Kisah ini menceritakan tentang munculnya dua orang laki-laki bernama
Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali yang mengacaukan ketentraman Kerajaan
Hastina.
Kisah ini saya olah dari sumber rekaman wayang orang Sekar Budaya
Nusantara, yang dipadukan dengan artikel pedhalangan di majalah Panjebar
Semangat, dengan perubahan seperlunya.
Kediri, 09 Februari 2019
Heri Purwanto
Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, silakan klik di sini
------------------------------
ooo ------------------------------
Bambang Talirasa dan Dewi Lesmanawati. |
PRABU DURYUDANA MENDAPAT LAPORAN TENTANG MALING MASUK ISTANA
Di Kerajaan Hastina, Prabu
Duryudana memimpin pertemuan dihadap Danghyang Druna dari Sokalima, Patih
Sangkuni dari Plasajenar, Adipati Karna dari Awangga, dan Raden Kartawarma dari
Tirtatinalang. Dalam pertemuan itu, Adipati Karna melaporkan tentang putranya,
yaitu Raden Warsakusuma yang pulang ke Kadipaten Awangga karena ada masalah
rumah tangga dengan Dewi Lesmanawati.
Beberapa waktu yang lalu Dewi
Lesmanawati telah dinikahi Raden Warsakusuma. Namun, karena sifatnya yang manja
dan tidak mau jauh dari orang tua, ia menolak tinggal di Kadipaten Awangga dan
memilih tetap berada di Kerajaan Hastina seperti sediakala. Raden Warsakusuma
pun mengikuti kehendak istri, turut serta tinggal di istana. Hingga akhirnya, kemarin
malam Raden Warsakusuma pulang ke Kadipaten Awangga karena kalah berkelahi
melawan kekasih baru Dewi Lesmanawati.
Adipati Karna pun datang ke
Kerajaan Hastina untuk memastikan hal itu. Menurut laporan putranya, kekasih
Dewi Lesmanawati seorang laki-laki yang memiliki kawan berwajah mirip pula. Mereka
berdua menyusup ke dalam puri tanpa ada penjaga yang mengetahui. Ketika
memergoki Dewi Lesmanawati sedang berkasih-kasihan dengan salah satu dari
laki-laki tersebut, Raden Warsakusuma marah dan menyerang mereka. Namun, Raden
Warsakusuma kalah sakti. Tubuhnya dilemparkan jauh sekali, hingga jatuh di
perbatasan Kadipaten Awangga.
Prabu Duryudana terkejut
mendengar laporan itu. Ia marah karena keamanan istana begitu kendor hingga
bisa dimasuki penyusup. Patih Sangkuni pun memerintahkan Raden Kartawarma untuk
memeriksa ke dalam puri. Raden Kartawarma segera berangkat. Tidak lama kemudian
ia kembali dan melaporkan bahwa memang benar di dalam puri kediaman Dewi
Lesmanawati ada dua laki-laki tampan. Raden Kartawarma berusaha menangkap
mereka, namun ternyata mereka sangat tangguh sehingga dirinya terdesak mundur.
Prabu Duryudana semakin marah
mendengarnya. Ia pun memerintahkan Patih Sangkuni bersama para Kurawa untuk
menangkap kedua maling tersebut, hidup atau mati. Adipati Karna ikut serta,
karena ini menyangkut rumah tangga putranya pula.
Setelah dirasa cukup, Prabu
Duryudana pun membubarkan pertemuan dan masuk ke dalam kedaton dengan
tergesa-gesa.
PARA KURAWA BEUSAHA MENANGKAP KEDUA PENYUSUP
Sementara itu, Dewi
Lesmanawati di dalam puri kediamannya sedang bercengkrama dengan kekasih
barunya, yang bernama Bambang Talirasa. Mereka saling berkasih-kasihan,
bercumbu rayu, tertawa bahagia tanpa beban. Tidak lama kemudian muncul kawan Bambang
Talirasa yang bernama Bambang Rasatali. Mereka berdua berwajah mirip tetapi
memiliki sifat yang berbeda. Bambang Rasatali sama sekali tidak tertarik
melihat kecantikan Dewi Lesmanawati. Ia justru mengingatkan Bambang Talirasa
agar berhenti menggoda Dewi Lesmanawati dan mengembalikan perempuan itu kepada
suaminya.
Bambang Talirasa menolak saran
Bambang Rasatali, karena ia sudah terlanjur jatuh cinta kepada Dewi
Lesmanawati. Bambang Rasatali pun mengingatkan bahwa hari ini mereka telah
dipergoki oleh Raden Kartawarma. Tidak lama lagi pasti para Kurawa yang lainnya
akan datang mengepung mereka berdua. Bambang Talirasa sama sekali tidak takut
pada Kurawa. Baginya, lebih baik mati daripada berpisah dengan Dewi
Lesmanawati.
Ucapan Bambang Rasatali
terbukti. Para Kurawa dipimpin Patih Sangkuni dan Adipati Karna telah datang
mengepung puri kediaman Dewi Lesmanawati dan memerintahkan Bambang Talirasa dan
Bambang Rasatali agar menyerahkan diri. Bambang Talirasa bertanya kepada Dewi
Lesmanawati apakah rela dirinya ditangkap para Kurawa. Dewi Lesmanawati
menangis dan memeluk kekasihnya itu erat-erat. Adipati Karna semakin geram
melihat ulah menantunya itu. Namun, ia tidak berani menghukum Dewi Lesmanawati
karena segan kepada Prabu Duryudana.
Patih Sangkuni merasa tidak
ada gunanya mengulur waktu. Ia pun memerintahkan para Kurawa untuk maju
menyerang Bambang Talirasa. Pertempuran terjadi. Seorang diri Bambang Talirasa
dikeroyok para Kurawa. Melihat itu, Bambang Rasatali tidak tega berdiam diri.
Ia pun maju membantu sahabatnya. Kali ini para Kurawa dapat dipukul mundur oleh
mereka berdua.
Adipati Karna marah melihat
kedua penyusup itu unggul. Ia pun membentangkan busur, bersiap melepaskan panah
pusaka Kuntadruwasa. Bambang Rasatali merasakan hawa dahsyat pada panah pusaka
tersebut. Ia pun mengajak Bambang Talirasa untuk segera pergi. Bambang Talirasa
tidak mau pergi tanpa kekasihnya. Ia lantas menggendong tubuh Dewi Lesmanawati
dan bergerak secepat kilat meninggalkan Kerajaan Hastina bersama Bambang
Rasatali.
Adipati Karna heran melihat kedua
musuhnya melarikan diri secepat kilat. Prabu Duryudana datang memeriksa
keadaan. Patih Sangkuni malu mengakui kegagalannya menangkap penyusup. Ia pun
berkata bahwa dahulu kala, Bambang Irawan dan Raden Antareja pernah menyusup ke
dalam istana Kerajaan Hastina untuk menggoda Dewi Lesmanawati. Kini muncul lagi
dua orang pria berwajah tampan. Patih Sangkuni yakin mereka juga anak-anak para
Pandawa seperti peristiwa dulu.
Prabu Duryudana menyetujui
laporan Patih Sangkuni. Ia pun memerintahkan agar Patih Sangkuni pergi ke
Kerajaan Amarta untuk melaporkan hal ini kepada Prabu Puntadewa. Patih Sangkuni
mematuhi dengan senang hati. Ia pun mohon pamit melaksanakan tugas dengan
ditemani Arya Dursasana.
PATIH SANGKUNI MELEMPARKAN TUDUHAN KEPADA RADEN ARJUNA
Patih Sangkuni dan Arya
Dursasana dalam perjalanan menuju Kerajaan Amarta bertemu Raden Arjuna dan para
panakawan di dekat hutan. Setelah saling memberi salam, Patih Sangkuni
menceritakan tentang adanya dua penyusup yang mengacau istana Kerajaan Hastina.
Kedua penyusup itu berwajah tampan, berani memasuki puri kediaman Dewi
Lesmanawati. Para Kurawa dan Adipati Karna telah mengepung kedua penyusup itu,
namun mereka berhasil meloloskan diri dengan membawa serta Dewi Lesmanawati.
Patih Sangkuni mengingatkan
bahwa dahulu pernah putra Raden Arjuna yang bernama Bambang Irawan menyusup ke
dalam istana Kerajaan Hastina bersama Raden Antareja putra Arya Wrekodara.
Berdasar miripnya kejadian, dan juga melihat paras kedua penyusup itu sangat
tampan, maka Patih Sangkuni berani menduga bahwa mereka berdua adalah putra
Raden Arjuna pula.
Raden Arjuna marah dituduh
demikian. Ia pun berangkat mencari kedua penyusup tersebut untuk memberi mereka
hukuman, karena telah membuat nama baiknya tercemar.
RADEN ARJUNA BERTARUNG MELAWAN BAMBANG TALIRASA
Sungguh kebetulan Raden Arjuna
berhasil menemukan Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali di tengah jalan. Ia
pun meminta kedua orang itu agar membebaskan Dewi Lesmanawati yang berdiri di
belakang mereka. Bambang Talirasa berkata dirinya akan melepaskan Dewi
Lesmanawati apabila Raden Arjuna bisa melangkahi mayatnya terlebih dulu.
Raden Arjuna marah dan
menyerang Bambang Talirasa. Keduanya pun bertarung sengit. Bambang Talirasa
bertarung dengan santai sambil mulutnya mengejek Raden Arjuna. Hal ini membuat
Raden Arjuna semakin marah dan menyerang Bambang Talirasa dengan gencar.
Bambang Talirasa terdesak dan ia pun mengerahkan Aji Gelap Ngampar. Tubuh Raden
Arjuna pun terlempar jauh ke arah timur akibat ajian tersebut.
Bambang Talirasa tidak
berhenti sampai di sini. Ia mendatangi keempat panakawan dan menyerang mereka
dengan Aji Gelap Ngampar pula. Kyai Semar dan Bagong terlempar ke arah utara,
sedangkan Nala Gareng dan Petruk terlempar ke arah selatan.
NALA GARENG DAN PETRUK MENEMUKAN PAKAIAN DEWA
Nala Gareng dan Petruk yang
terlempar ke arah selatan jatuh di depan sebuah gua. Karena takut dikejar
Bambang Talirasa, mereka pun masuk dan bersembunyi ke dalam gua tersebut. Tak
disangka di dalam gua itu mereka menemukan sebuah kotak yang setelah dibuka
ternyata isinya berupa jubah dan pakaian gemerlapan, lengkap dengan mahkota.
Nala Gareng mengambil pakaian
jubah, sedangkan Petruk mengambil mahkota dan pakaian yang gemerlapan. Dengan
menyamar seperti ini, mereka yakin tidak akan dikenali lagi oleh Bambang
Talirasa. Maka, mereka pun berani keluar gua. Begitu sampai di luar, tiba-tiba
dari angkasa meluncur turun Batara Brahma yang langsung menyembah hormat kepada
mereka. Nala Gareng dan Petruk baru sadar, bahwa gara-gara mengenakan pakaian
itu, wujud mereka kini berubah menjadi mirip Batara Narada dan Batara Guru,
sampai-sampai Batara Brahma tidak dapat mengenali.
Batara Brahma mengatakan bahwa
sudah beberapa waktu ini Kahyangan Jonggringsalaka kosong karena Batara Guru
dan Batara Narada menghilang tanpa pamit. Sungguh beruntung Batara Brahma
berhasil menemukan mereka dan keduanya pun dimohon untuk segera kembali ke
kahyangan. Petruk dan Nala Gareng berusaha meniru kebiasaan Batara Guru dan
Batara Narada. Mereka berlagak mengabulkan permohonan Batara Brahma, lalu
bersama-sama kembali ke Kahyangan Jonggringsalaka.
RADEN ARJUNA DIAJAK PRABU KRESNA MENCARI JAGO
Sementara itu, Raden Arjuna yang
terlempar ke arah timur jatuh di hadapan Prabu Kresna yang sedang dalam
perjalanan hendak mengunjungi para Pandawa. Raden Arjuna menceritakan
pengalamannya dikalahkan oleh seseorang bernama Bambang Talirasa yang memiliki
kawan bernama Bambang Rasatali, dan mereka berdua telah menculik Dewi
Lesmanawati pula. Raden Arjuna tidak terima atas kekalahannya ini, dan ia
memohon bantuan kepada Prabu Kresna untuk melawan mereka.
Prabu Kresna menjawab, dirinya
tidak ditakdirkan untuk mengalahkan Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali, maka
tiada gunanya melawan mereka. Jika ingin mengalahkan kedua orang itu, maka
harus mencari jago yang sepadan dengan mereka. Raden Arjuna tidak berani
membantah karena yakin Prabu Kresna pasti memiliki rencana seperti biasanya.
Maka, berangkatlah Prabu
Kresna dan Raden Arjuna mencari jago untuk menghadapi Bambang Talirasa dan
Bambang Rasatali. Di tengah jalan mereka bertemu dua orang laki-laki yang
mengaku bernama Bambang Amongrasa dan Bambang Rasaamong. Prabu Kresna mendapat
firasat bahwa kedua orang inilah yang mampu menjadi jago. Ia pun meminta
bantuan mereka untuk menghadapi musuh bernama Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali.
Bambang Amograsa dan Bambang
Rasaamong memang sedang menjalani tapa ngrame, dan mereka pun dengan senang
hati mengabulkan permintaan Prabu Kresna. Maka, berangkatlah mereka
bersama-sama mencari kedua musuh tersebut.
MEMBURU BAMBANG TALIRASA DAN BAMBANG RASATALI
Prabu Kresna, Raden Arjuna,
dan kedua jago mereka akhirnya bertamu Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali.
Bambang Amongrasa meminta kedua orang itu untuk membebaskan Dewi Lesmanawati.
Bambang Talirasa menantang Bambang Amongrasa agar melangkahi mayatnya terlebih
dulu. Kedua orang itu lalu berdebat mengenai arti nama mereka. Talirasa artinya
“mengikat nafsu”, sedangkan Amongrasa artinya “mengasuh nafsu”. Bambang
Talirasa mengejek, mana ada nafsu yang diasuh? Kalau nafsu diasuh jadinya malah
manja dan berkobar-kobar. Bambang Amongrasa menyebut Bambang Talirasa salah
paham. Yang namanya “mengasuh nafsu” bukan memanjakan, tetapi membimbingnya
agar bisa dimanfaatkan menjadi semangat hidup. Nafsu itu bekal dari Yang
Mahakuasa, hendaknya dijadikan semangat untuk berbuat kebaikan, bukannya
dipadamkan. Justru yang kurang baik adalah “mengikat nafsu”. Karena yang
namanya nafsu apabila makin diikat dan makin ditekan, justru kelak akan meledak-ledak.
Bambang Talirasa dan Bambang
Amongrasa saling berdebat hingga akhirnya mereka terlibat baku hantam. Melihat
itu, Bambang Rasatali ikut bertarung pula melawan Bambang Rasaamong. Setelah
bertarung cukup lama, Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali merasa terdesak
oleh kesaktian pihak lawan. Mereka pun kabur melarikan diri. Bambang Talirasa
berkata bahwa sudah saatnya mereka kembali ke kahyangan. Ia dan Bambang
Rasatali lalu memasuki sebuah gua, di mana mereka menyembunyikan sebuah peti di
dalam sana. Namun, sungguh mengejutkan ternyata peti tersebut telah kosong tiada
berisi lagi.
Bambang Talirasa dan Bambang
Rasatali merasa heran. Melihat Bambang Amongrasa dan Bambang Rasaamong sudah semakin
dekat, mereka pun tidak mau membuang-buang waktu. Keduanya lalu melesat terbang
menuju ke Kahyangang Jonggringsalaka.
MEMBONGKAR JATI DIRI BAMBANG TALIRASA DAN BAMBANG RASATALI
Bambang Talirasa dan Bambang
Rasatali telah sampai di Kahyangan Jonggringsalaka. Mereka heran melihat ada
pesta meriah, di mana Batara Guru duduk bersantai di atas Balai Marcukunda
sambil makan-minum sesuka hati, sedangkan Batara Narada tampak asyik menari
bersama para bidadari. Adapun para dewa lainnya, seperti Batara Brahma, Batara
Indra, Batara Bayu, Batara Yamadipati, sibuk menabuh gamelan. Bambang Talirasa
marah-marah menyebut mereka sudah ditipu Batara Guru dan Batara Narada palsu.
Batara Guru dan Batara Narada
segera memerintahkan para dewa untuk menangkap Bambang Talirasa dan Bambang
Rasatali karena sudah berani mengacau pesta. Para dewa pun bangkit dan
mengepung mereka. Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali mengerahkan Aji Kemayan,
membuat para dewa itu lemas kehilangan daya. Melihat itu, Batara Guru dan
Batara Narada ketakutan dan berniat melarikan diri.
Pada saat itulah Bambang
Amongrasa dan Bambang Rasaamong datang bersama Prabu Kresna dan Raden Arjuna.
Bambang Amongrasa berkata bahwa permainan ini tidak perlu dilanjutkan lagi.
Sebaiknya, semuanya kembali ke wujud asli. Usai berkata demikian, ia pun
membuka samaran. Ternyata Bambang Amongrasa adalah penjelmaan Kyai Semar,
sedangkan Bambang Rasaamong adalah penjelmaan Bagong.
Kyai Semar lalu menyuruh
Batara Guru dan Batara Narada membuka penyamaran. Kedua dewa itu pura-pura
tidak paham apa maksud perkataan Kyai Semar. Kyai Semar pun mengancam akan
meludahi mereka jika tidak menurut. Batara Guru ketakutan dan segera melepaskan
pakaiannya, kembali berwujud Petruk, sedangkan Batara Narada kembali berwujud
Nala Gareng. Kyai Semar memarahi mereka karena lancang mencuri pakaian raja
dewa dan menduduki kahyangan. Akhirnya, kahyangan menjadi kacau balau karena
dipimpin oleh orang yang tidak tepat.
Petruk dan Nala Gareng memohon
ampun atas perbuatan mereka. Tadinya mereka hanya ingin tahu bagaimana rasanya
duduk di Balai Marcukunda, memimpin Kahyangan Jonggringsalaka. Ternyata menjadi
pemimpin tidak semudah yang mereka kira. Salah mengambil keputusan justru
menyebabkan kekacauan. Mereka kini telah sadar dan mengembalikan pakaian beserta
mahkota kepada pemilik yang sebenarnya.
Bambang Talirasa dan Bambang
Rasatali menerima pakaian yang diserahkan Nala Gareng dan Petruk. Bambang
Talirasa ternyata adalah penjelmaan Batara Guru yang asli, sedangkan Bambang
Rasatali adalah penjelmaan Batara Narada.
MENGEMBALIKAN DEWI LESMANAWATI KE HASTINA
Kyai Semar bertanya apa yang
menjadi alasan Batara Guru mengacau Kerajaan Hastina dan menculik Dewi
Lesmanawati. Batara Guru berkata bahwa ia prihatin melihat para Kurawa hanya sibuk
mengumbar hawa nafsu dan angkara murka, sehingga ia berniat memberi mereka
cobaan agar sadar dan memperbaiki diri. Namun, ternyata semua sia-sia belaka. Para
Kurawa adalah keturunan Padepokan Saptaarga yang hanya bisa mencemarkan nama
baik leluhur mereka.
Kyai Semar kembali bertanya,
bukankah Batara Guru sendiri dalam wujud Bambang Talirasa juga mengumbar hawa
nafsu? Batara Guru memakai nama samaran “talirasa”, tetapi ternyata tidak mampu
mengikat rasa cintanya, hingga merusak rumah tangga Dewi Lesmanawati dan Raden
Warsakusuma.
Batara Guru menjawab, itu
tidak seperti yang tampak oleh mata. Dewi Lesmanawati yang ia culik hanyalah
palsu belaka, yang tercipta dari sekuntum bunga cempaka. Adapun Dewi
Lesmanawati yang asli masih berada di Kerajaan Hastina, disembunyikannya dari
pandangan orang lain. Bahkan, Batara Narada pun tidak mengetahui tentang siasat
ini. Batara Narada membenarkan hal itu. Ia mengira Batara Guru dalam wujud
Bambang Talirasa benar-benar lupa diri dan tega merusak kehormatan Dewi
Lesmanawati.
Batara Guru lalu membisikkan sebuah
mantra kepada Prabu Kresna untuk memunculkan kembali Dewi Lesmanawati yang asli.
Prabu Kresna berterima kasih. Setelah dirasa cukup, ia pun mohon pamit kembali
ke dunia bersama Raden Arjuna dan para panakawan.
PRABU KRESNA MENGEMBALIKAN DEWI LESMANAWATI KE KERAJAAN HASTINA
Rombongan Prabu Kresna telah
tiba di Kerajaan Hastina dan mereka pun disambut Prabu Duryudana, Danghyang
Druna, Patih Sangkuni, dan Adipati Karna. Prabu Kresna datang untuk menyerahkan
Dewi Lesmanawati yang diculik Bambang Talirasa dan Bambang Rasatali. Ketika
Prabu Duryudana meraih tangan putrinya itu, tiba-tiba wujud Dewi Lesmanawati
musnah dan berubah menjadi sekuntum bunga cempaka.
Prabu Duryudana terkejut
bercampur heran dan menuduh Prabu Kresna bermain sihir. Prabu Kresna
menjelaskan bahwa Dewi Lesmanawati tidak pernah hilang diculik, tetapi masih
disembunyikan Bambang Talirasa di dalam istana Kerajaan Hastina. Adapun yang
diculik dan dibawa kabur adalah Dewi Lesmanawati palsu yang tercipta dari bunga
cempaka. Prabu Kresna lalu membaca mantra yang diajarkan Batara Guru. Tiba-tiba
dari dalam tanah menyembul keluar Dewi Lesmanawati dalam keadaan bingung.
Prabu Duryudana lalu bertanya
kepada Dewi Lesmanawati apa yang telah terjadi. Dewi Lesmanawati bercerita
bahwa dirinya tiba-tiba didatangi seorang laki-laki tampan yang langsung
memasukkannya ke dalam tanah. Meskipun sendiri di dalam tanah, anehnya Dewi
Lesmanawati tidak merasa haus dan lapar, hingga akhirnya Prabu Kresna
mengembalikan dirinya ke permukaan.
Prabu Duryudana bertanya
apakah Dewi Lesmanawati pernah berkasih-kasihan dengan Bambang Talirasa serta
diculik dan dibawa kabur? Dewi Lesmanawati balik bertanya, Bambang Talirasa itu
siapa? Ia mengaku baru kali ini mendengar namanya. Danghyang Druna melihat Dewi
Lesmanawati tampak jujur, dan ia pun memintakan pengampunan kepada Prabu
Duryudana agar tidak menghukum putrinya tersebut.
Prabu Duryudana pada dasarnya tidak
pernah tega menghukum anggota keluarga sendiri. Ia lalu bertanya kepada Adipati
Karna apakah masih bersedia menerima Dewi Lesmanawati sebagai menantu. Prabu
Kresna ikut menegaskan bahwa kehormatan Dewi Lesmanawati yang asli tetap
terjaga dan tidak pernah dirusak oleh Bambang Talirasa. Adipati Karna yang
sejak dulu segan kepada Prabu Kresna, tidak berani membantah. Karena Prabu
Kresna sudah menjamin demikian, maka ia pun merasa yakin dan menyatakan
bersedia menerima kembali Dewi Lesmanawati sebagai menantu.
Demikianlah, Prabu Duryudana
pun mengadakan pesta syukuran atas terselesaikannya masalah Bambang Talirasa
dan Bambang Rasatali yang telah mengacaukan ketentraman Kerajaan Hastina.
------------------------------
TANCEB KAYON
------------------------------
Catatan : Dalam artikel majalah Panjebar Semangat, nama samaran Kyai
Semar dan Bagong adalah Salahrasa dan Rasasalah. Dalam cerita di atas, nama
mereka saya ganti menjadi Amongrasa dan Rasaamong.
Untuk kisah Bambang Irawan menggoda Dewi Lesmanawati bisa dibaca di sini.
Untuk kisah perkawinan Dewi Lesmanawati dan Raden Warsakusuma bisa
dibaca di sini.
Pengen tau tentang cerita wayang versi indonesianya ..
BalasHapusAkhirnya saya baca dari awal sampe akhirrr ..
Berkesan sekali ..
Terimakasih
Mohon dilanjut kembali ceritanya
Akhirnya edidi baru terbit jga,,mksih ki dalang
BalasHapusUntuk mempermudah kamu bermain guys www.fanspoker.com menghadirkan 6 permainan hanya dalam 1 ID 1 APLIKASI guys,,,
BalasHapusdimana lagi kalau bukan di www.fanspoker.com
WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||