Kisah ini menceritakan Bagawan
Santanu memungut bayi perempuan dan laki-laki yang diberi nama Dewi Krepi dan
Raden Krepa yang kemudian diasuh di Kerajaan Hastina. Kisah dilanjutkan dengan
peristiwa tujuh raja menyerang Hastina, serta seorang pemuda bernama Raden
Surasena yang menjadi menantu Bagawan Santanu dan mendirikan Kerajaan Mandura,
bergelar Prabu Kuntiboja.
Kisah ini saya olah berdasarkan
sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita.
Kediri, 20 Maret 2016
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
BAGAWAN SANTANU MEMUNGUT BAYI
LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
Bagawan Santanu di Padepokan
Talkanda sedang bersamadi mengheningkan cipta. Tiba-tiba datang Batara Narada yang
turun dari kahyangan membangunkan dirinya. Bagawan Santanu pun membuka mata dan
menyembah hormat kepada dewa tersebut.
Batara Narada datang untuk
memberikan perintah kepada Bagawan Santanu agar memungut bayi laki-laki dan
perempuan yang saat ini telantar di Hutan Mandalasara. Kedua bayi tersebut
adalah putri dan putra Resi Saradwata dari Kerajaan Malawa yang dilahirkan
bidadari bernama Batari Janapadi. Setelah melahirkan kedua bayi tersebut,
Batari Janapadi kembali ke kahyangan, bersamaan dengan terjadinya peperangan
antara Kerajaan Malawa melawan Kerajaan Siwandapura. Prabu Paruwa, kakak Resi Saradwata
tewas dalam pertempuran itu, sedangkan Resi Saradwata tertangkap oleh Prabu
Bahlika raja Siwandapura (yang tidak lain adalah kakak kandung Bagawan
Santanu).
Setelah Prabu Bahlika tewas
saat menyerang Kerajaan Wirata, Resi Saradwata bebas dari penjara dan membangun
negeri baru bernama Kerajaan Timpurusa. Ia pun menjadi raja di sana dengan bergelar
Prabu Purunggaji. Namun demikian, akibat serangan Prabu Bahlika beberapa waktu
yang lalu, kedua anaknya yang baru saja lahir hilang entah ke mana. Sebenarnya
kedua bayi tersebut diselamatkan oleh dayang istana Malawa yang bernama Ken
Yoni dan dibawa bersembunyi di Hutan Mandalasara. Kini kedua bayi tersebut
telah berusia dua tahun dan hidup telantar, karena Ken Yoni baru saja meninggal
karena sakit.
Maka itu, Batara Narada
memerintahkan Bagawan Santanu untuk memungut kedua bayi tersebut dan membawanya
ke istana. Menurut ketetapan para dewa, kedua bayi tersebut kelak akan menjadi
orang penting di Kerajaan Hastina. Yang laki-laki hendaknya diberi nama Raden
Krepa, kelak akan menjadi kepala brahmana di Kerajaan Hastina, sedangkan yang
perempuan hendaknya diberi nama Dewi Krepi, kelak akan menjadi istri pujangga
Kerajaan Hastina yang bernama Resi Druna di masa depan.
Setelah menyampaikan perintah
tersebut, Batara Narada pun undur diri kembali ke kahyangan. Bagawan Santanu
memberi hormat lalu berangkat menuju Hutan Mandalasara.
Bagawan Santanu menyusuri
hutan tersebut dan akhirnya berhasil menemukan sepasang bayi laki-laki dan
perempuan berusia dua tahun yang menangis di dekat mayat seorang wanita, yaitu
Ken Yoni. Bagawan Santanu pun menguburkan mayat tersebut, lalu menggendong
kedua bayi itu menuju ke Kerajaan Hastina.
KERAJAAN HASTINA DISERANG
MUSUH DARI AGLIPURA
Prabu Citrawirya di Kerajaan
Hastina dihadap Raden Bisma Dewabrata, Patih Basusara, dan Resi Jawalagni.
Mereka sedang membicarakan adanya surat tantangan dari Prabu Sidara, raja
Aglipura di bumi utara. Dalam surat itu disebutkan bahwa Prabu Sidara ingin
merebut kedua permaisuri Prabu Citrawirya, yaitu Dewi Ambika dan Dewi Ambalika.
Tentu saja Prabu Citrawirya menolak permintaan tersebut.
Raden Bisma setuju dan menganggap
surat ini adalah bentuk penghinaan terhadap kedaulatan Kerajaan Hastina. Ia pun
mohon izin kepada Prabu Citrawirya untuk mempersiapkan pasukan. Prabu
Citrawirya mempersilakan dan menyerahkan penyelesaian masalah ini kepada kakak
tirinya itu. Raden Bisma lalu undur diri untuk memberi tahu segenap para
punggawa agar bersiaga.
Demikianlah, Prabu Sidara yang
marah karena permintaannya ditolak segera memimpin pasukan Aglipura maju
menyerang istana Hastina. Raden Bisma yang sudah bersiaga menyambut serangan
tersebut. Pertempuran pun terjadi di mana Prabu Sidara tewas di tangan Raden
Bisma.
Bersamaan dengan itu, Bagawan
Santanu datang ke istana Hastina. Ia mengucapkan selamat atas keberhasilan
putranya mengamankan kerajaan. Kemudian ia pun menyerahkan kedua bayi yang ia
temukan di hutan, yaitu Dewi Krepi dan Raden Krepa supaya menjadi anak asuh
Raden Bisma. Dengan senang hati, Raden Bisma pun menerima kedua bayi pemberian
ayahnya tersebut.
RESI ABYASA BERTEMU RADEN
SURASENA
Sementara itu di Padepokan
Ratawu di puncak Gunung Saptaarga, Resi Abyasa bermimpi melihat Kerajaan
Hastina dikepung oleh tujuh orang raja. Begitu terbangun, ia segera mengajak
para panakawan, yaitu Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong untuk menyampaikan
hal ini kepada Prabu Citrawirya dan Raden Bisma.
Dalam perjalanan menuju
Kerajaan Hastina, Resi Abyasa dan para panakawan bertemu seorang pemuda yang
tersesat. Pemuda itu mengaku bernama Raden Surasena dari Kerajaan Yadawa di
tanah seberang. Ia mengaku telah bermimpi mendapat petunjuk dewata bahwa ia
akan mendapat kemuliaan di Tanah Jawa, bukan di negerinya sendiri. Namun
demikian, kemuliaan tersebut hanya dapat dicapai apabila dirinya mengabdi
kepada Bagawan Santanu di Kerajaan Hastina. Maka, Raden Surasena pun berlayar
ke Tanah Jawa, namun ia kebingungan tidak tahu jalan mana yang harus ditempuh.
Resi Abyasa melihat Raden
Surasena seorang yang jujur dan dapat dipercaya. Karena ia sendiri hendak
menuju ke Kerajaan Hastina, maka Raden Surasena pun diajak ikut serta
bersamanya. Raden Surasena sangat berterima kasih. Mereka lalu bersama-sama
menuju ke sana.
BAGAWAN SANTANU MEMINTA
BANTUAN PARA SEKUTU
Resi Abyasa dan Raden Surasena
telah tiba di Kerajaan Hastina. Mereka disambut oleh Bagawan Santanu, Prabu
Citrawirya, dan Raden Bisma Dewabrata. Mula-mula Raden Surasena yang lebih dulu
menyampaikan niatnya untuk mengabdi kepada Bagawan Santanu. Karena Bagawan
Santanu sudah menjadi pendeta dan tidak lagi mengurusi kenegaraan, maka Raden
Surasena pun dipersilakan mengabdi kepada Prabu Citrawirya saja. Prabu Citrawirya
menerima Raden Surasena dan mengangkatnya sebagai punggawa yang membantu tugas-tugas
Raden Bisma.
Resi Abyasa lalu menceritakan mimpinya,
yaitu ia melihat Kerajaan Hastina dikepung tujuh orang raja. Prabu Citrawirya tenang-tenang
saja mendengarnya karena ia yakin kesaktian Raden Bisma cukup untuk mengatasi
ancaman tersebut. Namun, Bagawan Santanu dan Raden Bisma tidak setuju. Sebuah perang
berbeda dengan pertarungan, sehingga tidak cukup jika hanya mengandalkan
kesaktian satu orang saja. Untuk itu, Bagawan Santanu menyarankan agar Kerajaan
Hastina segera meminta bantuan kepada para raja sekutu, antara lain Kerajaan
Wirata dan Mandraka. Prabu Citrawirya mematuhi saran sang ayah. Ia lalu
mengutus Patih Basusara untuk menyebarkan undangan.
TUJUH RAJA MENYERANG KERAJAAN
HASTINA
Beberapa waktu kemudian, mimpi
Resi Abyasa menjadi kenyataan. Kerajaan Hastina diserang oleh tujuh raja
bersama pasukannya masing-masing. Ketujuh raja itu berasal dari Kerajaan Sindu,
Tunggulmalaya, Trigarta, Kalingga, Dasarna, Cedi, dan Gardapura. Mereka datang untuk
membalas kematian Prabu Sidara raja Aglipura yang telah tewas di tangan Raden
Bisma tempo hari.
Ketujuh raja itu sudah
mempersiapkan serangan dengan matang, namun mereka tidak menyangka jika
Kerajaan Hastina ternyata sudah bersiaga dengan dibantu pasukan dari Wirata dan
Mandraka. Perang besar pun terjadi. Ketujuh raja tersebut mengalami kekalahan
telak. Lima di antara mereka tewas terbunuh, sedangkan dua raja sisanya
berhasil ditangkap.
Dua orang raja yang tertangkap
itu adalah Prabu Sapwani dari Kerajaan Sindu dan Prabu Karditya dari Kerajaan
Tunggulmalaya. Prabu Sapwani dikalahkan oleh Raden Bisma, sedangkan Prabu
Karditya dikalahkan oleh Raden Surasena. Mereka lalu dihadapkan kepada Bagawan
Santanu dan Prabu Citrawirya untuk mendapatkan hukuman.
Bagawan Santanu menyarankan agar
kedua raja itu dibebaskan saja dan dipersilakan pulang ke negeri masing-masing.
Prabu Citrawirya menyetujui usulan sang ayah. Hal ini membuat Prabu Sapwani dan
Prabu Karditya sangat terkesan dan mengucapkan terima kasih. Mereka pun bersumpah
akan selalu setia kepada Kerajaan Hastina.
RADEN SURASENA MENJADI MENANTU
BAGAWAN SANTANU
Bagawan Santanu senang melihat
kehebatan dan keberanian Raden Surasena dalam pertempuran tadi. Ia pun berniat
menjadikannya sebagai menantu, yaitu sebagai suami putri bungsunya yang bernama
Dewi Bandadari. Namun demikian, ia lebih dulu ingin mengetahui asal usul dan
silsilah pemuda tersebut.
Raden Surasena pun mengaku
bahwa dirinya masih keturunan Prabu Sri Rama, raja Pancawati di tanah seberang.
Prabu Sri Rama memiliki dua orang putra, yaitu Prabu Batlawa yang menjadi raja
Ayodya, dan Prabu Kusiya yang menjadi raja Mantili. Setelah Prabu Batlawa
meninggal, ia digantikan putranya yang bergelar Prabu Kunta. Kerajaan Ayodya
pun dipindahkan ke Yadawa. Setelah Prabu Kunta meninggal, yang menjadi raja
Yadawa adalah putranya yang bergelar Prabu Boja. Kemudian Prabu Boja digantikan
putranya yang bergelar Prabu Maruta. Lalu Prabu Maruta digantikan putranya yang
bergelar Prabu Iswara, dan Prabu Iswara berputra Prabu Yadu. Setelah meninggal,
Prabu Yadu digantikan putranya yang bergelar Prabu Wasukunti sebagai raja
Yadawa.
Raden Surasena adalah putra
dari Prabu Wasukunti. Pada suatu malam ia bermimpi bahwa kemuliaannya bukan
diperoleh di Kerajaan Yadawa, melainkan di Tanah Jawa. Sebagai sarananya, ia
harus mengabdi kepada Bagawan Santanu di Kerajaan Hastina.
Bagawan Santanu mendengar
dengan seksama dan ia semakin mantap menjadikan Raden Surasena sebagai menantu.
Maka, pada hari yang dianggap baik dilaksanakanlah upacara pernikahan antara Raden
Surasena dengan Dewi Bandadari di istana Kerajaan Hastina.
RADEN SURASENA MEMBANGUN
KERAJAAN MANDURA
Beberapa bulan kemudian, Bagawan
Santanu mewujudkan impian menantu barunya. Ia memberikan Hutan Boja kepada
Raden Surasena supaya dibuka menjadi kerajaan baru yang merdeka, tidak di bawah
Hastina. Raden Surasena dan Dewi Bandadari berterima kasih atas anugerah dari
sang ayah, lalu mereka pun segera berangkat dengan dikawal para prajurit
secukupnya.
Demikianlah, di atas Hutan
Boja kini telah berdiri sebuah negeri baru yang bernama Kerajaan Mandura. Raden
Surasena menjadi raja negeri tersebut dengan bergelar Prabu Kuntiboja.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
Nuwun sewu Mas.
BalasHapusKenging menapa kraton winastan "Mandura"? Nuwun.