Minggu, 20 Maret 2016

Babad Negara Mandura


Kisah ini menceritakan Bagawan Santanu memungut bayi perempuan dan laki-laki yang diberi nama Dewi Krepi dan Raden Krepa yang kemudian diasuh di Kerajaan Hastina. Kisah dilanjutkan dengan peristiwa tujuh raja menyerang Hastina, serta seorang pemuda bernama Raden Surasena yang menjadi menantu Bagawan Santanu dan mendirikan Kerajaan Mandura, bergelar Prabu Kuntiboja.

Kisah ini saya olah berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita.

Kediri, 20 Maret 2016

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------


BAGAWAN SANTANU MEMUNGUT BAYI LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN

Bagawan Santanu di Padepokan Talkanda sedang bersamadi mengheningkan cipta. Tiba-tiba datang Batara Narada yang turun dari kahyangan membangunkan dirinya. Bagawan Santanu pun membuka mata dan menyembah hormat kepada dewa tersebut.

Batara Narada datang untuk memberikan perintah kepada Bagawan Santanu agar memungut bayi laki-laki dan perempuan yang saat ini telantar di Hutan Mandalasara. Kedua bayi tersebut adalah putri dan putra Resi Saradwata dari Kerajaan Malawa yang dilahirkan bidadari bernama Batari Janapadi. Setelah melahirkan kedua bayi tersebut, Batari Janapadi kembali ke kahyangan, bersamaan dengan terjadinya peperangan antara Kerajaan Malawa melawan Kerajaan Siwandapura. Prabu Paruwa, kakak Resi Saradwata tewas dalam pertempuran itu, sedangkan Resi Saradwata tertangkap oleh Prabu Bahlika raja Siwandapura (yang tidak lain adalah kakak kandung Bagawan Santanu).

Setelah Prabu Bahlika tewas saat menyerang Kerajaan Wirata, Resi Saradwata bebas dari penjara dan membangun negeri baru bernama Kerajaan Timpurusa. Ia pun menjadi raja di sana dengan bergelar Prabu Purunggaji. Namun demikian, akibat serangan Prabu Bahlika beberapa waktu yang lalu, kedua anaknya yang baru saja lahir hilang entah ke mana. Sebenarnya kedua bayi tersebut diselamatkan oleh dayang istana Malawa yang bernama Ken Yoni dan dibawa bersembunyi di Hutan Mandalasara. Kini kedua bayi tersebut telah berusia dua tahun dan hidup telantar, karena Ken Yoni baru saja meninggal karena sakit.

Maka itu, Batara Narada memerintahkan Bagawan Santanu untuk memungut kedua bayi tersebut dan membawanya ke istana. Menurut ketetapan para dewa, kedua bayi tersebut kelak akan menjadi orang penting di Kerajaan Hastina. Yang laki-laki hendaknya diberi nama Raden Krepa, kelak akan menjadi kepala brahmana di Kerajaan Hastina, sedangkan yang perempuan hendaknya diberi nama Dewi Krepi, kelak akan menjadi istri pujangga Kerajaan Hastina yang bernama Resi Druna di masa depan.

Setelah menyampaikan perintah tersebut, Batara Narada pun undur diri kembali ke kahyangan. Bagawan Santanu memberi hormat lalu berangkat menuju Hutan Mandalasara.

Bagawan Santanu menyusuri hutan tersebut dan akhirnya berhasil menemukan sepasang bayi laki-laki dan perempuan berusia dua tahun yang menangis di dekat mayat seorang wanita, yaitu Ken Yoni. Bagawan Santanu pun menguburkan mayat tersebut, lalu menggendong kedua bayi itu menuju ke Kerajaan Hastina.

KERAJAAN HASTINA DISERANG MUSUH DARI AGLIPURA

Prabu Citrawirya di Kerajaan Hastina dihadap Raden Bisma Dewabrata, Patih Basusara, dan Resi Jawalagni. Mereka sedang membicarakan adanya surat tantangan dari Prabu Sidara, raja Aglipura di bumi utara. Dalam surat itu disebutkan bahwa Prabu Sidara ingin merebut kedua permaisuri Prabu Citrawirya, yaitu Dewi Ambika dan Dewi Ambalika. Tentu saja Prabu Citrawirya menolak permintaan tersebut.

Raden Bisma setuju dan menganggap surat ini adalah bentuk penghinaan terhadap kedaulatan Kerajaan Hastina. Ia pun mohon izin kepada Prabu Citrawirya untuk mempersiapkan pasukan. Prabu Citrawirya mempersilakan dan menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada kakak tirinya itu. Raden Bisma lalu undur diri untuk memberi tahu segenap para punggawa agar bersiaga.

Demikianlah, Prabu Sidara yang marah karena permintaannya ditolak segera memimpin pasukan Aglipura maju menyerang istana Hastina. Raden Bisma yang sudah bersiaga menyambut serangan tersebut. Pertempuran pun terjadi di mana Prabu Sidara tewas di tangan Raden Bisma.

Bersamaan dengan itu, Bagawan Santanu datang ke istana Hastina. Ia mengucapkan selamat atas keberhasilan putranya mengamankan kerajaan. Kemudian ia pun menyerahkan kedua bayi yang ia temukan di hutan, yaitu Dewi Krepi dan Raden Krepa supaya menjadi anak asuh Raden Bisma. Dengan senang hati, Raden Bisma pun menerima kedua bayi pemberian ayahnya tersebut.

RESI ABYASA BERTEMU RADEN SURASENA

Sementara itu di Padepokan Ratawu di puncak Gunung Saptaarga, Resi Abyasa bermimpi melihat Kerajaan Hastina dikepung oleh tujuh orang raja. Begitu terbangun, ia segera mengajak para panakawan, yaitu Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong untuk menyampaikan hal ini kepada Prabu Citrawirya dan Raden Bisma.

Dalam perjalanan menuju Kerajaan Hastina, Resi Abyasa dan para panakawan bertemu seorang pemuda yang tersesat. Pemuda itu mengaku bernama Raden Surasena dari Kerajaan Yadawa di tanah seberang. Ia mengaku telah bermimpi mendapat petunjuk dewata bahwa ia akan mendapat kemuliaan di Tanah Jawa, bukan di negerinya sendiri. Namun demikian, kemuliaan tersebut hanya dapat dicapai apabila dirinya mengabdi kepada Bagawan Santanu di Kerajaan Hastina. Maka, Raden Surasena pun berlayar ke Tanah Jawa, namun ia kebingungan tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh.

Resi Abyasa melihat Raden Surasena seorang yang jujur dan dapat dipercaya. Karena ia sendiri hendak menuju ke Kerajaan Hastina, maka Raden Surasena pun diajak ikut serta bersamanya. Raden Surasena sangat berterima kasih. Mereka lalu bersama-sama menuju ke sana.

BAGAWAN SANTANU MEMINTA BANTUAN PARA SEKUTU

Resi Abyasa dan Raden Surasena telah tiba di Kerajaan Hastina. Mereka disambut oleh Bagawan Santanu, Prabu Citrawirya, dan Raden Bisma Dewabrata. Mula-mula Raden Surasena yang lebih dulu menyampaikan niatnya untuk mengabdi kepada Bagawan Santanu. Karena Bagawan Santanu sudah menjadi pendeta dan tidak lagi mengurusi kenegaraan, maka Raden Surasena pun dipersilakan mengabdi kepada Prabu Citrawirya saja. Prabu Citrawirya menerima Raden Surasena dan mengangkatnya sebagai punggawa yang membantu tugas-tugas Raden Bisma.

Resi Abyasa lalu menceritakan mimpinya, yaitu ia melihat Kerajaan Hastina dikepung tujuh orang raja. Prabu Citrawirya tenang-tenang saja mendengarnya karena ia yakin kesaktian Raden Bisma cukup untuk mengatasi ancaman tersebut. Namun, Bagawan Santanu dan Raden Bisma tidak setuju. Sebuah perang berbeda dengan pertarungan, sehingga tidak cukup jika hanya mengandalkan kesaktian satu orang saja. Untuk itu, Bagawan Santanu menyarankan agar Kerajaan Hastina segera meminta bantuan kepada para raja sekutu, antara lain Kerajaan Wirata dan Mandraka. Prabu Citrawirya mematuhi saran sang ayah. Ia lalu mengutus Patih Basusara untuk menyebarkan undangan.

TUJUH RAJA MENYERANG KERAJAAN HASTINA

Beberapa waktu kemudian, mimpi Resi Abyasa menjadi kenyataan. Kerajaan Hastina diserang oleh tujuh raja bersama pasukannya masing-masing. Ketujuh raja itu berasal dari Kerajaan Sindu, Tunggulmalaya, Trigarta, Kalingga, Dasarna, Cedi, dan Gardapura. Mereka datang untuk membalas kematian Prabu Sidara raja Aglipura yang telah tewas di tangan Raden Bisma tempo hari.

Ketujuh raja itu sudah mempersiapkan serangan dengan matang, namun mereka tidak menyangka jika Kerajaan Hastina ternyata sudah bersiaga dengan dibantu pasukan dari Wirata dan Mandraka. Perang besar pun terjadi. Ketujuh raja tersebut mengalami kekalahan telak. Lima di antara mereka tewas terbunuh, sedangkan dua raja sisanya berhasil ditangkap.

Dua orang raja yang tertangkap itu adalah Prabu Sapwani dari Kerajaan Sindu dan Prabu Karditya dari Kerajaan Tunggulmalaya. Prabu Sapwani dikalahkan oleh Raden Bisma, sedangkan Prabu Karditya dikalahkan oleh Raden Surasena. Mereka lalu dihadapkan kepada Bagawan Santanu dan Prabu Citrawirya untuk mendapatkan hukuman.

Bagawan Santanu menyarankan agar kedua raja itu dibebaskan saja dan dipersilakan pulang ke negeri masing-masing. Prabu Citrawirya menyetujui usulan sang ayah. Hal ini membuat Prabu Sapwani dan Prabu Karditya sangat terkesan dan mengucapkan terima kasih. Mereka pun bersumpah akan selalu setia kepada Kerajaan Hastina.

RADEN SURASENA MENJADI MENANTU BAGAWAN SANTANU

Bagawan Santanu senang melihat kehebatan dan keberanian Raden Surasena dalam pertempuran tadi. Ia pun berniat menjadikannya sebagai menantu, yaitu sebagai suami putri bungsunya yang bernama Dewi Bandadari. Namun demikian, ia lebih dulu ingin mengetahui asal usul dan silsilah pemuda tersebut.

Raden Surasena pun mengaku bahwa dirinya masih keturunan Prabu Sri Rama, raja Pancawati di tanah seberang. Prabu Sri Rama memiliki dua orang putra, yaitu Prabu Batlawa yang menjadi raja Ayodya, dan Prabu Kusiya yang menjadi raja Mantili. Setelah Prabu Batlawa meninggal, ia digantikan putranya yang bergelar Prabu Kunta. Kerajaan Ayodya pun dipindahkan ke Yadawa. Setelah Prabu Kunta meninggal, yang menjadi raja Yadawa adalah putranya yang bergelar Prabu Boja. Kemudian Prabu Boja digantikan putranya yang bergelar Prabu Maruta. Lalu Prabu Maruta digantikan putranya yang bergelar Prabu Iswara, dan Prabu Iswara berputra Prabu Yadu. Setelah meninggal, Prabu Yadu digantikan putranya yang bergelar Prabu Wasukunti sebagai raja Yadawa.

Raden Surasena adalah putra dari Prabu Wasukunti. Pada suatu malam ia bermimpi bahwa kemuliaannya bukan diperoleh di Kerajaan Yadawa, melainkan di Tanah Jawa. Sebagai sarananya, ia harus mengabdi kepada Bagawan Santanu di Kerajaan Hastina.

Bagawan Santanu mendengar dengan seksama dan ia semakin mantap menjadikan Raden Surasena sebagai menantu. Maka, pada hari yang dianggap baik dilaksanakanlah upacara pernikahan antara Raden Surasena dengan Dewi Bandadari di istana Kerajaan Hastina.

RADEN SURASENA MEMBANGUN KERAJAAN MANDURA

Beberapa bulan kemudian, Bagawan Santanu mewujudkan impian menantu barunya. Ia memberikan Hutan Boja kepada Raden Surasena supaya dibuka menjadi kerajaan baru yang merdeka, tidak di bawah Hastina. Raden Surasena dan Dewi Bandadari berterima kasih atas anugerah dari sang ayah, lalu mereka pun segera berangkat dengan dikawal para prajurit secukupnya.

Demikianlah, di atas Hutan Boja kini telah berdiri sebuah negeri baru yang bernama Kerajaan Mandura. Raden Surasena menjadi raja negeri tersebut dengan bergelar Prabu Kuntiboja.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------













1 komentar: