Kamis, 03 Maret 2016

Lagna - Lagni

Kisah ini menceritakan petualangan pertama Raden Basuketi, yang kelak menjadi Prabu Basuparicara, dan termasuk pula sebagai leluhur para Pandawa dan Kurawa. Dalam kisah ini Raden Basuketi diceritakan meruwat Batara Sungkara yang berwujud celeng, serta berselisih dengan raksasa-raksasi bersaudara, bernama Ditya Lagna dan Dewi Lagni.

Kisah ini disusun berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi Ranggawarsita dengan sedikit pengembangan.


Kediri, 03 Maret 2016

Heri Purwanto

------------------------------ ooo ------------------------------

RADEN BASUKETI PERGI BERKELANA KARENA KEHILANGAN ISTRI

Prabu Basukiswara di Kerajaan Wirata dihadap Patih Wasita, Arya Srimadewa, dan Arya Manungkara. Mereka sedang membiarakan hilangnya sang putra mahkota, yaitu Raden Basuketi yang meninggalkan istana tanpa pamit.

Beberapa waktu yang lalu Prabu Basukiswara memutuskan untuk berbesan dengan Arya Manungkara supaya lebih mempererat tali persaudaraan. Raden Basuketi putra sulung Prabu Basukiswara dijodohkan dengan Dewi Subakti putri Arya Manungkara. Akan tetapi, baru menikah tiga hari Dewi Subakti menderita sakit panas dan meninggal dunia. Raden Basuketi sangat terpukul atas peristiwa itu dan ia pun pergi tanpa pamit meninggalkan istana Wirata.

Prabu Basukiswara dan Arya Manungkara telah ikhlas atas meninggalnya Dewi Subakti dan berharap Raden Basuketi bisa segera ditemukan. Untuk itu, Prabu Basukiswara pun mengutus Arya Srimadewa agar mencari keberadaan Raden Basuketi. Arya Srimadewa lalu mohon pamit berangkat melaksanakan tugas.

PRABU AGNIYARA KEHILANGAN ANAK-ANAKNYA

Tersebutlah seorang raja raksasa dari Kerajaan Indrapura, bernama Prabu Agniyara. Ia memiliki dua orang anak, laki-laki dan perempuan, bernama Ditya Lagna dan Dewi Lagni yang saat ini menghilang entah ke mana. Awal mulanya ialah mereka berdua selalu mengeluh mengapa terlahir ke dunia sebagai raksasa-raksasi. Keduanya mengaku ingin sekali menjadi manusia berparas tampan atau cantik, tidak seperti sekarang ini.

Prabu Agniyara menasihati kedua anaknya untuk menerima takdir yang telah ditentukan Sang Pencipta. Menjadi raksasa itu bukan suatu kesialan apabila mau mensyukurinya. Prabu Agniyara pun memberikan contoh nama-nama raksasa yang dikenang sepanjang masa, misalnya Prabu Rahwana raja besar penuh kuasa dari Kerajaan Alengka, atau Raden Kumbakarna, seorang raksasa berukuran besar mengerikan tetapi berjiwa kesatria, atau Resi Wisnungkara, seorang raksasa berkulit hitam tetapi berjiwa brahmana.

Akan tetapi, Ditya Lagna dan Dewi Lagni tetap bersikeras ingin menjadi manusia. Mereka berdua pun pergi tanpa pamit dari istana dengan tujuan bertapa untuk mewujudkan cita-cita.

Kini Prabu Agniyara merasa bingung dan khawatir jangan-jangan kedua anaknya mendapatkan celaka. Ia pun mengutus Resi Swawaktya untuk pergi mencari Ditya Lagna dan Dewi Lagni. Resi Swawaktya pun berangkat dengan dikawal dua raksasa, yaitu Ditya Karsula dan Ditya Biksama.

ROMBONGAN PARA RAKSASA BERSELISIH DENGAN PASUKAN WIRATA

Demikianlah, Resi Swawaktya berangkat memimpin pasukan raksasa mencari hilangnya Ditya Lagna dan Dewi Lagni. Dalam perjalanan itu mereka bertemu Arya Srimadewa bersama pasukan Wirata yang bermaksud mencari hilangnya Raden Basuketi.

Terjadilah perselisihan di antara kedua pasukan tersebut yang berlanjut dengan pertempuran sengit. Untuk mencegah jatuhnya banyak korban, Arya Srimadewa pun mengheningkan cipta mendatangkan angin topan yang melanda pihak raksasa. Resi Swawaktya dan pasukannya pun terhempas oleh angin tersebut dan terbang jauh entah ke mana.

Setelah keadaan aman, Arya Srimadewa kembali melanjutkan perjalanannya.

DITYA LAGNA DAN DEWI LAGNI MENJADI MANUSIA

Sementara itu, kedua anak Prabu Agniyara yang sedang dicari-cari, yaitu Ditya Lagna dan Dewi Lagni sedang bertapa di Hutan Krendayana untuk bisa menjadi manusia. Para dewa pun berkenan mengabulkan apa yang menjadi keinginan mereka. Tidak lama kemudian Batara Narada turun dari kahyangan untuk menyampaikan anugerah dari Batara Guru kepada raksasa-raksasi kakak beradik tersebut.

Ditya Lagna dan Dewi Lagni bangun dari tapa dan menyembah Batara Narada. Batara Narada datang untuk menyampaikan keputusan Batara Guru, yaitu mengubah kedua raksasa-raksasi itu menjadi manusia. Namun demikian, ada syarat untuk mereka. Ditya Lagna akan diubah menjadi manusia normal tetapi berkelamin wanita, sedangkan Dewi Lagni tetap menjadi wanita tetapi menderita cacat.

Ditya Lagna menimbang-nimbang keputusan tersebut dan akhirnya bersedia diubah menjadi manusia. Tidak masalah jika dirinya berganti kelamin menjadi wanita, yang penting tidak lagi berwujud raksasa. Batara Narada pun mengabulkannya. Seketika Ditya Lagna pun berubah wujud menjadi seorang manusia berkelamin wanita, dan diberi nama baru Dewi Warani.

Sementara itu, Dewi Lagni tidak ada masalah soal kelamin karena ia akan diubah menjadi manusia berkelamin wanita juga. Akan tetapi, ia merasa keberatan jika menderita cacat. Untuk itu, ia memohon supaya diizinkan memilih apa yang menjadi cacatnya. Batara Narada mempersilakan. Dewi Lagni pun memilih menjadi wanita tuli saja, jangan cacat yang lain. Batara Narada mengabulkan hal itu. Seketika Dewi Lagni pun berubah wujud menjadi wanita tuli, yang diberi nama baru Dewi Wuryati.

Batara Narada lalu kembali ke kahyangan karena tugasnya telah selesai. Ia berpesan kepada Dewi Warani dan Dewi Wuryati supaya menjaga kesabaran. Karena, jika mereka marah-marah maka keduanya akan segera kembali menjadi raksasa dan raksasi lagi. Dewi Warani dan Dewi Wuryati mematuhi nasihat tersebut.

DEWI WARANI DAN DEWI WURYATI BERTEMU CELENG

Setelah menjadi manusia berparas cantik, Dewi Warani dan Dewi Wuryati memutuskan untuk pergi ke Kerajaan Wirata. Mereka mendengar kabar bahwa di sana Prabu Basukiswara memiliki dua orang putra, bernama Raden Basuketi dan Raden Basuketu. Mereka berniat memikat kedua pangeran itu supaya bisa dijadikan sebagai istri.

Dalam perjalanan tersebut Dewi Warani dan Dewi Wuryati bercakap-cakap tetapi selalu salah paham. Itu karena telinga Dewi Wuryati tuli sehingga tidak bisa mendengar jelas apa yang dikatakan oleh kakaknya. Tiba-tiba saja mereka melihat seekor celeng sedang bertapa di bawah sebatang pohon rimbun sambil menertawakan mereka. Dewi Warani dan Dewi Wuryati terkejut melihat ada celeng bisa tertawa dan berbicara. Karena penasaran, mereka pun mendatangi celeng tersebut.

Celeng itu mengaku sedang bertapa tekun tapi kemudian terbangun karena merasa geli mendengar percakapan kedua wanita yang “tidak nyambung” di depannya. Dewi Warani dan Dewi Wuryati heran melihat ada seekor celeng yang bisa berbicara. Celeng itu mengaku bernama Sungkara yang merupakan keturunan Batara Wisnu. Ia lalu bercakap-cakap dengan kedua wanita itu dan saling menanyakan asal usul masing-masing.

RADEN BASUKETI MERUWAT CELENG SUNGKARA

Kebetulan Raden Basuketi lewat di tempat itu. Ia heran melihat ada seekor celeng yang bisa berbicara dan menertawakan Dewi Wuryati yang selalu salah tangkap karena telinganya tuli. Raden Basuketi mengira celeng tersebut hendak menyakiti kedua wanita di hadapannya. Tanpa bertanya, ia pun menghunus keris dan langsung menusukkannya ke tubuh celeng tersebut.

Celeng Sungkara tewas seketika. Namun, secara ajaib bangkainya musnah dan berubah menjadi seorang laki-laki yang mengaku bernama Batara Sungkara. Ia sangat berterima kasih atas bantuan Raden Basuketi yang telah meruwat dirinya hingga berubah wujud menjadi dewa.

Batara Sungkara pun bercerita bahwa dahulu kala Batara Wisnu pernah menjelma menjadi seekor celeng untuk mengalahkan musuh sakti. Hal ini membuat salah seorang putranya, yaitu Batara Basawa merasa malu. Ia mencela ayahnya, mengapa seorang dewa harus mengubah wujudnya menjadi binatang rendahan semacam celeng. Batara Wisnu bersabar atas pencelaan itu dan berniat menguji putranya tersebut.

Batara Wisnu diam-diam mengubah seekor celeng betina menjadi seorang wanita cantik dan menyerahkannya kepada Batara Basawa. Batara Basawa yang tidak menyadarinya pun terpikat dan menikahi wanita jadi-jadian tersebut. Dari perkawinan itu lahirlah tiga orang anak yang semuanya berwujud celeng. Sementara itu, ibu mereka pun kembali ke wujud asal, yaitu seekor celeng betina.

Batara Basawa menyadari kesalahannya dan memohon ampun karena telah menghina ayah sendiri. Batara Wisnu lalu memungut ketiga bayi celeng tersebut dan meruwat mereka sehingga berubah menjadi tiga orang laki-laki. Mereka diberi nama Batara Wasudewa, Batara Wasudarma, dan Batara Wasudara.

Setelah dewasa, Batara Wasudewa menikah dan memiliki anak berkulit hitam seperti celeng, yang diberi nama Batara Kresnapatra. Kemudian Batara Kresnapatra memiliki dua anak berbeda wujud, yang satu berkulit hitam seperti celeng, dan yang satunya benar-benar berwujud celeng. Yang berkulit hitam seperti celeng diberi nama Batara Wasya, sedangkan yang berwujud celeng diberi nama Batara Sungkara.

Demikianlah, Batara Sungkara menceritakan asal usul silsilahnya. Kini ia telah teruwat tidak lagi berwujud celeng dan bisa kembali ke kahyangan, berkumpul bersama para dewa. Namun, sebelum itu Batara Sungkara berjanji akan membantu Raden Basuketi sebagai balas budi, karena ia mendapat firasat bahwa sebentar lagi akan ada kesulitan yang dihadapi pangeran Wirata tersebut.

KEMATIAN DITYA LAGNA DAN DEWI LAGNI

Firasat Batara Sungkara menjadi kenyataan. Tidak lama kemudian tiba-tiba ada satu pasukan raksasa yang jatuh dari angkasa. Mereka adalah Resi Swawaktya, Ditya Karsula, dan Ditya Biksama yang melayang-layang dihempas angin topan saat bertempur melawan Arya Srimadewa tadi.

Resi Swawaktya yang berpandangan tajam dapat mengenali bahwa Dewi Warani dan Dewi Wuryati adalah penjelmaan Ditya Lagna dan Dewi Lagni. Ia pun meminta mereka supaya pulang ke Kerajaan Indrapura. Namun, Dewi Warani dan Dewi Wuryati tidak mau, karena mereka sudah membulatkan tekad ingin mengabdi di Kerajaan Wirata.

Resi Swawaktya yang telah diberi wewenang oleh Prabu Agniyara segera memerintahkan Ditya Karsula dan Ditya Biksama untuk memaksa mereka berdua. Raden Basuketi pun maju untuk menghalangi kedua raksasa tersebut. Sesuai janjinya, Batara Sungkara juga ikut maju membantu Raden Basuketi. Pertempuran pun terjadi, di mana Ditya Karsula tewas di tangan Raden Basuketi, sedangkan Ditya Biksama tewas di tangan Batara Sungkara.

Melihat kedua raksasa pengikut ayahnya tewas, Dewi Warani berubah pikiran. Ia marah-marah memaki Raden Basuketi adalah orang yang beringas dan suka mengumbar kekerasan. Karena kehilangan kesabaran, seketika wujud Dewi Warani pun berubah kembali menjadi raksasa, yaitu Ditya Lagna. Raden Basuketi terkejut mengetahui jati diri wanita yang telah dibelanya tadi. Keduanya pun bertarung dan berakhir dengan kematian Ditya Lagna.

Melihat kakaknya tewas, Dewi Wuryati sangat marah dan kembali ke wujud aslinya, yaitu seorang raksasi bernama Dewi Lagni. Ia pun menyerang Raden Basuketi, namun dihadang Batara Sungkara. Dalam pertarungan tersebut, Dewi Lagni akhirnya tewas pula menyusul kakaknya.

Resi Swawaktya mengamuk melihat kedua anak majikannya terbunuh. Pada saat itulah datang Arya Srimadewa yang diutus Prabu Basukiswara untuk mencari hilangnya Raden Basuketi. Pertarungan pun terjadi dan berakhir dengan kematian Resi Swawaktya di tangan Arya Srimadewa.

Keadaan kini aman kembali. Batara Sungkara telah memenuhi janjinya untuk membantu kesulitan Raden Basuketi. Ia lalu mohon pamit kembali ke kahyangan, berkumpul bersama para dewa lainnya.

PRABU AGNIYARA MENYERANG KERAJAAN WIRATA

Raden Basuketi dan Arya Srimadewa telah kembali ke Kerajaan Wirata. Prabu Basukiswara sangat bahagia melihat putranya baik-baik saja, bahkan kini telah bertambah banyak pengalaman. Ia menasihati agar Raden Basuketi jangan terlalu bersedih atas kematian Dewi Subakti. Sebagai gantinya, Prabu Basukiswara berniat untuk menjodohkan Raden Basuketi dengan putri Resi Basundara di Kerajaan Gajahoya, yang bernama Dewi Yukti. Tentunya ini sekaligus agar kekerabatan antara sesama keturunan Prabu Basupati menjadi lebih dekat. Raden Basuketi hanya menurut, mematuhi keputusan sang ayah.

Tidak lama kemudian Prabu Basukiswara mendapat laporan bahwa Kerajaan Wirata diserang Prabu Agniyara dari Kerajaan Indrapura yang tidak terima atas kematian Ditya Lagna dan Dewi Lagni. Mendengar itu, Prabu Basukiswara pun memerintahkan Arya Manungkara dan Arya Srimadewa segera memimpin pasukan Wirata untuk menghadapi mereka.

Pertempuran pun terjadi. Prabu Agniyara dan pasukannya tidak mampu menembus pertahanan pihak Wirata. Akhirnya pasukan raksasa itu porak-poranda. Prabu Agniyara memerintahkan para prajuritnya yang masih hidup agar mundur kembali ke Kerajaan Indrapura. Dalam hati ia masih menyimpan dendam kepada Raden Basuketi dan berniat menyusun rencana untuk membalaskan kematian kedua anaknya.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------
























Tidak ada komentar:

Posting Komentar