Kisah ini menceritakan peperangan antara Prabu Maheswara raja Medang Kamulan melawan Prabu Brahmanapati raja Gilingwesi. Dalam pertempuran itu Prabu Brahmanapati tewas melawan dua punggawa Wirata, yaitu Arya Danadewa dan Arya Kintaka. Arya Danadewa lalu menjadi raja Gilingwesi, sedangkan Arya Kintaka menjadi menantu Prabu Maheswara, yaitu menikah dengan Dewi Danarti.
Kisah ini disusun berdasarkan Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan sedikit pengembangan.
PUTRI PRABU MAHESWARA DILAMAR RAJA RAKSASA
Prabu Maheswara di Kerajaan Medang Kamulan dihadap Patih Nindyabawa beserta para punggawa. Mereka sedang membicarakan putri bungsu Sang Prabu, yaitu Dewi Danarti yang kini telah dewasa dan belum menikah. Prabu Maheswara meminta pendapat kepada Patih Nindyabawa sebaiknya putri bungsunya itu dinikahkan dengan siapa. Patih Nindyabawa mengusulkan sebaiknya Dewi Danarti dinikahkan dengan sepupunya saja, apakah itu putra Resi Etudarma, Resi Darmahanara, ataupun Resi Sakra. Dengan demikian tentunya akan semakin mempererat hubungan sesama keturunan Batara Wisnu.
Belum sempat Prabu Maheswara memutuskan, tiba-tiba datang seorang raksasa bernama Patih Antasura. Ia mengaku diutus rajanya yang bernama Prabu Brahmanapati dari Kerajaan Gilingwesi untuk meminang Dewi Danarti. Prabu Maheswara heran mengapa Kerajaan Gilingwesi kini ada kembali. Yang ia tahu, raja terakhir Gilingwesi adalah Prabu Parikenan yang gugur melawan Prabu Srikala raja Purwacarita. Kerajaan Gilingwesi kemudian berubah menjadi padepokan yang dijaga oleh Resi Brahmastungkara, putra Patih Brahmasadana. Setelah Resi Brahmastungkara meninggal, Padepokan Gilingwesi kemudian dijaga menantunya, yaitu Resi Darmaruci, yang juga keponakan Prabu Parikenan.
Patih Antasura pun menjawab bahwa rajanya yang bernama Prabu Brahmanapati adalah raksasa dari tanah seberang yang berguru kepada Resi Darmaruci. Setelah Resi Darmaruci meninggal, Prabu Brahmanapati pun membangun kembali Padepokan Gilingwesi menjadi kerajaan, di mana ia menjadi raja yang bertakhta di sana.
Prabu Maheswara kecewa mendengar penuturan Patih Antasura bahwa Prabu Brahmanapati ternyata juga berwujud raksasa. Dengan tegas ia pun menolak lamaran tersebut karena tidak ingin memiliki menantu seorang raksasa. Patih Antasura tersinggung atas penolakan tersebut. Ia menyebut Prabu Maheswara sebagai raja yang sombong karena terlalu membeda-bedakan mana manusia, mana raksasa. Ia sendiri telah diberi wewenang oleh Prabu Brahmanapati, yaitu jika lamaran ini ditolak, maka dirinya harus merebut Dewi Danarti secara paksa.
Prabu Maheswara marah dan mempersilakan Patih Antasura menunggu di luar jika ingin merebut putrinya melalui peperangan. Setelah bicara demikian, ia lantas membubarkan pertemuan dan memerintahkan Patih Nindyabawa untuk menyiapkan pasukan.
PRABU MAHESWARA MENEWASKAN PATIH ANTASURA
Patih Antasura telah kembali ke induk pasukannya dan bersiap menggempur istana Medang Kamulan. Sebaliknya, Patih Nindyabawa juga sudah mempersiapkan pasukan Medang Kamulan untuk menghadapi serangan dari Gilingwesi tersebut.
Maka, terjadilah pertempuran antara kedua pihak. Selama beberapa jam pertempuran itu berlangsung sengit. Patih Nindyabawa bertarung melawan Patih Antasura dan ia merasa kewalahan menghadapi kesaktian raksasa tersebut.
Melihat patihnya terdesak, Prabu Maheswara segera turun tangan membantu. Ia melepaskan panah yang menembus dada Patih Antasura. Para prajurit raksasa pun berhamburan melihat pemimpin mereka tewas. Mereka yang masih hidup segera mundur meninggalkan Kerajaan Medang Kamulan untuk kembali ke Kerajaan Gilingwesi.
PRABU BRAHMANAPATI MENYERANG MEDANG KAMULAN
Prabu Brahmanapati di Kerajaan Gilingwesi sangat marah begitu mendengar laporan bahwa pinangannya terhadap Dewi Danarti telah ditolak oleh Prabu Maheswara, bahkan Patih Antasura juga gugur dalam pertempuran. Tanpa membuang waktu, ia pun menghimpun kembali pasukan Gilingwesi dan berangkat menyerang Medang Kamulan.
Prabu Maheswara dan Patih Nindyabawa menyambut serangan tersebut dengan pasukan lengkap. Pertempuran kembali meletus. Kali ini ganti pihak Medang Kamulan yang terdesak oleh kekuatan Prabu Brahmanapati. Hingga akhirnya, Prabu Maheswara merasa tidak mampu lagi mempertahankan negerinya. Ia pun memutuskan untuk mengungsi bersama seluruh keluarga dan sisa-sisa pasukan Medang Kamulan yang masih hidup menuju Kerajaan Wirata.
PRABU MAHESWARA MEMINTA BANTUAN KE WIRATA
Dalam perjalanan mengungsi itu, Prabu Maheswara memerintahkan Patih Nindyabawa pergi lebih dulu ke Kerajaan Wirata untuk meminta bantuan kepada Prabu Basukiswara dalam menghadapi Prabu Brahmanapati. Patih Nindyabawa mematuhi dan segera bergegas mendahului rombongan untuk melaksanakan perintah tersebut.
Sesampainya di istana Wirata, Patih Nindyabawa segera melapor kepada Prabu Basukiswara tentang kekalahan rajanya dan kini Kerajaan Medang Kamulan telah diduduki musuh bernama Prabu Brahmanapati dari Kerajaan Gilingwesi. Prabu Basukiswara terkejut mendengar peristiwa buruk yang menimpa mertuanya. Ia segera memerintahkan kedua punggawa, yaitu Arya Danadewa dan Arya Kintaka untuk memimpin pasukan Wirata membantu kesulitan Prabu Maheswara. Adapun Arya Danadewa adalah putra nomor dua Prabu Maheswara, sedangkan Arya Kintaka adalah putra bungsu Resi Sakra (sepupu Prabu Maheswara).
PRABU BRAHMANAPATI BERHASIL DIKALAHKAN
Arya Danadewa dan Arya Kintaka beserta pasukan Wirata telah bertemu rombongan Prabu Maheswara di jalan. Mereka sangat terharu melihat keadaan Prabu Maheswara yang memprihatinkan itu. Arya Danadewa dan Arya Kintaka lalu menyusun siasat. Mereka membagi kekuatan menjadi dua. Pasukan Wirata menyerang dari kiri, sedangkan pasukan Medang Kamulan bergerak menyerang dari kanan.
Prabu Brahmanapati yang masih menduduki Kerajaan Medang Kamulan tidak menduga akan diserang dari dua arah. Pertempuran sengit kembali terjadi. Arya Kintaka mengheningkan cipta sebagaimana yang pernah diajarkan oleh ayahnya (Resi Sakra). Seketika dari tubuhnya muncul angin topan melanda pasukan Gilingwesi hingga berhamburan porak poranda.
Prabu Brahmanapati marah menyaksikan para prajuritnya tercerai berai. Ia mengamuk dan dihadapi Arya Danadewa. Arya Kintaka ikut maju menghadapi raja raksasa tersebut. Dengan cekatan kedua punggawa Wirata itu akhirnya berhasil menewaskan Prabu Brahmanapati.
PRABU BASUKISWARA MEMBERIKAN ANUGERAH UNTUK KEDUA PUNGGAWA
Keadaan kini telah aman kembali. Prabu Basukiswara didampingi Patih Wasita, Arya Sriati, dan Arya Manungkara datang mengunjungi Prabu Maheswara di Medang Kamulan. Raja Wirata itu sangat senang melihat hasil kerja Arya Danadewa dan Arya Kintaka. Ia pun berniat memberikan anugerah kepada mereka berdua.
Prabu Basukiswara lalu menetapkan Arya Danadewa yang merupakan putra kedua Prabu Maheswara sebagai raja di Gilingwesi, menggantikan Prabu Brahmanapati yang telah tewas. Sementara itu, Arya Kintaka hendaknya mendapatkan anugerah berupa istri, yaitu menikah dengan Dewi Danarti, putri Prabu Maheswara yang diinginkan Prabu Brahmanapati tersebut. Prabu Maheswara menyetujui apa yang disarankan menantunya itu.
Maka, pada hari yang ditentukan, Arya Danadewa pun dilantik menjadi raja Gilingwesi sebagai bawahan Kerajaan Wirata, bergelar Prabu Danadewa. Sementara itu, Arya Kintaka dinikahkan pula dengan Dewi Danarti.
Kisah ini disusun berdasarkan Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita yang dipadukan dengan Serat Pustakaraja Purwa (Ngasinan) karya Ki Tristuti Suryasaputra, dengan sedikit pengembangan.
Kediri, 28 Januari 2016
Heri Purwanto
------------------------------ ooo ------------------------------
PUTRI PRABU MAHESWARA DILAMAR RAJA RAKSASA
Prabu Maheswara di Kerajaan Medang Kamulan dihadap Patih Nindyabawa beserta para punggawa. Mereka sedang membicarakan putri bungsu Sang Prabu, yaitu Dewi Danarti yang kini telah dewasa dan belum menikah. Prabu Maheswara meminta pendapat kepada Patih Nindyabawa sebaiknya putri bungsunya itu dinikahkan dengan siapa. Patih Nindyabawa mengusulkan sebaiknya Dewi Danarti dinikahkan dengan sepupunya saja, apakah itu putra Resi Etudarma, Resi Darmahanara, ataupun Resi Sakra. Dengan demikian tentunya akan semakin mempererat hubungan sesama keturunan Batara Wisnu.
Belum sempat Prabu Maheswara memutuskan, tiba-tiba datang seorang raksasa bernama Patih Antasura. Ia mengaku diutus rajanya yang bernama Prabu Brahmanapati dari Kerajaan Gilingwesi untuk meminang Dewi Danarti. Prabu Maheswara heran mengapa Kerajaan Gilingwesi kini ada kembali. Yang ia tahu, raja terakhir Gilingwesi adalah Prabu Parikenan yang gugur melawan Prabu Srikala raja Purwacarita. Kerajaan Gilingwesi kemudian berubah menjadi padepokan yang dijaga oleh Resi Brahmastungkara, putra Patih Brahmasadana. Setelah Resi Brahmastungkara meninggal, Padepokan Gilingwesi kemudian dijaga menantunya, yaitu Resi Darmaruci, yang juga keponakan Prabu Parikenan.
Patih Antasura pun menjawab bahwa rajanya yang bernama Prabu Brahmanapati adalah raksasa dari tanah seberang yang berguru kepada Resi Darmaruci. Setelah Resi Darmaruci meninggal, Prabu Brahmanapati pun membangun kembali Padepokan Gilingwesi menjadi kerajaan, di mana ia menjadi raja yang bertakhta di sana.
Prabu Maheswara kecewa mendengar penuturan Patih Antasura bahwa Prabu Brahmanapati ternyata juga berwujud raksasa. Dengan tegas ia pun menolak lamaran tersebut karena tidak ingin memiliki menantu seorang raksasa. Patih Antasura tersinggung atas penolakan tersebut. Ia menyebut Prabu Maheswara sebagai raja yang sombong karena terlalu membeda-bedakan mana manusia, mana raksasa. Ia sendiri telah diberi wewenang oleh Prabu Brahmanapati, yaitu jika lamaran ini ditolak, maka dirinya harus merebut Dewi Danarti secara paksa.
Prabu Maheswara marah dan mempersilakan Patih Antasura menunggu di luar jika ingin merebut putrinya melalui peperangan. Setelah bicara demikian, ia lantas membubarkan pertemuan dan memerintahkan Patih Nindyabawa untuk menyiapkan pasukan.
PRABU MAHESWARA MENEWASKAN PATIH ANTASURA
Patih Antasura telah kembali ke induk pasukannya dan bersiap menggempur istana Medang Kamulan. Sebaliknya, Patih Nindyabawa juga sudah mempersiapkan pasukan Medang Kamulan untuk menghadapi serangan dari Gilingwesi tersebut.
Maka, terjadilah pertempuran antara kedua pihak. Selama beberapa jam pertempuran itu berlangsung sengit. Patih Nindyabawa bertarung melawan Patih Antasura dan ia merasa kewalahan menghadapi kesaktian raksasa tersebut.
Melihat patihnya terdesak, Prabu Maheswara segera turun tangan membantu. Ia melepaskan panah yang menembus dada Patih Antasura. Para prajurit raksasa pun berhamburan melihat pemimpin mereka tewas. Mereka yang masih hidup segera mundur meninggalkan Kerajaan Medang Kamulan untuk kembali ke Kerajaan Gilingwesi.
PRABU BRAHMANAPATI MENYERANG MEDANG KAMULAN
Prabu Brahmanapati di Kerajaan Gilingwesi sangat marah begitu mendengar laporan bahwa pinangannya terhadap Dewi Danarti telah ditolak oleh Prabu Maheswara, bahkan Patih Antasura juga gugur dalam pertempuran. Tanpa membuang waktu, ia pun menghimpun kembali pasukan Gilingwesi dan berangkat menyerang Medang Kamulan.
Prabu Maheswara dan Patih Nindyabawa menyambut serangan tersebut dengan pasukan lengkap. Pertempuran kembali meletus. Kali ini ganti pihak Medang Kamulan yang terdesak oleh kekuatan Prabu Brahmanapati. Hingga akhirnya, Prabu Maheswara merasa tidak mampu lagi mempertahankan negerinya. Ia pun memutuskan untuk mengungsi bersama seluruh keluarga dan sisa-sisa pasukan Medang Kamulan yang masih hidup menuju Kerajaan Wirata.
PRABU MAHESWARA MEMINTA BANTUAN KE WIRATA
Dalam perjalanan mengungsi itu, Prabu Maheswara memerintahkan Patih Nindyabawa pergi lebih dulu ke Kerajaan Wirata untuk meminta bantuan kepada Prabu Basukiswara dalam menghadapi Prabu Brahmanapati. Patih Nindyabawa mematuhi dan segera bergegas mendahului rombongan untuk melaksanakan perintah tersebut.
Sesampainya di istana Wirata, Patih Nindyabawa segera melapor kepada Prabu Basukiswara tentang kekalahan rajanya dan kini Kerajaan Medang Kamulan telah diduduki musuh bernama Prabu Brahmanapati dari Kerajaan Gilingwesi. Prabu Basukiswara terkejut mendengar peristiwa buruk yang menimpa mertuanya. Ia segera memerintahkan kedua punggawa, yaitu Arya Danadewa dan Arya Kintaka untuk memimpin pasukan Wirata membantu kesulitan Prabu Maheswara. Adapun Arya Danadewa adalah putra nomor dua Prabu Maheswara, sedangkan Arya Kintaka adalah putra bungsu Resi Sakra (sepupu Prabu Maheswara).
PRABU BRAHMANAPATI BERHASIL DIKALAHKAN
Arya Danadewa dan Arya Kintaka beserta pasukan Wirata telah bertemu rombongan Prabu Maheswara di jalan. Mereka sangat terharu melihat keadaan Prabu Maheswara yang memprihatinkan itu. Arya Danadewa dan Arya Kintaka lalu menyusun siasat. Mereka membagi kekuatan menjadi dua. Pasukan Wirata menyerang dari kiri, sedangkan pasukan Medang Kamulan bergerak menyerang dari kanan.
Prabu Brahmanapati yang masih menduduki Kerajaan Medang Kamulan tidak menduga akan diserang dari dua arah. Pertempuran sengit kembali terjadi. Arya Kintaka mengheningkan cipta sebagaimana yang pernah diajarkan oleh ayahnya (Resi Sakra). Seketika dari tubuhnya muncul angin topan melanda pasukan Gilingwesi hingga berhamburan porak poranda.
Prabu Brahmanapati marah menyaksikan para prajuritnya tercerai berai. Ia mengamuk dan dihadapi Arya Danadewa. Arya Kintaka ikut maju menghadapi raja raksasa tersebut. Dengan cekatan kedua punggawa Wirata itu akhirnya berhasil menewaskan Prabu Brahmanapati.
PRABU BASUKISWARA MEMBERIKAN ANUGERAH UNTUK KEDUA PUNGGAWA
Keadaan kini telah aman kembali. Prabu Basukiswara didampingi Patih Wasita, Arya Sriati, dan Arya Manungkara datang mengunjungi Prabu Maheswara di Medang Kamulan. Raja Wirata itu sangat senang melihat hasil kerja Arya Danadewa dan Arya Kintaka. Ia pun berniat memberikan anugerah kepada mereka berdua.
Prabu Basukiswara lalu menetapkan Arya Danadewa yang merupakan putra kedua Prabu Maheswara sebagai raja di Gilingwesi, menggantikan Prabu Brahmanapati yang telah tewas. Sementara itu, Arya Kintaka hendaknya mendapatkan anugerah berupa istri, yaitu menikah dengan Dewi Danarti, putri Prabu Maheswara yang diinginkan Prabu Brahmanapati tersebut. Prabu Maheswara menyetujui apa yang disarankan menantunya itu.
Maka, pada hari yang ditentukan, Arya Danadewa pun dilantik menjadi raja Gilingwesi sebagai bawahan Kerajaan Wirata, bergelar Prabu Danadewa. Sementara itu, Arya Kintaka dinikahkan pula dengan Dewi Danarti.
------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar