Selasa, 03 April 2018

Bambang Pramusinta



Kisah ini menceritakan tentang Bambang Pramusinta yang dikirim Prabu Tegalelana agar mati di tangan Raden Arjuna. Namun, bukannya tewas, ia justru diterima sebagai anggota keluarga Pandawa.

Kisah ini saya olah dari sumber rekaman pentas wayang kulit dengan dalang Ki Anom Suroto, dengan sedikit pengembangan seperlunya.

Kediri, April 2018

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini

Bambang Pramusinta.

------------------------------ ooo ------------------------------

PRABU TEGALELANA JATUH CINTA PADA ISTRI PEGAWAINYA

Prabu Tegalelana adalah raja Bulukatiga yang dulu pernah ditaklukkan Raden Arjuna palsu penjelmaan Batara Kala. Raden Arjuna palsu itu lalu menduduki Kerajaan Bulukatiga, sedangkan Prabu Tegalelana diturunkan jabatannya menjadi patih. Kemudian Raden Arjuna palsu yang memakai gelar Prabu Janaka menyerang Kerajaan Amarta dan Kerajaan Dwarawati, namun ia dapat dikalahkan oleh Resi Endrasekti, yaitu penjelmaan Raden Arjuna yang asli. Setelah Prabu Janaka kembali ke kahyangan sebagai Batara Kala, Raden Arjuna pun mengampuni Patih Tegalelana dan mengizinkannya kembali menjadi raja di Bulukatiga.

Hari ini Prabu Tegalelana duduk memimpin pertemuan yang dihadiri adiknya, yaitu Raden Tegamurti, dan juga Patih Kuntalabahu. Pertemuan itu tidak membahas tentang kenegaraan, tetapi membicarakan masalah pribadi yang dialami Prabu Tegalelana sendiri.

Dua bulan yang lalu, Prabu Tegalelana sewaktu pulang dari Kerajaan Dwarawati, yaitu setelah mendapat pengampunan dari Prabu Kresna dan Raden Arjuna, di tengah jalan dihadang seekor harimau liar. Para prajurit yang kelelahan tidak ada yang mampu mengatasi harimau tersebut. Bahkan, hampir saja harimau itu menerkam Prabu Tegalelana. Beruntung saat itu muncul seorang pemuda yang menolong Prabu Tegalelana menaklukkan harimau tersebut. Harimau itu kabur melarikan diri setelah beberapa kali dibanting si pemuda. Prabu Tegalelana pun berterima kasih kepadanya. Pemuda itu memperkenalkan dirinya bernama Bambang Pramusinta dari Desa Pandansurat. Sebagai ungkapan rasa syukur, Prabu Tegalelana menerima Bambang Pramusinta bekerja sebagai punggawa Kerajaan Bulukatiga.

Esok harinya, Bambang Pramusinta datang ke istana Bulukatiga bersama istrinya dengan membawa palawija hasil bumi Pandansurat. Rupanya istri Bambang Pramusinta yang bernama Endang Rayungwulan ikut datang ke istana untuk berterima kasih kepada Prabu Tegalelana, karena suaminya diterima bekerja setelah cukup lama menjadi pengangguran. Menyaksikan paras Endang Rayungwulan yang cantik jelita, seketika Prabu Tegalelana terkesima. Sejak kejadian itu, ia menjadi susah tidur karena terbayang-bayang wajah istri Bambang Pramusinta tersebut. Dua bulan lamanya Prabu Tegalelana memendam perasaan ini, hingga sekarang ia tidak mampu lagi untuk tidak menceritakannya.

Raden Tegamurti mendengar penuturan kakaknya dengan seksama. Ia dapat menyimpulkan bahwa Prabu Tegalelana telah jatuh cinta kepada istri Bambang Pramusinta. Ia pun bertanya kepada kakaknya mengapa tidak menggunakan kekuasaan saja untuk menceraikan mereka dan mengambil Endang Rayungwulan ke istana? Prabu Tegalelana menjawab, jika ia menggunakan kekuasaan untuk merebut Endang Rayungwulan, maka Bambang Pramusinta akan benci kepadanya. Terus terang, Prabu Tegalelana gentar menyaksikan kesaktian Bambang Pramusinta yang begitu terampil membanting seekor harimau berkali-kali tanpa membunuh binatang tersebut.

Raden Tegamurti mengusulkan, untuk menghadapi orang sakti maka gunakanlah orang sakti lainnya. Prabu Tegalelana pun teringat pada Raden Arjuna yang pernah mengalahkannya. Ia yakin Raden Arjuna pasti bisa mengalahkan Bambang Pramusinta. Namun, ia tidak tahu bagaimana caranya meminta bantuan kepada Panengah Pandawa tersebut.

Raden Tegamurti berkata bahwa ia pernah mendengar tentang sepak terjang Raden Arjuna. Konon, selain sakti mandraguna, Raden Arjuna juga terkenal menyukai kecantikan wanita. Jumlah istri Raden Arjuna di Kesatrian Madukara saja ada empat orang, yaitu Dewi Sumbadra, Dewi Srikandi, Dewi Larasati, dan Dewi Sulastri. Itu belum ditambah istri-istri lainnya yang tersebar di banyak tempat, misalnya Dewi Ulupi, Dewi Gandawati, Dewi Manuhara, Dewi Jimambang, dan sebagainya. Oleh sebab itu, cara untuk memancing Raden Arjuna agar bersedia membunuh Bambang Pramusinta adalah dengan cara menawarkan perempuan kepadanya.

Prabu Tegalelana memuji kepandaian Raden Tegamurti. Ia lalu bertanya siapakah perempuan yang akan ditawarkan kepada Raden Arjuna. Raden Tegamurti menjawab, siapa lagi kalau bukan adik bungsu mereka, yaitu Dewi Tegawati? Jika Dewi Tegawati ditawarkan kepada Raden Arjuna, maka Prabu Tegalelana akan memperoleh dua keuntungan. Pertama, Prabu Tegalelana akan menjadi kakak ipar Raden Arjuna yang perkasa. Kedua, Bambang Pramusinta akan mati dan itu artinya Prabu Tegalelana dapat menikahi Endang Rayungwulan.

Prabu Tegalelana menimbang-nimbang perkataan adiknya. Tanpa butuh waktu lama, ia pun menjawab setuju mengikuti rencana tersebut.

BAMBANG PRAMUSINTA DIUTUS MENGANTAR SURAT KE KESATRIAN MADUKARA

Karena sang kakak sudah setuju, Raden Tegamurti pun melaksanakan rencananya. Ia menulis surat yang isinya Prabu Tegalelana meminta bantuan Raden Arjuna untuk membunuh si pembawa surat, karena si pembawa surat ini adalah punggawa durhaka yang sangat sakti, hendak merebut takhta Kerajaan Bulukatiga. Padahal, jelas-jelas Kerajaan Bulukatiga berada di bawah perlindungan Raden Arjuna. Apabila Raden Arjuna berkenan menghukum mati si pembawa surat, maka Prabu Tegalelana ingin menjalin persaudaraan dengan memberikan adiknya yang bernama Dewi Tegawati.

Prabu Tegalelana menandatangani surat tersebut, kemudian memerintahkan Patih Kuntalabahu untuk memanggil Bambang Pramusinta agar menghadap. Patih Kuntalabahu pun keluar istana dan memanggil Bambang Pramusinta yang sedang memeriksa kelengkapan prajurit.

Bambang Pramusinta segera datang menghadap Prabu Tegalelana. Prabu Tegalelana pun memerintahkannya untuk mengantarkan surat kepada Raden Arjuna di Kesatrian Madukara, wilayah Kerajaan Amarta. Surat tersebut terbungkus rapat dengan segel stempel Kerajaan Bulukatiga. Apabila Bambang Pramusinta berani membuka pembungkus surat, maka hukuman mati menunggu dirinya.

Bambang Pramusinta menjawab dirinya tidak mungkin berani membuka surat tersebut. Ia pun menerima surat itu, lalu mohon pamit melaksanakan tugas.

Setelah Bambang Pramusinta pergi, Prabu Tegalelana merasa yakin pemuda itu pasti akan binasa. Kini rasa rindunya bangkit dan ia ingin sekali bisa segera bertemu Endang Rayungwulan. Raden Tegamurti mencoba menyabarkan kakaknya itu agar menunggu kepastian berita tewasnya Bambang Pramusinta terlebih dulu. Namun, Prabu Tegalelana tidak bisa menahan diri lagi. Ia pun bergegas meninggalkan istana Bulukatiga menuju Desa Pandansurat.

PRABU TEGALELANA MERAYU ENDANG RAYUNGWULAN

Di Desa Pandansurat, Endang Rayungwulan dihadap adiknya yang bernama Bambang Sabekti, serta istri adiknya yang bernama Endang Pramuwati. Adapun Endang Pramuwati tidak lain adalah adik kandung Bambang Pramusinta. Dalam kesempatan itu, Endang Rayungwulan bercerita bahwa tadi malam ia bermimpi melihat sang suami, yaitu Bambang Pramusinta berjalan seorang diri di tengah kegelapan, lalu ada seekor serigala besar menerkam tubuhnya dari belakang. Endang Rayungwulan lalu terbangun dari tidurnya gara-gara mimpi buruk tersebut. Endang Pramuwati dan Bambang Sabekti menghibur kakak mereka agar jangan terlalu memikirkan mimpinya. Mimpi hanyalah bunga tidur belaka, yang terpenting adalah mendoakan Bambang Pramusinta agar selalu mendapat perlindungan Yang Mahakuasa dalam bekerja mencari nafkah untuk keluarga.

Tidak lama kemudian datanglah Prabu Tegalelana di tempat itu. Endang Rayungwulan yang pernah bertemu sekali segera menyembah kepada rajanya tersebut. Ia juga memperkenalkan kedua adiknya dan memerintahkan mereka untuk menyembah Prabu Tegalelana. Endang Rayungwulan kemudian bertanya ada keperluan apa Prabu Tegalelana datang ke rumahnya yang sederhana, apakah ada masalah menimpa suaminya saat bekerja? Prabu Tegalelana menjawab bahwa sebuah musibah telah menimpa Bambang Pramusinta. Ada seorang musuh dari Kerajaan Amarta bernama Raden Arjuna telah datang menyerang Kerajaan Bulukatiga. Bambang Pramusinta dengan gagah berani menghadapi musuh tersebut, namun ia gugur dalam pertempuran.

Endang Rayungwulan menangis tidak percaya kalau suaminya meninggal. Endang Pramuwati dan Bambang Sabekti ikut berduka. Mereka memohon kepada Prabu Tegalelana agar ditunjukkan jasad Bambang Pramusinta. Prabu Tegalelana tentu saja tidak bisa menunjukkannya. Pada dasarnya ia memang tidak pandai berbohong, sehingga sorot matanya terlihat ragu-ragu.

Bambang Sabekti yang waspada mulai menaruh curiga. Ia bertanya apa benar kakak iparnya telah meninggal? Prabu Tegalelana menjawab belum tahu, tapi sepertinya sebentar lagi akan mati di tangan Raden Arjuna. Bambang Sabekti semakin curiga dan mendesak Prabu Tegalelana untuk menceritakan yang sebenarnya. Prabu Tegalelana tersinggung dirinya sebagai raja tetapi didesak seperti itu oleh rakyat jelata. Ia pun marah-marah dan berkata terus terang bahwa dirinya sengaja mengirim Bambang Pramusinta untuk mati, agar Endang Rayungwulan menjadi janda dan bisa ia nikahi.

Endang Rayungwulan sangat terkejut mendengar rajanya berkata demikian. Ia pun memohon agar Prabu Tegalelana jangan punya pikiran buruk seperti itu. Prabu Tegalelana tidak peduli, dan ia justru balik merayu Endang Rayungwulan agar sudi menjadi istrinya. Terus terang ia merasa kasihan melihat Endang Rayungwulan yang cantik jelita tetapi hidup miskin di pedesaan. Bukankah sebaiknya ikut dengannya saja tinggal di istana?

Bambang Sabekti tidak terima kakak iparnya diperlakukan seperti itu. Ia pun menendang tubuh Prabu Tegalelana hingga terpental keluar rumah.

BAMBANG SABEKTI DIKEROYOK PASUKAN BULUKATIGA

Prabu Tegalelana tidak menduga Bambang Pramusinta memiliki seorang adik ipar yang perkasa. Tadinya ia mengira cukup hanya dengan mengirim Bambang Pramusinta menjemput kematian, maka dirinya bisa memboyong Endang Rayungwulan. Tak disangka, masih ada Bambang Sabekti yang menjadi penghalang niat buruknya.

Prabu Tegalelana pun menyerang Bambang Sabekti. Namun, Bambang Sabekti bukan pemuda sembarangan. Dengan cekatan, ia menghadapi serangan rajanya itu. Mereka pun bertarung sengit. Prabu Tegalelana merasa dirinya bukan tandingan pemuda itu. Dalam waktu singkat ia sudah terdesak dan babak belur terkena pukulan Bambang Sabekti.

Tiba-tiba bantuan pun datang. Raden Tegamurti dan Patih Kuntalabahu tiba dengan membawa pasukan Bulukatiga. Mereka langsung mengeroyok Bambang Sabekti. Meskipun sakti dan cekatan, namun Bambang Sabekti tidak mampu menghadapi lawan sebanyak itu. Akhirnya, ia pun tewas dengan banyak luka tusukan di tubuhnya.

Prabu Tegalelana berterima kasih adiknya datang tepat waktu. Raden Tegamurti berkata kakaknya terlalu terburu nafsu. Harusnya nanti saja datang ke Desa Pandansurat setelah Bambang Pramusinta benar-benar mati. Dengan demikian, Endang Rayungwulan tidak akan menolak, dan pasti bersedia diboyong ke istana dengan sukarela.

Tidak lama kemudian datanglah Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati menangisi jasad Bambang Sabekti. Raden Tegamurti memuji kecantikan mereka berdua dan merasa wajar jika kakaknya tidak sabaran. Sekarang semuanya sudah kepalang tanggung, tidak ada yang perlu ditutup-tutupi lagi. Prabu Tegalelana pun menarik tubuh Endang Rayungwulan dan memasukkannya ke dalam kereta, sedangkan Raden Tegamurti membawa Endang Pramuwati.

BAMBANG PRAMUSINTA TIBA DI KESATRIAN MADUKARA

Sementara itu, perjalanan Bambang Pramusinta telah sampai di wilayah Kerajaan Amarta. Ia melewati Desa Karangkadempel dan berjumpa para panakawan Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Kepada mereka, Bambang Pramusinta bertanya arah jalan menuju Kesatrian Madukara. Ia mengaku hendak mengantarkan surat dari rajanya yang bernama Prabu Tegalelana kepada Raden Arjuna.

Kyai Semar ingat bahwa Raden Arjuna pernah menaklukkan Prabu Tegalelana beberapa waktu yang lalu. Maka, tanpa curiga ia dan anak-anaknya pun mengantar Bambang Pramusinta menuju Kesatrian Madukara.

Sesampainya di sana, Kyai Semar segera melapor kepada Raden Arjuna bahwa ada utusan dari Kerajaan Bulukatiga hendak mengantarkan surat. Raden Arjuna pun menemui Bambang Pramusinta dan menerima surat yang dibawa pemuda itu. Sungguh terkejut Raden Arjuna membaca isinya, bahwa Prabu Tegalelana menyebut Bambang Pramusinta adalah punggawa durhaka yang hendak merebut takhta Kerajaan Bulukatiga darinya. Tidak hanya itu, Prabu Tegalelana sudah berkata bahwa ia memiliki pelindung bernama Raden Arjuna, namun Bambang Pramusinta tidak peduli dan mengatakan dirinya tidak takut pada orang yang bernama Raden Arjuna tersebut. Surat itu juga menyebutkan bahwa, Prabu Tegalelana ingin menyerahkan adiknya yang bernama Dewi Tegawati kepada Raden Arjuna apabila ia dibantu membunuh punggawa durhaka bernama Bambang Pramusinta tersebut.

Wajah Raden Arjuna menjadi merah padam setelah membaca surat tersebut. Beberapa waktu yang lalu Prabu Tegalelana telah ia kalahkan dan telah memohon ampun kepadanya. Maka, apabila ada orang lain yang berani mengganggu Prabu Tegalelana, itu berarti tidak memandang kepada dirinya. Tanpa banyak bicara, ia pun menampar pipi Bambang Pramusinta dan merobek-robek surat di tangannya.

Bambang Pramusinta jatuh terpelanting karena tidak menduga akan ditampar seperti itu. Raden Arjuna maju hendak membunuhnya. Bambang Pramusinta pun melawan sekuat tenaga. Dalam waktu singkat, keduanya segera terlibat pertarungan sengit.

Kyai Semar curiga dan memungut serpihan surat yang berserakan di bawah lalu menggabungkannya kembali. Setelah membaca isinya, ia tidak percaya begitu saja dan meminta Raden Arjuna untuk memeriksa Bambang Pramusinta terlebih dulu. Namun, Raden Arjuna justru menyuruh Kyai Semar diam, tidak perlu ikut campur.

Kyai Semar menduga Raden Arjuna gelap mata karena tergoda iming-iming Prabu Tegalelana yang akan menyerahkan Dewi Tegawati. Maka, ia pun mengajak anak-anaknya untuk bersorak-sorak memberi semangat kepada Bambang Pramusinta.

Raden Arjuna tersinggung dan semakin keras menyerang Bambang Pramusinta. Sebenarnya kesaktian Bambang Pramusinta masih di bawah Raden Arjuna. Namun, karena ia mendapat semangat dari para panakawan, dan ditambah lagi Raden Arjuna bertarung membabi buta karena dibakar amarah, membuatnya bisa mengimbangi kesatria Pandawa tersebut.

Raden Arjuna lama-lama kewalahan menghadapi ketangkasan Bambang Pramusinta. Karena sudah gelap mata, ia pun melepas panah pusaka Ardadedali ke arah lawannya itu. Kyai Semar melihat ini sangat berbahaya. Maka, ia pun berdiri menghalangi di depan Bambang Pramusinta. Begitu panah Ardadedali menyentuh kulit Kyai Semar seketika mental dan terlempar jauh ke udara.

PRABU KRESNA MENEMUI BAMBANG PRAMUSINTA

Panah Ardadedali terlempar sangat jauh akibat kesaktian Kyai Semar, hingga akhirnya jatuh di istana Kerajaan Dwarawati. Prabu Kresna heran melihat pusaka milik Raden Arjuna tiba-tiba jatuh di hadapannya. Jangan-jangan ada musuh sakti datang menyerang, demikian pikirnya. Ia pun memungut panah pusaka tersebut lalu terbang menuju Kesatrian Madukara dengan mengendarai Kereta Jaladara.

Sesampainya di Kesatrian Madukara, Prabu Kresna melihat para panakawan sedang bersama seorang pemuda asing. Ia pun bertanya di mana Raden Arjuna berada. Kyai Semar menjawab, Raden Arjuna melarikan diri karena kalah bertarung melawan Bambang Pramusinta. Prabu Kresna bertanya ada masalah apa di antara mereka. Kyai Semar pun menunjukkan surat Prabu Tegalelana yang sudah ia sambung kembali. Prabu Kresna membaca isinya dan tersenyum menyadari watak Raden Arjuna yang tergoda iming-iming hadiah wanita cantik.

Prabu Kresna lalu mengajak Bambang Pramusinta dan para panakawan mengejar Raden Arjuna yang tentunya meminta bantuan para Pandawa lainnya di istana Indraprasta.

BAMBANG PRAMUSINTA BERJUMPA AYAHNYA

Di Kerajaan Amarta, Prabu Puntadewa dihadap Arya Wrekodara dan si kembar Raden Nakula-Raden Sadewa. Tidak lama kemudian datanglah Raden Arjuna yang meminta bantuan karena Kesatrian Madukara diserang musuh sakti dari Kerajaan Bulukatiga. Arya Wrekodara marah dan hendak melabrak musuh tersebut.

Tiba-tiba Prabu Kresna datang bersama Bambang Pramusinta dan para panakawan. Ia melarang Arya Wrekodara bertindak gegabah karena tidak ada hadiahnya. Arya Wrekodara bertanya hadiah apa yang dimaksud. Prabu Kresna berkata, jika bisa membunuh Bambang Pramusinta, maka Raden Arjuna akan mendapatkan Dewi Tegawati, adik Prabu Tegalelana. Mendengar itu, Raden Arjuna tertunduk malu.

Prabu Kresna lalu memanggil Raden Nakula dan menyuruhnya berdiri di sebelah Bambang Pramusinta. Raden Nakula menurut dan semua orang pun terkejut karena mereka ternyata berwajah mirip. Prabu Kresna lalu berkata, bahwa Bambang Pramusinta bisa jadi adalah putra Raden Nakula sendiri.

Raden Nakula pun bertanya siapa nama ibu Bambang Pramusinta. Bambang Pramusinta menjawab, ibunya bernama Dewi Suyati, namun sudah meninggal saat melahirkan dirinya. Dengan begitu, ia tidak tahu-menahu siapa nama ayah kandungnya. Raden Nakula terharu dan ia berkata bahwa dirinyalah ayah kandung Bambang Pramusinta.

Bambang Pramusinta heran mengapa ayah dan ibunya bisa berpisah? Mengapa pula Raden Nakula tidak pernah mencari anak dan istrinya? Raden Nakula berkata bahwa dirinya sudah berusaha mencari, namun nasib Dewi Suyati tidak jelas kabarnya seperti ditelan bumi.

Pada saat itulah Batara Narada turun dari kahyangan untuk menjelaskan masalah ini. Para Pandawa dan yang lain segera memberi hormat kepadanya. Batara Narada pun bercerita, sekitar dua puluh tahun yang lalu Raden Sadewa memenangkan sayembara di Kerajaan Selamirah, sehingga bisa menikah dengan putri Prabu Rasadewa yang bernama Dewi Rasawulan. Tidak lama kemudian datang pula Raden Indrakerata dari Kerajaan Awu-awulangit yang hendak mengikuti sayembara tetapi sudah terlambat. Ia mengamuk hendak merebut Dewi Rasawulan, tetapi dapat dikalahkan oleh Raden Nakula. Sebagai tanda takluk, Raden Indrakerata pun menyerahkan adiknya yang bernama Dewi Suyati sebagai istri Raden Nakula.

Raden Nakula dan Raden Sadewa lalu memboyong istri masing-masing ke Kerajaan Amarta. Dewi Suyati dan Dewi Rasawulan pun mengandung bersamaan. Ketika kandungannya hendak berusia tujuh bulan, Dewi Suyati dan Dewi Rasawulan sepakat ingin upacara siraman dilakukan di negara asal masing-masing. Raden Nakula dan Raden Sadewa menuruti mereka. Raden Nakula mengantar Dewi Suyati ke Kerajaan Awu-awulangit, sedangkan Raden Sadewa mengantar Dewi Rasawulan ke Kerajaan Selamirah. Setelah upacara siraman, si kembar pun kembali ke Kerajaan Amarta, sedangkan istri mereka tetap di negara masing-masing hingga kelak melahirkan.

Tiba-tiba bencana pun terjadi. Kerajaan Awu-awulangit diserang Prabu Bomantara raja Surateleng. Prabu Kridamarkata dan Raden Indrakerata gugur mempertahankan negara, sedangkan Dewi Suyati yang sudah hamil tua pergi mengungsi ke tempat Dewi Rasawulan di Kerajaan Selamirah. Sesampainya di sana, Dewi Suyati melahirkan Raden Pramusinta dan Dewi Pramuwati, kemudian meninggal dunia karena letih.

Dewi Rasawulan juga melahirkan dua anak yang diberi nama Dewi Rayungwulan dan Raden Sabekti. Tiba-tiba Prabu Bomantara datang menyerang Kerajaan Selamirah untuk dijadikan negeri jajahan. Prabu Rasadewa menghadapi dengan sekuat tenaga, namun akhirnya gugur pula di tangan raja Surateleng tersebut. Dewi Rasawulan hendak mengungsi ke Kerajaan Amarta dengan membawa keempat bayi, namun ketika melewati Desa Pandasurat, ia jatuh sakit dan akhirnya meninggal dunia.

Raden Pramusinta, Dewi Pramuwati, Dewi Rayungwulan, dan Raden Sabekti yang masih bayi pun diasuh warga Desa Pandansurat hingga mereka dewasa seperti sekarang ini. Demikianlah, Batara Narada mengakhiri cerita.

Raden Nakula dan Raden Sadewa terharu mendengar kisah hidup anak-istri mereka. Keduanya memang mendengar bahwa Kerajaan Selamirah dan Kerajaan Awu-awulangit sudah hancur diserang Prabu Bomantara. Kemudian, Prabu Bomantara juga tewas di tangan Raden Sitija putra Prabu Kresna. Raden Nakula dan Raden Sadewa pergi berkelana mencari anak dan istri masing-masing, namun tidak pernah berhasil menemukan keberadaan mereka. Raden Nakula pun bertanya mengapa Batara Narada tidak dari dulu menceritakan bahwa anak-anak mereka berada di Desa Pandansurat? Batara Narada menjawab, memang sudah suratan takdir bahwa Bambang Pramusinta dan yang lain harus hidup mandiri di desa. Kelak jika sudah tiba waktunya, yaitu saat ini, Batara Narada pun turun  menjelaskan semuanya.

Karena tugasnya telah selesai, Batara Narada undur diri kembali ke kahyangan.

BAMBANG PRAMUSINTA MENYERANG PRABU TEGALELANA

Prabu Kresna lalu bertanya apa kesalahan Bambang Pramusinta sehingga dituduh durhaka oleh Prabu Tegalelana dan diusahakan kematiannya seperti ini. Bambang Pramusinta menjawab dirinya tidak pernah membantah raja. Selama bekerja, ia selalu taat pada aturan dan berusaha selalu menyenangkan hati Prabu Tegalelana.

Raden Sadewa yang cerdas segera mendapat firasat bahwa Prabu Tegalelana ingin Bambang Pramusinta mati adalah supaya Endang Rayungwulan menjadi janda. Bambang Pramusinta terkejut dan buru-buru ingin kembali ke Desa Pandansurat. Prabu Kresna segera mengajaknya naik Kereta Jaladara agar bisa lebih cepat. Raden Arjuna pun ikut serta.

Sesampainya di Desa Pandansurat, Bambang Pramusinta melihat Bambang Sabekti telah meninggal dunia dengan dikerumuni warga sekitar. Prabu Kresna segera mengeluarkan Kembang Wijayakusuma sambil membaca mantra. Seketika Bambang Sabekti pun hidup kembali, pertanda ajalnya memang bukan hari ini.

Bambang Sabekti lalu menceritakan apa yang telah terjadi, yaitu Prabu Tegalelana datang merayu Endang Rayungwulan agar mau menjadi istrinya. Bambang Sabekti berusaha mencegah, namun ia tewas dikeroyok Raden Tegamurti dan Patih Kuntalabahu. Kini, Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati pasti sudah dibawa ke istana Bulukatiga.

Bambang Pramusinta sangat marah. Ia pun bergegas menyerang Kerajaan Bulukatiga. Prabu Tegalelana terkejut melihat Bambang Pramusinta masih hidup. Melihat Raden Arjuna juga ada di situ, ia segera memohon perlindungan. Namun, Raden Arjuna menolak. Ia berkata bahwa Bambang Pramusinta adalah keponakannya sendiri, dan ia tidak sudi melindungi kelicikan Prabu Tegalelana.

Prabu Tegalelana merasa sudah terdesak. Ia pun maju menyerang Bambang Pramusinta sekuat tenaga. Namun, kesaktian Bambang Pramusinta jelas berada di atasnya. Maka, Prabu Tegalelana pun tewas di tangan pemuda itu. Melihat rajanya terbunuh, Patih Kuntalabahu maju menyerang. Namun, ia juga menemui ajal di tangan Bambang Pramusinta.

Sementara itu, Bambang Sabekti masuk ke dalam istana dan melihat Raden Tegamurti sedang merayu Endang Pramuwati. Namun, Endang Pramuwati selalu menolak dan mengancam akan bunuh diri jika terus dipaksa. Bambang Sabekti marah dan segera menyerang Raden Tegamurti. Keduanya lalu bertarung sengit. Raden Tegamurti akhirnya tewas pula di tangan lawannya itu.

Endang Pramuwati terharu bahagia melihat suaminya hidup kembali. Mereka lalu bergandengan tangan mencari Endang Rayungwulan berada.

BAMBANG PRAMUSINTA MENJADI RAJA BULUKATIGA

Bambang Pramusinta mencari keberadaan istrinya dan akhirnya ia melihat Endang Rayungwulan sedang bersama Dewi Tegawati. Endang Rayungwulan menangis bahagia melihat suaminya selamat dan mereka pun saling berpelukan.

Prabu Kresna dan Raden Arjuna datang menanyakan apa saja yang telah terjadi. Dewi Tegawati menangis memohon ampun atas kejahatan dua kakaknya. Sebagai sesama perempuan, ia tidak tega melihat nasib Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati. Maka, Dewi Tegawati pun berusaha melindungi mereka sekuat tenaga. Ia meminta kedua kakaknya bersabar jangan buru-buru menikahi Endang Rayungwulan dan Endang Pramuwati apabila belum ada kejelasan nasib Bambang Pramusinta.

Bambang Pramusinta berterima kasih atas kebaikan hati Dewi Tegawati yang telah melindungi istri dan adiknya. Ia lalu mohon pamit pulang ke Desa Pandansurat, namun Dewi Tegawati mencegahnya. Sekarang kedua kakaknya telah tewas, sehingga dirinya yang menjadi ahli waris Kerajaan Bulukatiga. Namun, ia merasa tidak sanggup memimpin negara, dan meminta Bambang Pramusinta saja yang mewakilinya sebagai raja. Bambang Pramusinta merasa keberatan, namun Dewi Tegawati terus memaksa, karena kasihan rakyat Bulukatiga apabila tidak ada yang memimpin.

Bambang Pramusinta akhirnya mengabulkan keinginan Dewi Tegawati. Ia menjawab bersedia menjadi raja wakil di Kerajaan Bulukatiga. Dewi Tegawati merasa lega dan ia pun menyatakan hendak hidup menyepi sebagai pendeta untuk menebus dosa kedua kakaknya. Prabu Kresna tersenyum dan menyindir Raden Arjuna yang gagal mendapat hadiah. Raden Arjuna tertunduk malu dan meminta agar masalah ini jangan pernah diungkit-ungkit lagi.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------

 


CATATAN : Kisah Bambang Pramusinta ini saya susun sebagai satu rangkaian dengan kisah Endang Sugatawati. Mengenai kisah Prabu Bomantara menyerang Kerajaan Awu-awulangit dan Selamirah, serta kebaikan Dewi Tegawati adalah tambahan dari saya.


Untuk kisah perkawinan Raden Nakula dengan Dewi Suyati serta Raden Sadewa dengan Dewi Rasawulan dapat dibaca di sini

Untuk kisah Prabu Tegalelana ditaklukkan Raden Arjuna dapat dibaca di sini

Untuk kisah Prabu Bomantara dikalahkan Raden Sitija dapat dibaca di sini









Tidak ada komentar:

Posting Komentar