Sabtu, 10 Maret 2018

Endrasekti - Sugatawati



Kisah ini menceritakan kemunculan Endang Sugatawati putri Raden Arjuna yang kelak menjadi istri Raden Samba putra Prabu Kresna dan melahirkan Patih Dwara.

Kisah ini saya olah dari sumber media sosial Kaskus dan beberapa blog wayang lainnya, dengan sedikit pengembangan seperlunya.

Kediri, 10 Maret 2018

Heri Purwanto

Untuk daftar judul lakon wayang lainnya, klik di sini

Raden Arjuna menjadi raja Bulukatiga.

------------------------------ ooo ------------------------------

PRABU KRESNA DAN PRABU BALADEWA MEMBAHAS HILANGNYA RADEN ARJUNA

Di Kerajaan Dwarawati, Prabu Kresna Wasudewa dihadap putra mahkota Raden Samba Wisnubrata, beserta Arya Setyaki, dan Patih Udawa. Hadir pula sang kakak dari Kerajaan Mandura, yaitu Prabu Baladewa yang datang berkunjung untuk menanyakan arti mimpinya. Prabu Baladewa bercerita bahwa tadi malam ia mimpi melihat Kesatrian Madukara diselubungi kabut tebal. Karena khawatir pada keselamatan Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra, ia pun bergegas pergi  ke Kerajaan Dwarawati untuk menanyakan arti mimpi tersebut kepada Prabu Kresna.

Prabu Kresna menjawab, beberapa hari yang lalu memang Raden Nakula dan Raden Sadewa datang dari Kerajaan Amarta, membawa kabar bahwa Raden Arjuna sudah dua bulan lamanya menghilang dari Kesatrian Madukara, yaitu setelah menikahkan Raden Sumitra dengan Dewi Asmarawati putri Prabu Suryaasmara. Konon setelah memboyong menantu barunya ke Kesatrian Madukara, Raden Arjuna tiba-tiba saja menghilang tanpa pamit. Para istri dan para putra tidak seorang pun yang mengetahui kepergiannya.

Prabu Baladewa menyela. Ia berpendapat bahwa Raden Arjuna menghilang dari Kesatrian Madukara bukanlah sesuatu yang baru. Sudah berkali-lali sepupunya itu pergi tanpa pamit, tahu-tahu pulang sudah membawa pusaka baru, memperoleh wahyu, bahkan sering juga mendapat istri baru.

Prabu Kresna menjawab memang benar demikian. Namun, kali ini adik mereka, yaitu Dewi Sumbadra mendapat firasat buruk atas kepergian sang suami. Dewi Sumbadra mendapat firasat bahwa Raden Arjuna mendapat kecelakaan dalam perjalanan, sehingga ia pun mengutus Raden Nakula dan Raden Sadewa untuk pergi ke Dwarawati, meminta petunjuk di manakah keberadaan suaminya itu.

Waktu itu Prabu Kresna mengheningkan cipta sejenak dan mengatakan kepada si kembar bahwa Raden Arjuna tidak perlu dicari, karena tidak lama lagi ia akan pulang sendiri. Setelah mendapat petunjuk demikian, Raden Nakula dan Raden Sadewa pun bergegas pulang untuk melapor kepada Dewi Sumbadra di Kesatrian Madukara.

DEWI SUMBADRA DAN RADEN GATUTKACA MENGUNGSI KE KERAJAAN DWARAWATI

Ketika Prabu Kresna dan Prabu Baladewa sedang membicarakan tentang hilangnya Raden Arjuna, tiba-tiba datang adik mereka, yaitu Dewi Sumbadra bersama Raden Gatutkaca. Kedua orang itu tampak tergesa-gesa seperti baru dikejar musuh. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa pun bertanya, apa yang sebenarnya telah terjadi.

Dewi Sumbadra menjawab, ramalan Prabu Kresna memang benar bahwa Raden Arjuna tidak perlu dicari karena sebentar lagi akan pulang sendiri. Akan tetapi, suaminya itu bukan pulang sebagai keluarga, melainkan sebagai musuh. Raden Arjuna kini telah menjadi raja di Kerajaan Bulukatiga, dengan gelar Prabu Janaka. Ia datang ke Kerajaan Amarta menagih takhta kepada Prabu Puntadewa. Prabu Janaka berkata bahwa dirinya dulu telah mendapatkan Wahyu Makutarama, sehingga merasa lebih berhak menjadi raja daripada Prabu Puntadewa.

Prabu Puntadewa yang welas asih tidak keberatan jika takhta Kerajaan Amarta diminta Prabu Janaka. Ia pun dengan sukarela menyerahkan kedudukannya sebagai raja, dan meminta kepada Arya Wrekodara serta si kembar untuk tidak mempersulit Prabu Janaka. Sampai di situ ketiga adiknya masih bisa menerima. Namun, Prabu Janaka ternyata berbuat lancang menjebloskan Prabu Puntadewa ke dalam penjara, hal inilah yang membuat Arya Wrekodara dan lainnya marah besar.

Dewi Sumbadra menceritakan bagaimana Arya Wrekodara bertarung melawan Prabu Janaka. Sungguh aneh, baru pergi dua bulan tiba-tiba saja kesaktian Prabu Janaka sudah meningkat puluhan kali lipat. Dalam pertarungan itu Arya Wrekodara terdesak kalah dan dijebloskan pula ke dalam penjara. Dewi Sumbadra kemudian datang untuk meminta Prabu Janaka agar membebaskan Prabu Puntadewa dan Arya Wrekodara. Namun, Prabu Janaka memukul Dewi Sumbadra dan menyuruhnya pergi. Dewi Sumbadra heran melihat suaminya berubah menjadi kasar. Padahal, sejak menikah dahulu hingga sekarang, baru kali ini ia merasakan pukulan Raden Arjuna.

Prabu Janaka lalu menangkap si kembar Raden Nakula dan Raden Sadewa, juga Raden Antareja, Raden Raden Abimanyu, Raden Bratalaras, dan Raden Sumitra, yang semuanya tidak bisa mengalahkan kesaktiannya. Prabu Janaka pun memasukkan mereka semua ke dalam penjara. Saat itu hanya tinggal Raden Gatutkaca yang tersisa. Karena tidak mampu menghadapi kesaktian pamannya itu, ia terpaksa pergi dengan membawa serta Dewi Sumbadra.

Mendengar cerita itu, Prabu Baladewa marah sekali. Ia pun mohon pamit kepada Prabu Kresna untuk berangkat menghukum Prabu Janaka. Ia menyebut Raden Arjuna pasti sudah mengalami gangguan jiwa sehingga berani berbuat lancang seperti itu. Prabu Kresna meminta kakaknya bersabar, karena ia merasa ada misteri di balik semua ini. Namun, amarah Prabu Baladewa terlanjur memuncak. Ia tidak dapat disabarkan lagi dan segera bergegas meninggalkan istana Dwarawati mencari Prabu Janaka.

Prabu Kresna termangu-mangu melihatnya. Ia pun memerintahkan Arya Setyaki untuk membantu Prabu Baladewa. Raden Gatutkaca juga ikut serta. Prabu Kresna lalu membubarkan pertemuan dan membawa Dewi Sumbadra masuk ke dalam Taman Banoncinawi.

PRABU JANAKA MENYERANG KERAJAAN DWARAWATI

Sementara itu, Prabu Janaka alias Raden Arjuna telah berangkat meninggalkan Kerajaan Amarta untuk mengejar larinya Dewi Sumbadra dan Arya Wrekodara. Yang ikut bersamanya adalah Patih Tegalelana bersama pasukan Kerajaan Bulukatiga. Patih Tegalelana ini adalah mantan raja Bulukatiga yang direbut kedudukannya oleh Raden Arjuna, lalu jabatannya diturunkan menjadi patih. Selain itu, Patih Tambakganggeng dan pasukan Amarta juga dipaksa tunduk dan bergabung di bawah perintah Prabu Janaka.

Prabu Baladewa didampingi Arya Setyaki dan Raden Gatutkaca datang menghadang mereka. Prabu Baladewa memaki Raden Arjuna hilang ingatan, mengalami gangguan jiwa, dan sebagainya. Prabu Janaka balik menyebut Prabu Baladewa sebagai raja yang tidak punya sopan santun, karena bertemu sesama raja tidak memberi salam, tetapi justru melabrak tanpa sebab.

Prabu Baladewa semakin marah. Ia pun maju menyerang Prabu Janaka. Pasukan masing-masing ikut maju pula. Maka, terjadilah pertempuran antara kedua pihak. Setelah bertempur agak lama, Prabu Baladewa barulah menyadari kebenaran ucapan Dewi Sumbadra, bahwa setelah menghilang dua bulan, kesaktian Raden Arjuna meningkat pesat berkali-kali lipat.

Raden Gatutkaca dan Arya Setyaki maju membantu Prabu Baladewa. Prabu Janaka sama sekali tidak gentar. Tiba-tiba saja ia berubah wujud menjadi raksasa tinggi besar seperti gunung. Prabu Baladewa, Raden Gatutkaca, dan Arya Setyaki tidak mampu menghadapi kekuatannya. Mereka bertiga pun dilemparkan kembali ke arah Kerajaan Dwarawati.

RESI ENDRASEKTI SAKIT PARAH DAN MENGUTUS PUTRINYA MENCARI OBAT

Tersebutlah di Gunung Indragiri ada seorang pendeta bernama Resi Endrasekti yang sedang sakit keras. Ia berkata kepada putrinya yang bernama Endang Sugatawati, bahwa penyakitnya ini bisa sembuh apabila memakan jenang madumangsa buatan Dewi Sumbadra, istri Raden Arjuna di Kesatrian Madukara. Untuk itu, Resi Endrasekti pun memberikan bungkusan berisi ketan hitam mentah kepada Endang Sugatawati agar diserahkan kepada Dewi Sumbadra tersebut.

Endang Sugatawati berkata dirinya tidak tahu di mana letak Kesatrian Madukara, dan bagaimana caranya bisa bertemu dengan Dewi Sumbadra. Resi Endrasekti menerangkan bahwa Endang Sugatawati hendaknya pergi ke Desa Karangkadempel menemui Kyai Semar dan meminta kepadanya agar diantarkan menemui Dewi Sumbadra. Bilang saja bahwa Endang Sugatawati adalah putri Resi Endrasekti, pasti Kyai Semar bersedia membantu. Endang Sugatawati mematuhi perintah ayahnya, lalu ia pun berangkat dengan membawa bungkusan tersebut.

DEWI SUMBADRA PINGSAN MENERIMA BUNGKUSAN DARI ENDANG SUGATAWATI

Endang Sugatawati berangkat menuju Desa Karangkadempel hingga akhirnya bisa bertemu Kyai Semar, Nala Gareng, Petruk, dan Bagong. Begitu mengetahui bahwa Endang Sugatawati adalah anak Resi Endrasekti, Kyai Semar langsung mengatakan dirinya siap membantu. Mereka lalu berangkat bersama-sama menuju Kerajaan Dwarawati, karena Dewi Sumbadra sudah mengungsi ke sana sejak Kerajaan Amarta direbut oleh Prabu Janaka dari Kerajaan Bulukatiga.

Sesampainya di Kerajaan Dwarawati, Kyai Semar dan Endang Sugatawati langsung masuk ke Taman Banoncinawi. Dewi Sumbadra yang duduk ditemani para dayang segera menyambut mereka. Ia pun bertanya apakah Kyai Semar membawa kabar terbaru tentang keadaan Kerajaan Amarta. Kyai Semar menjawab, dirinya datang ke Dwarawati untuk mengantar putri Resi Endrasekti yang bernama Endang Sugatawati.

Endang Sugatawati maju mendekat dan menceritakan bahwa ayahnya sedang sakit keras. Menurut petunjuk dewata, Resi Endrasekti bisa sembuh apabila memakan jenang madumangsa buatan Dewi Sumbadra. Itulah sebabnya, Endang Sugatawati datang menghadap Dewi Sumbadra adalah untuk menyerahkan sebungkus ketan hitam sebagai bahan pembuatan jenang madumangsa tersebut.

Dewi Sumbadra merasa tidak kenal pada Resi Endrasekti. Namun, karena penasaran ia pun menerima bungkusan itu dan melihat isinya. Sungguh terkejut perasaan Dewi Sumbadra karena yang ada di dalam bungkusan itu ternyata bukan ketan hitam, melainkan pakaian milik Raden Arjuna. Seketika badan Dewi Sumbadra gemetar dan ia pun jatuh pingsan tak sadarkan diri.

PRABU BALADEWA MELAMPIASKAN KEMARAHAN PADA ENDANG SUGATAWATI

Prabu Baladewa yang kalah perang melawan Prabu Janaka akhirnya kembali ke Kerajaan Dwarawati. Ia terkejut melihat para dayang bertangisan dan mengatakan bahwa Dewi Sumbadra jatuh pingsan setelah menerima bungkusan dari seorang perempuan bernama Endang Sugatawati.

Prabu Baladewa yang baru saja kalah perang itu pun semakin bertambah marah. Ia lalu mendatangi Endang Sugatawati dan menuduhnya sebagai mata-mata yang dikirim Prabu Janaka untuk membunuh Dewi Sumbadra. Endang Sugatawati mengaku tidak mengenal Prabu Janaka. Namun, Prabu Baladewa tidak peduli. Ia yang sudah gelap mata langsung memukul kepala Endang Sugatawati. Seketika gadis itu pun roboh di tanah kehilangan nyawa.

Kyai Semar hendak mencegah namun terlambat. Gadis yang diantarkannya kini telah tewas di tangan Prabu Baladewa. Tidak lama kemudian Prabu Kresna muncul didampingi Raden Samba. Mereka terkejut melihat Dewi Sumbadra pingsan dan ada pula mayat seorang gadis muda tergeletak dikelilingi para panakawan.

ENDANG SUGATAWATI DIHIDUPKAN KEMBALI OLEH PRABU KRESNA

Prabu Kresna pun bertanya apa yang sebenarnya telah terjadi. Kyai Semar menceritakan semuanya dari awal hingga akhir. Perlahan-lahan Dewi Sumbadra bangun dari pingsan dan terkejut melihat Endang Sugatawati telah meninggal. Prabu Baladewa juga menyesal telah bertindak ceroboh dan terburu-buru karena tidak dapat mengendalikan amarah, sehingga menyebabkan tewasnya seorang gadis remaja.

Raden Samba merasa berduka melihat nasib Endang Sugatawati. Ia pun memohon kepada sang ayah agar menghidupkan gadis itu kembali. Prabu Kresna lalu mengangkat Kembang Wijayakusuma dan membaca mantra di atas kepala Endang Sugatawati. Seketika gadis itu pun hidup kembali seperti bangun dari tidur. Prabu Kresna berkata bahwa ajal Endang Sugatawati memang belum saatnya, sehingga masih bisa dihidupkan kembali menggunakan Kembang Wijayakusuma.

Dewi Sumbadra lalu bertanya apa yang harus ia lakukan saat ini. Prabu Kresna menjawab, sebaiknya Dewi Sumbadra memasak jenang madumangsa dan menyerahkan makanan itu secara langsung kepada Resi Endrasekti. Ia yakin bahwa Resi Endrasekti itulah yang bisa mengalahkan Prabu Janaka dan membebaskan Prabu Puntadewa beserta para Pandawa lainnya.

Dewi Sumbadra mematuhi. Ia lalu masuk ke dapur. Prabu Kresna melihat Raden Samba menyukai Endang Sugatawati. Maka, ia pun menugasi putranya itu agar menjaga dan menemani si gadis di dalam Taman Banoncinawi. Raden Samba mematuhi perintah ayahnya dengan senang hati.

RESI ENDRASEKTI SEMBUH DARI SAKITNYA

Jenang madumangsa telah matang. Karena Kerajaan Dwarawati masih dalam keadaan perang melawan Prabu Janaka dan pasukannya, maka Prabu Kresna ikut berangkat mengawal Dewi Sumbadra menuju Gunung Indragiri untuk menyerahkan jenang tersebut kepada Resi Endrasekti. Sesampainya di sana, mereka melihat Resi Endrasekti yang sudah tua terbaring lemah tidak berdaya. Pendeta itu tersenyum gembira melihat Prabu Kresna dan Dewi Sumbadra datang ke tempatnya.

Prabu Kresna berkata bahwa Dewi Sumbadra telah memasak jenang madumangsa menggunakan tangannya sendiri untuk mengobati penyakit Resi Endrasekti. Dewi Sumbadra lalu maju dan menyuapi Resi Endrasekti. Begitu memakan jenang tersebut, Resi Endrasekti merasa tubuhnya segar dan juga pulih dari sakitnya.

Kini Resi Endrasekti telah sembuh dan bisa bangkit berdiri. Ia berterima kasih kepada Prabu Kresna dan berterus terang ingin meminang Dewi Sumbadra sebagai istri, untuk menggantikan ibu Endang Sugatawati yang sudah meninggal. Prabu Kresna menyebut Resi Endrasekti sebagai orang tua tidak tahu diri, ibarat “diberi hati meminta jantung”. Namun, rumah tangga Dewi Sumbadra dengan Raden Arjuna memang sedang ada masalah, dan kemungkinan mereka akan bercerai. Saat ini Raden Arjuna sedang mengalami gangguan jiwa dan menjadi raja di Bulukatiga, bergelar Prabu Janaka. Apabila Resi Endrasekti dapat mengalahkan Prabu Janaka, maka lamarannya terhadap Dewi Sumbadra pasti dikabulkan Prabu Kresna.

Resi Endrasekti menyanggupi tantangan tersebut. Ia pun berangkat menuju tempat di mana Prabu Janaka dan pasukannya sedang berkemah.

RESI ENDRASEKTI MENGHADAPI PRABU JANAKA

Resi Endrasekti bersama Prabu Kresna dan Dewi Sumbadra telah sampai di hadapan Prabu Janaka dan pasukannya yang berkemah di luar ibu kota Kerajaan Dwarawati. Mereka pun saling menantang. Prabu Janaka minta istrinya dikembalikan, sedangkan Resi Endrasekti memperkenalkan dirinya sebagai calon suami Dewi Sumbadra yang baru.

Prabu Janaka marah dan maju menyerang Resi Endrasekti. Keduanya lalu terlibat pertarungan seru. Mereka sama-sama lincah, sama-sama kuat, dan sama-sama terampil memainkan senjata. Hingga akhirnya kedua orang itu pun saling melepas panah. Panah-panah mereka saling bertabrakan di udara membuat kagum para prajurit yang menyaksikan.

Prabu Janaka lalu melepas panah yang disertai mantra, begitu pula dengan Resi Endrasekti. Panah-panah mereka saling mengenai sasaran masing-masing. Panah bermantra yang ditembakkan Resi Endrasekti mengenai dada Prabu Janaka. Seketika wujud Prabu Janaka musnah dan berubah menjadi Batara Kala. Rupanya selama ini yang memerangi Kerajaan Amarta dan Kerajaan Dwarawati adalah Raden Arjuna palsu.

Sementara itu, panah yang dilepaskan Prabu Janaka juga mengenai tubuh Resi Endrasekti. Seketika wujud Resi Endrasekti pun musnah dan berubah menjadi Raden Arjuna yang asli. Melihat rencananya menaklukkan Kerajaan Dwarawati telah gagal, Batara Kala pun terbang ke udara, kembali ke Kahyangan Selamangumpeng.

PRABU PUNTADEWA DIBEBASKAN DARI PENJARA

Pasukan gabungan yang mengepung Kerajaan Dwarawati kebingungan melihat raja mereka telah musnah. Kesempatan ini dimanfaatkan Patih Tambakganggeng untuk segera kembali ke Kerajaan Amarta, membebaskan Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara, dan yang lain dari dalam penjara.

Sementara itu, Patih Tegalelana maju mengamuk membela sang raja. Raden Arjuna dengan cekatan mengalahkan dan meringkusnya. Patih Tegalelana pun mohon ampun dan mulai hari ini ingin mengabdi kepada Raden Arjuna. Ia menjelaskan bahwa dirinya adalah raja Bulukatiga yang asli, namun telah dikalahkan oleh Raden Arjuna palsu, kemudian diturunkan jabatannya menjadi patih.

Raden Arjuna asli merasa kasihan pada Patih Tegalelana. Ia pun mempersilakan orang itu untuk kembali menjadi raja Bulukatiga, namun jangan pernah lagi mengganggu Kerajaan Amarta. Patih Tegalelana menjawab dirinya tidak mungkin berani. Karena mendapat pengampunan, ia pun kembali memakai nama Prabu Tegalelana dan mohon pamit bersama pasukannya untuk pulang ke Kerajaan Bulukatiga.

