana ketiganya berubah pula menjadi Keris Pulanggeni, Gada Rujakpolo, dan Kotang Antrakusuma.

Prabu Puntadewa.

DEWI SUMBADRA KEMBALI KEPADA RADEN ARJUNA

Prabu Puntadewa gembira melihat kelima pusaka Kerajaan Amarta yang hilang kini telah kembali lagi. Prabu Kresna menjelaskan sebenarnya tidak ada pencuri yang membobol gedung pusaka istana Indraprasta, tetapi kelima senjata itulah yang meloloskan diri. Namun mengapa bisa demikian, Prabu Kresna tidak dapat menjelaskan.

Kyai Semar menyela ikut bicara. Sepertinya kelima pusaka tersebut sudah saatnya dicuci dan disucikan tetapi para Pandawa lalai dalam melakukannya. Itulah sebabnya mereka lolos dari istana dengan tujuan untuk mengingatkan para majikan. Prabu Puntadewa membenarkan hal itu tetapi ia ragu apakah kegiatan mensucikan pusaka tidak termasuk perbuatan yang menyekutukan Tuhan. Kyai Semar menjawab, semua perbuatan tergantung niatnya. Niat baik atau buruk ada di hati pelakunya, bukan menurut pandangan orang lain. Apabila kegiatan mensucikan pusaka diniati sebagai bentuk perawatan, yaitu demi membersihkan pusaka dari pengaruh buruk, tentunya hal itu bukanlah dosa. Mensucikan pusaka hendaknya diniati sebagai bentuk penghormatan terhadap harta benda, bukan penyembahan dan pemujaan terhadap sesuatu yang dianggap lebih tinggi dari pemiliknya. Selain itu juga sebagai ungkapan puji syukur atas karunia Tuhan kepada kita, sehingga tidak selalu harus dikait-kaitkan dengan dosa mempersekutukan Tuhan.

Prabu Puntadewa dapat memahami penjelasan Kyai Semar. Tidak lama kemudian Dewi Srikandi muncul pula sambil menggandeng Dewi Sumbadra dan menggendong Raden Abimanyu. Raden Arjuna gembira menyambut mereka bertiga. Kerajaan Nrancangakik pun lenyap dari pandangan. Prabu Puntadewa lalu mengajak semuanya kembali ke Kerajaan Amarta untuk mengadakan syukuran.

Kyai Semar.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------




CATATAN : Menurut balungan naskah pedalangan versi Jombor, Dewi Sumbadra hilang diculik Prabu Jayadimurti dan Patih Jayapudenda, sedangkan menurut versi lain yang saya baca, Dewi Sumbadra tidak hilang diculik tetapi sengaja meloloskan diri dan menjadi raja bernama Prabu Jayabadra, dengan didampingi pusaka-pusaka Kerajaan Amarta yang berubah menjadi manusia. Saya sengaja menggabungkan kedua sumber tersebut, sehingga jadilah seperti tulisan di atas.


Untuk kisah perkawinan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra dapat dibaca di sini

Untuk kisah kelahiran Raden Abimanyu dapat dibaca di sini










Tidak ada komentar:

Posting Komentar