Kisah ini menceritakan kelahiran
putra-putra Prabu Kresna Dwipayana, yaitu Raden Kuru (Dretarastra), Raden Pandu
(Dewayana), dan Raden Widura (Yamawidura). Juga dikisahkan tentang Prabu
Cidamuka raja Srawantipura yang berniat menjadikan Raden Pandu sebagai tumbal untuk
meredakan wabah penyakit yang sedang melanda negerinya.
Kisah ini saya susun
berdasarkan sumber Serat Pustakaraja Purwa (Surakarta) karya Raden Ngabehi
Ranggawarsita, dengan sedikit pengembangan.
Kediri, 28 Maret
2016
Heri Purwanto
------------------------------
ooo ------------------------------
Prabu Kresna Dwipayana |
DEWI AMBIKA MELAHIRKAN BAYI
TUNANETRA
Prabu Kresna Dwipayana di
Kerajaan Hastina dihadap Resiwara Bisma dari Padepokan Talkanda, serta para
menteri dan punggawa, antara lain Resi Jawalagni dan Patih Jayayatna. Mereka
sedang membicarakan kedua janda mendiang Prabu Citrawirya, yaitu Dewi Ambika
dan Dewi Ambalika yang telah dinikahi Prabu Kresna Dwipayana dan kini
masing-masing sedang mengandung. Menurut perkiraan Sang Prabu, tidak lama lagi
kedua permaisuri tersebut akan segera melahirkan.
Benar juga, ketika mereka
sedang membicarakan masalah tersebut, tiba-tiba muncul sang ibu suri yaitu Dewi
Durgandini yang mengabarkan bahwa Dewi Ambika sudah melahirkan. Prabu Kresna
Dwipayana segera membubarkan pertemuan dan bergegas masuk ke dalam kedaton
bersama Resiwara Bisma.
Sesampainya di dalam kedaton,
Prabu Kresna Dwipayana segera menemui Dewi Ambika yang sedang bersama bayi yang
baru saja dilahirkannya. Bayi tersebut berkelamin laki-laki dan setelah
diperiksa ternyata bermata buta. Dewi Durgandini dan Resiwara Bisma prihatin
mendengarnya. Prabu Kresna Dwipayana pun menjelaskan bahwa kelahiran bayi
tunanetra ini sudah menjadi suratan takdir, karena Dewi Ambika ketika
bersetubuh dengannya selalu memejamkan mata.
Dewi Ambika malu dan menyesal
mendengarnya. Ia berterus terang bahwa saat bersetubuh dengan Prabu Kresna
Dwipayana memang selalu memejamkan mata. Itu karena ia merasa sangat takut
melihat wujud Sang Prabu yang berkulit hitam legam seperti arang. Tak disangka,
kini ia mendapatkan balak yaitu melahirkan seorang putra yang tidak dapat
melihat.
Demikianlah, Prabu Kresna
Dwipayana ikhlas menerima keadaan putra sulungnya yang tunanetra itu dan ia pun
memberinya nama Raden Kuru.
DEWI AMBALIKA MELAHIRKAN BAYI
KEMBAR SIAM
Tidak lama kemudian para
dayang melaporkan bahwa Dewi Ambalika juga melahirkan bayi laki-laki yang
berjumlah dua sekaligus. Prabu Kresna Dwipayana, Dewi Durgandini, dan Resiwara
Bisma segera memeriksa ke dalam kamar. Mereka terkejut melihat kedua bayi
laki-laki itu ternyata kembar siam, yaitu kaki kiri bayi yang satu menempel pada
leher bayi yang lain.
Dewi Ambalika menangis memohon
agar Prabu Kresna Dwipayana meruwat kedua bayi tersebut agar terpisah satu sama
lain. Prabu Kresna Dwipayana segera membaca mantra kemudian mengiris bagian
yang menempel pada kedua bayi tersebut dengan hati-hati. Keduanya kini
terpisah, namun menderita cacat untuk selamanya. Bayi yang pertama berleher
tengleng atau selalu menoleh dan tidak dapat menggerakkan lehernya, sedangkan
bayi yang satunya berkaki pincang sebelah kiri.
Prabu Kresna Dwipayana melihat
kedua bayi tersebut berkulit kuning pucat. Ini merupakan pengingat bahwa dulu
ketika bersetubuh dengan dirinya, Dewi Ambalika ketakutan sampai pucat sekujur
tubuhnya. Itulah sebabnya ia mendapatkan balak, yaitu mendapatkan dua orang
putra yang berkulit kuning pucat.
Prabu Kresna Dwipayana pun
menetapkan bayi yang berleher tengleng sebagai yang lebih tua dan memberinya
nama Raden Pandu, sedangkan bayi yang berkaki pincang ditetapkan sebagai yang
lebih muda, dan diberi nama Raden Widura.
PRABU SWALACALA MENJADI RAJA
TUNGGULMALAYA
Sementara itu di Kerajaan
Tunggulmalaya, Prabu Karditya baru saja meninggal dunia karena sakit. Prabu
Karditya ini adalah salah satu dari tujuh orang raja yang pernah menyerang
Kerajaan Hastina saat pemerintahan Prabu Citrawirya dulu. Dari ketujuh orang
itu sebanyak lima orang tewas dalam pertempuran, sedangkan sisanya yang dua orang
menyerah kalah dan mendapat pengampunan dari mendiang Bagawan Santanu dan Prabu
Citrawirya. Kedua raja tersebut adalah Prabu Sapwani dari Kerajaan Sindu
Banakeling dan Prabu Karditya dari Kerajaan Tunggulmalaya. Kedua raja taklukan
itu telah bersumpah setia tidak akan lagi mengganggu Kerajaan Hastina.
Kini Prabu Karditya telah
meninggal dunia karena sakit. Takhta Kerajaan Tunggulmalaya kemudian diwarisi putra
sulungnya yang bergelar Prabu Swalacala. Adapun yang menjadi patih adalah putra
kedua, yaitu Patih Wisudarya, dan yang menjadi panglima adalah putra ketiga,
yaitu Arya Pramuseta.
Setelah masa berkabung usai, Prabu
Swalacala berniat pergi ke Kerajaan Hastina untuk melaporkan perihal kematian
ayahnya dan juga tentang pelantikan dirinya sebagai raja yang baru kepada Prabu
Kresna Dwipayana dan Resiwara Bisma. Patih Wisudarya dan Arya Pramuseta ikut
menyertai.
PRABU CIDAMUKA HENDAK
MENUMBALI NEGARANYA
Tersebutlah seorang raja
bernama Prabu Cidamuka yang memimpin Kerajaan Srawantipura. Saat itu Kerajaan
Srawantipura sedang dilanda wabah penyakit. Banyak penduduknya yang jatuh sakit
dan meninggal dunia dalam waktu singkat. Prabu Cidamuka yang merupakan pemuja Batara
Kala memutuskan untuk mengadakan sesaji demi mengatasi wabah tersebut. Batara
Kala pun turun dari kahyangan menerima sesaji untuknya. Ia lalu memberikan
petunjuk agar Prabu Cidamuka menyembelih putra kedua Prabu Kresna Dwipayana
raja Hastina sebagai tumbal jika ingin memadamkan wabah penyakit yang kini melanda
Kerajaan Srawantipura. Adapun putra kedua Prabu Kresna Dwipayana itu bernama
Raden Pandu yang baru saja lahir ke dunia.
Setelah Batara Kala kembali ke
kahyangan, Prabu Cidamuka segera menyampaikan hal itu kepada Patih Aswanindya
yang merupakan pamannya sendiri. Ia pun mengutus Sang Patih berangkat ke
Kerajaan Hastina dengan membawa sejumlah emas permata untuk ditukar dengan
Raden Pandu, putra kedua Prabu Kresna Dwipayana tersebut. Jika pihak Hastina
menolak menyerahkan bayi itu, maka Patih Aswanindya harus merebutnya melalui
peperangan.
Patih Aswanindya mematuhi
perintah rajanya. Ia lalu mohon pamit berangkat melaksanakan tugas.
PATIH ASWANINDYA BERPERANG
MELAWAN PRABU SWALACALA
Patih Aswanindya berserta
pasukan Srawantipura berpapasan dengan rombongan Prabu Swalacala yang juga
sama-sama hendak menuju ke Kerajaan Hastina. Mereka saling bertanya ada
keperluan apa hendak menemui Prabu Kresna Dwipayana. Patih Aswanindya pun
menjawab terus terang bahwa ia diutus rajanya untuk membeli putra kedua raja
Hastina yang bernama Raden Pandu dengan emas permata. Rencananya Raden Pandu
akan disembelih sebagai tumbal untuk meredakan wabah penyakit yang kini melanda
Kerajaan Srawantipura.
Prabu Swalacala merasa aneh
dengan jawaban Patih Aswanindya. Tidak mungkin ada ceritanya seorang bapak
menyerahkan anaknya untuk disembelih orang lain sebagai tumbal, meskipun
ditukar dengan emas permata. Patih Aswanindya tidak peduli karena ia telah
diberi wewenang oleh rajanya untuk merebut Raden Pandu melalui peperangan.
Prabu Swalacala sebagai sekutu
Kerajaan Hastina tidak terima atas hal ini. Ia pun menantang Patih Aswanindya
berperang melawan dirinya terlebih dulu sebelum berperang melawan Kerajaan
Hastina. Patih Aswanindya pun melayani tantangan tersebut. Maka, terjadilah
pertempuran di antara mereka. Hingga akhirnya, Patih Aswanindya dan Prabu
Swalacala sama-sama gugur karena keduanya memiliki kesaktian yang setara.
Patih Wisudarya dan Arya
Pramuseta yang berhasil memukul mundur pasukan Srawantipura terkejut dan sedih melihat
kakak mereka tewas bersama musuh. Mereka lalu membagi tugas. Arya Pramuseta kembali
ke Kerajaan Tunggulmalaya dengan membawa jasad Prabu Swalacala, sedangkan Patih
Wisudarya melanjutkan perjalanan ke Hastina untuk melaporkan peristiwa ini
kepada Prabu Kresna Dwipayana dan Resiwara Bisma.
PRABU KRESNA DWIPAYANA
MELANTIK PRABU WISUDARYA
Prabu Kresna Dwipayana dan
Resiwara Bisma di Kerajaan Hastina menerima kedatangan Patih Wisudarya yang
melaporkan tentang kematian Prabu Karditya (ayahnya), serta Prabu Swalacala
(kakaknya). Ia juga menceritakan tentang kemungkinan adanya serangan dari
Kerajaan Srawantipura yang ingin menjadikan Raden Pandu sebagai tumbal.
Prabu Kresna Dwipayana
prihatin mendengarnya. Ia berterima kasih dan sangat terharu atas pengorbanan
Prabu Swalacala yang menjadi perisai bagi Kerajaan Hastina. Atas usul Resiwara
Bisma, Prabu Kresna Dwipayana pun mengangkat Patih Wisudarya sebagai raja
Tunggulmalaya yang baru, sedangkan kedudukannya sebagai patih hendaknya digantikan
oleh Arya Pramuseta.
PRABU CIDAMUKA MENCULIK RADEN
PANDU
Sementara itu di Kerajaan
Srawantipura, Prabu Cidamuka sangat marah dan sedih mendengar berita kematian
Patih Aswanindya yang merupakan pamannya itu. Ia pun mengerahkan seluruh
pasukan Srawantipura untuk berangkat menggempur Kerajaan Hastina.
Di lain pihak, Kerajaan
Hastina telah bersiaga menghadapi serangan tersebut berkat laporan dari Patih Wisudarya.
Maka, terjadilah perang besar di antara mereka. Dalam waktu singkat, pasukan
Hastina berhasil menghancurkan serangan dari Srawantipura itu.
Prabu Cidamuka membiarkan
pasukannya ditumpas habis oleh pihak lawan, sedangkan dirinya memutar dan
menyusup masuk ke dalam istana Kerajaan Hastina. Ia pun merebut Raden Pandu
yang sedang digendong Dewi Ambalika dan kemudian melarikan diri
sekencang-kencangnya.
PRABU CIDAMUKA DIHADANG JAKA
BANDUWANGKA
Prabu Cidamuka berlari sambil
menggendong bayi Raden Pandu meninggalkan Kerajaan Hastina. Namun, di tengah
jalan ia dihadang oleh seorang pemuda bernama Jaka Banduwangka dari Desa Supa.
Awalnya pemuda itu ingin pergi ke istana untuk mendaftar sebagai prajurit.
Namun ternyata, Kerajaan Hastina sedang berperang menghadapi serangan
Srawantipura yang konon kabarnya ingin merebut putra kedua Prabu Kresna
Dwipayana yang baru saja lahir.
Melihat ada seorang raja
menggendong bayi dengan terburu-buru, Jaka Banduwangka curiga jangan-jangan dia
adalah Prabu Cidamuka yang berhasil menculik Raden Pandu. Pemuda itu segera
menghadang dan berusaha merebut bayi tersebut. Maka terjadilah pertarungan di
antara mereka.
Prabu Cidamuka sangat
berhati-hati dalam pertarungan kali ini karena ia tidak ingin bayi yang
diculiknya meninggal sebelum disembelih di Kerajaan Srawantipura. Sebaliknya,
Jaka Banduwangka juga tidak berani bertindak gegabah karena takut Raden Pandu
terluka.
Pada saat itulah Prabu Kresna
Dwipayana dan Resiwara Bisma datang mengejar Prabu Cidamuka setelah mendapatkan
laporan dari Dewi Ambalika. Karena merasa terdesak, Prabu Cidamuka menjadi
lengah dan bayi Raden Pandu berhasil direbut oleh Jaka Banduwangka. Resiwara
Bisma segera maju menyerang Prabu Cidamuka dan dalam waktu singkat raja
Srawantipura itu berhasil ditewaskan.
JAKA BANDUWANGKA MENJADI
PUNGGAWA HASTINA
Prabu Kresna Dwipayana berterima
kasih atas perjuangan Jaka Banduwangka dalam merebut Raden Pandu dari tangan
penculik. Ia pun menawarkan hadiah emas permata kepada pemuda itu. Namun, Jaka
Banduwangka menolak dengan sopan karena tujuannya meninggalkan Desa Supa
hanyalah ingin mengabdi sebagai prajurit di Kerajaan Hastina.
Prabu Kresna Dwipayana
terkesan mendengarnya. Ia pun menerima pengabdian Jaka Banduwangka, bukan
sebagai prajurit, melainkan sebagai punggawa Kerajaan Hastina. Jaka Banduwangka
sangat berterima kasih atas anugerah ini. Maka, sejak saat itu ia pun berhak
memakai nama Arya Banduwangka.
------------------------------
TANCEB KAYON ------------------------------
Tidak ada komentar:
Posting Komentar