Prabu Kresna lalu mengajak Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra kembali ke Kerajaan Dwarawati. Prabu Baladewa, Arya Setyaki, Raden Gatutkaca, dan juga Raden Samba serta Endang Sugatawati menyambut mereka dengan gembira. Tidak lama kemudian datang pula Prabu Puntadewa, Arya Wrekodara, dan si kembar yang telah dibebaskan oleh Patih Tambakganggeng dari dalam penjara.

RADEN ARJUNA MENCERITAKAN PENGALAMANNYA

Di hadapan semua orang, Raden Arjuna pun menceritakan pengalamannya. Setelah menikahkan Raden Sumitra dengan Dewi Asmarawati dua bulan yang lalu, tiba-tiba ia mimpi melihat salah satu istrinya yang bernama Endang Saptarini sedang sakit keras. Maka, diam-diam Raden Arjuna pun pergi tanpa pamit menuju Gunung Indragiri, tempat tinggal istrinya itu.

Dahulu kala Raden Arjuna memang pernah berkelana dan belajar kepada Resi Indrasukma di Gunung Indragiri tersebut. Kemudian, Raden Arjuna menikahi putri sang guru yang bernama Endang Saptarini. Ketika istrinya itu mengandung, Raden Arjuna mohon pamit kembali ke Kerajaan Amarta. Kini ia kembali ke Gunung Indragiri dan melihat Endang Saptarini sedang sakit, seperti yang tergambar dalam mimpinya. Adapun Resi Indrasukma sudah lama meninggal.

Endang Saptarini pun memperkenalkan putri mereka yang kini telah tumbuh remaja, bernama Endang Sugatawati. Endang Saptarini merasa ajalnya segera tiba. Ia pun menitipkan Endang Sugatawati kepada Raden Arjuna agar dicarikan jodoh yang tepat. Raden Arjuna menyanggupi dan berkata agar istrinya itu percaya kepadanya.

Demikianlah, Endang Saptarini pun meninggal dunia dengan tenang. Setelah memakamkan istrinya itu, Raden Arjuna tinggal di Gunung Indragiri selama empat puluh hari. Setelah itu, ia mengajak Endang Sugatawati untuk pindah ke Kesatrian Madukara. Namun, di tengah jalan mereka bertemu Batara Kala yang mempunyai niat jahat. Raden Arjuna diserang secara mendadak menggunakan ilmu sihir sehingga jatuh sakit dan wajahnya berubah menjadi tua. Endang Sugatawati lalu memapah ayahnya kembali ke Gunung Indragiri. Karena wajahnya berubah tua akibat ilmu sihir Batara Kala, maka Raden Arjuna pun mengganti namanya menjadi Resi Endrasekti.

Sementara itu, Batara Kala mengubah wujudnya menjadi Raden Arjuna palsu, lalu pergi menaklukkan Kerajaan Bulukatiga dan melorot rajanya yang bernama Prabu Tegalelana menjadi patih. Raden Arjuna palsu kemudian menjadi raja di sana, bergelar Prabu Janaka. Ia lalu pergi menyerang Kerajaan Amarta dan Kerajaan Dwarawati sebagaimana yang telah diketahui bersama.

Prabu Kresna dan yang lain bersyukur segala persoalan telah selesai. Mengenai jodoh untuk Endang Sugatawati sesuai wasiat mendiang ibunya sebelum meninggal, maka lebih baik Raden Samba saja yang memenuhi hal itu. Sepertinya Raden Samba dan Endang Sugatawati bisa menjadi pasangan yang serasi. Raden Arjuna tidak keberatan. Ia pun menerima lamaran Prabu Kresna tersebut dengan senang hati. Semua orang gembira mendengarnya dan ikut merayakan perjodohan ini.

------------------------------ TANCEB KAYON ------------------------------

 

Catatan : Untuk kisah pertemuan Raden Arjuna dengan ibu Endang Sugatawati adalah tambahan dari saya. Serta kisah Prabu Tegalelana yang diturunkan menjadi patih juga tambahan dari saya, dengan tujuan supaya nanti bisa menyambung dengan lakon Pramusinta-Rayungwulan.










1 komentar: